Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

FRAKTUR MANDIBULA DI RUANG ASTER

RSUD UNDATA PALU

Stase Keperawatan Medikal Bedah

DI SUSUN OLEH :

NURDINA
NIM: 2020032068

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU

2021
A. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah ganguan dari kontinuitas yang normal
dari suatu tulang (Black 2015). Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas
tulang mandibular. Hilangnya kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), dapat
berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar. Mandibula adalah tulang
rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat menempelnya gigi
geligi. Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan pada letak anatomi dari fraktur
mandibula dapat terjadi pada daerah-daerah dento alveolar, kondilus,
koronoideus, ramus, sudut mandibula, korpus mandibula, simfisis, dan
parasimfisis (Hakim, 2016).
Fraktur mandibula merupakan kondisi diskontinuitas tulang mandibula
yang diakibatkan oleh trauma wajah ataupun keadaan patologis. Pukulan keras
pada muka dapat mengakibatkan terjadinya suatu fraktur pada mandibula
(Reksodiputro, 2017). Fraktur dapat meimbulkan pembengkakan, hilangnya
fungsi normal, deformitas, kemerahan, krepitasi ,dan rasa nyeri(Ghassani, 2016).

A. ANATOMI FISIOLOGI
Mandibula merupakan tulang yang besar dan paling kuat pada daerah muka,
terdapat barisan gigi. Mandibula dibentuk oleh dua bagian simetris, yang
mengadakan fusi dalam tahun pertama kehidupan. Tulang ini terdiri dari korpus
yaitu suatu lengkungan tapal kuda dan sepasang ramus yang pipih dan lebar, yang
mengarah keatas pada bagian belakang dari korpus. Pada ujung dari masing-masing
ramus didapatkan dua buah penonjolan disebut prosesus kondiloideus dan prosesus
koronoideus. Prosesus kondiloideus terdiri dari kaput dan kolum. Permukaan luar
dari korpus mandibula pada garis median, didapatkan tonjolan tulang halus yang
disebut simfisis mentum, yang merupakan tempat pertemuan embriologis dari dua
buah tulang.
Bagian atas korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus
alveolaris, yang mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian bawah
korpus mandibula mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada pertengahan
korpus mandibula, kurang lebih 1 inci dari simfisis, didapatkan foramen mentalis
yang dilalui oleh vasa dan nervus mentalis. Permukaan dalam dari korpus
mandibula cekung dan didapatkan linea milohiodea yang merupakan pertemuan
antara tepi belakang ramus mandibula. Angulus mandibula terletak subkutan dan
mudah diraba pada 2-3 jari di bawah lobulus aurikularis.
Prosesus koronoideus yang tipis dan tajam merupakan tempat insersio
m.temporalis. Prosesus kondiloideus membentuk persendian dengan fossa
artikularis permukaan infratemporalis dari skuama os temporalis. Kartilago
artikuler melapisi bagian superior dan anterior dari prosesus kondiloideus,
sedangkan bagian posterior tidak. Permukaan lateral dari prosesus kondiloideus
ditutupi oleh kelenjar parotis dan terletak di depan tragus. Antara prosesus
koronoideus dan prosesus kondiloideus membentuk sulkus mandibula dimana lewat
vasa dan nervus. Kira-kira ditengah dari permukaan medial ramus mandibula
didpatkan foramen mandibula. Melalui foramen ini masuk kedalam kanal yang
mengarah ke bawah depan di dalam jaringan tulang, dimana dilalui oleh vasa
pembuluh darah dan saluran limfe.
Mandibula mendapat nutrisi dari a.alveolaris inferior cabang pertama dari
a.maksillaris yang masuk melalui foramen mandibularis, bersama vena dan
n.alveolaris. A.alveolaris inferior memberi cabang-cabang ke gigi-gigi bawah serta
gusi sekitarnya, kemudian di foramen mentalis keluar sebagai a.mentalis. Sebelum
keluar dari foramen mentalis bercabang insisivus yang berjalan ke depan di dalam
tulang. A.mentalis beranastomosis dengan a.fasialis, a.submentalis, a.labii inferior.
A.submentalis dan a.labii inferior merupakan cabang dari a.facialis.
a.mentalis memberi nutrisi ke dagu. Sedangkan aliran balik dari mandibula melalui
v.alveolaris inferior ke v.fasialis posterior. V.mentalis mengalirkan darah ke
v.submentalis yang selanjutnya mengalirkan darah ke v.fasialis anterior. V. fasialis
posterior dan v.fasialis comunis mengalirkan darah ke v.jugularis interna.
Aliran limfe ,mandibula menuju ke limfe node submandibularis yang
selanjutnya menuju ke rantai jugularis interna. N.alveolaris inferior cabang dari
n.mandibularis berjalan bersama arteri dan vena alveolaris inferior masuk melalui
foramen mandibularis berjalan di kanalis mandibularis memberi cabang sensoris ke
gigi bawah, dan keluar di foramen sebagai n.mentalis, merupakan araf sensoris
daerah dagu dan bibir bawah.
Ada 4 pasang otot yang disebut sebagai otot pengunyah, yaitu m.masseter,
m.temporalis, m.pterigoideus lateralis dan m.pterigoideus medialis. Sedangkan
m.digastrikus, walaupun tidak termasuk otot-otot pengunyah, namun mempunyai
fungsi yang penting pada mandibula. Bila otot digastrikus kanan dan kiri
berkontraksi mandibula bergerak ke bawah dan tertarik ke belakang dan gigi-gigi
terbuka. Saat mandibula terstabilisasi m.digastrikus dan m.suprahyoid mengangkat
os hyoid, keadaan ini penting untuk proses menelan.
Gerakan mandibula pada waktu mengunyah mempunyai 2 arah, yaitu :
1. Rotasi melalui sumbu horisontalyang melalui senteral dari kondilus
2. Sliding atau gerakan ke arah lateral dari mandibula pada persendian
temporomandibuler.
Mengunyah merupakan suatu proses terdiri dari 3 siklus, yaitu :
1. Fase membuka.
2. Fase memotong, menghancurkan, menggiling. Otot-otot mengalami
kontraksi isotonic atau relaksasi. Kontraksi isometric dari elevbator hanya
terjadi bila gigi atas dan bawah rapat atau bila terdapat bahan yang keras
diantaranya akhir fase menutup.
3. Fase menutup
Pada akhir fase menutup dan fase oklusi didapatkan kenaikan tonus
pada otot elevator.Setelah makanan menjadi lembut berupa suatu bolus
dilanjutkan dengan proses menelan. Untuk fungsi buka, katub mulut,
mengunyah dan menelan yang baik dibutuhkan :
1. Tulang mandibula yang utuh dan rigid
2. Oklusi yang ideal
3. Otot-otot pengunyah beserta persarafan serta
4. Persendian temporomandibular (TMJ) yang utuh.
B. ETIOLOGI
1.  Trauma langsung: benturan pada tulang mengakibatkan fraktur ditempat
tersebut.
2.  Trauma tidak langsung: tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh
dari area benturan.
3.  Fraktur patologis: fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau tanpa
trauma.Contoh fraktur patologis: Osteoporosis, penyakit metabolik, infeksi
tulang dan tumor tulang.
C. JENIS/KLASIFIKASI

1. Menurut garis fraktur :


a. Fraktur komplit : Apabila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua konteks tulang
b. Fraktur inkomplit : Apabila garis patah tidak melalui penampang tulang.
2. Menurut bentuk fraktur dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
a. Fraktur tranfersal : Fraktur yang garis patahannya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Segmen patah tulang direposisi atau direduksi
kembali ketempatnya semula, maka segmen akan stabil dan biasanya akan
mudah dikontrol dengan bidai gips
b. Fraktur patah oblique : Fraktur dimana garis patahannya membentuk
sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil.
c. Fraktur serial : Fraktur ini terjadi akibat torsi pada ekstremitas.
Menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat
sembuh dengan imobilisasi luar.
d. Fraktur kompresi : Fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumpuk
tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti satu vertebra dengan
vertebra lain.
e. Fraktur anulasi : Fraktur yang memisahkan fragmen tulang pada tempat
insisi tendon atau ligament. Contohnya fraktur patella
3. Menurut jumlah garis fraktur
a. Fraktur komminute : Terjadi banyak garis fraktur atau banyak fragmen
kecil yang terlepas
b. Fraktur segmental : Apabila garis patah lebih dari satu tetapi tidak
berhubungan sehingga satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah
menjadi sulit untuk sembuh.
c. Fraktur multiple : Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang
berlainan tempat.

4.

Menurut hubungannya antara fragmen dengan dunia luar


a. Fraktur terbuka : Apabila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang
fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit.
Fragmen terbuka dibagi menjadi tiga tingkat yaitu :
1) Pecah tulang menusuk kulit, kerusakan jaringan sedikit terkontaminasi
ringan, luka kurang dari 1 cm.
2) Kerusakan jaringan sedang, potensial infeksi lebih besar dari 1 cm
3) Luka besar sampai dengan 8 cm, kehancuran otot, kerusakan
neuromaskular, kontaminasi besar.

Grade/derajat fraktur terbuka :

1) Grade I : Sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit.


2) Grade II : fraktur terbuka merobek kulit dan otot.
3) Grade III : banyak sekali jejas kerusakan kulit otot, jaringan syaraf,
pembuluh darah serta luka sebesar 6-8cm.
b. Fraktur tertutup : Terjadi pada tulang yang abnormal atau sakit. Penyebab
terbanyaknya adalah osteoporosis dan osteomalacia.

5. Lokasi fraktur
Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan pada letak anatomi dari fraktur
mandibula dapat terjadi pada daerah-daerah sebagai berikut :
a. Dentoalveolar
b. Kondilus
c. Koronoideus
d. Ramus
e. Sudut mandibula
f. Korpus mandibula
g. Simfisis
h. Parasimfisis
D. TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri
Rasa nyeri yang hebat dapat dirasakan saaat pasien mencoba menggerakkan
rahang untuk berbicara, mengunyah atau menelan.
2. Perdarahan dari rongga mulut.
3. Maloklusi
Keadaan dimana rahang tak dapat dikatupkan, mulut seperti keadaan sebelum
trauma.
4. Trismus
Ketidakmampuan membuka mulut lebih dari 35 mm, batas terendah nilai normal
adalah 40 mm.
5. Pergerakan Abnormal.
a. Ketidakmampuan membuka rahang membuat dugaan pergesekan pada
prosesus koronoid dalam arkus zygomatikcus.
b. Ketidakmampuan menutup rahang menandakan fraktur pada prosessus
alveolar, angulus, ramus dari simfisis.
6. Krepitasi tulang
Krepitasi tulang tulang adalah bunyi berciut yang terdengar jika tepian-tepian
fraktur bergesakan saat berlangsungnya gerakan mengunyah, bicara, atau
menelan.
7. Mati rasa pada bibir dan pipi
Patognomonis untuk fraktur distal dari foramen mandibula.
8. Oedem daerah fraktur dan wajah tidak simetris.

E. PATOFISIOLOGI

Fraktur disebabkan oleh adanya trauma (langsung dan tidak langsung), stress 
fatique (kelelahan akibat tekanan berulang) dan pathologis. Karena adanya tekanan
atau daya yang mengenai tulang  maka akan mengakibatkan terjadinya fraktur dan
perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patahan dan kedalam jaringan lunak
disekitar tulang tersebut. Bila terjadi hematoma maka pembuluh darah vena akan
mengalami pelebaran sehingga terjadi penumpukan cairan dan kehilangan leukosit
yang berakibat terjadinya perpindahan, menimbulkan implamasi atau peradangan
yang menyebabkan bengkak dan akhirnya terjadi nyeri. Selain itu karena kerusakan
pembuluh darah kecil atau besar pada waktu terjadi fraktur menyebabkan tekanan
darah menjadi turun, begitupula dengan suplai darah ke otak sehingga kesadaran
pun menurun yang mengakibatkan syok hipovolemi. Bila mengenai jaringan lunak
maka akan terjadi luka dan kuman akan mudah untuk masuk sehingga mudah
terinfeksi dan lama kelamaan akan berakibat delayed union dan mal union dan yang
tidak terinfeksi mengakibatkan non union. Apabila fraktur mengenai peristeum atau
jaringan tulang dan korteks maka akan mengkibatkan deformitas, krepitasi dan
pemendekan ekstremitas. Berdasarkan proses diatas tanda dan gejalanya yaitu
nyeri/tenderness, deformitas/perubahan bentuk, bengkak, peningkatan suhu
tubuh/demam, krepitasi, kehilangan fungsi dan apabila hal ini tidak teratasi, maka
akan menimbulkan komplikasi yaitu komplikasi umum misalnya : syok, sindrom
remuk dan emboli lemak. Komplikasi dini misalnya : cedera syaraf, cedara arteri,
cedera organ vital, cedera kulit dan jaringan lunak, sedangkan komplikasi lanjut
misalnya : delayed union, mal union, non union, kontraktur sendi dan miossitis
ossifycans, avaseural necrosis dan osteo arthritis.

PATHWAY

Tekanan kekerasan
langsung/stress berulang

Reaksi inflamasi

Pergeseran tulang Kerusakn fregmen


tulang. Cedera jar. lunak Pengeluaran bradykinin
dan berikatan dengan
nociceptor
deformitas
Pembuluh darah terputus

Pengeluaran histamin
Tulang tdk dpt berfungsi
dgn baik
perdarahan

Nyeri Pembengkakan
Gangguan mobilitas hematoma (tumor) &
rubor

Tindakan op.
Penatalaksanaan medis Nyeri akut
Gangguan integritas
Penolakan Tindakan op.
kulit
Prosedur pemasangan
fiksasi eksternal darah banyak
keluar
Resiko tinggi
infeksi
Gangguan body
HB
image

Perfusi jaringan
menurun

Gangguan integritas
kulit

Tahap penyembuhan tulang :


Setelah tulang mengalami fraktur
1.      Stadium Hematum
Pada stadium ini karena pembuluh darah pecah, maka terjadi perdarahan pada
daerah fraktur. Hematum terbentuk mengelilingi daerah tulang yang
mengalami fraktur, kemudian setelah 24 jam aliran darah pada daerah fraktur
berkurang sehingga terjadi penggabungan haematum dengan fibroblast dan
membentuk fibrin.
2.      Stadium proliferasi
Dalam 48-72 jam setelah terjadi fraktur, sel sel jaringan baru mulai terbentuk
pada daerah fraktur.
3.      Stadium Pembentukan Kallus
Dalam waktu 6-10 hari fraktur, terjadi perubahan granulasi jaringan dan
pembentukan kallus, pertumbuhan jaringan berlangsung secara terus menerus
sampai fragmen menyatu kembali memerlukan waktu 3-4 minggu.
4.      Stadium Ossifikasi
Ossifikasi terjadi 3 -10 minggu, kallus yang menetap berubah menjadi tulang
yang kaku, akibat dari penumpukan garam-garam mineral menutup dan
meliputi ujung-ujung fragmen tulang yang kemudian akan menjadi tulang.
5.      Stadium konsolidasi
Setelah pembentukan tulang, kallus diremodeling oleh aktivitas osteoblast
dan osteoklast
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIG
1. Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan
mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan darah lengkap: Hb menurun terutama fraktur terbuka,
peningkatan leukosit adalah respon stres normal setelah trauma.
4. Pemeriksaan klinis ekstraoral
Tampak diatas tempat terjadinya fraktur biasanya terjadi ekimosis dan
pembengkakan. Seringpula terjadi laserasi jaringan lunak dan bisa terlihat jelas
deformasi dari kontur mandibula yang bertulang. Jika terjadi perpindahan
tempat dari fragmen-fragmen itu pasien tidak bisa menutup geligi anterior, dan
mulut menggantung kendur dan terbuka. Pasien sering kelihatan menyangga
rahang bawah dengan tangan. Dapat pula air ludah bercampur darah menetes
dari sudut mulut pasien
5. Palpasi lembut dengan ujung-ujung jari dilakukan terhadap daerah kondilus
pada kedua sisi, kemudian diteruskan kesepanjang perbatasan bawah
mandibula. Bagian-bagian melunak harus ditemukan pada daerah-daerah
fraktur, demikian pula terjadinya perubahan kontur dan krepitasi tulang. Jika
fraktur mengenai saraf mandibula maka bibir bawah akan mengalami mati
rasa.
6. Pemeriksaan klinis intraoral
Setiap serpihan gigi yang patah harus dikeluarkan. Dari dalam mulut. Sulkus
bukal diperiksa adanya ekimosis dan kemudian sulkus lingual. Hematoma
didalam sulkus lingual akibat trauma rahang bawah hampir selalu
patognomonik fraktur mandibula.
G. PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan fraktur rahang pada langkah awal penanganan pada hal
yang bersifat kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing),
sirkulasi darah termasuk penanganan syok (circulaation), penaganana luka jaringan
lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak.
Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi
fragmen fraktur fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang
yang telah dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan
penyembuhan tulang selesai.
Secara khusus penanganan fraktur tulang rahang dan tulang pada wajah
(maksilofasial) mulai diperkenalkan olah hipocrates (460-375 SM) dengan
menggunakan panduan oklusi (hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigi-gigi
rahang atas), sebagai dasar pemikiran dan diagnosis fraktur rahang. Pada
perkembangan selanjutnya oleh para klinisi berat menggunakan oklusi sebagai
konsep dasar penanganan fraktur rahang dan tulang wajah (maksilofasial) terutama
dalam diagnostik dan penatalaksanaannya. Hal ini diikuti dengan perkembangan
teknik fiksasi mulai dari penggunaan pengikat kepala (head bandages), pengikat
rahang atas dan bawah dengan kawat (intermaxilari fixation), serta fiksasi dan
imobilisasi fragmen fraktur dengan menggunakan plat tulang (plate and screw).
Prosedur penanganan fraktur mandibula :

1. Fraktur yang tidak ter-displace dapat ditangani dengan jalan reduksi tertutup
dan fiksasi intermaxilla. Namun pada prakteknya, reduksi terbuka lebih disukai
paada kebanyakan fraktur.
2. Fraktur dikembalikan ke posisi yang sebenarnya dengan jalan reduksi tertutup
dan arch bar dipasang ke mandibula dan maxilla.

3. Kawat dapat dipasang pada gigi di kedua sisi fraktur untuk menyatukan fraktur

4. Fraktur yang hanya ditangani dengan jalan reduksi tertutup dipertahankan


selama 4-6 minggu dalam posisi fraktur intermaxilla.

5. Kepada pasien dapat tidak dilakukan fiksasi intermaxilla apabila dilakukan


reduksi terbuka, kemudian dipasangkan plat and screw.

Oleh sebab itu ilmu oklusi merupakan dasar yang penting bagi seorang
Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial dalam penatalaksanan kasus patah rahang
atau fraktur maksilofasial. Dengan prinsip ini diharapkan penyembuhan atau
penyambungan fragmen fraktur dapat kembali ke hubungan awal yang normal dan
telah beradaptasi dengan jaringan lunak termasuk otot dan pembuluh saraf disekitar
rahang dan wajah.

Patah rahang dan tulang wajah yang tidak ditangani dengan baik akan
memberikan gangguan dan keluhan pada pasien dalam jangka pendek dan jangka
panjang. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus patah rahang yang adalah
infeksi pada jaringan lunak dan tulang rahang. Infeksi tersebut dapat menyebabkan
kehilangan jaringan lunak dan keras yang banyak. Komplikasi lain, jika
penyambungan tidak adekuat (malunion)dan oklusi rahang atas dan bawah tidak
tercapai maka akan memberi keluhan berupa rasa sakit dan tidak nyaman
(discomfort) yang berkepanjangan pada sendi rahang (Temporomandibular joint)
oleh karena perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi rahang kiri dan
kanan.

Hal ini tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-otot pengunyahan dan otot
sekitar wajah juga dapat memberikan respon nyeri (myofascial pain) Terlebih jika
pasien mengkompensasikan atau memaksakan mengunyah dalam hubungan oklusi
yang tidak normal. Kondisi inilah yang banyak dikeluhkan oleh pasien patah rahang
yang tidak dilakukan perbaikan atau penangnanan secara adekuat. Komplikasi
setelah pembedahan yang dapat terjadi pada semua operasi penyambungan tulang
adalah terlambatnya penyambungan dan penyembuhan tulang (delayed union) atau
kegagalan penyambungan tulang (nonunion)yang sering disebabkan tidak stabilnya
fragmen fraktur karena immobilisasi yang kurang baik. Komplikasi yang secara
klinis dan estetik nampak adalah perubahan bentuk dan proporsi wajah.

Penatalaksanaan pada fraktur mandibula mengikuti standar penatalaksanaan


fraktur pada umumnya. Pertama periksalah A(airway), B(Breathing) dan
C(circulation). Bila pada ketiga topik ini tidak ditemukan kelainan pada pasien,
lakukan penanganan terhadap fraktur mandibula pasien. Bila pada pasien terdapat
perdarahan aktif, hentikanlah dulu perdarahannya. Bila pasien mengeluh nyeri
maka dapat diberi analgetik untuk membantu

H. KOMPLIKASI
Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula
umumnya jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur
mandibula adalah infeksi atau osteomyelitis, yang nantinya dapat menyebabkan
berbagai kemungkinan komplikasi lainnya.
Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami
gangguan penyembuhan fraktur baik itu malunion ataupun non-union. Ada
beberapa faktor risiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur mandibula
dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun non-union. Faktor
risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang baik,
kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang tidak
menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada mandibula akan
mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-
kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan osteotomi secara tepat
untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula.
Faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya
komplikasi antara lain sepsis oral, adanya gigi pada garis fraktur, penyalahgunaan
alkohol dan penyakit kronis, waktu mendapatkan perawatan yang lama, kurang
patuhnya pasien dan adanya dislokasi segmen fraktur.
Adapun komplikasi lainyang dapat terjadi yaitu :
a. Komplikasi yang timbul selama perawatan
b. Infeksi
c. Kerusakan saraf
d. Gigi yang berpindah tempat
e. Komplikasi pada daerah ginggival dan periodontal
f. Reaksi terhadap obat

KONSEP KEPERAWATAN
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan sistem atau metode
proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Pengumpulan Data
 Anamnese
 Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa
medis.
 Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan:
1) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain : seperti apa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan pasien. Apakah terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
3) Region : radiation, relief : apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana
rasa sakit itu terjadi.
4) Severity (Scale) of pain : seberapa jauh rasa nyeri
yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri
atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab
dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat
rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang
terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab
fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut
akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker
tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu,
penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko
terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis yang sering teradi pada
beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik. F
 Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi pasien terhadap penyakit yang
diderita dan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
 Pola-Pola Fungsi Kesehatan
 Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan persistem.
a. Sistem Pernapasan
Inspeksi : Periksa seluruh dada untuk mencari adanya jaringan parut
dan lesi. Melihat bentuk, pola nafas dalam (kecepatan dan
kedalaman pernapasan), gerakan dinding dada sewaktu
bernapas dalam istirahat .Pada klien dengan abses
biasanya akan mengalami pernapasan cepat.
Palpasi : Untuk menilai posisi mediastinum, pengembangan dada,
dan peraba vomitus vocal.
Perkusi : Tujuannya adalah mengetuk dada dengan metode aku
serta mendengarkan dan merasakan bunyi yang
dihasilkan titik paru normal bunyinya Sonor.
Auskultasi : Yaitu teknik mendengarkan suara pada dinding
thorax menggunakan stetoscope. Suara napas
normal yang dihasilkan yaitu vesikuler, dan suara
napas tambahan berupa mengi (wheezing), ronki
(rales, krepitasi) dan rub. Cara ini juga untuk menilai
resonasi vocal.
b. Sistem Pencernaan
Pada Fraktur submandibular biasanya, Klien akan mengeluh nyeri
rahang bagian belakang, sulit membuka mulut dan mengunyah.
c. Sistem Kardiovaskuler
Pada pemeriksaan TTV dapat ditemukan hipertensi maupun hipotensi,
takikardi, keadaan klien lemah karena anemia mungkin terjadi
Inspeksi
Melihat adanya clubbing finger, keadaan kuku (diskolorasi
biru jika aliran darah perifer terganggu), anemis pada
kojungtiva, dan iktus cordis.
Palpasi
Menghitung kecepatan nadi dinyatakan dalam “denyut per
menit”, meraba iktus cordis pada ICS 5 di linea media clavicular kiri.
Perkusi
Ditemukan batas jantung
Auskultasi
Bunyi jantung ke-1 (S1) penutupan katup mitral adalah komponen
utama S1 dan volumenya bergantung pada kekuatan katup tersebut
menutup. Bunyi antung ke-2 (S2) penutupan katup aorta.
d. Sistem Endokrin
Inspeksi : melihat adanya pembesaran kelenjar tiroid.
Palpasi : menilai pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe
servikalis
e. Sistem persyarafan
Menilai tingkat kesadara
Pemeriksaan 12 saraf kranial
f. System musculoskeletal
Pengkajian musculoskeletal terdiri dari inspeksi da pengkajian terhadap
rentang gerak sendi, tonus otot dan kekuatan otot
g. System penglihatan
Dilakukan pengkajian bentuk mata, kenjungtiva, pupil, pergerakan bola
mata, medann penglihatan dan buta warna
h. THT dan wicara
Telinga :
inspeksi struktur-struktur eksternal telinga, dan dalam telinga
dengan menggunakan otoscop, palpasi daerah depan tragus, periksa
ada tidaknya cairan yang keluar dari telinga, tes webber dan rinne.
Hidung :
Inspeksi permukaan luar dan penampilan hidung, palassi tulang
hidung untuk mengetahui adanya nyeri
Tenggorokan
Pada klien abses submandibular mengalami keterbatasan pada
pemeriksaan tenggorokan disebabkan keterbatasan dalam
membuka mulut

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Fraktur
menurut Doenges (2011), antara lain :
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, edema dan cidera pada
jaringan lunak.
b. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli,
perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru,
kongesti)
c. Gangguan mobilitas fisik b/d spasme otot, kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
d. Kerusakan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup)
e. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi
yang ada

Rencana Keperawatan

N Rencana Keperawatan
o Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut b/d NOC : NIC :
spasme otot, 1. Pain Level 1. Lakukan pengkajian
gerakan fragmen 2. pain control nyeri secara
tulang, edema, 3. comfort level komprehensif termasuk
cedera sel, Setelah dilakukan lokasi, karakteristik,
pemasangan tinfakan keperawatan durasi, frekuensi,
traksi, selama …. Pasien tidak kualitas dan faktor
stress/ansietas, mengalami nyeri, dengan presipitasi
luka operasi kriteria hasil: 2. Observasi reaksi
a. Mampu mengontrol nonverbal dari
nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
nyeri, mampu 3. Bantu pasien dan
menggunakan tehnik keluarga untuk mencari
nonfarmakologi dan menemukan
untuk mengurangi dukungan
nyeri, mencari 4. Kontrol lingkungan
bantuan) yang dapat
b. Melaporkan bahwa mempengaruhi nyeri
nyeri berkurang seperti suhu ruangan,
dengan menggunakan pencahayaan dan
manajemen nyeri kebisingan
c. Mampu mengenali 5. Kurangi faktor
nyeri (skala, presipitasi nyeri
intensitas, frekuensi 6. Kaji tipe dan sumber
dan tanda nyeri) nyeri untuk menentukan
d. Menyatakan rasa intervensi
nyaman setelah nyeri 7. Ajarkan tentang teknik
berkurang non farmakologi: napas
e. Tanda vital dalam dala, relaksasi, distraksi,
rentang normal kompres hangat/ dingin
f. Tidak mengalami 8. Berikan analgetik untuk
gangguan tidur mengurangi nyeri:
……...
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
11. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
2. Gangguan NOC: NIC :
pertukaran gas 1. Respiratory Status : 1. Posisikan pasien untuk
b/d perubahan Gas exchange memaksimalkan
aliran darah, 2. Keseimbangan asam ventilasi
emboli, Basa, Elektrolit 2. Pasang mayo bila perlu
perubahan 3. Respiratory Status : 3. Lakukan fisioterapi dada
membran ventilation jika perlu
alveolar/kapiler 4. Vital Sign Status 4. Keluarkan sekret dengan
(interstisial, Setelah dilakukan batuk atau suction
edema paru, tindakan keperawatan 5. Auskultasi suara nafas,
kongesti) selama …. Gangguan catat adanya suara
pertukaran pasien teratasi tambahan
dengan kriteria hasi: 6. Berikan bronkodilator ;
a. Mendemonstrasikan 7. Barikan pelembab udara
peningkatan ventilasi 8. Atur intake untuk cairan
dan oksigenasi yang mengoptimalkan
adekuat keseimbangan.
b. Memelihara 9. Monitor respirasi dan
kebersihan paru paru status O2
dan bebas dari tanda 10. Catat pergerakan
tanda distress dada,amati kesimetrisan,
pernafasan penggunaan otot
c. Mendemonstrasikan tambahan, retraksi otot
batuk efektif dan supraclavicular dan
suara nafas yang intercostal
bersih, tidak ada 11. Monitor suara nafas,
sianosis dan dyspneu seperti dengkur
(mampu 12. Monitor pola nafas :
mengeluarkan bradipena, takipenia,
sputum, mampu kussmaul,
bernafas dengan hiperventilasi, cheyne
mudah, tidak ada stokes, biot
pursed lips) 13. Auskultasi suara nafas,
d. Tanda tanda vital catat area penurunan /
dalam rentang tidak adanya ventilasi
normal dan suara tambahan
e. AGD dalam batas 14. Monitor TTV, AGD,
normal elektrolit dan ststus
f. Status neurologis mental
dalam batas normal 15. Observasi sianosis
khususnya membran
mukosa
16. Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
persiapan tindakan dan
tujuan penggunaan alat
tambahan (O2, Suction,
Inhalasi)
17. Auskultasi bunyi
jantung, jumlah, irama
dan denyut jantung
3 Gangguan NOC : NIC :
mobilitas fisik 1. Joint Movement : Exercise therapy : ambulation
b/d spasme otot, Active 1. Monitoring vital sign
kerusakan 2. Mobility Level sebelm/sesudah latihan
rangka 3. Self care : ADLs dan lihat respon pasien
neuromuskuler, 4. Transfer performance saat Latihan
nyeri, terapi Setelah dilakukan 2. Konsultasikan dengan
restriktif tindakan keperawatan terapi fisik tentang
(imobilisasi) selama….gangguan rencana ambulasi sesuai
mobilitas fisik teratasi dengan kebutuhan
dengan kriteria hasil: 3. Bantu klien untuk
a. Klien meningkat menggunakan tongkat
dalam aktivitas fisik saat berjalan dan cegah
b. Mengerti tujuan dari terhadap cedera
peningkatan 4. Ajarkan pasien atau
mobilitas tenaga kesehatan lain
c. Memverbalisasikan tentang teknik ambulasi
perasaan dalam 5. Kaji kemampuan pasien
meningkatkan dalam mobilisasi
kekuatan dan 6. Latih pasien dalam
kemampuan pemenuhan kebutuhan
berpindah ADLs secara mandiri
d. Memperagakan sesuai kemampuan
penggunaan alat 7. Dampingi dan Bantu
Bantu untuk pasien saat mobilisasi
mobilisasi (walker) dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
4 Kerusakan NOC : NIC : Pressure Management
integritas kulit Tissue Integrity : Skin and 1. Anjurkan pasien untuk
b/d fraktur Mucous Membranes Wound menggunakan pakaian
terbuka, Healing : primer dan yang longgar
pemasangan sekunder Setelah dilakukan 2. Hindari kerutan pada
traksi (pen, tindakan keperawatan tempat tidur
kawat, sekrup) selama….. kerusakan 3. Jaga kebersihan kulit
integritas kulit pasien teratasi agar tetap bersih dan
dengan kriteria hasil: kering
a. Integritas kulit yang 4. Mobilisasi pasien (ubah
baik bisa posisi pasien) setiap dua
dipertahankan jam sekali
(sensasi, elastisitas, 5. Monitor kulit akan
temperatur, hidrasi, adanya kemerahan
pigmentasi) 6. Oleskan lotion atau
b. Tidak ada luka/lesi minyak/baby oil pada
pada kulit  Perfusi derah yang tertekan
jaringan baik 7. Monitor aktivitas dan
c. Menunjukkan mobilisasi pasien
pemahaman dalam 8. Monitor status nutrisi
proses perbaikan pasien
kulit dan mencegah 9. Memandikan pasien
terjadinya sedera dengan sabun dan air
berulang hangat
d. Mampu melindungi 10. Kaji lingkungan dan
kulit dan peralatan yang
mempertahankan menyebabkan tekanan
kelembaban kulit dan 11. Observasi luka : lokasi,
perawatan alami dimensi, kedalaman
e. Menunjukkan luka, karakteristik,warna
terjadinya proses cairan, granulasi,
penyembuhan luka jaringan nekrotik, tanda-
tanda infeksi lokal,
formasi traktus
12. Ajarkan pada keluarga
tentang luka dan
perawatan luka
13. Kolaburasi ahli gizi
pemberian diae TKTP,
vitamin
14. Cegah kontaminasi feses
dan urin
15. Lakukan tehnik
perawatan luka dengan
steril
16. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan
pada luka
5 Risiko infeksi NOC : NIC :
b/d 1. Immune Status 1. Pertahankan teknik
ketidakadekuata 2. Knowledge : aseptif
n pertahanan Infection control 2. Batasi pengunjung bila
primer 3. Risk control perlu
(kerusakan kulit, Setelah dilakukan 3. Cuci tangan setiap
taruma jaringan tindakan keperawatan sebelum dan sesudah
lunak, prosedur selama…… pasien tidak tindakan keperawatan
invasif/traksi mengalami infeksi 4. Gunakan baju, sarung
tulang) dengan kriteria hasil: tangan sebagai alat
a. Klien bebas dari pelindung
tanda dan gejala 5. Ganti letak IV perifer
infeksi dan dressing sesuai
b. Menunjukkan dengan petunjuk umum
kemampuan untuk 6. Gunakan kateter
mencegah timbulnya intermiten untuk
infeksi menurunkan infeksi
c. Jumlah leukosit kandung kencing
dalam batas normal 7. Tingkatkan intake
d. Menunjukkan nutrisi
perilaku hidup sehat 8. Berikan terapi
e. Status imun, antibiotik:.......................
gastrointestinal, ..........
genitourinaria dalam 9. Monitor tanda dan
batas norma gejala infeksi sistemik
dan lokal
10. Pertahankan teknik
isolasi k/p
11. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
12. Monitor adanya luka
13. Dorong masukan cairan
14. Dorong istirahat
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
16. Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia
setiap 4 jam
6 Kurang NOC: NIC :
pengetahuan 1. Kowlwdge : disease 1. Kaji tingkat
tentang kondisi, process pengetahuan pasien dan
prognosis dan 2. Kowledge : health keluarga
kebutuhan Behavior 2. Jelaskan patofisiologi
pengobatan b/d Setelah dilakukan dari penyakit dan
kurang terpajan tindakan keperawatan bagaimana hal ini
atau salah selama …. pasien berhubungan dengan
interpretasi menunjukkan anatomi dan fisiologi,
terhadap pengetahuan tentang dengan cara yang tepat.
informasi, proses penyakit dengan 3. Gambarkan tanda dan
keterbatasan kriteria hasil: gejala yang biasa
kognitif, kurang a. Pasien dan keluarga muncul pada penyakit,
akurat/lengkapn menyatakan dengan cara yang tepat
ya informasi pemahaman tentang 4. Gambarkan proses
yang ada penyakit, kondisi, penyakit, dengan cara
prognosis dan yang tepat
program pengobatan 5. Identifikasi
b. Pasien dan keluarga kemungkinan penyebab,
mampu dengan cara yang tepat
melaksanakan 6. Sediakan informasi pada
prosedur yang pasien tentang kondisi,
dijelaskan secara dengan cara yang tepat
benar 7. Sediakan bagi keluarga
c. Pasien dan keluarga informasi tentang
mampu menjelaskan kemajuan pasien dengan
kembali apa yang cara yang tepat
dijelaskan 8. Diskusikan pilihan
perawat/tim terapi atau penanganan
kesehatan lainnya 9. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

Anda mungkin juga menyukai