Disusun Oleh :
Harima Peirissa
Nurkaulia Tuanaya
Meldi Wairisal
Rosjianti Toara
Tingkat II A
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKES KESEHATAN KEMENKES MALUKU
PRODI KEPERAWATAN MASOHI
T.A 2018/2019
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat karunia
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dengan juduL “
asuhan keperawatan pada pasien penyakit asma dan leukimia”
Saya menyadari atas kekurangan kemampuan saya dalam membuat makalah ini sehingga
akan menjadi suatu kehormatan besar bagi saya apabila ada kritik dan saran yang membangun
agar makalah yang saya buat ini selanjutnya akan lebih baik dan sempurna serta komprehensif.
Demikian akhir kata dari saya semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan sebagai
pembelajaran bagi kita.
Penyusun
Kelompok 1
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
2. Klasifikasi
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Manifestasi Klinik
6. Penatalaksanaan
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Perencanaan
4. Pelaksanaan
5. Evaluasi
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh
periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).Asma
adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikarakteristikan dengan bronkospasme
yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif
intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi
tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma
adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel,
ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
2. Klasifikasi
a. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik,
seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora
jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik.
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
c. Asthma gabungan
5
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan
non-alergik.
3. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan
foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor Presipitasi
1) Alergen
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma
intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap
pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu
binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan
asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan
seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih ,
ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang
ada dalam lingkungan sehari-hari dan meningkatkan jumlah imunoglobulin E ( IgE ). Faktor
atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-
lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah
alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th
memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi
menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang
ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah
7
disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali
atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada
dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca ++ kedalam sel
dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan
menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing
suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A)
dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-
otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan
bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya
edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi
kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan
gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan
gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan
asidosis pada tahap yangsangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S.
1995 )
Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium
pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi
mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan
bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien
merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi
mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat
tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan
stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak
ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena
asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ).
5. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing.
Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang
sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak
penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan
8
serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan
penderita asma yaitu :
a. Tingkat I :
1) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
2) Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi
bronkial di laboratorium.
b. Tingkat II :
1) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya
tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
2) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
c. Tingkat III :
1) Tanpa keluhan.
2) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
3) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
d. Tingkat IV :
1) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
2) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
e. Tingkat V :
1) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
2) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada
asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan,
cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
6. Penatalaksanaan
Seperti :
a) Kortikosteroid. Kortikosteroid merupakan bentuk sintetis dari salah satu kelas hormon
steroid. Pada penyakit asma obat jenis ini bekerja sebagai pencegah terjadinya
peradangan akibat serangan asma dan mengurangi gejalanya. Penggunaan obat ini
dalam jangka panjang dapat mengurangi kepekaan saluran napas dari beberapa hal yang
memicu munculnya serangan asma misalnya debu. Obat sakit asma jenis ini antara lain
berupa flutikason, budesonid, atau methilpradnisolon.
b) Agonis reseptor beta adrenergik. Agonis reseptor beta adrenergik merupakan zat aktif
yang bekerja pada otot, salah satunya dengan mengurangi kejang otot saluran napas
pada penderita sakit asma. Dengan demikian maka otot saluran napas menjadi rileks
yang membuat rongga pernapasan melebar dan mengatasi sesak napas saat terjadi
serangan. Obat jenis ini mulai bekerja beberapa menit setelah digunakan, dan dapat
bertahan dalam waktu 4-6 jam kemudian.
c) Theophylline. Theophylline adalah jenis obat asma yang bekerja dengan melemaskan
otot polos saluran napas dan merangsang pusat pernapasan sehingga mengurangi
penyempitan yang menyebabkan penderita sesak napas. Mayoritas obat ini berupa tablet,
tetapi pada kondisi asma yang berat obat ini dimasukkan langsung ke dalam pembuluh
darat penderita sakit asma.
d) Antikolinergik. Antikolinergik adalah zat yang bekerja dengan menghalangi sampainya
rangsangan penyebab serangan asma kepada sistem syaraf pusat yang terletak pada
sinapsis otak. Dengan terhalangnya rangsangan maka serangan asma dapat dihindari.
2) Pemeriksaan Penunjang :
2. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
2. Pola nafas tidak efektif b/d meningkatnya usaha dan frekuensi pernapasan
3.
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
- Kelainan suara nafas (rales, tercekik, irama nafas, frekuensi Berikan pelembab udara Kassa
wheezing) pernafasan dalam rentang basah NaCl Lembab
- Kesulitan berbicara normal, tidak ada suara nafas Berikan antibiotik :
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada abnormal) Atur intake untuk cairan
- Produksi sputum Mampu mengidentifikasikan dan mengoptimalkan
- Gelisah mencegah faktor yang keseimbangan.
- Perubahan frekuensi dan irama penyebab. Monitor respirasi dan status O2
nafas Saturasi O2 dalam batas normal Pertahankan hidrasi yang
Foto thorak dalam batas normal adekuat untuk mengencerkan
sekret
Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang penggunaan
peralatan : O2, Suction,
Inhalasi.
2. Pola nafas tidak efektif b/d meningkatnya usaha dan frekuensi pernapasan
BAB II
ISI
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Leukimia penyakit ini merupakan proliferasi patologis dari sel pembuat darah yang
bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal. Leukimia dikatakan penyakit darah yang
disebabkan terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah, yaitu pada sumsum
tulang. Penyakit ini sering disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang
bekerja aktif membuat sel-sel darah tepi yang di hasilkan adalah seldarah yang tidak normal
dan sel ini mendesak pertumbuhan sel darah yang normal.
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa poliferasi
sel hemopoetik muda yang di tandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam
pembentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh lain. ( Kapita Selekta
kedokteran, 2000 )
Leukimia merupakan penyakit akibat terjadinya poliferasi sel leukosit yang abnormal
dan ganas serta disertai adanya leukosit jumlah berlebihan yang dapat
menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia.
Leukemia merupakan bentuk kanker yang paling umum pada masa kanak-kanak;
di amerika serikat, hampir mencapai sepertiga dari 7.000 kasus baru kanker anak setiap
tahunnya. Jenis leukemianya sama dengan dewasa, kecuali leukemia limfositik kronik,yang
amat jarang pada anak-anak. 76%merupakan leukemia limfositik akut, sisanya berupa
leukemia nonlimfositik akut, sisanya berupa leukemia nonlimfositik akut dan leukemia
mielositik kronik,masing-masing 21% dan 3%. Leukemia nonlimfositik kronik lebih umum di
temukan pada orang dewasa.
( Perawatan anak sakit edisi II 2005 )
2. Etiologi
a. Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen.
b. Radiasi
c. Obat-obat imunosupresif, obat-obat karsinogenik seperti diethylstilbetrol
d. Faktor herediter, misalnya pada kembaran monozigot
e. Kelainan kromosom misalnya pada down sydrome
17
Proses penyakit
Normal nya tulang marrow diganti dengan tumor yang maligna, imaturnya sel blast.
Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan
menimbulkan anemia dan trombositopenia
Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem
pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi.
Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ,
sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang
yang akan berdampak pada penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan
peningkatan tekanan jaringan.
Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe
dan nodus limfe dan nyeri persendian.
3. Manifestasi klinik
a. Pilek tidak sembuh-sembuh
b. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
c. Demam dan anorexia berat badan menurun
d. Ptechiae, memar tanpa sebab
e. Nyeri pada tulang dan persendian
f. Nyeri abdomen
g. Lymphadenopahty
h. Hepatosplenomegaly
i. Abnormal WBC
4. Klasifikasi :
a. Leukemia limfosit akut (LLA)
LLA subtype merupakan 60% dari bentuk leukemia anak dengan insidens puncak
pada usia 3-4 tahun. LLA lebih banyak ditemui pada anak laki-laki disbanding anak
perempuan. Laporan laporan tentang leukemia akut berkelompok pada anak menimbulkan
dugaan adanya pengaruh beberapa faktor lingkungan umum, seperti agen infeksi atau
karsinogen kimiawai, tetapi analisis statistic yang teliti belum dapat mendukung dugaan ini.
Ciri-ciri sitokimia untuk indentifikasi sel-sel blasn LLA adalah tidak adanya granula-
granula yang positif dengan peroksidase atau sudan B hitam didalam sitoplasma, dan
18
seringkali menampakkan gumpalan materi yang positif, limfoblas tersebut juga bereaksi
negatif dengan esterase nenspesifik.
Manifestasi klinis Anak- anak dengan LLA umumnya memperlihatkan gambaran yang
agak konsisten. Sekitar dua pertiga telah memperlihat kan gejala dan tanda selama kurang
dari 6 minggu pada saat diagnosis ditegakkan,gejala pertama biasanya tidak khas; dapat
memunyai riwayat infeksi saluran napas akibat virus atau suatu eksentama yang belum
sembuh sempurna. Manifestasi awal yang lazim adalah anoreaksia , iritabilitas dan alergi.
Kegagalan fungsi sum-sum tulang yang progresif menimbulkan keadaan pucat, perdarahan
dan demam yaitu gambaran-gambaran yang mendesak dilakukannya pemeriksaan
diagnostic.
5. Komplikasi
a. Sepsis
b. Perdarahan
c. Gagal organ
d. Iron deficiency Anemia ( IDA )
e. Kematian
6. Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan darah tepi : terdapat leukosit yang imatur
b. Aspirasi sumsum tulang ( BMP ) : hiperseluler terutama banyak terdapat sel muda
c. Biopsy sumsum tulang
d. Lumbal punki untuk mengetahui apakah system saraf pusat terinfil-trasi
20
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1) Tranfusi darah, biasanya diberikan jika kadar HB kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan tranfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan Heparin.
2) Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah
sicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3) Sistostatika. Selain sitostatika yang lama (6-markaptopurin atau 6-mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai juga yang baru dan lebih poten
seperti vinkristin (Oncovin), rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama obat
lainnya. Umumnya sitaostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan
prednison. Pada penberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa
alopesia (botak), stomatitis, leukopenia, infeksi skunder atau kandidiasis. Bila
jumlah leukosit kurang dari 2000/mm pemberian harus hati-hati.
4) Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat yang suci hama)
5) Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi
dan jumlah sel leukemia cukup rendah, imunoterapi mulai diberikan (mengenai
cara pengobatan yang terbaru masih dalam pengembangan).
6) Transplantasi sumsum tulang sebagai terapi.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan umumnya sama dengan pasien lain yang
menderita penyakit darah. Tetapi karena prognosis pasien pada umumnya kurang
menggembirakan (sama seperti pasien kanker lainnya) maka pendekatan pisikososial
harus diutamakan. Yang perlu dipersiapkan ruangan aseptik dan cara bekerja yang
aseptik pula. Sikap perawat yang ramah dan lembut diharapkan tidak hanya untuk pasien
saja tetapi juga pada keluarga yang dalam hal ini sangat peka perasaannya jika
mengetahui penyakit anaknya.
.
a.faktor lingkungan prenatal
factor lingkungan prenatal yang mempengaruhi terhadap tumbuh kembang janin mulai
dari konsep si sampai akhir, antara lain adalah:
1) Gizi ibu pada waktu hamil
2) Mekanis
3) Toksin atau zat kimia
4) Endokrin.
5) Radiasi
6) Infeksi
7) Stres
8) imunitas
9) Anoksia emberio
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Nyeri tulang sering terjadi, lemah nafsu makan menurun, demam (jika disertai
infeksi) juga disertai dengan sakit kepala.
b. Riwayat Perawatan Sebelumnya
c. Riwayat kelahiran anak :
Prenatal
Natal
Post natal
d. Riwayat Tumbuh Kembang
Bagaimana pemberian ASI, adakah ketidaknormalan pada masa pertumbuhan dan
kelainan lain ataupun sering sakit-sakitan.
e. Riwayat keluarga
Insiden LLA lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang terserang terlebih
pada kembar monozigot (identik).
f. Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan Umum tampak lemah
2) Kesadaran composmentis selama belum terjadi komplikasi.
Tanda-Tanda Vital
25
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat.
b. Resiko infeksi b/d menurunnya sistem pertahanan tubuh
c. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan akibat anemia
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian kemotrapi, radioterapy
e. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d adanya kontraksi
``
C. Perencanaan keperawatan ( Intevensi )
a. DX I
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat
Tujuan: setelah dilakukan tindakan 3x24 jam Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
a) . Nafsu makan (+)
b). Muntah (-)
c) . Berat badan (+)
Intervensi :
a. Observasi dan catat masukan makanan klien
Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsimakanan.
b. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : mengawasi penurunan berat badan.
c. Berikan makanan sedikit tapi sering.
Rasional : makanan sedikit dapat meningkatkan pemasukan denganmencegah distensi
lambung.
d. Berikan penyuluhan pada orang tua klien pentingnya nutrisi yang adekuat.
26
Rasional : menambah pengetahuan klien dan orang tua tentang pentingnya makanan bagi tubuh
dalam membantu proses penyembuhan.
e. Tingkatkan masukan cairan diatas kebutuhan minuman
Rasional : guna mengkompensasi tambahan kebutuhan cairan.
f. Dorong anak untuk minum.
Rasional : meningkatkan kepatuhan.
g. Ajarkan orang tua tentang tanda-tanda dehidrasi
Rasional : menghindari keterlambatan therapi rehidrasi.
h. Tekankan pentingnya menghindari panas yang berlebihan.
Rasional : menghindari penyebab kehilangan cairan.
b. DX II
Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
1) Tujuan : Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
Kriteria hasil :
a) Demam (-)
b) Kemerahan (-)
c) Suhu kembali normal
2) Intervensi :
a. Pantau suhu dengan teliti
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
a. Tempatkan anak dalam ruangan khusus
Rasional : untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi
b. Anjurkan semua pengunjung dan staf rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci tangan
dengan baik
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
c. Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasif
Rasional : untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
d. Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat penusukan
jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
Rasional : untuk intervensi dini penanganan infeksi
e. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
Rasional : rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisme
27
c. DX III
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
1) Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Kriteria hasil :
a) Anemia (-)
b) Kelemahan teratasi
c) Klien dapat istirahat dengan nyaman
d). Klien dapat beraktifitas
2) Intervensi :
a) Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas
sehari-hari
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
b) Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan jaringan
a) Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi
b) Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
c. DX V
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam kerusakan integritas kulit
pemberian kemoterapi, radioterapy dapat teratasi
Kriteria hasil ;
a) Kerusakan integitas kulit (-)
b) Kekurangan kalori dan protein teratasi
c) Dekubitus (-)
28
Intervensi :
a) Kaji secara dini tanda-tanda kerusakan intregitas kulit
Rasional: agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut
b) Berikan perawatan kulit khususnya daerah perinial dan mulut
Rasional : mencegah timbulnya infeksi
c) Ganti posisi dengan sering
Rasional : agar tidak terjadi kekakuan otot
d) Anjurkan intake dengan kalori dan protein yang adekuat
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan tubuh
d. V
Gangguan rasa nyaman nyeri b/d adanya kontraksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3x24 jam gangguan rasa nyaman nyeri teratasi
Kriteria hasil :
Nyeri (-)
Intervensi :
a). Kaji skala nyeri
rasional : untuk mengetahui intensitas nyeri
b). Palpasi abdomen
rasional : untuk mengetahui apakah ada masa atau tidak
c). Atur posisi pasien
rasional : memberikan kenyaman pada pasien.
29
PENGKAJIAN
I. Biodata
Leukemia Limfositik Akut (LLA) paling sering menyerang anak-anak di bawah umur 15 tahun,
dengan puncak insiden antara 3-4 tahun. Penderita kebanyakan laki-laki dengan rasio 5:4 jika
dibandingkan dengan perempuan.
1. Keluhan Utama
Nyeri tulang sering terjadi, lemah nafsu makan menurun, demam (jika disertai infeksi) bisa
juga disertai dengan sakit kepala.
Prenatal
Natal
Post natal
Bagaimana pemberian ASI, adakah ketidaknormalan pada masa pertumbuhan dan kelainan
lain ataupun sering sakit-sakitan.
3. Riwayat keluarga
Insiden LLA lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang terserang terlebih
pada kembar monozigot (identik).
a. Cairan : Terjadi deficit cairan dan elektrolit karena muntah dan diare.
b. Makanan : Biasanya terjadi mual, muntah, anorexia ataupun alergi makanan. Berat badan
menurun.
b. Tanda-Tanda Vital
Nadi :
RR : Dispneu, takhipneu
Rongga mulut : apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri), perdarahan
gusi
Konjungtiva : anemis atau tidak. Terjadi gangguan penglihatan akibat infiltrasi ke SSP.
d. Pemeriksaan Integumen
Adakah ulserasi ptechie, ekimosis, tekanan turgor menurun jika terjadi dehidrasi.
- Auskultasi suara nafas, adakah ronchi (terjadi penumpukan secret akibat infeksi di paru),
bunyi jantung I, II, dan III jika ada
f. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran, terdapat bayangan vena, auskultasi
peristaltic usus, palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa.
g. Pemeriksaan Ekstremitas
V. Informasi Lain
* Perangkat Diagnostik
* Penatalaksanaan
4) Imunosupresi
Rencana tindakan :
2) Berikan protocol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua staf petugas
Rasional : Hipertermi lanjut terjadi pada beberapa tipe infeksi dan demam terjadi pada
kebanyakan pasien leukaemia.
5) Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut secara periodic. Gnakan sikat gigi
halus untuk perawatan mulut.
Rasional : Rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisme
patogen
Rasional : Penurunan jumlah WBC normal / matur dapat diakibatkan oleh proses
penyakit atau kemoterapo.
Rasional ; Dapat diberikan secara profilaksis atau mengobati infeksi secara khusus.
Hasil Yang Diharapkan :Volume cairan tubuh adekuat, ditandai dengan TTV dbn, stabil,
nadi teraba, haluaran urine, BJ dan PH urine, dbn.
Rencana Tindakan :
1) Awasi masukan dan pengeluaran. Hitung pengeluaran tak kasat mata dan
keseimbangan cairan. Perhatikan penurunan urine pada pemasukan adekuat. Ukur
berat jenis urine dan pH Urine.
Rasional ; Penurunan sirkulasi sekunder terhadap sel darah merah dan pencetusnya
pada tubulus ginjal dan / atau terjadinya batu ginjal (sehubungan dengan
peningkatan kadar asam urat) dapat menimbulkan retensi urine atau gagal
ginjal.
4) Inspeksi kulit / membran mukosa untuk petike, area ekimotik, perhatikan perdarahan
gusi, darah warn karat atau samar pada feces atau urine; perdarahan lanjut dari sisi
tusukan invesif.
Rasional ; Supresi sumsum dan produksi trombosit menempatkan pasien pada resiko
perdarahan spntan tak terkontrol.
5) Evaluasi turgor kulit, pengiisian kapiler dan kondisi umum membran mukosa.
//////////999999998999999999999999999998553333333333333333333333-6hy7) Berikan
diet halus.
Raional : Memperbaiki jumlah sel darah merah dan kapasitas O2 untuk memperbaiki
anemia. Berguna mencegah / mengobati perdarahan.
· Agen fiscal ; pembesaran organ / nodus limfe, sumsum tulang yang dikmas dengan
sel leukaemia.
Rencana Tindakan ;
3) Tempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, ekstremitas denganan bantal
36
4) Ubah posisi secara periodic dan berikan latihan rentang gerak lembut.
4. Intoleransi aktivitas sehubungan deengan transport O2 karena berkurangnya jumlah sel darah
merah
2) Diskusikan dengan orang tua / anak tentang gejala dan tanda anemia serta pilihan
perawatan yang dapat dilakukan
penggumpalan (platelet)
- Thermometer rektal
- Sediakan kompres dingin untuk diletakkan setelah dan sebelum tinakan punctur
- Hindari tahanan
4) Cegah konstipasi
6) Instruksikan pasien untuk memperhatikan perubahan aktifittas yang tepat (sesuai usia)
untuk meminimalkan resiko trauma
rencana perawatan
1) Beritahu informasi kepada orang tua mengenai diagnosa dan perawatan yang akan
diberikan
2) Perkenalkan keluarga pada keluarga yang lain yang memiliki anak dengan terapi dan
diagnosa yang sama
A. Definisi
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa (Reeves, 2001). Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak
teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen
sumsum tulang normal. Proliferasi juga terjadi di hati, limpa, dan nodus limfatikus. Terjadi
invasi organ non hematologis seperti meninges, traktus gastrointestinal, ginjal, dan kulit.
Leukemia limfositik akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak. Leukemia tergolong
akut bila ada proliferasi blastosit (sel darah yang masih muda) dari sumsum tulang.
Leukemia akut merupakan keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya
komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan
penyebaran organ-organ lain. Leukemia tergolong kronis bila ditemukan ekspansi dan
akumulasi dari sel tua dan sel muda (Tejawinata, 1996).
Selain akut dan kronik, ada juga leukemia kongenital yaitu leukemia yang
ditemukan pada bayi umur 4 minggu atau bayi yang lebih muda.
B. Etiologi
Penyebab LLA sampai sekarang belum jelas, namun kemungkinan besar karena
virus (virus onkogenik).
1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia (benzol, arsen,
preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).
2. Faktor endogen seperti ras
3. Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang dijumpai kasus
leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur).
Faktor predisposisi:
1. Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T cell
leukimia-lymphoma virus/HTLV)
2. Radiasi ionisasi: lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker sebelumnya
39
3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen
anti neoplastik.
4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
5. Faktor herediter misalnya pada kembar satu telur
6. Kelainan kromosom
Jika penyebab leukimia disebabkan oleh virus, virus tersebut akan mudah masuk ke
dalam tubuh manusia jika struktur antigen virus tersebut sesuai dengan struktur antigen
manusia. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh
terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh(antigen jaringan). Oleh
WHO, antigen jaringan ditetapkan dengan istilah HL-A (human leucocyte locus A). Sistem
HL-A individu ini diturunkan menurut hukum genetika sehingga peranan faktor ras dan
keluarga sebagai penyebab leukemia tidak dapat diabaikan.
C. Patofisiologi
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan karena
terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini
sering disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif
membuat sel-sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel
ini mendesak pertumbuhan sel darah normal.
Terdapat dua mis-konsepsi yang harus diluruskan mengenai leukemia, yaitu:
1. Leukemia merupakan overproduksi dari sel darah putih, tetapi sering ditemukan pada
leukemia akut bahwa jumlah leukosit rendah. Hal ini diakibatkan karena produksi yang
dihasilkan adalah sel yang immatur.
2. Sel immatur tersebut tidak menyerang dan menghancurkan sel darah normal atau
jaringan vaskuler. Destruksi seluler diakibatkan proses infiltrasi dan sebagai bagian
dari konsekuensi kompetisi untuk mendapatkan elemen makanan metabolik.
D. Klasifikasi Leukimia
1. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)
LMA mengenai sel stem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel
mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit, dan trombosit. Semua
40
kelompok usia dapat terkena. Insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia.
Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
2. Leukemia Mielogenus Krinis (LMK)
LMK juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namu lebih banyak
sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. LMK jarang
menyerang individu dibawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran LMA
tetapi dengan tanda dan gejala yang lebih ringan. Pasien menunjukkan tanpa gejala
selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa,
limpa membesar.
3. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 – 70 tahun. Manifestasi
klinis pasien tidak menunjukkan gejala. Penyakit baru terdiagnosa saat pemeriksaan
fisik atau penanganan penyakit.
4. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak,
laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Puncak insiden usia 4 tahun, setelah
usia 15 tahun. LLA jarang terjadi. Limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum
tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
E. Tanda dan Gejala
1. Anemia
Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari kegagalan
sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan berkurangnya
konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak
yang menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak
nafas.
2. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi
Disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis akan
menurunkan daya tahan tubuh karena leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan
daya tahan tubuh tidak dapat bekerja secara optimal.
3. Perdarahan
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa
seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut
petekia. Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila
kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.
41
4. Penurunan kesadaran
Disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat menyebabkan
berbagai gangguan seperti kejang sampai koma.
5. Penurunan nafsu makan
6. Kelemahan dan kelelahan fisik
F. Gambaran Klinis
Gejala yang khas berupa pucat (dapat terjadi mendadak), panas, dan perdarahan
disertai splenomegali dan kadang-kadang hepatomegali serta limfadenopati. Perdarahan
dapat didiagnosa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi, dsb.
Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalahartikan
sebagai penyakit rematik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia
pada alat tubuh seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia
serebral.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat adalah adanya pansitopenia,
limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan
terdapat sel blast (menunjukkan gejala patogonomik untuk leukemia).
Pemeriksaan sumsum tulang ditemukan gambaran monoton yaitu hanya terdiri
dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).
Pemeriksaan biopsi limfa memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang
berasal dari jaringan limfa yang terdesak seperti: limfosit normal, RES, granulosit, pulp
cell.
70 – 90% dari kasus leukemia Mielogenus Kronis (LMK) menunjukkan kelainan
kromosom yaitu kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau Ph 1).
50 – 70% dari pasien Leukemia Limfositik Akut (LLA), Leukemia Mielogenus Akut
(LMA) mempunyai kelainan berupa:
- Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid
- Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid
(2n+a)
- Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)
- Terdapat marker kromosom yaitu elemen yang secara morfologis bukan
merupakan kromosom normal, dari bentuk yang sangat besar sampai yang
sangat kecil. Untuk menentukan pengobatannya harus diketahui jenis kelainan
yang ditemukan. Pada leukemia biasanya didapatkan dari hasil darah tepi
42
berupa limfositosis lebih dari 80% atau terdapat sel blast. Juga diperlukan
pemeriksaan dari sumsum tulang dengan menggunakan mikroskop elektron
akan terlihat adanya sel patologis.
H. Penatalaksanaan
o Program terapi
Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata, 1996) yaitu:
1. Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:
- Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk mengatasi anemi.
Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah trombosit kurang dari
10.000/mm³, maka diperlukan transfusi trombosit.
- Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
2. Pengobatan spesifik
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal. Pelaksanaannya
tergantung pada kebijaksanaan masing-masing rumah sakit, tetapi prinsip dasar
pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
- Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk mengatasi kanker
sering disebut sitostatika (kemoterapi). Obat diberikan secara kombinasi
dengan maksud untuk mengurangi sel-sel blastosit sampai 5% baik secara
sistemik maupun intratekal sehingga dapat mengurangi gejala-gajala yang
tampak.
- Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang tersisa tidak
memperbanyak diri lagi.
- Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat
- Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk mempertahankan masa
remisi
1. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi
kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan
berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan di dalam sumsum
tulang ditemukan jumlah sel muda kuurang dari 5%.
2. Fase profilaksis sistem saraf pusat
43
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan hydrocortison melalui
intratekal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial
dilakukan hanya pada pasien leukemia yang menssgalami gangguan sistem saraf
pusat.
3. Konsolidasi
Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan
mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala,
dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang
terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan
dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
o Pengobatan imunologik
Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh agar pasien
dapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi
terus menerus.
I. Asuhan Keperawata
Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d intake dan output cairan, kehilangan
berlebihan: muntah, perdarahan, diare, penurunan pemasukan cairan: mual,
anoreksia, peningkatan kebutuhan cairan: demam, hipermetabolik.
Tujuan: volume cairan terpenuhi
Kriteria hasil:
- Volume cairan adekuat
- Mukosa lembab
- Tanda vital stabil: TD 90/60 mmHg, nadi 100x/menit, RR 20x/menit
- Nadi teraba
- Pengeluaran urin 30 ml/jam
- Kapileri refill <2 detik
Intervensi:
a. Monitor intake dan output cairan
b. Monitor berat badan
c. Monitor TD dan frekuensi jantung
d. Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi membran mukosa
e. Beri masukan cairan 3-4 L/hari
44
- Awasi kadar asam urat, berikan obat sesuai indikasi: analgesik (asetaminofen),
narkotik (kodein, meperidin, morfin, hidromorfin), agen ansietas (diazepam,
lorazepam)
3. Risiko tinggi infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh sekunder
(gangguan pematangan SDP, peningkatan jumlah limfosit immatur,
imunosupresi, penekanan sumsum tulang)
Tujuan: klien bebas dari infeksi
Kriteria hasil:
- Keadaan temperatur normal
- Hasil kultur negatif
- Peningkatan penyembuhan
Intervensi:
a. Tempatkan pada ruangan khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi
b. Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung
c. Awasi suhu, perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan
kemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan takikardia, hipotensi,
perubahan mentak samar.
d. Cegah menggigil: tingkatkan cairan, berikan kompres
e. Dorong sering mengubah posisi, napas dalam, dan batuk
f. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan gemericik, ronchi; inspeksi sekresi terhadap
perubahan karakteristik, contoh peningkatan sputum atau sputum kental.
g. Inspeksi kulit untuk nyeri tekan, area eritematosus; luka terbuka. Bersihkan kulit
dengan larutan antibakterial.
h. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan sikat gigi halus.
i. Tingkatkan kebersihan perianal
j. Diet tinggi protein dan cairan
k. Hindari prosedur invasiv (tusukan jarum dan injeksi) bila mungkin
l. Kolaborasi
- Awasi pemeriksaan lab. Misal: hitung darah lengkap, apakah SDP turun atau
tiba-tiba terjadi perubahan pada neutrofil; kultur gram/sensitivitas.
Kaji ulang seri foto dada, berikan obat sesuai indikasi, hindari antipiretik yang
mengandung aspirin, berikan diet rendah bakteri, misal makanan dimasak.
4. Risiko terjadi perdarahan b.d trombositopenia
Tujuan: klien bebas dari gejala perdarahan
46
Kriteria hasil:
- TD 90/60 mmHg
- Nadi 100x/menit
- Ekskresi dan sekresi negatif terhadap darah
- Ht 40-54%(laki-laki), 37-47%(perempuan)
- Hb 14-18 gr%
Intervensi:
a. Pantau hitung trombosit dengan jumlah 50.000/ml, risiko terjadi perdarahan. Pantau
Ht dan Hb terhadap tanda perdarahan.
b. Minta klien untuk mengingatkan perawat bila ada rembesan darah dari gusi
c. Inspeksi kkulit, mulut, hidung, urin, feses, muntahan, dan tempat tusukan IV
terhadap perdarahan.
d. Gunakan jarum ukuran kecil
e. Jika terjadi perdarahan, tinggikan bagian yang sakit dan berikan kompres dingin
dan tekan perlahan
f. Beri bantalan tempat tidur untuk mencegah trauma
g. Anjurkan pada klien untuk menggunakan sikat gigi halus atau pencukur listrik.
5. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
Tujuan: klien mampu menoleransi aktivitas
Kriteria hasil:
- Peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur
- Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
- Menunjukkan penurunan tanda fisiologis tidak toleran misal nadi, pernafasan,
dan TD dalam batas normal
Intervensi:
a. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi
dalam aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan.
b. Implementasikan teknik penghematan energi. Contoh: lebih baik duduk daripada
berdiri.
c. Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Jaga kebersihan mulut. Berikan antiemetik
sesuai indikasi.
d. Kolaborasi: berikan oksigen tambahan.
J. Bibliografi
Behrman, Kliegman, Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. EGC
47
Daftar Pustaka
Brunner and Suddarth’s. Text Book Medical Surgical Nursing. Buku I. Philadelphia: JB Lippincott
Company, 2000.