Anda di halaman 1dari 48

1

“Asuhan keperawatan pada penyakit asma dan leukimia“

Mata Kuliah : Keperawatan Anak

Dosen M.K : O. Noya,.S.Kep.,Ns

Disusun Oleh :

Harima Peirissa
Nurkaulia Tuanaya
Meldi Wairisal
Rosjianti Toara

Tingkat II A

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKES KESEHATAN KEMENKES MALUKU
PRODI KEPERAWATAN MASOHI
T.A 2018/2019
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat karunia
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dengan juduL “
asuhan keperawatan pada pasien penyakit asma dan leukimia”

Saya menyadari atas kekurangan kemampuan saya dalam membuat makalah ini sehingga
akan menjadi suatu kehormatan besar bagi saya apabila ada kritik dan saran yang membangun
agar makalah yang saya buat ini selanjutnya akan lebih baik dan sempurna serta komprehensif.
Demikian akhir kata dari saya semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan sebagai
pembelajaran bagi kita.

Masohi, februari 2019

Penyusun

Kelompok 1
3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
2. Klasifikasi
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Manifestasi Klinik
6. Penatalaksanaan

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Perencanaan
4. Pelaksanaan
5. Evaluasi

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP MEDIS

1. Definisi

Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh
periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).Asma
adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikarakteristikan dengan bronkospasme
yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif
intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi
tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma
adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel,
ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.

2. Klasifikasi

a. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik,
seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora
jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik.

b. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

c. Asthma gabungan
5

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan
non-alergik.

3. Etiologi

a. Faktor predisposisi

Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan
foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor Presipitasi

1) Alergen

Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat


menimbulkan serangan asthma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah
(Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu
binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.

1) Infeksi saluran nafas


Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan
salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asthma
bronkiale. Diperkirakan dua pertiga penderita asthma dewasa serangan
asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru, 1991).
2) Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan sebagai penyebab asthma tetapi sebagai pencetus
asthma, karena banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak
menjadi penderita asthma bronkiale. Faktor ini berperan mencetuskan
serangan asthma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya.
Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus, 1994).
3) Olah raga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan
asthma bila melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari
6

cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asthma.


Serangan asthma karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma
/EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan
jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga.
4) Obat-obatan
Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat
tertentu seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
5) Polusi udara
Pasien asthma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik /
kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan
oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
6) Lingkungan kerja
Diperkirakan 2 – 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah
lingkunagn kerja (Sundaru, 1991).
4. Patofisiologi

Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma
intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap
pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu
binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan
asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan
seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih ,
ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).

Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang
ada dalam lingkungan sehari-hari dan meningkatkan jumlah imunoglobulin E ( IgE ). Faktor
atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-
lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah
alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th
memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi
menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE).

IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang
ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah
7

disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali
atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada
dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca ++ kedalam sel
dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.

Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan
menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing
suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A)
dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-
otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan
bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya
edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi
kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan
gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan
gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan
asidosis pada tahap yangsangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S.
1995 )

Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium
pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi
mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan
bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien
merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi
mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat
tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan
stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak
ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena
asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ).

5. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing.
Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang
sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak
penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan
8

serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan
penderita asma yaitu :
a. Tingkat I :
1) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
2) Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi
bronkial di laboratorium.
b. Tingkat II :
1) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya
tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
2) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
c. Tingkat III :
1) Tanpa keluhan.
2) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
3) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
d. Tingkat IV :
1) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
2) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
e. Tingkat V :
1) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
2) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada
asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan,
cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

6. Penatalaksanaan

Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :

a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas


b. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun
penjelasan penyakit.

Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :


9

1) Pengobatan dengan obat-obatan

Seperti :

a) Kortikosteroid. Kortikosteroid merupakan bentuk sintetis dari salah satu kelas hormon
steroid. Pada penyakit asma obat jenis ini bekerja sebagai pencegah terjadinya
peradangan akibat serangan asma dan mengurangi gejalanya. Penggunaan obat ini
dalam jangka panjang dapat mengurangi kepekaan saluran napas dari beberapa hal yang
memicu munculnya serangan asma misalnya debu. Obat sakit asma jenis ini antara lain
berupa flutikason, budesonid, atau methilpradnisolon.
b) Agonis reseptor beta adrenergik. Agonis reseptor beta adrenergik merupakan zat aktif
yang bekerja pada otot, salah satunya dengan mengurangi kejang otot saluran napas
pada penderita sakit asma. Dengan demikian maka otot saluran napas menjadi rileks
yang membuat rongga pernapasan melebar dan mengatasi sesak napas saat terjadi
serangan. Obat jenis ini mulai bekerja beberapa menit setelah digunakan, dan dapat
bertahan dalam waktu 4-6 jam kemudian.
c) Theophylline. Theophylline adalah jenis obat asma yang bekerja dengan melemaskan
otot polos saluran napas dan merangsang pusat pernapasan sehingga mengurangi
penyempitan yang menyebabkan penderita sesak napas. Mayoritas obat ini berupa tablet,
tetapi pada kondisi asma yang berat obat ini dimasukkan langsung ke dalam pembuluh
darat penderita sakit asma.
d) Antikolinergik. Antikolinergik adalah zat yang bekerja dengan menghalangi sampainya
rangsangan penyebab serangan asma kepada sistem syaraf pusat yang terletak pada
sinapsis otak. Dengan terhalangnya rangsangan maka serangan asma dapat dihindari.

2) Pemeriksaan Penunjang :

Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :

 Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.


 Tes provokasi : Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
 Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
 Tes provokasi bronkial seperti :Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan
jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata..
10

3) Pengobatan non farmakologik


a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma
sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan
obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus,
termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan
dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

B. Asuhan keperawatan Penyakit Asma


1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan yang lalu:
 Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
 Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
 Kaji riwayat pekerjaan pasien.
b. Aktivitas
 Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
 Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
 Tidur dalam posisi duduk tinggi.
c. Pernapasan
 Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
 Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
 Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
 Adanya bunyi napas mengi.
 Adanya batuk berulang.
d. Sirkulasi
 Adanya peningkatan tekanan darah.
11

 Adanya peningkatan frekuensi jantung.


 Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
 Kemerahan atau berkeringat.
e. Integritas ego
 Ansietas
 Ketakutan
 Peka rangsangan
 Gelisah
f. Asupan nutrisi
 Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
 Penurunan berat badan karena anoreksia.
g. Hubungan sosal
 Keterbatasan mobilitas fisik.
 Susah bicara atau bicara terbata-bata.
 Adanya ketergantungan pada orang lain.
i. Seksualitas
 Penurunan libido.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
2. Pola nafas tidak efektif b/d meningkatnya usaha dan frekuensi pernapasan
3.
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
12

Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :


Berhubungan dengan :  Respiratory Status : Gas  Posisikan pasien untuk
 ketidakseimbangan perfusi exchange memaksimalkan ventilasi
ventilasi  Keseimbangan asam Basa,  Pasang mayo bila perlu
 perubahan membran kapiler- Elektrolit  Lakukan fisioterapi dada jika
alveolar  Respiratory Status : ventilation perlu
DS:  Vital Sign Status  Keluarkan sekret dengan batuk
 sakit kepala ketika bangun Setelah dilakukan tindakan atau suction
 Dyspnoe keperawatan selama …. Gangguan  Auskultasi suara nafas, catat
 Gangguan penglihatan pertukaran pasien teratasi dengan adanya suara tambahan
DO: kriteria hasi:  Berikan bronkodilator ;
 Penurunan CO2  Mendemonstrasikan -………………….
 Takikardi peningkatan ventilasi dan -………………….
 Hiperkapnia oksigenasi yang adekuat  Barikan pelembab udara
 Keletihan  Memelihara kebersihan paru
 Atur intake untuk cairan
 Iritabilitas paru dan bebas dari tanda tanda
mengoptimalkan
 Hypoxia distress pernafasan
keseimbangan.
 kebingungan  Mendemonstrasikan batuk efektif
 Monitor respirasi dan status O2
 sianosis dan suara nafas yang bersih,
 Catat pergerakan dada,amati
 warna kulit abnormal (pucat, tidak ada sianosis dan dyspneu
kesimetrisan, penggunaan otot
kehitaman) (mampu mengeluarkan sputum,
tambahan, retraksi otot
 Hipoksemia mampu bernafas dengan mudah,
supraclavicular dan intercostal
 hiperkarbia tidak ada pursed lips)
 Monitor suara nafas, seperti
 AGD abnormal  Tanda tanda vital dalam rentang
dengkur
 pH arteri abnormal normal
 Monitor pola nafas : bradipena,
frekuensi dan kedalaman nafas  AGD dalam batas normal
takipenia, kussmaul,
abnormal  Status neurologis dalam batas
hiperventilasi, cheyne stokes,
normal
biot
 Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
 Monitor TTV, AGD, elektrolit
dan ststus mental
13

 Observasi sianosis khususnya


membran mukosa
 Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang persiapan
tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan
(O2, Suction, Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung,
jumlah, irama dan denyut
jantung

1. Tak efektif bersihan jalan napas b/d sesak nafas

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Bersihan Jalan Nafas tidak efektif NOC:


berhubungan dengan:  Respiratory status : Ventilation  Pastikan kebutuhan oral /
- Infeksi, disfungsi neuromuskular,  Respiratory status : Airway tracheal suctioning.
hiperplasia dinding bronkus, alergi patency  Berikan O2 ……l/mnt,
jalan nafas, asma, trauma  Aspiration Control metode………
- Obstruksi jalan nafas : spasme Setelah dilakukan tindakan  Anjurkan pasien untuk istirahat
jalan nafas, sekresi tertahan, keperawatan selama dan napas dalam
banyaknya mukus, adanya jalan …………..pasien menunjukkan  Posisikan pasien untuk
nafas buatan, sekresi bronkus, keefektifan jalan nafas dibuktikan memaksimalkan ventilasi
adanya eksudat di alveolus, dengan kriteria hasil :  Lakukan fisioterapi dada jika
adanya benda asing di jalan nafas.  Mendemonstrasikan batuk perlu
DS: efektif dan suara nafas yang  Keluarkan sekret dengan batuk
- Dispneu bersih, tidak ada sianosis dan atau suction
DO: dyspneu (mampu mengeluarkan  Auskultasi suara nafas, catat
- Penurunan suara nafas sputum, bernafas dengan adanya suara tambahan
- Orthopneu mudah, tidak ada pursed lips)  Berikan bronkodilator :
- Cyanosis  Menunjukkan jalan nafas yang  Monitor status hemodinamik
paten (klien tidak merasa
14

- Kelainan suara nafas (rales, tercekik, irama nafas, frekuensi  Berikan pelembab udara Kassa
wheezing) pernafasan dalam rentang basah NaCl Lembab
- Kesulitan berbicara normal, tidak ada suara nafas  Berikan antibiotik :
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada abnormal)  Atur intake untuk cairan
- Produksi sputum  Mampu mengidentifikasikan dan mengoptimalkan
- Gelisah mencegah faktor yang keseimbangan.
- Perubahan frekuensi dan irama penyebab.  Monitor respirasi dan status O2
nafas  Saturasi O2 dalam batas normal  Pertahankan hidrasi yang
 Foto thorak dalam batas normal adekuat untuk mengencerkan
sekret
 Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang penggunaan
peralatan : O2, Suction,
Inhalasi.

2. Pola nafas tidak efektif b/d meningkatnya usaha dan frekuensi pernapasan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Pola Nafas tidak efektif berhubungan NOC: NIC:


dengan :  Respiratory status :  Posisikan pasien untuk
- Hiperventilasi Ventilation memaksimalkan ventilasi
- Penurunan energi/kelelahan  Respiratory status :  Pasang mayo bila perlu
- Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal Airway patency  Lakukan fisioterapi dada jika
- Kelelahan otot pernafasan  Vital sign Status perlu
- Hipoventilasi sindrom  Keluarkan sekret dengan
- Nyeri Setelah dilakukan tindakan batuk atau suction
- Kecemasan keperawatan selama  Auskultasi suara nafas, catat
- Disfungsi Neuromuskuler ………..pasien adanya suara tambahan
- Obesitas menunjukkan keefektifan  Berikan bronkodilator :
- Injuri tulang belakang pola nafas, dibuktikan
dengan kriteria hasil:
15

DS:  Mendemonstrasikan  Berikan pelembab udara


- Dyspnea batuk efektif dan suara Kassa basah NaCl Lembab
- Nafas pendek nafas yang bersih, tidak  Atur intake untuk cairan
DO: ada sianosis dan dyspneu mengoptimalkan
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi (mampu mengeluarkan keseimbangan.
- Penurunan pertukaran udara per menit sputum, mampu bernafas  Monitor respirasi dan status
- Menggunakan otot pernafasan tambahan dg mudah, tidakada O2
- Orthopnea pursed lips)  Bersihkan mulut, hidung dan
- Pernafasan pursed-lip  Menunjukkan jalan nafas secret trakea
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama yang paten (klien tidak  Pertahankan jalan nafas yang
- Penurunan kapasitas vital merasa tercekik, irama paten
- Respirasi: < 11 – 24 x /mnt nafas, frekuensi  Observasi adanya tanda tanda
pernafasan dalam rentang hipoventilasi
normal, tidak ada suara  Monitor adanya kecemasan
nafas abnormal) pasien terhadap oksigenasi
 Tanda Tanda vital dalam  Monitor vital sign
rentang normal (tekanan  Informasikan pada pasien dan
darah, nadi, pernafasan) keluarga tentang tehnik
relaksasi untuk memperbaiki
pola nafas.
 Ajarkan bagaimana batuk
efektif
 Monitor pola nafas
16

BAB II
ISI

A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Leukimia penyakit ini merupakan proliferasi patologis dari sel pembuat darah yang
bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal. Leukimia dikatakan penyakit darah yang
disebabkan terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah, yaitu pada sumsum
tulang. Penyakit ini sering disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang
bekerja aktif membuat sel-sel darah tepi yang di hasilkan adalah seldarah yang tidak normal
dan sel ini mendesak pertumbuhan sel darah yang normal.
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa poliferasi
sel hemopoetik muda yang di tandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam
pembentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh lain. ( Kapita Selekta
kedokteran, 2000 )
Leukimia merupakan penyakit akibat terjadinya poliferasi sel leukosit yang abnormal
dan ganas serta disertai adanya leukosit jumlah berlebihan yang dapat
menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia.
Leukemia merupakan bentuk kanker yang paling umum pada masa kanak-kanak;
di amerika serikat, hampir mencapai sepertiga dari 7.000 kasus baru kanker anak setiap
tahunnya. Jenis leukemianya sama dengan dewasa, kecuali leukemia limfositik kronik,yang
amat jarang pada anak-anak. 76%merupakan leukemia limfositik akut, sisanya berupa
leukemia nonlimfositik akut, sisanya berupa leukemia nonlimfositik akut dan leukemia
mielositik kronik,masing-masing 21% dan 3%. Leukemia nonlimfositik kronik lebih umum di
temukan pada orang dewasa.
( Perawatan anak sakit edisi II 2005 )

2. Etiologi
a. Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen.
b. Radiasi
c. Obat-obat imunosupresif, obat-obat karsinogenik seperti diethylstilbetrol
d. Faktor herediter, misalnya pada kembaran monozigot
e. Kelainan kromosom misalnya pada down sydrome
17

Proses penyakit
 Normal nya tulang marrow diganti dengan tumor yang maligna, imaturnya sel blast.
Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan
menimbulkan anemia dan trombositopenia
 Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem
pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi.
 Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ,
sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang
yang akan berdampak pada penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan
peningkatan tekanan jaringan.
 Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe
dan nodus limfe dan nyeri persendian.

3. Manifestasi klinik
a. Pilek tidak sembuh-sembuh
b. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
c. Demam dan anorexia berat badan menurun
d. Ptechiae, memar tanpa sebab
e. Nyeri pada tulang dan persendian
f. Nyeri abdomen
g. Lymphadenopahty
h. Hepatosplenomegaly
i. Abnormal WBC

4. Klasifikasi :
a. Leukemia limfosit akut (LLA)
LLA subtype merupakan 60% dari bentuk leukemia anak dengan insidens puncak
pada usia 3-4 tahun. LLA lebih banyak ditemui pada anak laki-laki disbanding anak
perempuan. Laporan laporan tentang leukemia akut berkelompok pada anak menimbulkan
dugaan adanya pengaruh beberapa faktor lingkungan umum, seperti agen infeksi atau
karsinogen kimiawai, tetapi analisis statistic yang teliti belum dapat mendukung dugaan ini.
Ciri-ciri sitokimia untuk indentifikasi sel-sel blasn LLA adalah tidak adanya granula-
granula yang positif dengan peroksidase atau sudan B hitam didalam sitoplasma, dan
18

seringkali menampakkan gumpalan materi yang positif, limfoblas tersebut juga bereaksi
negatif dengan esterase nenspesifik.
Manifestasi klinis Anak- anak dengan LLA umumnya memperlihatkan gambaran yang
agak konsisten. Sekitar dua pertiga telah memperlihat kan gejala dan tanda selama kurang
dari 6 minggu pada saat diagnosis ditegakkan,gejala pertama biasanya tidak khas; dapat
memunyai riwayat infeksi saluran napas akibat virus atau suatu eksentama yang belum
sembuh sempurna. Manifestasi awal yang lazim adalah anoreaksia , iritabilitas dan alergi.
Kegagalan fungsi sum-sum tulang yang progresif menimbulkan keadaan pucat, perdarahan
dan demam yaitu gambaran-gambaran yang mendesak dilakukannya pemeriksaan
diagnostic.

b. Leukemia Non-Limfositik Akut (LNLA)


Bentuk leukemia ini ditemukan pada sekitar 20% penderita. Frekuensinya hampir
sama pada tiap kelompok umur dan sebanding pula pada anak laki-laki dan perempuan.
LNLA karakteristik pada beberapa kondisi yang merupakan predisposisinya, yaitu anemia
fanconi dan sindroma bloom dimana terdapat kerusakan kromosom yang berat.
Pembedaan berdasarkan ciri-ciri morfologi sel dengan pewarnaan wright pada
sediaan apus darah dan sumsum tulang. Derajat kemiripan sel predominan dengan sel
normal menentukan pembagian tipe. Bentuk yang paling umum adalah populasi
sel leukemik yang menyerupai mieloblas atau mielomonoblas.proporsi kedua jenis sel
tersebut membedakannya menjadi dua tipe leukemia yang menyusun sekitar 90% dari
seluruh LNLA. Meskipun berbeda secara sitologik,tampilan klinis dan respons terapi dari tipe-
tipe subgroup ini hampir sama dengan satu kekecualian: subgroup dengan predominansi sel
mirip promielosit mempunyai risiko gejala-gejala perdarahan akibat koagulasi intravascular
tersebar yang timbul pada saat respons pengobatan dini. Subtype ini ditemukan sekitar 5%
dari penderita LNLA.
Manisfestasi klinis. Biasanya gejala dan tanda pada penyakit ini tidak lama
berlangsungnya (pada sekitar 50% penderita kurang dari 6 minggu) hingga saat diagnose
ditegakan . namun pada beberapa, riwayat tanda dan gejala memberikan petunjuk
bahwa mungkin awitanya telah berlangsung selama lebih dari 12 bulan sebelum tampilan
yang nyata; pada pasien demikian , keluhan biasanya bersifat kelelahan dan infeksi
berulang. Gejala dan tanda lainya yang mangkin hebat dalam 2 minggu sebelum didiagnosis
dapat berupa pucat, demam, perdarahan aktif, nyeri tulang, distress, gastrointestinal, atau
infeksi berat.
19

c. Leukemia Molistik Kronik ( LMK )


Bentuk leukemia ini hanya merupakan 3% kasus pada anak-anak. Ada dua tipe dasar
leukemia mielositik kronik. Persamaan keduanya hanya pada ciri-ciri umum yaitu
peningkatan jumlah sel-sel myeloid yang berdiferensasi dalam darah. Pada bentuk dewasa,
kromosom ph1 ( Philadelphia ) yang patogonomik ditemukan secara konsisten. Pada
juvenile, sel leukemik dapat dengan berbagai pareasi kromosom aneoploidi tetapi jarang
ditemukan kromosom ph1. Bentuk dewasa LMK lasim ditemukan pada anak-anak besar,
namun kadang-kadang ditemukan pada bayi karena itu pada pasien LMK harus dilakukan
analisis kromosom untuk menentukan bentuk spesifiknya.

d. Leukemia Mielositik Kronik Juvenil


Pasien-pasein ini mempunyai ruwam eksematosa, limpadenopati dan infeksi bakteri
rekuren karena itu dapat menyerupai penderita penyakit granulamatosa kronik. Pada saat
diagnosis penderita umumnya pucat dengan purpura serta pembesaran moderat hati dan
limpa.

e. Leokemia Melolistik Kronik Familial


Suatu subgroup LMK merupakan penyakit pamilial. Umur saat awitan 6 bulan gingga 4
tahun dengan gambaran klinis kelelahan yang meningkat hambatan pertumbuhan,
hepatoplenomegali pasif. Temuan darah mirip dengan LMK juvenin.

5. Komplikasi
a. Sepsis
b. Perdarahan
c. Gagal organ
d. Iron deficiency Anemia ( IDA )
e. Kematian

6. Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan darah tepi : terdapat leukosit yang imatur
b. Aspirasi sumsum tulang ( BMP ) : hiperseluler terutama banyak terdapat sel muda
c. Biopsy sumsum tulang
d. Lumbal punki untuk mengetahui apakah system saraf pusat terinfil-trasi
20

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1) Tranfusi darah, biasanya diberikan jika kadar HB kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan tranfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan Heparin.
2) Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah
sicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3) Sistostatika. Selain sitostatika yang lama (6-markaptopurin atau 6-mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai juga yang baru dan lebih poten
seperti vinkristin (Oncovin), rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama obat
lainnya. Umumnya sitaostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan
prednison. Pada penberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa
alopesia (botak), stomatitis, leukopenia, infeksi skunder atau kandidiasis. Bila
jumlah leukosit kurang dari 2000/mm pemberian harus hati-hati.
4) Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat yang suci hama)
5) Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi
dan jumlah sel leukemia cukup rendah, imunoterapi mulai diberikan (mengenai
cara pengobatan yang terbaru masih dalam pengembangan).
6) Transplantasi sumsum tulang sebagai terapi.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan umumnya sama dengan pasien lain yang
menderita penyakit darah. Tetapi karena prognosis pasien pada umumnya kurang
menggembirakan (sama seperti pasien kanker lainnya) maka pendekatan pisikososial
harus diutamakan. Yang perlu dipersiapkan ruangan aseptik dan cara bekerja yang
aseptik pula. Sikap perawat yang ramah dan lembut diharapkan tidak hanya untuk pasien
saja tetapi juga pada keluarga yang dalam hal ini sangat peka perasaannya jika
mengetahui penyakit anaknya.

8. Konsep Tumbuh Kembang Anak


a. Oleh Sigmund Freud
Tahap-Tahap Perkembangan Psikoseksual
21

1) Masa Oral (0 – 1 tahun)


Masa oral merupakan tahap pertama perkembangan psikoseksual, yang mana bayi
memperoleh dan merasakan kepuasan melalui mulutnya

2. Tahap Anal (1-3 tahun)


Pada tahap ini libido terdistribusikan ke daerah anus. Anak akan mengalami
ketegangan ketika duburnya penuh dengan ampas makanan. Peristiwa buang air
besar yang dialami oleh anak merupakan proses pelepasan ketegangan dan
pencapaian kepuasan, rasa senang atau rasa nikmat yang mana peristiwa ini disebut
dengan erotic anal. Ketika sudah dapat mengontrol otot-otot dubur ini, kadang-kadang
mereka belajar untuk menahan gerakan perutnya, dengan maksud untuk
meningkatkan tekanan di dubur yang dapat menimbulkan kenikmatan saat fesesnya
terlepas.

3. Tahap Phalik (3-5 tahun)


Pada tahap ini anak mulai senang memainkan alat kelaminnya sendiri. Dimana sumber
kenikmatan berpindah ke daerah kelamin. Pada masa ini terjadi perkembangan
berbagai aspek psikologis, terutama yang terkait dengan perlakuan orang tua kepada
anak. Masa phalik pada anak laki-laki
a) Freud percaya bahwa ibu adalah obyek untuk melakukan hubungan seks bagi anak
laki-laki pada masa ini. Oleh Freud ketertarikan anak laki-laki terhadap ibunya ini
disebut dengan Oedipus kompleks. Nama Oedipus diambil dari tokoh mitologi Yunani
kuno, yang nekat membunuh ayahnya sendiri kemudian mengawini ibunya. Masa
phalik pada anak perempuan
b) Seperti pada anak laki-laki, menurut Freud anak perempuan juga mengalami hal yang
sama. Anak perempuan juga mempunyai keinginan untuk melakukan hubungan seks
dengan ayahnya.

4. Masa Laten (6-12 tahun)


Setelah melewati masa phalik, yang mana kenikmatan berpusat pada alat kelamin. Maka
perkembangan selanjutnya ialah masa laten. Masa ini disebut juga dengan masa sekolah
dasar. Karena masa-masa ini memang anak-anak mulai masuk sekolah. Selama masa
ini, anak mengembangkan kemampuannya melalui tugas-tugas sekolah, bermain olah
raga dan kegitan-kegitan lainnya yang dapat menigkatkan potensi dirinya.
22

5. Masa Genital (12 > tahun)


Tahap ini merupakan tahap yang terakhir, yang berlangsung pada masa pubertas sampai
masa dewasa. Tahap ini merupakan masa kebangkitan kembali dorongan seksual,
dimana sumber kesenangan seksual sekarang adalah orang yang berada di luar
keluaraga.Masa ini ditandai dengan matangnya organ reproduksi anak.

.
a.faktor lingkungan prenatal
factor lingkungan prenatal yang mempengaruhi terhadap tumbuh kembang janin mulai
dari konsep si sampai akhir, antara lain adalah:
1) Gizi ibu pada waktu hamil
2) Mekanis
3) Toksin atau zat kimia
4) Endokrin.
5) Radiasi
6) Infeksi
7) Stres
8) imunitas
9) Anoksia emberio

b.faktor lingkungan post-natal


Bayi baru lahir harus melewati masa transisi, dari suatu sistem yang teratur yang sebagian
besar tergantung pada organ-organ ibunya, ke suatu sistem yang tergantung pada kemampuan
genetic dan mekanisme homeostatik bayi itu sendiri.
Lingkungan post natal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak secara umum dapat
digolongkan menjadi :
1) Lingkungan biologis
2) Factor fisik
3) Factor psikososial
4) Factor keluarga dan adat istiadat
9. Pertumbuhan fisik
a. Pertumbuhan fisik adalah hasil dari perubahan bentuk dan fungsi dari organisme :
· Pertumbuhan janin intrauterin
23

b. Pertumbuhan setelah lahir


1) Berat badan
2) Tinggi badan
3) Kepala
4) Gigi
5) Jaringan lemak
6) Organ-organ tubuh

Perkembangan anak balita


Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena apda masa
ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan
anak selanjutnya. Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa,
kretifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan
merupakan landasan perkembangan berikutnya. perkembangan moral serta dasar-
dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini.
Tingkat perkembangan yang harus dicapai anak pada umur tertentu misalnya :
o 4-6 minggu : tersenyum spontan, dapat mengeluarkan suara 1-2 minggu
o 12-16 minggu :
 menegakkan kepala, tengkurap sendiri
 Menoleh kearah suara
 Memegang benda yang ditaruh ditangannya
o 20 minggu :
 Meraih benda yang didekatkan kepada nya
o 26 minggu :
 Dapat memindahkan benda dari satu tangan ketangan lainnya
 Duduk dengan bantuan kedua tangannya kedepan
 Makan biskuit sendiri
o 9-10 bulan :
 Menunjuk dengan jari telunjuk
 Memegang benda dengan ibu jari dan telunjuk
 Merangkak
 Bersuara da..da..
o 13 bulan :
 Berjalan tanpa bantuan
24

 Mengucapkan kata- kata tunggal.

Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh :


psikososial
a. Stimulasi
b. Motivasi belajar
c. Ganjaran maupun hukuman yang wajar
d. Kelompok sebaya
e. Stress
f. Sekolah
g. Cinta gan kasih sayang
h. Kualitas interaksi anak-orang tua

D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Nyeri tulang sering terjadi, lemah nafsu makan menurun, demam (jika disertai
infeksi) juga disertai dengan sakit kepala.
b. Riwayat Perawatan Sebelumnya
c. Riwayat kelahiran anak :
 Prenatal
 Natal
 Post natal
d. Riwayat Tumbuh Kembang
Bagaimana pemberian ASI, adakah ketidaknormalan pada masa pertumbuhan dan
kelainan lain ataupun sering sakit-sakitan.
e. Riwayat keluarga
Insiden LLA lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang terserang terlebih
pada kembar monozigot (identik).
f. Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan Umum tampak lemah
2) Kesadaran composmentis selama belum terjadi komplikasi.
Tanda-Tanda Vital
25

Tekanan darah : 100/70 mmHG


Nadi :100x/mnt
Suhu :39 c
RR : 20x/mnt
g. Pemeriksaan Kepala Leher
h. Pemeriksaan Integumen
i. Pemeriksaan Abdomen
-

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat.
b. Resiko infeksi b/d menurunnya sistem pertahanan tubuh
c. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan akibat anemia
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian kemotrapi, radioterapy
e. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d adanya kontraksi
``
C. Perencanaan keperawatan ( Intevensi )
a. DX I
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat
Tujuan: setelah dilakukan tindakan 3x24 jam Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
a) . Nafsu makan (+)
b). Muntah (-)
c) . Berat badan (+)
Intervensi :
a. Observasi dan catat masukan makanan klien
Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsimakanan.
b. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : mengawasi penurunan berat badan.
c. Berikan makanan sedikit tapi sering.
Rasional : makanan sedikit dapat meningkatkan pemasukan denganmencegah distensi
lambung.
d. Berikan penyuluhan pada orang tua klien pentingnya nutrisi yang adekuat.
26

Rasional : menambah pengetahuan klien dan orang tua tentang pentingnya makanan bagi tubuh
dalam membantu proses penyembuhan.
e. Tingkatkan masukan cairan diatas kebutuhan minuman
Rasional : guna mengkompensasi tambahan kebutuhan cairan.
f. Dorong anak untuk minum.
Rasional : meningkatkan kepatuhan.
g. Ajarkan orang tua tentang tanda-tanda dehidrasi
Rasional : menghindari keterlambatan therapi rehidrasi.
h. Tekankan pentingnya menghindari panas yang berlebihan.
Rasional : menghindari penyebab kehilangan cairan.

b. DX II
Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
1) Tujuan : Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
Kriteria hasil :
a) Demam (-)
b) Kemerahan (-)
c) Suhu kembali normal

2) Intervensi :
a. Pantau suhu dengan teliti
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
a. Tempatkan anak dalam ruangan khusus
Rasional : untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi
b. Anjurkan semua pengunjung dan staf rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci tangan
dengan baik
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
c. Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasif
Rasional : untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
d. Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat penusukan
jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
Rasional : untuk intervensi dini penanganan infeksi
e. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
Rasional : rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisme
27

f. Berikan periode istirahat tanpa gangguan


Rasional : menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler
g. Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia
Rasional : untuk mendukung pertahanan alami tubuh
h. Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus

c. DX III
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
1) Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Kriteria hasil :
a) Anemia (-)
b) Kelemahan teratasi
c) Klien dapat istirahat dengan nyaman
d). Klien dapat beraktifitas

2) Intervensi :
a) Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas
sehari-hari
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
b) Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan jaringan
a) Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi
b) Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri

c. DX V
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam kerusakan integritas kulit
pemberian kemoterapi, radioterapy dapat teratasi
Kriteria hasil ;
a) Kerusakan integitas kulit (-)
b) Kekurangan kalori dan protein teratasi
c) Dekubitus (-)
28

Intervensi :
a) Kaji secara dini tanda-tanda kerusakan intregitas kulit
Rasional: agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut
b) Berikan perawatan kulit khususnya daerah perinial dan mulut
Rasional : mencegah timbulnya infeksi
c) Ganti posisi dengan sering
Rasional : agar tidak terjadi kekakuan otot
d) Anjurkan intake dengan kalori dan protein yang adekuat
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan tubuh

d. V
Gangguan rasa nyaman nyeri b/d adanya kontraksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3x24 jam gangguan rasa nyaman nyeri teratasi
Kriteria hasil :
Nyeri (-)
Intervensi :
a). Kaji skala nyeri
rasional : untuk mengetahui intensitas nyeri
b). Palpasi abdomen
rasional : untuk mengetahui apakah ada masa atau tidak
c). Atur posisi pasien
rasional : memberikan kenyaman pada pasien.
29

ASKEP LEUKEMIA PADA ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN DIAGNOSA LEUKIMIA LIMFOSITIK AKUT

PENGKAJIAN

I. Biodata

Leukemia Limfositik Akut (LLA) paling sering menyerang anak-anak di bawah umur 15 tahun,
dengan puncak insiden antara 3-4 tahun. Penderita kebanyakan laki-laki dengan rasio 5:4 jika
dibandingkan dengan perempuan.

II. Riwayat Keperawatan

1. Keluhan Utama

Nyeri tulang sering terjadi, lemah nafsu makan menurun, demam (jika disertai infeksi) bisa
juga disertai dengan sakit kepala.

2. Riwayat Perawatan Sebelumnya

Riwayat kelahiran anak :

 Prenatal

 Natal

 Post natal

Riwayat Tumbuh Kembang


30

Bagaimana pemberian ASI, adakah ketidaknormalan pada masa pertumbuhan dan kelainan
lain ataupun sering sakit-sakitan.

3. Riwayat keluarga

Insiden LLA lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang terserang terlebih
pada kembar monozigot (identik).

III. Kebutuhan Dasar

a. Cairan : Terjadi deficit cairan dan elektrolit karena muntah dan diare.

b. Makanan : Biasanya terjadi mual, muntah, anorexia ataupun alergi makanan. Berat badan
menurun.

c. Pola tidur : Mengalami gangguan karena nyeri sendi.

d. Aktivitas : Mengalami intoleransi aktivitas karena kelemahan tubuh.

e. Eliminasi : Pada umumnya diare, dan nyeri tekan perianal.

IV. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum tampak lemah

Kesadaran composmentis selama belum terjadi komplikasi.

b. Tanda-Tanda Vital

Tekanan darah : dbn

Nadi :

Suhu : meningkat jika terjadi infeksi

RR : Dispneu, takhipneu

c. Pemeriksaan Kepala Leher


31

Rongga mulut : apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri), perdarahan
gusi

Konjungtiva : anemis atau tidak. Terjadi gangguan penglihatan akibat infiltrasi ke SSP.

d. Pemeriksaan Integumen

Adakah ulserasi ptechie, ekimosis, tekanan turgor menurun jika terjadi dehidrasi.

e. Pemeriksaan Dada dan Thorax

- Inspeksi bentuk thorax, adanya retraksi intercostae.

- Auskultasi suara nafas, adakah ronchi (terjadi penumpukan secret akibat infeksi di paru),
bunyi jantung I, II, dan III jika ada

- Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)

- Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.

f. Pemeriksaan Abdomen

- Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran, terdapat bayangan vena, auskultasi
peristaltic usus, palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa.

- Perkusi tanda asites bila ada.

g. Pemeriksaan Ekstremitas

Adakah cyanosis kekuatan otot.

V. Informasi Lain

* Perangkat Diagnostik

o Temuan laboratorium berupa perubahan hitung sel darah spesifik.


32

o Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan proliferasi klonal dan penimbunan sel


darah.

* Penatalaksanaan

- Kemoterapi dengan banyak obat

- Antibiotik untuk mencegah infeksi

- Tranfusi untuk mengatasi anemia

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA TINDAKAN

1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan :

1) Tidak adekuatnya pertahanan sekunder

2) Gangguan kematangan sel darah putih

3) Peningkatan jumlah limfosit imatur

4) Imunosupresi

5) Penekanan sumsum tulang ( efek kemoterapi 0

Hasil yang Diharapkan :

Infeksi tidak terjadi,

Rencana tindakan :

1) Tempatkan anak pada ruang khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi

Rasional ; Melindungi anak dari sumber potensial patogen / infeksi

2) Berikan protocol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua staf petugas

Rasional : mencegah kontaminasi silang / menurunkan risiko infeksi


33

3) Awasi suhu. Perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan


chemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan tachicardi, hiertensi

Rasional : Hipertermi lanjut terjadi pada beberapa tipe infeksi dan demam terjadi pada
kebanyakan pasien leukaemia.

4) Dorong sering mengubah posisi, napas dalam, batuk.

Rasional ; Mencegah statis secret pernapasan, menurunkan resiko atelektasisi/


pneumonia.

5) Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut secara periodic. Gnakan sikat gigi
halus untuk perawatan mulut.

Rasional : Rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisme
patogen

6) Awasi pemeriksaan laboratorium : WBC, darah lengkap

Rasional : Penurunan jumlah WBC normal / matur dapat diakibatkan oleh proses
penyakit atau kemoterapo.

7) Berikan obat sesuai indikasi, misalnya Antibiotik

Rasional ; Dapat diberikan secara profilaksis atau mengobati infeksi secara khusus.

8) Hindari antipiretik yang mengandung aspirin

Rasional ; aspirin dapat menyebabkan perdarahan lambung atau penurunan jumlah


trombosit lanjut

2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan :

1) Kehilangan berlebihan, mis ; muntah, perdarahan

2) Penurunan pemasukan cairan : mual, anoreksia.


34

Hasil Yang Diharapkan :Volume cairan tubuh adekuat, ditandai dengan TTV dbn, stabil,
nadi teraba, haluaran urine, BJ dan PH urine, dbn.

Rencana Tindakan :

1) Awasi masukan dan pengeluaran. Hitung pengeluaran tak kasat mata dan
keseimbangan cairan. Perhatikan penurunan urine pada pemasukan adekuat. Ukur
berat jenis urine dan pH Urine.

Rasional ; Penurunan sirkulasi sekunder terhadap sel darah merah dan pencetusnya
pada tubulus ginjal dan / atau terjadinya batu ginjal (sehubungan dengan
peningkatan kadar asam urat) dapat menimbulkan retensi urine atau gagal
ginjal.

2) Timbang BB tiap hari.

Rasional : Mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai fungsi ginjal.


Pemasukan lebih dari keluaran dapat mengindikasikan memperburuk /
obstruksi ginjal.

3) Awasi TD dan frekuensi jantung

Rasional : Perubahan dapat menunjukkan efek hipovolemik (perdarahan/dehidrasi)

4) Inspeksi kulit / membran mukosa untuk petike, area ekimotik, perhatikan perdarahan
gusi, darah warn karat atau samar pada feces atau urine; perdarahan lanjut dari sisi
tusukan invesif.

Rasional ; Supresi sumsum dan produksi trombosit menempatkan pasien pada resiko
perdarahan spntan tak terkontrol.

5) Evaluasi turgor kulit, pengiisian kapiler dan kondisi umum membran mukosa.

Rasional ; Indikator langsung status cairan / dehidrasi.

6) Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan / perdarahan, ex : sikat gigi


atau gusi dengan sikat yang halus.
35

Rasional ; Jaringan rapuh dan gangguan mekanis pembekuan meningkatkan resiko


perdarahan meskipun trauma minor.

//////////999999998999999999999999999998553333333333333333333333-6hy7) Berikan
diet halus.

Rasional : Dapat membantu menurunkan iritasi gusi.

8) Berikan cairan IV sesuai indikasi

Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan / elektrolit pada tak adanya


pemasukan melalui oral; menurunkan risiko komplikasi ginjal.

9) Berikan sel darah Merah, trombosit atau factor pembekuan

Raional : Memperbaiki jumlah sel darah merah dan kapasitas O2 untuk memperbaiki
anemia. Berguna mencegah / mengobati perdarahan.

3. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan :

· Agen fiscal ; pembesaran organ / nodus limfe, sumsum tulang yang dikmas dengan
sel leukaemia.

· Agen kimia ; pengobatan antileukemia.

Rencana Tindakan ;

1) Awasi tanda-tanda vital, perhatikan petunjuk nonverbal,rewel, cengeng, gelisah

Rasional ; Dapat membantu mengevaluasi pernyatan verbal dan ketidakefektifan


intervensi.

2) Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan stress

Rasional ; Meingkatkan istirahat.

3) Tempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, ekstremitas denganan bantal
36

Rasional ; Menurunkan ketidak nyamanan tulang/ sensi

4) Ubah posisi secara periodic dan berikan latihan rentang gerak lembut.

Rasional : Memperbaiki sirkulasi jaringan dan mobilisasi sendi.

5) Berikan tindakan ketidaknyamanan; mis : pijatan, kompres

Rasional ; Meminimalkan kebutuhan atau meningkatkan efek obat.

6) Berikan obat sesuai indikasi.

4. Intoleransi aktivitas sehubungan deengan transport O2 karena berkurangnya jumlah sel darah
merah

1) Kaji / tekanan darah dan ritme sekurang-kurangnya 4 jam sekali

2) Diskusikan dengan orang tua / anak tentang gejala dan tanda anemia serta pilihan
perawatan yang dapat dilakukan

3) Berikan PRBC sesuai dengan perintah

4) Atur tindakan untuk memberikan waktu istirahat

5. Resiko tinggi terhadap injuri (internal) sehubungan dengan inadequat faktor

penggumpalan (platelet)

1) Monitor jumlah platelet setiap hari

2) Amati sekresi hidung, sputum, emesis, urine dan feses

3) Minimmalkan / hindari tindakan invasive

- Injeksi IM, IV, SC, puncture

- Thermometer rektal

- Koordinasi tindakan invasive yang penting dengan IV


37

- Sediakan kompres dingin untuk diletakkan setelah dan sebelum tinakan punctur

- Berikan tekanan selama 5 menit

- Gunakan fibrin atau foam gelatin untuk mengatasi perdarahan

- Ubah tempat / daerah untuk tourniquet dan cuff tekanan darah

- Gunakan sikat gigi yang lembut untuk oral care

- Hindari tahanan

4) Cegah konstipasi

5) Ciptakan lingkungan yang aman dan tenang

- Menganjurkan anak memakai sepatu saat melakukan ambulasi

- Sediakan mainan yang lembut dan aktivitas yang menyenangkan

- Jaga kebersihan lingkungan, jauhkan dari hal-hal yang mengganggu

6) Instruksikan pasien untuk memperhatikan perubahan aktifittas yang tepat (sesuai usia)
untuk meminimalkan resiko trauma

6. Anxietas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang diagnosa baru dan

rencana perawatan

1) Beritahu informasi kepada orang tua mengenai diagnosa dan perawatan yang akan
diberikan

2) Perkenalkan keluarga pada keluarga yang lain yang memiliki anak dengan terapi dan
diagnosa yang sama

3) Sediakan instruksi secara lisan dan tertulis tentang :

- Tindsakan pencegahan yang dilakukan dirumah


38

- Kemungkinan atau alasan-alasan untuk memberitahu tim kesehatan

Asuhan Keperawatan Anak dengan Leukemia

A. Definisi
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa (Reeves, 2001). Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak
teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen
sumsum tulang normal. Proliferasi juga terjadi di hati, limpa, dan nodus limfatikus. Terjadi
invasi organ non hematologis seperti meninges, traktus gastrointestinal, ginjal, dan kulit.
Leukemia limfositik akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak. Leukemia tergolong
akut bila ada proliferasi blastosit (sel darah yang masih muda) dari sumsum tulang.
Leukemia akut merupakan keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya
komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan
penyebaran organ-organ lain. Leukemia tergolong kronis bila ditemukan ekspansi dan
akumulasi dari sel tua dan sel muda (Tejawinata, 1996).
Selain akut dan kronik, ada juga leukemia kongenital yaitu leukemia yang
ditemukan pada bayi umur 4 minggu atau bayi yang lebih muda.
B. Etiologi
Penyebab LLA sampai sekarang belum jelas, namun kemungkinan besar karena
virus (virus onkogenik).

Faktor lain yang berperan antara lain:

1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia (benzol, arsen,
preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).
2. Faktor endogen seperti ras
3. Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang dijumpai kasus
leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur).

Faktor predisposisi:

1. Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T cell
leukimia-lymphoma virus/HTLV)
2. Radiasi ionisasi: lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker sebelumnya
39

3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen
anti neoplastik.
4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
5. Faktor herediter misalnya pada kembar satu telur
6. Kelainan kromosom

Jika penyebab leukimia disebabkan oleh virus, virus tersebut akan mudah masuk ke
dalam tubuh manusia jika struktur antigen virus tersebut sesuai dengan struktur antigen
manusia. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh
terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh(antigen jaringan). Oleh
WHO, antigen jaringan ditetapkan dengan istilah HL-A (human leucocyte locus A). Sistem
HL-A individu ini diturunkan menurut hukum genetika sehingga peranan faktor ras dan
keluarga sebagai penyebab leukemia tidak dapat diabaikan.

C. Patofisiologi
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan karena
terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini
sering disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif
membuat sel-sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel
ini mendesak pertumbuhan sel darah normal.
Terdapat dua mis-konsepsi yang harus diluruskan mengenai leukemia, yaitu:
1. Leukemia merupakan overproduksi dari sel darah putih, tetapi sering ditemukan pada
leukemia akut bahwa jumlah leukosit rendah. Hal ini diakibatkan karena produksi yang
dihasilkan adalah sel yang immatur.
2. Sel immatur tersebut tidak menyerang dan menghancurkan sel darah normal atau
jaringan vaskuler. Destruksi seluler diakibatkan proses infiltrasi dan sebagai bagian
dari konsekuensi kompetisi untuk mendapatkan elemen makanan metabolik.

D. Klasifikasi Leukimia
1. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)
LMA mengenai sel stem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel
mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit, dan trombosit. Semua
40

kelompok usia dapat terkena. Insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia.
Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
2. Leukemia Mielogenus Krinis (LMK)
LMK juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namu lebih banyak
sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. LMK jarang
menyerang individu dibawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran LMA
tetapi dengan tanda dan gejala yang lebih ringan. Pasien menunjukkan tanpa gejala
selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa,
limpa membesar.
3. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 – 70 tahun. Manifestasi
klinis pasien tidak menunjukkan gejala. Penyakit baru terdiagnosa saat pemeriksaan
fisik atau penanganan penyakit.
4. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak,
laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Puncak insiden usia 4 tahun, setelah
usia 15 tahun. LLA jarang terjadi. Limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum
tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
E. Tanda dan Gejala
1. Anemia
Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari kegagalan
sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan berkurangnya
konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak
yang menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak
nafas.
2. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi
Disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis akan
menurunkan daya tahan tubuh karena leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan
daya tahan tubuh tidak dapat bekerja secara optimal.
3. Perdarahan
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa
seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut
petekia. Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila
kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.
41

4. Penurunan kesadaran
Disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat menyebabkan
berbagai gangguan seperti kejang sampai koma.
5. Penurunan nafsu makan
6. Kelemahan dan kelelahan fisik
F. Gambaran Klinis
Gejala yang khas berupa pucat (dapat terjadi mendadak), panas, dan perdarahan
disertai splenomegali dan kadang-kadang hepatomegali serta limfadenopati. Perdarahan
dapat didiagnosa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi, dsb.
Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalahartikan
sebagai penyakit rematik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia
pada alat tubuh seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia
serebral.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat adalah adanya pansitopenia,
limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan
terdapat sel blast (menunjukkan gejala patogonomik untuk leukemia).
Pemeriksaan sumsum tulang ditemukan gambaran monoton yaitu hanya terdiri
dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).
Pemeriksaan biopsi limfa memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang
berasal dari jaringan limfa yang terdesak seperti: limfosit normal, RES, granulosit, pulp
cell.
70 – 90% dari kasus leukemia Mielogenus Kronis (LMK) menunjukkan kelainan
kromosom yaitu kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau Ph 1).
50 – 70% dari pasien Leukemia Limfositik Akut (LLA), Leukemia Mielogenus Akut
(LMA) mempunyai kelainan berupa:
- Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid
- Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid
(2n+a)
- Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)
- Terdapat marker kromosom yaitu elemen yang secara morfologis bukan
merupakan kromosom normal, dari bentuk yang sangat besar sampai yang
sangat kecil. Untuk menentukan pengobatannya harus diketahui jenis kelainan
yang ditemukan. Pada leukemia biasanya didapatkan dari hasil darah tepi
42

berupa limfositosis lebih dari 80% atau terdapat sel blast. Juga diperlukan
pemeriksaan dari sumsum tulang dengan menggunakan mikroskop elektron
akan terlihat adanya sel patologis.
H. Penatalaksanaan
o Program terapi
Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata, 1996) yaitu:
1. Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:
- Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk mengatasi anemi.
Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah trombosit kurang dari
10.000/mm³, maka diperlukan transfusi trombosit.
- Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
2. Pengobatan spesifik
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal. Pelaksanaannya
tergantung pada kebijaksanaan masing-masing rumah sakit, tetapi prinsip dasar
pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
- Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk mengatasi kanker
sering disebut sitostatika (kemoterapi). Obat diberikan secara kombinasi
dengan maksud untuk mengurangi sel-sel blastosit sampai 5% baik secara
sistemik maupun intratekal sehingga dapat mengurangi gejala-gajala yang
tampak.
- Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang tersisa tidak
memperbanyak diri lagi.
- Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat
- Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk mempertahankan masa
remisi

3 fase Pelaksanaan Kemoterapi:

1. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi
kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan
berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan di dalam sumsum
tulang ditemukan jumlah sel muda kuurang dari 5%.
2. Fase profilaksis sistem saraf pusat
43

Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan hydrocortison melalui
intratekal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial
dilakukan hanya pada pasien leukemia yang menssgalami gangguan sistem saraf
pusat.
3. Konsolidasi
Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan
mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala,
dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang
terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan
dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
o Pengobatan imunologik
Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh agar pasien
dapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi
terus menerus.
I. Asuhan Keperawata
Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d intake dan output cairan, kehilangan
berlebihan: muntah, perdarahan, diare, penurunan pemasukan cairan: mual,
anoreksia, peningkatan kebutuhan cairan: demam, hipermetabolik.
Tujuan: volume cairan terpenuhi
Kriteria hasil:
- Volume cairan adekuat
- Mukosa lembab
- Tanda vital stabil: TD 90/60 mmHg, nadi 100x/menit, RR 20x/menit
- Nadi teraba
- Pengeluaran urin 30 ml/jam
- Kapileri refill <2 detik
Intervensi:
a. Monitor intake dan output cairan
b. Monitor berat badan
c. Monitor TD dan frekuensi jantung
d. Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi membran mukosa
e. Beri masukan cairan 3-4 L/hari
44

f. Inspeksi kulit/membran mukosa untuk petekie, area ekimosis; perhatikan


perdarahan gusi, darah warna karat atau samar pada feses dan urin, perdarahan
lanjut dari sisi tusukan invasif.
g. Implementasikan tindakan untuk mencegah cidera jaringan/perdarahan
h. Batasi perawatan oral untuk mencuci mulut bila diindikasikan
i. Berikan diet makanan halus
j. Kolaborasi:
- Berikan cairan IV sesuai indikasi
- Awasi pemeriksaan laboratorium: trombosit, Hb/Ht, pembekuan
- Berikan SDM, trombosit, faktor pembekuan
- Pertahankan alat akses vaskuler sentral eksternal (kateter arteri subklavikula,
tunneld, port implan)
- Berikan obat sesuai indikasi: allopurinol, kalium asetat atau asetat, natrium
bikarbonat, pelunak feses.
2. Nyeri b.d agen cidera fisik
Tujuan: nyeri teratasi
Kriteria hasil:
- Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
- Menunjukkan perilaku penanganan nyeri
- Tampak rileks dan mampu istirahat
Intervensi:
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan perubahan pada derajat nyeri (gunakan skala 0-10)
b. Awasi tanda vital, perhatikan petujuk non-verbal misal tegangan otot, gelisah
c. Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stres.
d. Tempatkan klien pada posisi nyaman dan ganjal sendi, ekstremitas dengan bantal.
e. Ubah posisi secara periodik dan bantu latihan rentang gerak lembut.
f. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan, kompres dingin dan dukungan psikologis)
g. Kaji ulang/tingkatkan intervensi kenyamanan klien
h. Evaluasi dan dukung mekanisme koping klien
i. Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri. Contoh: latihan relaksasi/nafas
dalam, sentuhan.
j. Bantu aktivitas terapeutik, teknik relaksasi.
k. Kolaborasi:
45

- Awasi kadar asam urat, berikan obat sesuai indikasi: analgesik (asetaminofen),
narkotik (kodein, meperidin, morfin, hidromorfin), agen ansietas (diazepam,
lorazepam)
3. Risiko tinggi infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh sekunder
(gangguan pematangan SDP, peningkatan jumlah limfosit immatur,
imunosupresi, penekanan sumsum tulang)
Tujuan: klien bebas dari infeksi
Kriteria hasil:
- Keadaan temperatur normal
- Hasil kultur negatif
- Peningkatan penyembuhan
Intervensi:
a. Tempatkan pada ruangan khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi
b. Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung
c. Awasi suhu, perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan
kemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan takikardia, hipotensi,
perubahan mentak samar.
d. Cegah menggigil: tingkatkan cairan, berikan kompres
e. Dorong sering mengubah posisi, napas dalam, dan batuk
f. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan gemericik, ronchi; inspeksi sekresi terhadap
perubahan karakteristik, contoh peningkatan sputum atau sputum kental.
g. Inspeksi kulit untuk nyeri tekan, area eritematosus; luka terbuka. Bersihkan kulit
dengan larutan antibakterial.
h. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan sikat gigi halus.
i. Tingkatkan kebersihan perianal
j. Diet tinggi protein dan cairan
k. Hindari prosedur invasiv (tusukan jarum dan injeksi) bila mungkin
l. Kolaborasi
- Awasi pemeriksaan lab. Misal: hitung darah lengkap, apakah SDP turun atau
tiba-tiba terjadi perubahan pada neutrofil; kultur gram/sensitivitas.
Kaji ulang seri foto dada, berikan obat sesuai indikasi, hindari antipiretik yang
mengandung aspirin, berikan diet rendah bakteri, misal makanan dimasak.
4. Risiko terjadi perdarahan b.d trombositopenia
Tujuan: klien bebas dari gejala perdarahan
46

Kriteria hasil:
- TD 90/60 mmHg
- Nadi 100x/menit
- Ekskresi dan sekresi negatif terhadap darah
- Ht 40-54%(laki-laki), 37-47%(perempuan)
- Hb 14-18 gr%
Intervensi:
a. Pantau hitung trombosit dengan jumlah 50.000/ml, risiko terjadi perdarahan. Pantau
Ht dan Hb terhadap tanda perdarahan.
b. Minta klien untuk mengingatkan perawat bila ada rembesan darah dari gusi
c. Inspeksi kkulit, mulut, hidung, urin, feses, muntahan, dan tempat tusukan IV
terhadap perdarahan.
d. Gunakan jarum ukuran kecil
e. Jika terjadi perdarahan, tinggikan bagian yang sakit dan berikan kompres dingin
dan tekan perlahan
f. Beri bantalan tempat tidur untuk mencegah trauma
g. Anjurkan pada klien untuk menggunakan sikat gigi halus atau pencukur listrik.
5. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
Tujuan: klien mampu menoleransi aktivitas
Kriteria hasil:
- Peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur
- Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
- Menunjukkan penurunan tanda fisiologis tidak toleran misal nadi, pernafasan,
dan TD dalam batas normal
Intervensi:
a. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi
dalam aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan.
b. Implementasikan teknik penghematan energi. Contoh: lebih baik duduk daripada
berdiri.
c. Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Jaga kebersihan mulut. Berikan antiemetik
sesuai indikasi.
d. Kolaborasi: berikan oksigen tambahan.
J. Bibliografi
Behrman, Kliegman, Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. EGC
47

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC


Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Merdeka.

Daftar Pustaka

Betz L. Cecily. Buku Saku Keperawatan Pediatri.

Dina Dr,dr,. Penatalaksanaan Penyakit Alergi.

Speer Kathleen Morgan.Pediatric Care Planning Ashwill

Brunner and Suddarth’s. Text Book Medical Surgical Nursing. Buku I. Philadelphia: JB Lippincott
Company, 2000.

Doengoes Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1999.

Lewis. Medical Surgical Nursing. Volume II Edisi 5. Mosby Philadelphia, 2000.

Nancy M. Holloway. Medical Surgical Nursing Care Plans. Pensylvania: Springhouse


Corporation, 1988).
48

Anda mungkin juga menyukai