Anda di halaman 1dari 10

STASE PRIMARY HEALTH CARE

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN TONSILLITIS DI POLI UMUM
PUSKESMAS KALASAN

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Primary Health Care

Disusun oleh:

Mifta Fatimah
203203047

PROGRAM STUDI PROFES NERS ANGKATAN XV


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
2021

Jl. Brawijaya, Ringroad Barat, Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta


55294
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN TONSILLITIS DI POLI UMUM
PUSKESMAS KALASAN

Disusun oleh:

Mifta Fatimah
203203047

Telah Disetujui :
Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Mahasiswa

(Agus Warseno) ( Mifta)


TONSILITIS KRONIS

A. Pengertian Tonsillitis
Tonsil atau amandel merupakan kumpulan jaringan limfoid yang
letaknya pada kerongkongan di belakang kedua ujung lipatan belakang
mulut. Amandel memiliki fungsi yaitu menahan kuman agar tidak masuk
ke dalam mulut, hidung, dan kerongkongan. Fungsi dari amandel memiliki
tujuan yaitu mencegah infeksi. Adanya infeksi pada tonsil disebut
tonsillitis (Riadima T Yanrozir, 2009 dalam Manurung, 2016). Tonsilitis
adalah peradangan pada tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer yang disebabkan oleh mikroorganisme berupa virus, bakteri, dan
jamur yang masuk secara aerogen atau foodborn (Rusmarjono, 2012).
Berdasarkan sifatnya tonsillitis dapat dibedakan menjadi dua yaitu akut
dan kronis.
1. Tonsillitis akut adalah radang akut pada tonsil yang disebabkan karena
infeksi kuman streptokokus hemolitikus (50%) .
2. Tonsillitis kronis adalah peradangan pada tonsil yang penyebabnya
sama dengan tonsilitis akut dan terjadi secara berulang.
(Herawati, 2009).
B. Etiologi Tonsillitis
Tonsilitis disebabkan oleh Group A beta-hemolytic Streptococcus
Pyogenes (GABHS) yang dapat terjadi pada anak usia 5-15 tahun.
Tonsillitis virus terjadi pada anak yang lebih muda. Sedangkan abses
peritonsillar (PTA) terjadi pada remaja atau dewasa muda (Udin, 2019).
C. Patofisiologi Tonsillitis
Bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung dan mulut. Ketika
bakteri dan virus masuk tonsil memiliki peran sebagai antibody terhadap
infeksi. Bakteri yang menginfiltrasi lapisan epitel akan membuat jaringan
limfoid menjadi terkikis. Pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan
diganti oleh jaringan parut yang mengalami pengerutan sehingga kripta
melebar. Kripta tampak diisi oleh detrinus. Detrinus merupakan kumpulan
leukosit, bakteri mati dan epitel yang terlepas. Jika penjamu memiliki
kadar imunitas antivirus atau antibakteri yang tinggi terhadap infeksi maka
tidak akan terjadinya suatu penyakit. Sebaliknya ketika keadaan tubuh
menurun maka fungsi pertahanan tubuh dari tonsil akan berubah menjadi
tempat infeksi dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh (Rusmarjono,
2012).
D. Pathway Tonsillitis
Bakteri GABHS (udara
& makanan)

Reaksi antigen dan antibody

Virus dan bakteri menginfeksi


tonsil

Epitel terkikis

Peradangan tonsil

Pembesaran Rangsangan
tonsil hipotalamus

Obstruksi jalan Peningkatan


napas Suhu tubuh
Nyeri

tonsilektomi Nyeri saat hipertermi


menelan

Terputusnya
pembuluh darah Sulit makan dan
minum

Gangguan menelan
Resiko pendarahan Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
E. Manifestasi Klinis Tonsillitis
1. Demam
2. Sakit tenggorokan
3. Bau napas (halitosis)
4. Disfagia (kesulitan menelan)
5. Odynophagia (nyeri menelan)
6. Pembesaran tonsil
7. Pembesaran getah bening leher
8. Adanya obstruksi jalan napas (pernapasan tambahan mulut,
mendengkur, apnea tidur, pernapasan tidak teratur.
(Udin, 2019).
9. Tanda pada tonsillitis akut biasanya menyerang anak-anak usia 5-
1tahun dan berlangsung sekitar 4-6 hari. Sedangkan tanda pada
tonsillitis kronis terjadi secara berulang-ulang dengan waktu yang lama
(Riadima T Yanrozir, 2009 dalam Manurung, 2016).
F. Komplikasi Tonsillitis
Tonsilitis dapat mengakibatkan abses peritonsil dimana letak dari abses
tersebut diantara tonsil dan dinding tenggorokan. Pada umumnya
komplikasi tonsilitis ini biasanya terjadi pada anak-anak usia 2-4tahun
(Udin, 2019). .
G. Pemeriksaan Penunjang Tonsillitis
1. Untuk mengetahui stadium dari pembesaran tonsil dapat dilihat dari
pemeriksaan orofaring.
gambar
1.1
keterangan :
a. T0 : tonsil
diambil
dengan

pembedahan
b. T1 : tonsil tertutup pilar tonsil
c. T2 : tonsil melebar ke pilar pembedahan
d. T3 : tonsil keluar dari pilar tonsil
e. T4 : tonsil melebar ke garis tengah (uvula) pembedahan
(Udin, 2019).
2. Pemeriksaan Uji kultur
Dilakukan untuk mengetahui penyebab dari adanya tonsilitis . Uji
kultur tersebut mengindikasi adanya infeksi Group A beta-hemolytic
Streptococcus Pyogenes (GABS) (Udin, 2019). .
3. Pemeriksaan radiologis : film polos dari leher lateral atau CT-scan.
(Udin, 2019).
H. Penatalaksanaan Tonsillitis
1. Terapi suportif : istirahat cukup dan pemberian cairan yang sesuai
2. Terapi medikamentosa
a. analgetik dan antipiretik
1. Paracetamol 10-15mg/kgBB/pemberian 3-4 kali
2. Ibuprofen : 20mg/kgBB/hari dosis terbagi 3-4 kali
b. Antibiotik
1) Amoxicilin : 10-15mg/kgBB/pemberian 2 kali sehati, jika berat
3 kali sehari
2) Amoxiclav : 40mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
3) Klindamisin : 20-30mg/kgBB/hari
4) Eritromicin : 30-50mg/kgBB/harus dibagi 2-4 kali
5) Cefalexin : 25-5-mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-4kali
6) Cefadroxil : 30mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 kali
7) Penisilin V oral 15-3-mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis
8) Benzatin penisilin G intramuskular dengan dosis 600.000 IU
(BB <30 kg) dan 1.200.000 IU (BB > 30kg).
3. Tonsilektomi dilakukan jika :
a. Terjadi infeksi tonsil selama 3 kali atau lebih dalam satu tahun
b. Tonsilitis kronik dengan Group A beta-hemolytic Streptococcus
Pyogenes yang resisten terhadap antibiotik beta-laktamase.
(Udin, 2019).
I. Pengkajian Fokus Keperawatan
1. Menginspeksi dan mempalpasi leher
a. Inspeksi adanya lesi pada kulit leher
b. Inspeksi garis tengah leher untuk melihat adanya pembengkakan
c. Palpasi adanya masa sepanjang rantai nodus limfe
d. Meminta klien untuk merotasi leher ke seluruh rentang gerak
e. Kaji kemampuan untuk menelan, klien diminta untuk meminum
air dan posisi kepala mendongak. Jika pada saat menelan laring,
trakea, dan tiroid naik maka normal
f. Palpasi ke bawah posterior diatas tonjolan tulang vertebra servikal
untuk mengetahui adanya nyeri tekan (Morton,2009).
J. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Gangguan menelan berhubungan dengan obstruksi mekanis
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan makan
4. Hipertermi
(Keliat, 2018)
K. Rencana Intervensi Keperawatan post-operasi
Diagnosa Tujuan Intervensi
keperawatan
Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri
berhubungan dengan selama 1 x 24 jam diharapkan nyeri dapat 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi,
agen cedera fisik berkurang dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi, frekuensi,
Pain Level kualitas, dan beratnya nyeri.
1. Klien mampu mengontrol nyeri 2. Observasi respon ketidaknyamanan
2. Klien dapat melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal.
3. TTV normal 3. Evaluasi keefektifan penggunaan
4. Ekspresi nyeri berkurang kontrol nyeri
4. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi
sebelum atau sesudah nyeri
berlangsung .
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
untuk memilih tindakan selain obat
untuk meringankan nyeri.
Gangguan menelan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pemberian makan
berhubungan dengan selama 1x24 jam diharapkan gangguan 1. Identifikasi adanya refleks menelan
obstruksi mekanis menelan dapat teratasi dengan kriteria 2. Dorong orang tua/keluarga untuk
hasil: menyuapi pasien
Status menelan : fase oral 3. Catat asupan yang tepat
1. Kemampuan mengunyah
2. Proses menelan
3. Pengantaran bolus ke hipofaring
disesuaikan dengan reflek menelan
4. Jumlah menelan disesuaikan dengan
ukuran dan tekstur bolus
5. Tidak membutuhkan waktu lama untuk
mempertahankan makanan di mulut
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen nutrisi : monitor nutrisi
nutrisi kurang dari selama 1 x 24 jam diharapkan 1. Identifikasi perubahan berat badan
kebutuhan tubuh ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasi terakhir
berhubungan dengan dengan kriteria hasil: 2. Tentukan rekomendasi energi
ketidakmampuan Status nutrisi (recommended Dietary Allowance)
makan 1. Asupan gizi tercukupi berdasarkan umur, BB, TB, dan
2. Asupan makanan dan cairan tercukupi tingkat aktivitas.
3. Energi tercukupi 3. Tentukan faktor-faktor yang
4. Berat badan dan tinggi badan (IMT) mempengaruhi asupan nutrisi
normal (misalnya mengunyah tidak
adekuat, gangguan menelan, status
penyakit atau setelah pembedahan).
4. Mulai tindakan atau berikan
rujukan, sesuai kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA

Herawati,S.,Rukmini,S. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung


Tenggorokan. Jakarta : EGC
Keliat,B.A., Mediani, H.S.,Tahlil,T. (2018). NANDA-I Diagnosis
Keperawatan. jakarta : EGC
Manurung, R. (2016). Gambaran Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Pencegahan Tonsillitis pada Remaja Putri di Akper Imelda Tahun
2015. Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda. Vol (2). No (1)
Morton, P.G. (2009). Panduan Pemeriksaan Kesehatan. Jakarta : EGC
Rusmarjono, H.B. (2012). Buku Ajar Telinga Hidung Tenggorokan
Kepala & Leher. Jakarta : FKUI
Udin, M.F. (2019). Buku Praktis Penyakit Respirasi Pada Anak. Malang :
UB Press
Nurjannah,I., Tumanggor, R.D. (2013). Nurshing Interventions
Classification (NIC). Elsevier
Nurjannah,I., Tumanggor, R.D. (2013). Nurshing Outcomes Classification
(NOC). Elsevier

Anda mungkin juga menyukai