Anda di halaman 1dari 35

LP & ASKEP GANGGUAN KELENJAR ADRENAL

LP GANGGUAN ADRENAL
Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang menunjukkan
kelebihan / defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999).
Klasifikasi Disfungsi Kelenjar Adrenal:
a. Hiperfungsi kelenjar adrenal
1. Sindrom Cushing: disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid adrenokortikal, terutama kortisol.
Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh pemberian dosis farmakologis kortikosteroid sintetik
2. Sindrom Adrenogenital: Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau menyeluruh,
satu atau beberapa enzim yang dibutuhkan untuk sintesis steroid
3. Hiperaldosteronisme
a. Hiperaldosteronisme primer (Sindrom Cohn): Kelaianan yang disebabkan karena hipersekresi
b.

aldesteron autoimun
Aldosteronisme sekunder: Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer, ini
disebabkan oleh hiperplasia sel juksta glomerulus di ginjal.
b. Hipofungsi Kelenjar Adrenal
Insufisiensi Adrenogenital :

1. Insufisiensi Adrenokortikal Akut (krisis adrenal): Kelainan yang terjadi karena defisiensi kortisol
2.

absolut atau relatif yang terjadi mendadak sehubungan sakit / stress.


Insufisiensi Adrenokortikal Kronik Primer (penyakit Addison): Kelainan yang disebabkan
karena kegagaln kerja kortikosteroid tetapi relatif lebih penting adalah defisiensi gluko dan

mineralokortikoid.
3. Insufisiensi Adreno Kortikal Sekunder: Kelainan ini merupakan bagian dari sinsrom kegagalan
hipofisis anterior respon terhadap ACTH terhambat atau menahun oleh karena atrofi adrenal.
1. Pengertian
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek metabolik gabungan
dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. (Price, 2005).
Syndrome cushing adalah Ganbaran klinis yang timbul akibat peningkatan glukokortikoid
plasma jangka panjang dalam dosisi farmakologik (latrogen).(Wiliam F. Ganang , Fisiologi
Kedokteran, Hal 364).
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan
dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat

terjadi secara spontan atau karena pemeberian dosis farmakologik senyawa-senyawa


glukokortikoid. (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, Hal. 1088)
2.

Etiologi
Sindrom cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang berlebihan,

kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anal ginjal berupa adenoma
maupun carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom cushing.
Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang mengeluarkan ACTH. Syndrom
cuhsing yang disebabkan tumor hipofisis disebut penyakit cusing. (buku ajar ilmu bedah, R.
Syamsuhidayat, hal 945)
Sindrom cusing dapat diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang dalam
dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada gangguan aksis
hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cusing spontan, hiperfungsi korteks
adrenal terjadi akibat ransangan belebihan oleh ACTH atau sebab patologi adrenal yang
mengakibatkan produksi kortisol abnormal. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1091)
3.

Patofisiologi
Telah dibahas diatas bahwa penyebab sindrom cishing adalah peninggian kadar

glukokortikoid dalam darah yang menetap. Untuk lebih memahami manifestasi klinik sindrom
chusing, kita perlu membahas akibat-akibat metabolik dari kelebihan glikokorikoid.
Korteks adrenal mensintesis dan mensekresi empat jenis hormon:
1. Glukokortikoid : Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah
kortisol.
2. Mineralokortikoid : Mineralokortikoid yang fisiologis yang diproduksi adalah aldosteron.
3. Androgen.
4. Estrogen.
Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti dibawah ini:
a. Metabolisme protein dan karbohidrat.
Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein, menyebabkan
menurunnya kemampuan sel-sel pembentUk protein untuk mensistesis protein, sebagai akibatnya
terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang. Secara
klinis dapat ditemukan:
o Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat.
o Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu
(striae).
o Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah.

o Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong vaskule menyebabkan
mudah tibul luka memar.
o Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan

o
o
o
o

mudah terjadi fraktur patologis.


b. Distribusi jaringan adiposa.
Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh.
Obesitas.
Wajah bulan (moon face)
Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison).
Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawaH yang kurus akibat atropi otot memberikan
penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
c. Elektrolit
Kalau diberikan dalam kadar yang terlalu besar dapat menyebabkan retensi natrium dan
pembuangan kalium. Menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
d. Sistem kekebalan
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibody humoral dan menghabat pusat-pusat
germinal

o
o
o
o

limpa

dan

jaringan

limpoid

pada

respon

primer

terhadap

anti

gen.

Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini:
o Proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag
Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten
Produksi anti bodi
Reaksi peradangan
Menekan reaksi hipersensitifitas lambat.
e. Sekresi lambung
Sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah
oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
f. Fungsi otak
perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh
ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.
g. Eritropoesis
Involusi jaringan limfosit, ransangan pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis.
Namun secara klinis efek farmakologis yang bermanfaat dari glukokortikoid adalah
kemampuannya untuk menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini glukokortikoid: dapat
menghambat hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel, dan permeabilitas kapiler,
menghambat pelapasan kiniin yang bersifat pasoaktif dan menkan fagositosis.
Penekanan peradangan sangat deperlukan, akan tetapi terdapat efek anti inflamasi yang
merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh mungkin tidak mampu melindungi diri

sebagai layaknya sementara menerima dosis farmakologik. (Sylvia A. Price;


Patofisiologi, hal 1090-1091)
4. Klasifikasi
Sindrom Cushing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Penyakit Cushing
Merupakan tipe Sindroma Cushing yang paling sering ditemukan berjumlah kira-kira 70 % dari
kasus yang dilaporkan. Penyakit Cushing lebih sering pada wanita (8:1, wanita : pria) dan umur
saat diagnosis biasanya antara 20-40 tahun.
b. Hipersekresi ACTH Ektopik
Kelainan ini berjumlah sekitar 15 % dari seluruh kasus Sindroma Cushing. Sekresi ACTH
ektopik paling sering terjadi akigat karsinoma small cell di paru-paru; tumor ini menjadi
penyebab pada 50 % kasus sindroma ini tersebut. Sindroma ACTH ektopik lebih sering pada
laki-laki. Rasio wanita: pria adalah 1:3 dan tertinggi pada umur 40-60 tahun.
c. Tumor-tumor Adrenal Primer
Tumor-tumor adrenal primer menyebabkan 17-19 % kasus-kasus Sindroma Cushing. Adenomaadenoma adrenal yang mensekresi glukokortikoid lebih sering terjadi pada wanita, tetapi bila kita
menghitung semua tipe, maka insidens keseluruhan lebih tinggi pada laki-laki. Usia rata-rata
pada saat diagnosis dibuat adalah 38 tahun, 75 % kasus terjadi pada orang dewasa.
d. Sindroma Cushing pada Masa Kanak-kanak
Sindroma Cushing pada masa kanak-kanak dan dewasa jelas lebih berbeda. Karsinoma adrenal
merupakan penyebab yang paling sering dijumpai (51 %), adenoma adrenal terdapat sebanyak 14
%. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada usia 1 dan 8 tahun. Penyakit Cushing lebih sering
terjadi pada populasi dewasa dan berjumlah sekitar 35 % kasus, sebagian besar penderitapenderita tersebut berusia lebih dari 10 tahun pada saat diagnosis dibuat, insidens jenis kelamin
adalah sama.

5.
o
o
o
o
o
o
o
o

Manifestasi Klinis

Amenorea
Nyeri punggung
Kelemahan otot
Nyeri kepala
Luka sukar sembuh
Penipisan kulit
Petechie
Ekimosis

o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o

Striae
Hirsutisme (tumbuh bulu diwajah)
Punuk kerbau pada posterior leher
Psikosis
Depresi
Jerawat
Penurunan konsentrasi
Moonface
Hiperpigmentasi
Edema pada ekstremitas
Hipertensi
o Miopati
o Osteoporosis
o Pembesaran klitoris
o Obesitas
o Hipokalemik
o Perubahan emosi
o Retensi Natrium

6.

Komplikasi

a. Krisis Addisonia
b. Efek yang merugikan pada aktivitas koreksi adrenal
c.

Patah tulang akibat osteoporosis


7.

Pemeriksaan Penunjang

a. Tes supresi dexamethason


o Untuk membantu menegakkan diagnosis penyebab sindrom cushing tersebut, apakah hipofisis
atau adrenal
o Untuk menentukan kadar kortisol
Pada pagi hari lonjakan kortisol akan ditekan : Steroid <5 style=""> Normal
Pada pagi hari sekresi kortisol tidak ditekan : Steroid >10 uL /dl Sindrom Cushing
b. Kadar kortisol bebas dalam urin 24 jam:
Untuk memeriksa kadar 17- hidroksikortikosteroid serta 17- kortikosteroid, yang merupakan
metabolic kortisol dan androgen dalam urin.
Kadar metabolic dan kortisol plasma meningkat Sindrom Cushing
c. Stimulasi CRF (Corticotrophin-Releasing Faktor)
Untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat-tempat ektopik produksi ACTH sebagai
penyebab.

d. Pemeriksaan Radioimmunoassay ACTH Plasma


Untuk mengenali penyebab Sindrom Cushing
e. CT, USG, dan MRI
Dapat dilakukan untuk menentukan lokasi jaringan adrenal dan mendeteksi tumor pada kelenjar
adrenal.
i. Penatalaksanaa
a. Terapi Operatif
o Hipofisektomi Transfenoidalis : Operasi pengangkatan tumor pada kelenjar hipofisis
o Adrenalektomi : terapi pilihan bagi pasien dengan hipertrofi adrenal primer
b. Terapi Medis
Preparat penyekot enzim adrenal (metyrapon, aminoglutethimide, mitotane, ketokonazol)
digunakan untuk mengurangi hiperadrenalisme jika sindrom tersebut disebabkan oleh sekresi
ektopik ACTH oleh tumor yang tidak dapat dihilangkan secara tuntas.

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN GANGGUAN ADRENAL
A.

Pengkajian
Pengumpalan riwayat dan pemeriksaan kesehatan difokuskan pada efek tubuh dari

hormone korteks adrenal yang konsentrasinya tinggi dan pada kemampuan korteks adrenal untuk

berespons terhadap perubahan kadar kortisol dan aldosteron.


a. Data Biografi : nama, usia, jenis kelamin
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Data subjektif
Amenorea
Nyeri punggung
Mudah lelah / kelemahan otot
Sakit kepala
Luka sukar sembuh
2) Data objektif

a. Integumen
Penipisan - Kulit Striae
Petechie - Hirsutisme (pertumbuhan bulu bulu wajah)
Ekimosis - Edema pada ekstremitas
Jerawat - Hiperpigmentasi
Moonface
Punuk kerbau (buffalo hump) pada posterior leher
b. Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 4-5 mid klavikula
Perkusi : Pekak
Auskultasi : S1 S2 Terdengar tunggal
c. Sistem Pernapasan
Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, tidak terlihat retraksi intercouste hidung,

pergerakan dada simetris


Palpasi : Vocal premilis teraba rate, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor
Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi nafas tambahan ronchi

wheezing
d. Muskuloskeletal
Kelemahan otot
Miopati


e.
f.

g.

h.

a.
b.
c.
d.
e.

Osteoporosis
Reproduktif: Pembesaran klitoris
Makanan dan cairan
Obesitas
Hipokalemia
Retensi natrim
Psikiatrik
Perubahan emosi
Psikosis
Depresi
Penurunan konsentrasi
Pembelajaran
Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, prognosis dan pengobatannya.
B. Diagnosis
Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein
Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi
Resiko cidera b.d kelemahan
Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan kulit

C. Intervensi Dan Rasional


a. Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan
Tujuan : Klien menunjukkan keseimbangan volume cairan setelah dilakukan
Intervensi
1. Ukur intake output
2. Hindari intake cairan berlebih
ketika pasien hipernatremia
3. Ukur TTV (TD, N, RR) setiap 2

Rasional
1.

Menunjukkan

status

volume

sirkulasi

terjadinya perpindahan cairan dan respon


terhadap nyeri
2. Memberikan beberapa rasa kontrol dalam

jam
menghadapi upaya pembatasan
4. Timbang BB klien
3. TD meningkat, nadi menurun dan RR
5. Monitor ECG untuk abnormalitas
meningkat menunjukkan kelebihan cairan
(ketidakseimbangan elektrolit)
4. Perubahan pada berat badan menunjukkan
6. Lakukan alih baring setiap 2 jam
7. Kolaborasi hasil lab (elektrolit : Na, gangguan keseimbangan cairan
5. Hipernatremi dan hipokalemi menunjukkan
K, Cl)
indikasi kelebihan cairan
6. Alih baring dapat memperbaiki metabolisme
7. Menunjukkan retensi cairan dan harus
dibatasi

b. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein


Tujuan : Klien menunjukkan aktifitaskembali normal setelah dilakukan tindakan keperawatan
Intervensi
1.

Kaji

kemampuan

Rasional
klien

dalam
1.

Mengetahui tingkat perkembangan klien

melakukan aktifitas
dalam melakukan aktivitas
2. Tingkatkan tirah baring / duduk
2.
Periode istirahat merupakan tehnik
3.
Catat adanya respon terhadap
penghematan energi
aktivitas seperti :takikardi, dispnea,
3. Respon tersebut menunjukkan peningkatan
fatique.
O2, kelelahan dan kelemahan
4. Tingkatkan keterlibatan pasien dalam
4. Menambah tingkat keyakinan pasien dan
beraktivitas sesuai kemampuannya
harga dirinya secar baik sesuai dengan
5. Berikan bantuan aktivitas sesuai
tingkat aktivitas yang ditoleransi
dengan kebutuhan
5. Memenuhi kebutuhan aktivitas klien
6. Berikan aktivitas hiburan yang tepat
6. Meningkatkan relaksasi dan penghematan
seperti

menonton

mendengarkan radi

c.

TV

dan energi, memusatkan kembali perhatian dan


meningkatkan koping

Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi


Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan intervensi
Intervensi

Rasional

1. Kaji tanda-tanda infeksi


1. Adanya tanda-tanda infeksi (tumor, rubor,
2. Ukur TTV setiap 8 jam
dolor, calor, fungsio laesa) merupakan indicator
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
adanya infeksi
melakukan tindakan keperawatan
2. Suhu yang meningkat merupan indicator
4. Batasi pengunjung sesuai indikasi
5.
Tempatkan klien pada ruang adanya infeksi
3. Mencegah timbulnya infeksi silang
isolasi sesuai indikasi
4. Mengurangi pemajanan terhadap patogen
6.
Pemberian antibiotik sesuai

indikasi

infeksi lain
5. Tehnik isolasi mungkin diperlukan untuk
mencegah penyebaran/ melindungi pasien dari
proses infeksi lain
6. Terapi antibiotik untuk mengurangi resiko
terjadinya infeksi nosokomial

d. Resiko cidera b.d kelemahan


Tujuan : Klien tidak mengalami cidera setelah dilakukan intervensi
Intervensi

Rasional

1. Ciptakan lingkungan yang protektif 1.


Lingkungan yang protektif dapat
2. Bantu klien saat ambulansi
mencegah jatuh, fraktur dan cedera
3. Berikan penghalang tempat tidur /
lainnya pada tulang
tempat tidur dengan posisi yang rendah
2. Kondisi yang lemah sangat beresiko
4. Anjurkan kepada klien untuk istirahat
terjatuh
secara adekuat dengan aktivitas yang
3.
Menurunkan kemungkinan adanya
sedang
trauma
5. Anjurkan klien untuk diet tinggi
4. Memudahkan proses penyembuhan
protein, kalsium dan vitamin D
5.
Untuk meminimalkan pengurangan
6.
Kolaborasi pemberian obat-obatan
massa otot
seperti sedative.
6. Dapat meningkatkan istirahat.
e. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan kulit
Tujuan : Klien menunjukkan integritas kulit kembali utuh setelah dilakukan
Intervensi

Rasional

1. Kaji ulang keadaan kulit klien 1. Mengetahui kelaianan / perubahan kulit serta
2. Ubah posisi klien tiap 2 jam
untuk menentukan intervensi selanjutnya
3. Hindari penggunaan plester
2. Meminimalkan / mengurangi tekanan yang
4. Berikan lotion non alergik dan
berlebihan didaerah yang menonjol serta
bantalan pada tonjolan tulang dan
melancarkan sirkulasi
kulit
3.
Penggunaan plester dapat menimbulkan
iritasi dan luka pada kulit yang rapuh
4. Lotion dapat mengurangi lecet dan iritasi
D. Evaluasi
a. Kebutuhan volume cairan kembali adekuat.
b. Klien toleransi terhadap aktivitas.

c. Infeksi tidak terjadi.


d. Cedera tidak terjadi.
e. Integritas kulit klien kembali normal.

DAFTAR PUSTAKA
Ganong, William F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.17th . Jakarta: EGC.
Guyton, AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.9th . Jakarta: EGC.
Hadley, Mac E. 2000. Endocrinology. 5th . New Jersey: Prentice Hall, inc.
Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
Mona, Sosya. 2011. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Gangguan Adrenal.
http://sosyamonaseprianti.blogspot.com/2011/06/laporan-pendahuluandan-asuhan_9837.html. Diakses pada 3 Maret 2013.

ASKEP ADDISON DISEASE

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................................2
BAB I TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN........................................................................................................3
B. PATOFISIOLOGI...................................................................................................3
C. MANIFESTASI KLINIK.......................................................................................4
D. EVALUASI DIAGNOSTIK ..................................................................................5
E. PENATALAKSANAAN.........................................................................................5

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN.........................................................................................................6
B. ANALISA DATA...................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................19

BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN
Bentuk primer dari penyakit ini disebabkan oleh atrofi/destruksi (kerusakan) jaringan
adrenal (misalnya: respon autoimun, TB, infark hemoragik, tumor ganas) atau tindakan
pembedahan.
Bentuk sekunder adalah gangguan pada kelenjer hipofisis yang menyebabkan penurunan
sekresi/kadar ACTH, tetapi biasanya sekresi aldosteron normal.
Insufisiensi dapat terjadi ketika pasien menghentikan penggunaan obat steroid, atau
karena trauma, pembedahan atau gabungan dari beberapa stres fisiologis, penurunan cadangan

glikokortikoid pada seseorang dengan hipofungsi adrenal. Sehingga akhirnya dapat mengarah
pada munculnya krisis adrenal.
B. PATOFISIOLOGI
Penyakit addison, atau insufisiensi adrenokortikal, terjadi bila fungsi korteks adrenal
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks adrenal. Atrofi
otoimun atau idiopatik pada kelenjer adrenal merupakan penyebab pada 75% kasus penyakit
Addison (Stern & Tuck, 1994). Penyebab lainnya mencakup operasi pengankatan kedua kelenjer
adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB) dan hitoplasmosis
merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua
kelenjer adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses otoimun telah menggantikan
tuberkulosis sebagai penyebab penyakit Addison, namun peningkatan insidens tuberkulosis yang
terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi ini kedalam daftar
diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak ade kuat dari kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan
insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi
hormon adrenokortikal yang akan menekan respons normal tubuh terhadap keadaan stres dan
mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap
hari selama 2 hingga 4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal; oleh sebab itu,
kemungkinan penyakit Addison harus diantisipasi pada pasien yang mendapat pengobatan
kortikosteroid.
C. MANIFESTASI KLINIK
Penyakit Addison ditandai oleh kelemahan otot; anoreksia; gejala gastrointestinal;
keluhan mudah lelah; emasiasi (tubuh kurus kering); pigmentasi pada kulit, buku-buku jari, lutut,
siku serta membran mukosa; hipotensi; kadar glukosa darah dan natrium serum yang rendah; dan
kadar kalium serum yang tinggi. Pada kasus yang berat, gangguan metabolisme natrium dan
kalium dapat ditandai oleh pengurangan natrium dan air, serta dehidrasi yang kronis dan berat.
Dengan berlanjutnya penyakit yang disertai hipotensi akut sebagai akibat dari
hipokortikoisme, pasien akan mengalami krisis addisonian yang ditandai oleh sianosis, panas
dan tanda-tanda klasik syok: pucat, perasaan cemas, denyut nadi cepat dan lemah, pernafasan

cepat serta tekanan darah rendah. Disamping itu, pasien apat mengeluh sakit kepala, mual, nyeri
abdomen serta diare, dan memperlihatkan tanda-tanda kebingungan serta kegelisahan. Bahkan
aktivitas jasmani yang sedikit berlebihan,terpajan udara dingin,infeksi yang akut atau penurunan
asupan garam dapat menimbulkan kolaps sirkulasi, syok dan kematian jika tidak segera diatasi.
Stres pembedahan atau dehidrasi yang terjadi akibat persiapan untuk berbagai pemeriksaan
diagnostik atau pembedahan dapat memicu krisis addisonian atau krisis hipertensif.
D. EVALUASI DIAGNOSTIK
Meskipun manifestasi klinik yang disampaikan tampak spesifik, awitan penyakit addison
biasanya terjadi dengan gejala yang tidak spesifik. Diagnosis penyakit Addison dipastikan oleh
hasil-hasil pemeriksaan laboratorium. Mencakup penurunan

kosentrasi glukosa darah dan

natrium (hipoglikemia dan hiponatremia), peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia)


dan peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis).
Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan kadar hormon adrenokortikal yang rendah dalam
darah atau urin. Kadar kortisol serum menurun pada insufisiensi adrenal. Jika korteks adrenal
sudah mengalami kerusakan, nilai-nalai dasar laboratorium tampak rendah, dan penyuntikan
ACTH tidak akan mampu menaikkan kadar kortisol plasma dan kadar 17-hidoksikortikosteroid
urin hingga mencapai nilai normalnya. Jika kelenjar adrenal masih normal namun tidak
terstimulasi dengan baik oleh kelenjar hipofisis, maka respons normal terhadap pemberian
ACTH eksogen yang berulang akan terlihat tetapi respons sesudah pemberian metyrapon yang
menstimulasi ACTH endogen tidak akan tampak.
E. PENATALAKSANAAN
Terapi darurat ditunjukan untuk mengatasi syok, memulikan sirkulasi darah, memberikan
cairan, melakukan terapi penggantian kortikosteroid, memantau tanda-tanda vital dan
menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai ditinggikan.
Hidrokortison (solu-Cortef) disuntikkan secara intravena yang kemudian diikuti dengan
pemberian infus dekstrosa 5% dalam larutan normal saline. Preparat vasopresor amina mungkin
diperlukan jika keadaan hipotensi bertahan.
Antibiotik dapat diberikan jika infeksi memicu krisis adrenal pada penderita
insufisiensikronis adrenal. Disamping itu, pengkajian kondisi pasien harus dilakukan dengan

ketat untuk mengenali faktor-faktor lain, yaitu stresor atau keadaan sakit yang menimbulkan
serangan akut.
Asupan per oral dapat dimulai segerah setelah pasien dapat menerimanya. Secara
perlahan-lahan pemberian infus dikurangi ketika asupan cairan per oral sudah adekuat, untuk
mencegah hipovolemia.
Jika kelenjar adrenal tidak dapat berfungsi kembali, pasien memerlukan terapi
penggantian preparat kortikosteroid dan mineralokortikoid seumur hidup untuk mencegah
timbulnya kembali insufisiensi adrenal serta krisis addisonian pada keadaan stres atau sakit.
Selain itu, pasien mungkin akan memerlukan suplemen makanan dengan penambahan garam,
pada saat terjadi kehilangan cairan dari saluran cerna akibat muntah diare.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama

Umur

Jenis kelamin

Agama

Alamat

Pekerjaan

Pendidikan

Tanggal MRS

Tanggal pengkajian

No.med Rec.

Diagnosa medis

II. Riwayat kesehatan


a. Riwayat kesehatan sekarang :
- Keluhan utama : anoreksia, mual dan muntah
- Keluhan yang menyertai : kelemahan otot, konstipasi.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Klien dengan penyakit Addison kemungkinan pernah

mengalami tuberkolosis, karsinoma

paru atau infeksi menahun kuman gram negatif.


c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit Addison bukan merupakan penyakit herediter.
d. Riwayat Psikososial
Klien dengan Addison biasanya bersifat apatis, letargi, bingung atau psikosa, dan tidak bisa
berkomunikasi dengan lingkungan sekitar.
III. Pola Kebutuhan Dasar Manusia (menurut Virginia Handerson)
1. Pola Pernapasan
Kecepatan pernapasan meningkat, takipnea, suara napas : krakel, ronki.
2. Pola Nutrisi
Anoreksia, mual dan muntah.
3. Pola Eliminasi
Ditemukan adanya konstipasi
4. Pola Aktivitas
Lelah, kelemahan pada otot, dan tidak mampu beraktivitas/bekerja

5. Istirahat dan Tidur


Perasaan yang tidak enak (malaise)
6. Memilih, mengenakkan, dan melepaskan pakaian
Terdapat kelemahan secara umum, sehingga dalam memilih,

mengenakkan dan

melepaskan pakaian tidak dapat dilakukan sendiri


7. Suhu tubuh
Normal 36 370 C
8. Personal hygine
Klien dengan penyakit Addison kadang melakukan personal

Hygine sehubungan dengan

kelemahan otot.
9. Menghindar dari Bahaya
Dalam menghindar dari bahaya klien dibantu oleh keluarga.
10. Beribadah sesuai keyakinan
Didoakan oleh keluarga, sobat dan kerabat yang seiman dengan klien.
11. Komunikasi
Komunikasi lancar.
12. Melaksanakan dan mengerjakan sesuatu sesuai kebutuhan
Klien kurang dapat melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya.
13. Rekreasi
Tidak dapat berekreasi sehubungan dengan kelemahan otot.
14. Belajar memuaskan keingintahuan yang mengarah pada kesembuhan
Klien dan keluarga sering bertanya-tanya tentang proses penyakit.
IV. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: Cukup

Kesadaran

: Somnolen

Suhu

: 36-37 0C

Head to toe
V. Pemeriksaan penunjang
-

Kadar kortisol dan aldosteron serum

Kadar ACTH serum

BUN

Kadar glukosa darah

Pemeriksaan leukosit

Pemeriksaan urine terhadap 17- OHC dan 17 ketosteroid

Pemeriksaan radiologi, anteriografi, sken-CT

Pemeriksaan EKG (dapat dijumpai gelombang QRS yang melebar, interval PR memanjang dan
elevasi gelombang).
VI.

PEMGELOMPOKN DATA

Subjektif
pasien mengatakan kurang

Objektif
porsi makan tidak dihabiskan

nafsu makan

BB menurun

pasien mengatakan lemah

pasien tampak lemah

dan tidak bisa beraktivitas

tidak pernah BAB

pasien mengatakan sulit

sering bertanya tentang penyakit dan

BAB

pengobatannya

pasien mengatakan belum


mengerti tentang penyakit
dan pengobatannya

B. ANALISA DATA

NO
1.

DATA
Pasien

PENYEBAB
Defisiensi mineralkortrikoid
mengatakan

nafsu makan kurang

Hilangnya banyak ion natrium,

MASALAH
Gangguan pemenuhan
kebutuhan

nutrisi

kurang dari kebutuhan

O:

ion korida dan air kedalam urin

porsi makan

tidak

dihabiskan

tubuh

Berkurangnya volume cairan


ekstra sel

Hiponatremia, hiperkalemia

Anoreksia, mual dan muntah

Gangguan pemenuhan
kebutuhan nutrisi kurang dari

2.

kebutuhan tubuh
Defisiensi glukokortikoid

S:
pasien

mengatakan

lemah dan tidak bisa

Sintesis Glokosa menurun dan

beraktivitas

mengurangi mobilisasi protein,

O:

Intoleransi aktivitas

dan lemak dari jarimgan

BB menurun
pasien

sehingga akan membuat banyak


tampak

lemah

fungsi metabolisme lain dari


tubuh

Kelemahan

3.

S:

Intoleransi aktivitas
Intake yang kurang dan

Gangguan

pasien mengatakan

perubahan absorbsi usus

eliminasi BAB

sulit BAB
O:
tidak pernah BAB

Motilitas usus menurun

Gangguan pola eliminasi BAB

pola

4.

S:

Kurangnya informasi tentang

pasien

mengatakan

belum

mengerti

tentang penyakit dan

penyakit

dan

pengobatan penyakit

penyakitnya

bertanya

tentang penyakit dan

Kurangnya pengetahuan tentang


penyakit dan pengobatan

pengobatannya

No
1

tentang

penyakit

Pasien tidak mengerti tentang

O:
sering

pengetahuan

pengobatannya

Kurangnya

penyakit

DIAGNOSA
TUJUAN
INTERVENSI
Gangguan pemenuhan Kebutuhan
nutrisi- auskultasi bising usus dan kaji
kebutuhan nutrisi kurang terpenuhi
dari

kebutuhan

dengan apakah ada nyeri perut mual atau

tubuh kriteria hasil :

muntah.

B/D anoreksia, mual dan


DS: pasien mengatakan nafsu- anjurkan pasien untuk
muntah ditandai dengan : makan meningkat
DS : pasien mengantakan DO: - porsi makan dihabiskan
kurang nafsu makan
DO : - porsi makan tidak

mempertahankan kebersihan
mulut dan gigi

- berat badan meningkat - beri porsi makan sedikit tetapi


sering dengan diit TKTP

RAS
- kekurangan kortiso

gejala gastrointesti

mempengaruhi pen
dari makanan

- kebersihan oral yan

meningkatkan nafs

- makanan dalam po

diberikan akhirnya

dihabiskan

- pantau pemasuan makanan dan

- BB menurun
2

timbang berat badan setiap hari.

Intoleransi aktivitas B/D Aktivitas

terpenuhi - kaji tingkat kelemahan pasien

kelemahan otot ditandai dengan kriteria hasil:


dengan :

DS: pasien mengatakan bisa

DS: pasien mengatakan

beraktivitas

dibutuhkan perhari

dapat mengurangi m

- mengetahui keadaa
- pasien biasanya tel

- pantau tanda-tanda vital sebelum

penurunan tenaga,

dan sesudah melakukan aktivitas

terus memburuk se

- observasi adanya takikardia,

penyakit dan munc

lemah dan tidak bisa DO: pasien tampak kuat

hipotensi dan periferer yang

ketidakseimbangan

beraktivitas

dingin

DO: pasien tampak lemah

- bantu pasien melakukan aktivitas

- kolabsnya sirkulas

akibat dari sters ak


jantung berkurang

- membantu pasien u
3

Gangguan pola eliminasi Pola


BAB

b/d

eliminasi

BAB - kaji pola eliminasi BAB

penurunan normal dengan kriteria - jelaskan penyebab belum dapat

aktivitas
- sebagai upaya untu
intervensi lanjut

respon terhadap defekasi hasil:

BAB dan beri pendidikan

ditandai dengan:

kesehatan untuk mengkonsumsi

dan memotivasi pa

makanan berserat

mengkonsumsi ma

DS: BAB normal 1-2 x/hari

DS: pasien mengatakan sulitDO: dapat BAB dengan


BAB

normal

- berikan makanan yang tinggi

DO: tidak pernah BAB

- penjelasan dapat m

- makanan tinggi ser

serat dan minum air putih 1500-

konsistensi feces d

2000 cc/hari

peristaltik usus seh


untuk proses BAB

Kurang
tentang

pengertahuan Pengetahuan
penyakit

dan bertambah

pasien - kaji tingkat pengetahuan pasien


dengan an keluarga

pengobatan penyakit b/d kriteria hasil:


kurangnya
tentang

informasi
DS: pasien dan keluarga

penyakit

pengobatannya

dan dapat mengerti tentang


yang penyakit dan

ditandai dengan:

pengobatannya serta

DS: pasien mengatakan

dapat bekerjasama

belum mengerti tentang


penyakit dan

dengan baik

DO: pasien memahami

- jelaskan pada pasien dan


keluarga tentang penyakit dan
pengobatannya

pengobatannya
DO: sering bertanya tentang

tentang penyakit dan


proses pengobatannya

penyakit dan
pengobatannya

Fungsi Kelenjar adrenal dan penyakit Kelenjar adrenal


By kliksma | April 14, 2015
0 Comment

Kelenjar adrenal bertanggung jawab untuk banyak proses dalam tubuh. Ketika berfungsi dengan
benar, mereka menghasilkan berbagai hormon yang memicu aktivitas kimia dalam setiap sistem.

Lokasi dari Kelenjar adrenal:


Tubuh manusia normal (Dalam keadaan tertentu, misalnya dalam kasus beberapa jenis tumor),
satu atau lebih kelenjar adrenal dapat diangkat dengan operasi) mencakup dua kelenjar adrenal.
Mereka terletak anterior ke ginjal, dan terbungkus dalam kapsul jaringan ikat yang biasanya
sebagian tertanam di sebuah pulau lemak. Kelenjar adrenal terletak di bawah peritoneum (yaitu,
adalah mereka retroperitoneal).

Struktur dari Kelenjar adrenal:


Aspek yang paling jelas dari struktur kelenjar adrenal adalah partisi mereka menjadi dua
komponen yang berbeda: medula pucat (tengah), dan korteks gelap (disekeliling). Kedua

jaringan ini mengandung banyak pembuluh darah, sehingga mereka dapat digambarkan sebagai
kaya vaskularisasi.
Adrenal Medulla medulla terdiri dari banyak sel kolumnar besar yang disebut sel chromaffin.
Ini mensintesis dan mensekresi katekolamin. Ada juga beberapa sel ganglion juga diamati. Darah
dari seluruh kelenjar adrenal mengumpulkan ke dalam pembuluh darah medula besar untuk
keluar kelenjar.
Korteks adrenal terdiri dari tiga zona konsentris sel yang sintesis steroid: glomerulosa fasikulata,
dan reticularis. Meskipun batas-batas antara zona ini tidak jelas, masing-masing zona ini
memiliki susunan karakteristik sel.

Hormon disekresikan oleh adrenal Kelenjar:

Adrenalin

Efek yang mirip dengan adrenalin:


Penyempitan pembuluh darah kecil menyebabkan
peningkatan tekanan darah.
Noradrenali Peningkatan aliran darah melalui arteri koroner dan
n
memperlambat denyut jantung.
Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan.
Relaksasi otot polos di dinding usus.

Medula
Adrena
l

Kortek
s
Adrena
l

Mempersiapkan tubuh untuk melawan atau lari dan


memiliki banyak efek:
Aksi jantung meningkat.
Tingkat dan kedalaman pernapasan meningkat.
tingkat metabolik meningkat.
Angkatan kontraksi otot membaik.
Onset kelelahan otot tertunda.
Suplai darah ke kandung kemih dan usus berkurang,
dinding otot mereka rileks, kontrak sfingter.

Kortikosteroid Glukokortikoid (misalnya kortisol, kortison,


kortikosteron)
Pemanfaatan karbohidrat, lemak dan protein oleh
tubuh.
respon normal terhadap stres.
efek anti-inflamasi.
Hipersekresi hasil kortisol dalam Cushing Syndrome.
Mineralokortikoid (misalnya aldosteron)
Regulasi garam dan keseimbangan cairan.
Hipersekresi Aldosteron mengurangi kalium dalam
tubuh (yang mempengaruhi transmisi impuls saraf

dan menyebabkan kelumpuhan otot).

Penyakit pada kelenjar adrenal


Jika kelenjar adrenal tidak berfungsi dengan benar penyebabnya bisa diluar kelenjar. Misalnya,
hipotalamus, bagian dari otak, atau kelenjar pituitari bisa gagal untuk menghasilkan hormon
yang mengontrol kelenjar adrenal. Masalah dalam kelenjar adrenal dapat disebabkan oleh
beberapa jenis penyakit atau infeksi di atau sekitar kelenjar. Masalah besar terjadi ketika kelenjar
adrenal memproduksi terlalu banyak atau terlalu sedikit hormon.
Sindrom Cushing:

Sindrom Cushing mengacu pada satu set kompleks gejala dan kelainan fisik yang disebabkan
oleh kelebihan kortisol dalam tubuh. Yang paling umum pada orang dewasa antara usia 20 dan
50, itu terjadi ketika terlalu banyak kortisol diproduksi di kelenjar adrenal. Hal ini juga dapat
disebabkan oleh penggunaan berlebihan atau berkepanjangan steroid.
Produksi alami yang berkepanjangan kortisol dapat dihubungkan dengan berbagai sumber, yang
paling umum yang merupakan tumor kelenjar hipofisis. Tumor merangsang produksi berlebihan
pada kortikotropin, juga disebut hormon adrenokortikotropik (ACTH), semacam saklar, hipofisis
mengontol dengan mengatur pertumbuhan dan aktivitas kelenjar adrenal. Ekses kortikotropin
mengaktifkan kelenjar adrenal berlebih, menyebabkan sekresi kortisol berlebih. Hal ini disebut
sebagai sindrom Cushing. Ini hiper sekresi hipofisis kortikotropin menyumbang 75 sampai 85
persen dari kasus semua Cushing. Sumber-sumber lain termasuk tumor adrenal dan ACTH
ektopik, di mana hormon diproduksi secara berlebihan oleh tumor ganas di tempat lain di tubuh.
Lain 15 sampai 25 persen adalah karena tumor kortikal adrenal.
Penderita Cushing dapat diidentifikasi dengan karakteristik mereka wajah bulan (bulat dan
penuh) dan gundukan kerbau (lemak yang dikumpulkan antara bahu). Kelainan ini ditandai
dengan gejala lainnya, yang paling umum adalah obesitas (90 persen), hipertensi (80 persen),
diabetes (80 persen), kelemahan (80 persen), rambut tubuh yang berlebihan (70 persen) dan
kelainan menstruasi / disfungsi seksual (70 persen).
Diagnosis sindrom Cushing didasarkan pada riwayat medis, pemeriksaan fisik dan tes
laboratorium untuk menentukan kortisol berlebih. Pasien biasanya diminta untuk mengumpulkan
sampel urin 24 jam untuk diputar tingkat tinggi hormon.
Setelah sindrom telah didiagnosis, pencitraan dan tes lainnya dapat diperintahkan untuk
mengidentifikasi penyebab pasti. CT scan atau MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi
pituitari atau tumor adrenal. Kedua teknik pencitraan menghasilkan pandangan penampang
tubuh, tetapi menggunakan teknologi yang berbeda. Dalam kedua kasus, tes ini tidak
menimbulkan rasa sakit, akurat dan cepat.

Kanker kelenjar adrenal:


Juga ditandai dengan kelebihan produksi hormon, kanker kelenjar adrenal sangat jarang melanda
hanya satu atau dua per satu juta orang. Ketika mereka terjadi, tumor ini bisa mengeluarkan
jumlah kelebihan kortisol atau produk adrenal lainnya. Sebagai contoh, hormon virilizing (efek
maskulin pada pria) sering diproduksi. Gejala mungkin mengalami berhubungan dengan hormon
tersebut. Misalnya, keganasan pada korteks karsinoma adrenocortical menghasilkan gejala yang
mirip dengan sindrom Cushing: tekanan darah tinggi, berat badan, kelebihan rambut tubuh,
osteoporosis dan diabetes.
Diagnosis kanker adrenal biasanya dimulai dengan pemeriksaan darah untuk mengevaluasi
tingkat hormon tertentu, termasuk kortisol, dehydroepiandrosterone (DHEA) dan testosteron. Hal
ini juga dapat mencakup MRI dan CT scan untuk mengetahui sejauh mana penyakit.
Pheochromocytoma:

Biasanya jinak, pheochromocytoma mengacu pada tumor langka medula yang mengeluarkan
jumlah yang berlebihan dari hormon epinefrin dan norepinefrin, sehingga tekanan darah tinggi.
Diperkirakan 800 kasus didiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat, sehingga sangat langka.
Gejala yang paling umum adalah sakit kepala, jantung berdebar-debar dan keringat yang
berlebihan. Gejala yang kurang umum dijumpai meliputi gugup dan gelisah, tremor, pucat, mual,
kelemahan, dada atau nyeri perut, kelelahan dan penurunan berat badan.
Tumor pheochromocytoma terjadi dalam waktu kurang dari 1 persen pasien hipertensi dan 90
persen dari mereka adalah jinak. Para ahli merekomendasikan bahwa semua penderita hipertensi
harus disaring dengan tes darah atau urine untuk kelebihan produksi katekolamin atau
metabolitnya sejak tumor pheochromocytoma mengeluarkan hormon neurotransmitter ini
berlebihan. Bahkan, memeriksa tingkat adrenalin atau kortisol biasanya dilakukan untuk
keganasan adrenal baik medula dan korteks. Dalam kedua kasus, CT scan atau MRI lebih lanjut
akan membantu dokter menentukan lokasi dan luasnya penyakit.
Pheochromocytoma dapat mengancam kehidupan jika tidak diobati dan dapat menyebabkan
stroke atau kerusakan pada ginjal, otak atau jantung. Obat yang tersedia untuk mengendalikan
gejala sebelum pengangkatan tumor.
Hiperaldosteronisme:

Kelainan, hiperaldosteronisme, didefinisikan oleh kelebihan tubuh aldosteron, hormon yang


mengontrol kadar sodium dan kalium dalam darah. Kelebihan produksi aldosteron menyebabkan
hipertensi. Sangat langka, kebanyakan kasus terjadi pada wanita, usia 30 sampai 50. Hasil
kondisi dari tumor jinak dari kelenjar adrenal dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan

pria. Hal ini menyebabkan hilangnya kalium dan peningkatan penyerapan natrium ulang oleh
ginjal.
Ada dua jenis hiperaldosteronisme. Hal ini dapat terjadi dari pertumbuhan abnormal (hiperplasia)
di kedua kelenjar adrenal atau dari tumor jinak dari salah satu kelenjar adrenal.
Gejala utama dari hiperaldosteronisme adalah hipertensi sedang. Selain itu, pasien mungkin
mengalami tekanan darah berkurang ketika seseorang berdiri setelah berbaring. Sembelit,
kelemahan otot (terutama di kaki), buang air kecil yang berlebihan, haus yang berlebihan, sakit
kepala dan perubahan kepribadian juga gejala yang mungkin. Beberapa pasien akan
menunjukkan gejala yang jelas.
Ketika hiperaldosteronisme dicurigai, tes darah dan urine dapat dilakukan untuk memeriksa
tingkat tinggi aldosteron dan tingkat rendah kalium dan aktivitas renin. CT scan juga
diperintahkan untuk mendeteksi sisi adenoma atau hiperplasia bilateral.

Feokromositoma
Merupakan tumor yang biasanya bersifat jinak dan berasal dari sel-sel
kromafin medula adrenal. Pada 80% hingga 90% pasien, tumor tersebut timbul
dalam medula adrenal sedangkan pada pasien lain terjadi dalam jaringan kromafin
ekstra-adrenal yang berada di dalam atau dekat aorta, ovarium, limpa atau organ
lainnya. Feokromositoma dapat terjadi pada usia antara 25 dan 50 tahun. Penyakit
ini menyerang laki-laki dan wanita dengan insidens yang sama. Karena insidens
feokromositoma yang tinggi di antara anggota keluarga, maka keluarga harus
waspada dan menjalani skrining untuk mendeteksi tumor ini. Sepuluh persen
feokromositoma terjadi secara balateral, dan 10% ganas.
Feokromositoma merupakan penyebab tekanan darah tinggi pada 0,1% hingga
0,5% penderita hipertensi. Meskipun jarang terjadi, feokromositoma merupakan
salah satu bentuk hipertensi yang biasanya disembuhkan melalui pembedahan;
tnpa deteksi dan terapi dini, penyakit ini biasanya berakibat fatal.

Manifestasi Klinik
Sifat dan intesitas gejala pada tumor fungsional medula adrenal tergantung
pada proporsi relatif sekresi epinefrin dan norefinefrin. Trias gejalanya yang khas
mencakup sakit kepala, diaforesis dan palpitasi. Hipertensi dan gangguan
kardivaskuler lainnya sering terjadi. Gejala lainnya dapat mencakup tremor, sakit
kepala, kemerahan, dan ansietas. Hiperglikemia dapat terjadi akibat konversi
glikogen menjadi glukosa dalam hati dan otot yang disebabkan oleh sekresi

epinefrin; insulin diperlukan untuk mempertahankan kadar glukosa darah yang


normal.
Gambaran klinik bentuk paroksismal feokromositoma biasanya ditandai oleh
serangan akut dan tidak terduga sebelumnya yang berlangsung selama beberapa
detik atau beberapa jam. Selama serangan ini, pasien tampak sangat gemetar,
cemas, dan lemah. Pasien dapat mengalami sakit kepala, vertigo, penglihatan yang
kabur, tinitus, terengah-engah dan sesak napas atau dispnu. Gejala lainnya
mencakup poliuri, mual, muntah, diare, nyeri abdomen dan perasaan menjelang
ajal.

Evaluasi Diagnostik
Kemungkinan feokromositoma harus dicurigai jika terdapat tanda-tanda
aktivitas sistem saraf simpati yang berlebihan, disertai kenaikan tekanan darah
yang mencolok. Meskipun demikian, pengukuran kadar katekolamin dalam urin dan
plasma merupakan pemeriksaan yang lebih bersifat langsung dan menyeluruh
dalam memastikan aktivitas medula adrenal yang berlebihan.
Total katekolamin plasma diukur kadarnya pada saat pasien berbaring
telentang serta beristirahat selama 30 menit.Untuk mencegah kenaikan kadar
katekolamin akibat stress yang terjadi pada saat penusukan jarum ke dalam
pembuluh vena, maka wing needle, jarum vena kepala atau kateter vena dipasang
30 menit sebelum pengambilan spesimen darah.
Pengukuran metabolit katekolamin urin dan asam vanilimandelat atau
katekolamin bebas merupakan test standart yang digunakan dalam penegakan
diagnosis feokromositoma. Spesimen urin 24 jam dapat dikumpulkan untuk
menentukan katekolamin bebas, MN, VMA; penggunaan kombinasi test tersebut
akan meningkatkan akurasi diagnostik.
Test provokatif dan sebagian besar tes ini jarang digunakan dalam evaluasi
diagnostik karena timbulnya hasil test false-positif serta false-negatife dan karena
adanya risiko hipertensi serta hipotensi yang bisa terjadi.
Tes supresi klonidin dapat dilakuakan jika hasil pemeriksaan urin dan plasma
tidak dapat menegakkan diagnosis. Klonidin merupakan obat antiadrenergik yang
kerjanya sentral dengan menekan pelepasan katekolamin yang diperantarai secara
neurologis. Tes supresi tersebut didasarkan pada prinsip bahwa kadar katekolamin
secara normal akan meningkat melalui aktivitas sistem saraf simpatik; pada
feokromositoma, peningkatan katekolamin terjadi akibat difusi katekolamin yang
berlebihan ke dalam sirkulasi darah dengan memintas penyimpanan yang normal
dan mekanisme pelepasan. Karena itu, klonidin pada katekolamin pada
feokromositoma tidak akan menekan pelepasan katekolamin.

Hasil tes tersbut dianggap normal jika 2 hingga 3 jam setelah pemberian dosis
tunggal klonidin per oral, terjadi penurunan kadar total katekolamin plasma
sedikitnya sebesar 40% dari hasil pemeriksaan dasar dan nilai absolutnya turun
hingga di bawah 500 pq/ml.
Pemeriksaan pencitraan, seperti pemindai CT scan, MRI dan USG juga dapat
dilakukan untuk menentukan lokasi feokromositoma serta jumlah tumor yang ada.
MIBG skintigraf menggunakan senyawa 131I- metaiodobenzilguanidin (MIBG) untuk
menentukan lokasi feokromositoma dan mendeteksi lokasi metastatik di luar
kelenjar adrenal.

Penatalaksanaan
Farmakoterapi
Pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan intensif agar dapat dilakukan
pemantauan yang ketat terhadap perubahan EKG dan pemberian preparat penyekat
alfa-adrenergik seperti pentolamin atau preparat relaksan otot polos yang dilakukan
secara hati-hati guna menurunkan tekanan darah dengan cepat.

Pembedahan
Tindakan pembedahan untuk mengangkat tumor yang biasanya dilakukan dengan
adrenalektomi. Persiapan pendahuluan prabedah berupa pengendalikan tekanan
dan volume darah yang efektif. Persiapan dilakukan selama 10 hari sampai 2
minggu. Pasien harus telah mendapatkan terapi hidrasi yang baik pada saat
sebelum, selama dan sesudah pembedahan untuk mencegah hipotensi.
Manipulasi tumor pada saat melakukan eksisi dapat menyebabkan pelepasan
epinefrin dan norepinefrin yang tersimpan dalam jaringan tumor tersebut sehingga
terjadi peningkatan yang mencolok pada tekanan darah dan perubahan frekuensi
jantung. Eksplorasi bagian yang mungkin merupakan lokasi tumor biasanya
dikerjakan untuk memastikan pengangkatan keseluruhan tumor. Sebagian
konskuensinya, pasien dapat mengalami stress dan efek samping dari tindakan
bedah yang lama, yang meningkatkan resiko hipertensi pascaopertatif.

Terapi Penggantian Kortikostreoid


Diperlukan jika harus dilakukan adrenalektomi bilateral. Kortikostreoid juga harus
diberikan selama beberapa hari atau minggu pertama setelah pengangkatan satu
kelenjar adrenal. Penyuntikan intravena kortikostreoid sodium suksinat dapat

dimulai pada malam hari sebelum pembedahan dilakukan dan kemudian dilanjutkan
selama awal periode praoperatif untuk mencegah insufisiensi adrenal.

Perawatan Pascaoperatif
Kondisi pasien harus dipantau selama beberapa hari dalam ruang perawatan
intensif
dengan
memberikan
perhatian
khusus
kepada
perubahan
elektrokardiografik, tekanan arterial, keseimbangan cairan dan elektrolit, dan kadar
glukosa darah. Beberapa jalur infus harus dipasang untuk pemberian cairan dan
obat. Hipotensi dan hipoglikemia dapat terjadi dalam periode pascaoperatif karena
secara mendadak produksi katekolamin dengan jumlah yang berlebihan tersebut
terhenti. Oleh sebab itu, perhatian yang cermat harus ditujukan kepada pemantan
tindakan untuk mengatasi semua perubahan ini.
Hipertensi diperkirakan akan menghilang setelah dilakukan tindakan bedah; namun,
kurang-lebih 40% pasien dapat tetap mengalami hipetensi sesudah pembedahan.
Keadaan ini dapat saja terjadi jika tidak semua jaringan feokromositoma diangkat,
kambuh kembali atau jika sudah terjadi kerusakan pembuluh darah sebagai akibat
hipertensi yang berat dan lama.
Beberapa hari setelah pembedahan dilakukan pengukuran kadar katekolamin dan
metabolitnya dalam plasma serta urin untuk menentukan apakah pembedahan
berhasil dengan baik. Kalau kadarnya sudah kembali normal, pasien dapat
dipulangkan dari rumah sakit. Sesudah itu diperlukan pemeriksaan chek up secara
berkala, khususnya pada pasien yang berusia muda atau keluarganya memiliki
riwayat feokromositoma.

B. KELAINAN PADA KORTEKS ADRENAL


1. Penyakit Addison
Patofisiologi
Terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien
akan hormon-hormon korteks adrenal. Atrofi otoimun atau idiopatik pada kelenjar
adrenal merupakan penyebab pada 75% kasus penyakit addison. Penyebab lainnya
mencakup operasi pengangkatan kedua kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua
kelenjar tersebut. TB dan histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering
ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun
kerusakan adrenal akibat proses otoimun telah menggantikan TB sebagai penyebab
penyakit addison, namun peningkatan insidens TB yang terjadi akhir-akhir ini harus

mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi nin ke dalam daftar diagnosis.


Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisi juga akan menimbulkan
insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat gangguan penghentian
mendadak terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan respons normal tubuh
terhadap keadaan stress dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi
dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2 hingga 4 minggu dapat
menekan fungsi korteks adrenal; oleh sebab itu, kemungkinan penyakit addison
harus diantisipasi pada pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid.

Manifestasi Klinis
Penyakit addison ditandai oleh kelemahan otot; anoreksia; gejala gastrointestinal;
keluhan mudah lelah; emasiasi; pigmentasi pada kulit, buku-buku jari, lutut, siku
serta membran mukosa; hipotensi; kadar glukosa darah dan natrium serum yang
rendah; dan kadar kalium serum yang tunggi. Pada kasus yang beat, gangguan
metabolisme natrium dan kalium dapat ditandai oleh pengurangan natrium dan air,
serta dehidrasi yang kronis dan berat.
Dengan berlanjutnya penyakit yang dsertai hipotensi akut sebagaiu akibat dari
hipokortikoisme, pasien akan mengalami krisis addisonian yang ditandai oleh
sianosis, panas dan tanda-tanda klasik syok: pucat, perasaan cemas, denyut nadi
cepat dan lemah, pernafasan cepat serta tekanan darah rendah. Pasien juga
mengeluh sakit kepala, mual, nyeri abdomen seta diare, dan memperlihatkan
tanda-tanda kebingungan seta kegelisahan. Bahkan aktivitas jasmani yang
berlebihan, terpajan udara dingin, onfeksi ayng akut atau penurunan asupan garam
dapat menimbulkan kolaps sirkulasi, syok dan kematian jika tidak teratasi. Stres
pembedahan atau dehidrasi yang terjadi akibat persiapan untuk berbagai
pemeriksaan diagnostik atau pembedahan dapat memicu krisis addisonian atau
krisi hipertensif.

Evaluasi Diagnostik
Diagnosis penyakit addison dipastikan oleh hail-hasil pemeriksaan laboratorium.
Hasil-hasil pemeriksaan laboratorium mencakup penurunan konsentrasi glukosa
darah dan natrium, peningkatan konsentrasi kalium serum dan peningkatan jumlah
sel darah putih.
Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan kadar hormon adrenokortikal yang rendah
dalam darah atau urin. Kadar kortisol serum menurun pada insufisiensi adrenal. Jika
korteks adrenal sudah mengalami kerusakan, nilai-nilai dasar laboratorium tampak
rendah, dan penyuntikan ACTH tidak akan mampu menaikkan kadar kortisol plasma

dan kadar 17-hidroksikortikosteroid urin sehingga mencapai nilai normalnya. Jika


kelenjar adrenal masih normal namun tidak terstimulasi dengan baik oleh kelenjar
hipofisis, maka respons normal terhadap pemberian ACTH eksogen yang berulang
akan terlihat tetapi respons sesudah pemberian metyrapon yang menstimulasi
ACTH endogen tidak akan tampak.

Penatalaksanaan
Terapi darurat ditujukan untuk mengatasi syok, memulihkan sirkulasi darah,
memberikan cairan, melakukan terapi penggantian kortikosteroid, memantau tandatanda vital dan menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua
tungkai ditinggikan. Hidrokortison disuntikkan secara intravena yang kemudian
diikuti dengan pemberian infus dekstrosa 5% dalam larutan normal saline.
Antibiotik dapat diberikan jika infeksi memicu krisis adrenal pada penderita
insufisiensi kronis adrenal. Di samping itu, pengkajian kondisi pasien harus
dilakukan dengan ketat untuk mengenali faktor-faktor lain, yaitu stresor atau
keadaan sakit yang menimbulkan serangan akut.
Asupan per oral dapat dimulai segera setelah pasien dapat menerimanya. Secara
perlahan-lahan pemberian infus dikurangi ketika asupan cairan per oral sudah
adekuat, untuk mencegah hipovolemia.
Jika kelenjar adrenal tidak dapat berfungsi kembali, pasien memerlukan terapi
penggantian preparat kortikosteroid dan mineralokortikosteroid seumur hidup untuk
mencegah timbulnya kembali insufisiensi adreanl serta krisis addisonian pada
keadaan stress atau sakit. Selain itu pasien mungkin akan memerlukan suplemen
makanan dengan menambahkan garam, pada saat terjadi kehilangan cairan dari
saluran cerna akibat muntah dan diare.

2. Sindrom Cushing
Terjadi akibat aktivitas korteks adrenal yang berlebihan. Sindrom tersebut dapat
terjadi akibatpemberian kortikosteroid atau ACTH yang berlebih atau akibat
hiperplasia korteks adrenal.
Patofisiologi
Dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme, yang mencakup tumor kelenjar
hipofise yang menghasilkan ACTH dan menstimulasi korteks adrenal untuk
meningkatkan sekresi hormonnya meskipun hormon tersebut telah diproduksi
dengan jumlah yang adekuat. Hiperplasia primer kelenjar adrenal dalam keadaan

tanpa adanya tumor hipofisis jarang terjadi. Penberian kortikosteroid atau ACTH
dapat pula menimbulkan sindrom cushing. Penyebab lain sindrom cushing yang
jarang dijumpai adalah produksi ektopik ACTH oleh malignitas; karsinoma
bronkogenik merupakan tipe malignitas yang paling sering ditemukan. Tanpa
tergantung dari penyebabnya, mekanisme umpan balik normal untuk
mengendalikan fungsi korteks adrenal menjadi tidak efektif dan pola sekresi diurnal
kortisol yang normal akan menghilang. Tanda dan gejala sindrom cushing terutama
terjadi sebagai akibat dari sekresi glukokortikosteroid dan androgen yang
berlebihan meskipun sekresi mineralokortikosteroid juga dapat terpengaruh.

Manifestasi Klinis
Apabila terjadi produksi hormon korteks adrenal yang berlebihan, maka
penghentian pertum buhan, obesitas, dan perubahan muskoluskletal akan timbul
bersama intoleransi glukosa.
Gambaran klasik sindrom cushing pada orang dewasa berupa obesitas tipe sentral
dengan punuk kerbau pada bagian posterior leher serta daerah-daerah
supraklavikuler, badan yang besar dan ekstremitas yang relatif kurus. Kulit menjadi
tipis, rapuh dan mudah luka; ekimosis serta strie akan terjadi. Pasien mengeluh
lemah dan mudah lelah. Gangguan tidur sering terjadi akibat perubahan sekresi
diurnal kortisol. Katabolisme protein yang berlebihan akan terjadi sehingga
menimbulkan pelisutan otot dan osteoporosis. Gejala kifosis, nyeri punggung dan
fraktur kompresi vertebra dapat muncul. Retensi natrium dan air terjadi akibat
peningkatan aktivitas mineralokortikosteroid yang menyebabkan hipertensi dan
gagal jantung kongestif.
Pasien akan menunjukkan gambaran wajah seperti bulan moon face dan kulit
tampak lebih berminyak serta tumbuh jerawat. Kerentanan terhadap infeksi
semakin meningkat. Hiperglikemia atau diabetes yang nyata dapat terjadi. Pasien
dapat pula melaporkan kenaikan berat badan, kesembuhan luka-luka ringan yang
lambat dan gejala memar.
Pada pasien wanita dengan berbagai usia, virilisasi dapat terjadi sebagai akibat dari
produksi androgen yang berlebihan. Virilisasi ditandai oleh timbulnya ciri-ciri
maskulin dan hilangnya ciri-ciri feminim. Pada keadaan ini terjadi pertumbuhan
bulu-bulu wajah yang berlebihan, atrofi payudara, haid yang berhenti, klitoris
menghilang pada pasien laki-laki dan perempuan.
Perubahan terjadi pada aktivitas mental dan emosional; kadang-kadang dijumpai
psikosis. Biasanya terjadi distress serta depresi dan akan meningkat bersamaan
dengan semakin parahya perubahan fisik yang menyertai sindrom ini. Jika sindrom
cushing tersebut merupakan akibat dari tumor hipofise, gangguan penglihatan
dapat terjadi akibat penekanan kiasma optikum oleh tumor yang tumbuh.

Evaluasi Diagnostik
Indikator sindrom cushing mencakup peningkatan kadar natrium serta glukosa
darah, penurunan kadar kalium serum, penurunan jumlah sel-sel eosinofil dan
menghilangnya jaringan limfoid. Pengukuran kadar kortisol plasma dan urin harus
dilakukan. Beberapa sample darah mungkin harus diambil untuk menentukan
adanya variasi diurnal yang normal pada kadar kortisol plasma. Variasi ini biasanya
tidak terdapat pada ganngguan fungsi adrernal. Jika diperlukan pengambilan
sample darah sampai beberapa kali, maka penting untuk mengambilnya dalam
waktu-waktu tertentu dan waktu pengambilan dicatat dalam formulir permintaan
laboratorium.
Tes supresi deksametason mungkin diperlukan untuk membantu menegakkan
diagnosis penyebab sindrom cushing tersebut, apakah dari hipofisis atau adrenal.
Pemberian deksametason, suatu glukokortikoid sintetik yang kuat, dilakukan
dengan dosis yang bervariasi (dosis tinggi atau rendah), dan kemudian kadar 17hidroksikortikosteroid dalam plasma serta urin diukur. Tes supresi deksametason
malam hari dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan digunakan sebagai
pemeriksaan skrining. Deksametason diberikan pukul 23.00, dan kadar kortisol
plasma diukur pada pukul 08.00 berikutnya.
Pemeriksaan diagnostik lainnya mencakup pengukuran kadar kortisol bebas dalam
urin 24 jam dan pengumpilan urin 24 jam untuk memeriksa kadar 17hidroksikortikosteroid serta 17-ketosteroid yang merupakan metabolit kortisol dan
androgen dalam urin. Pada cushing, kadar metabolit ini dan kadar kortisol plasma
akan meningkat.
Stimulasi CRF dapat digunakan untuk membedakan tumor hipofise dengan tempattempat ektopik produksi ACTH sebagai penyebab sindrom cushing. Pemeriksaan
radioimmunoassay ACTH plasma berguna untuk mengenali penyebab sindrom
cushing. Beberapa pemeriksaan ini kemungkinan besar dilakukan untuk skrining
sindrom cushing pada pasien yang simptomatik dan memastikan hasil-hasil tes
lainnya.
Pemindai CT, USG atau MRI dapat dilakukan untuk menentukan lokasi jaringan
adrenal dan mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal.

Penatalaksaan
Karena lebih banyak sindrom cushing yang disebabkan oleh tumor hipofise
dibanding tumor korteks adrenal, maka penanganannya sering ditujukan kepada
kelenjar
hipofisis.
Operasi
pengangkatan
tumor
melalui
hipofisektomi
transfenoidalis merupakan terapi pilihan yang utama dan angka keberhasilannya

sangan tinggi jika operasi ini dilakukan oleh tim bedah yang ahli. Radiasi kelenjar
hipofisis sudah memberiakn hasil yang memuaskan meskipun diperlukan waktu
beberapa bulan untuk mengendalikan gejala. Adrenalektomi merupakan terapi
pilihan bagi pasien hipertrofi adrenal primer.
Setelah pembedahan, gejala insufisiensi adrenal dapat mulai terjadi 12 hingga 48
jam kemudian sebagai akibat dan penurunan kadar hormon adrenal dalam darah
yang sebelumnya tinggi. Terapi penggantian temporer dengan hidrokortison
mungkin diperlukan selama beberapa bulan sampai kelenjar adrenal mulai
memperlihatkan respons yang normal terhadap kebutuhan tubuh. Jika kedua
kelenjar adrenal diangkat (adrenalektomi bilateral), terapi penggantian dengan
hormon-hormon korteks adrenal harus dilakukan seumur hidup.
Preparat penyekat enzim adrenal (yaitu, metyrapon, aminoglutethimide,
mitotatene, ketokonazol) dapat digunakan untuk mengurangi hiperadremalisme jika
sindrom tersebut disebabkan oleh sekresi ektopik ACTH oleh tumor yang tidak
dapat dihilangkan secara tuntas. Pemantauan yang ketat diperlukan karena dapat
terjadi gejala insufisiensi adrenal dan efek samping akibat akibat obat-obat
tersebut.
Jika sindrom cushing merupakan akibat dari penberian kortikosteroid eksternal
(eksogen), pemberian obat tersebut harus diupayakan untuk dikurangi atau
dihentikan secara bertahap hingga tercapai dosis minimal yang adekuat untuk
mengobati proses penyakit yang ada dibalikya (misalnya, penyakit otoimun serta
alergi dan penolakan terhadap organ yang ditransplantasikan). Biasanya terapi
yang dilakukan setiap 2 hari sekali akan menurunkan gejala sindrom cushing dan
memungkinkan pemulihan daya responsif kelenjar adrenal terhadap ACTH.
Diposkan oleh echa_aRiyhanthi di 07.46
http://denurses1de.blogspot.com/2011/09/gangguan-kelenjar-adrenal.html

Anda mungkin juga menyukai