LP GANGGUAN ADRENAL
Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang menunjukkan
kelebihan / defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999).
Klasifikasi Disfungsi Kelenjar Adrenal:
a. Hiperfungsi kelenjar adrenal
1. Sindrom Cushing: disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid adrenokortikal, terutama kortisol.
Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh pemberian dosis farmakologis kortikosteroid sintetik
2. Sindrom Adrenogenital: Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau menyeluruh,
satu atau beberapa enzim yang dibutuhkan untuk sintesis steroid
3. Hiperaldosteronisme
a. Hiperaldosteronisme primer (Sindrom Cohn): Kelaianan yang disebabkan karena hipersekresi
b.
aldesteron autoimun
Aldosteronisme sekunder: Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer, ini
disebabkan oleh hiperplasia sel juksta glomerulus di ginjal.
b. Hipofungsi Kelenjar Adrenal
Insufisiensi Adrenogenital :
1. Insufisiensi Adrenokortikal Akut (krisis adrenal): Kelainan yang terjadi karena defisiensi kortisol
2.
mineralokortikoid.
3. Insufisiensi Adreno Kortikal Sekunder: Kelainan ini merupakan bagian dari sinsrom kegagalan
hipofisis anterior respon terhadap ACTH terhambat atau menahun oleh karena atrofi adrenal.
1. Pengertian
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek metabolik gabungan
dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. (Price, 2005).
Syndrome cushing adalah Ganbaran klinis yang timbul akibat peningkatan glukokortikoid
plasma jangka panjang dalam dosisi farmakologik (latrogen).(Wiliam F. Ganang , Fisiologi
Kedokteran, Hal 364).
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan
dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat
Etiologi
Sindrom cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang berlebihan,
kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anal ginjal berupa adenoma
maupun carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom cushing.
Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang mengeluarkan ACTH. Syndrom
cuhsing yang disebabkan tumor hipofisis disebut penyakit cusing. (buku ajar ilmu bedah, R.
Syamsuhidayat, hal 945)
Sindrom cusing dapat diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang dalam
dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada gangguan aksis
hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cusing spontan, hiperfungsi korteks
adrenal terjadi akibat ransangan belebihan oleh ACTH atau sebab patologi adrenal yang
mengakibatkan produksi kortisol abnormal. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1091)
3.
Patofisiologi
Telah dibahas diatas bahwa penyebab sindrom cishing adalah peninggian kadar
glukokortikoid dalam darah yang menetap. Untuk lebih memahami manifestasi klinik sindrom
chusing, kita perlu membahas akibat-akibat metabolik dari kelebihan glikokorikoid.
Korteks adrenal mensintesis dan mensekresi empat jenis hormon:
1. Glukokortikoid : Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah
kortisol.
2. Mineralokortikoid : Mineralokortikoid yang fisiologis yang diproduksi adalah aldosteron.
3. Androgen.
4. Estrogen.
Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti dibawah ini:
a. Metabolisme protein dan karbohidrat.
Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein, menyebabkan
menurunnya kemampuan sel-sel pembentUk protein untuk mensistesis protein, sebagai akibatnya
terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang. Secara
klinis dapat ditemukan:
o Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat.
o Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu
(striae).
o Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah.
o Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong vaskule menyebabkan
mudah tibul luka memar.
o Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan
o
o
o
o
o
o
o
o
limpa
dan
jaringan
limpoid
pada
respon
primer
terhadap
anti
gen.
Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini:
o Proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag
Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten
Produksi anti bodi
Reaksi peradangan
Menekan reaksi hipersensitifitas lambat.
e. Sekresi lambung
Sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah
oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
f. Fungsi otak
perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh
ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.
g. Eritropoesis
Involusi jaringan limfosit, ransangan pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis.
Namun secara klinis efek farmakologis yang bermanfaat dari glukokortikoid adalah
kemampuannya untuk menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini glukokortikoid: dapat
menghambat hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel, dan permeabilitas kapiler,
menghambat pelapasan kiniin yang bersifat pasoaktif dan menkan fagositosis.
Penekanan peradangan sangat deperlukan, akan tetapi terdapat efek anti inflamasi yang
merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh mungkin tidak mampu melindungi diri
5.
o
o
o
o
o
o
o
o
Manifestasi Klinis
Amenorea
Nyeri punggung
Kelemahan otot
Nyeri kepala
Luka sukar sembuh
Penipisan kulit
Petechie
Ekimosis
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
Striae
Hirsutisme (tumbuh bulu diwajah)
Punuk kerbau pada posterior leher
Psikosis
Depresi
Jerawat
Penurunan konsentrasi
Moonface
Hiperpigmentasi
Edema pada ekstremitas
Hipertensi
o Miopati
o Osteoporosis
o Pembesaran klitoris
o Obesitas
o Hipokalemik
o Perubahan emosi
o Retensi Natrium
6.
Komplikasi
a. Krisis Addisonia
b. Efek yang merugikan pada aktivitas koreksi adrenal
c.
Pemeriksaan Penunjang
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN GANGGUAN ADRENAL
A.
Pengkajian
Pengumpalan riwayat dan pemeriksaan kesehatan difokuskan pada efek tubuh dari
hormone korteks adrenal yang konsentrasinya tinggi dan pada kemampuan korteks adrenal untuk
a. Integumen
Penipisan - Kulit Striae
Petechie - Hirsutisme (pertumbuhan bulu bulu wajah)
Ekimosis - Edema pada ekstremitas
Jerawat - Hiperpigmentasi
Moonface
Punuk kerbau (buffalo hump) pada posterior leher
b. Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 4-5 mid klavikula
Perkusi : Pekak
Auskultasi : S1 S2 Terdengar tunggal
c. Sistem Pernapasan
Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, tidak terlihat retraksi intercouste hidung,
wheezing
d. Muskuloskeletal
Kelemahan otot
Miopati
e.
f.
g.
h.
a.
b.
c.
d.
e.
Osteoporosis
Reproduktif: Pembesaran klitoris
Makanan dan cairan
Obesitas
Hipokalemia
Retensi natrim
Psikiatrik
Perubahan emosi
Psikosis
Depresi
Penurunan konsentrasi
Pembelajaran
Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, prognosis dan pengobatannya.
B. Diagnosis
Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein
Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi
Resiko cidera b.d kelemahan
Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan kulit
Rasional
1.
Menunjukkan
status
volume
sirkulasi
jam
menghadapi upaya pembatasan
4. Timbang BB klien
3. TD meningkat, nadi menurun dan RR
5. Monitor ECG untuk abnormalitas
meningkat menunjukkan kelebihan cairan
(ketidakseimbangan elektrolit)
4. Perubahan pada berat badan menunjukkan
6. Lakukan alih baring setiap 2 jam
7. Kolaborasi hasil lab (elektrolit : Na, gangguan keseimbangan cairan
5. Hipernatremi dan hipokalemi menunjukkan
K, Cl)
indikasi kelebihan cairan
6. Alih baring dapat memperbaiki metabolisme
7. Menunjukkan retensi cairan dan harus
dibatasi
Kaji
kemampuan
Rasional
klien
dalam
1.
melakukan aktifitas
dalam melakukan aktivitas
2. Tingkatkan tirah baring / duduk
2.
Periode istirahat merupakan tehnik
3.
Catat adanya respon terhadap
penghematan energi
aktivitas seperti :takikardi, dispnea,
3. Respon tersebut menunjukkan peningkatan
fatique.
O2, kelelahan dan kelemahan
4. Tingkatkan keterlibatan pasien dalam
4. Menambah tingkat keyakinan pasien dan
beraktivitas sesuai kemampuannya
harga dirinya secar baik sesuai dengan
5. Berikan bantuan aktivitas sesuai
tingkat aktivitas yang ditoleransi
dengan kebutuhan
5. Memenuhi kebutuhan aktivitas klien
6. Berikan aktivitas hiburan yang tepat
6. Meningkatkan relaksasi dan penghematan
seperti
menonton
mendengarkan radi
c.
TV
Rasional
indikasi
infeksi lain
5. Tehnik isolasi mungkin diperlukan untuk
mencegah penyebaran/ melindungi pasien dari
proses infeksi lain
6. Terapi antibiotik untuk mengurangi resiko
terjadinya infeksi nosokomial
Rasional
Rasional
1. Kaji ulang keadaan kulit klien 1. Mengetahui kelaianan / perubahan kulit serta
2. Ubah posisi klien tiap 2 jam
untuk menentukan intervensi selanjutnya
3. Hindari penggunaan plester
2. Meminimalkan / mengurangi tekanan yang
4. Berikan lotion non alergik dan
berlebihan didaerah yang menonjol serta
bantalan pada tonjolan tulang dan
melancarkan sirkulasi
kulit
3.
Penggunaan plester dapat menimbulkan
iritasi dan luka pada kulit yang rapuh
4. Lotion dapat mengurangi lecet dan iritasi
D. Evaluasi
a. Kebutuhan volume cairan kembali adekuat.
b. Klien toleransi terhadap aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, William F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.17th . Jakarta: EGC.
Guyton, AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.9th . Jakarta: EGC.
Hadley, Mac E. 2000. Endocrinology. 5th . New Jersey: Prentice Hall, inc.
Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
Mona, Sosya. 2011. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Gangguan Adrenal.
http://sosyamonaseprianti.blogspot.com/2011/06/laporan-pendahuluandan-asuhan_9837.html. Diakses pada 3 Maret 2013.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................................2
BAB I TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN........................................................................................................3
B. PATOFISIOLOGI...................................................................................................3
C. MANIFESTASI KLINIK.......................................................................................4
D. EVALUASI DIAGNOSTIK ..................................................................................5
E. PENATALAKSANAAN.........................................................................................5
A. PENGKAJIAN.........................................................................................................6
B. ANALISA DATA...................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................19
BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN
Bentuk primer dari penyakit ini disebabkan oleh atrofi/destruksi (kerusakan) jaringan
adrenal (misalnya: respon autoimun, TB, infark hemoragik, tumor ganas) atau tindakan
pembedahan.
Bentuk sekunder adalah gangguan pada kelenjer hipofisis yang menyebabkan penurunan
sekresi/kadar ACTH, tetapi biasanya sekresi aldosteron normal.
Insufisiensi dapat terjadi ketika pasien menghentikan penggunaan obat steroid, atau
karena trauma, pembedahan atau gabungan dari beberapa stres fisiologis, penurunan cadangan
glikokortikoid pada seseorang dengan hipofungsi adrenal. Sehingga akhirnya dapat mengarah
pada munculnya krisis adrenal.
B. PATOFISIOLOGI
Penyakit addison, atau insufisiensi adrenokortikal, terjadi bila fungsi korteks adrenal
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks adrenal. Atrofi
otoimun atau idiopatik pada kelenjer adrenal merupakan penyebab pada 75% kasus penyakit
Addison (Stern & Tuck, 1994). Penyebab lainnya mencakup operasi pengankatan kedua kelenjer
adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB) dan hitoplasmosis
merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua
kelenjer adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses otoimun telah menggantikan
tuberkulosis sebagai penyebab penyakit Addison, namun peningkatan insidens tuberkulosis yang
terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi ini kedalam daftar
diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak ade kuat dari kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan
insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi
hormon adrenokortikal yang akan menekan respons normal tubuh terhadap keadaan stres dan
mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap
hari selama 2 hingga 4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal; oleh sebab itu,
kemungkinan penyakit Addison harus diantisipasi pada pasien yang mendapat pengobatan
kortikosteroid.
C. MANIFESTASI KLINIK
Penyakit Addison ditandai oleh kelemahan otot; anoreksia; gejala gastrointestinal;
keluhan mudah lelah; emasiasi (tubuh kurus kering); pigmentasi pada kulit, buku-buku jari, lutut,
siku serta membran mukosa; hipotensi; kadar glukosa darah dan natrium serum yang rendah; dan
kadar kalium serum yang tinggi. Pada kasus yang berat, gangguan metabolisme natrium dan
kalium dapat ditandai oleh pengurangan natrium dan air, serta dehidrasi yang kronis dan berat.
Dengan berlanjutnya penyakit yang disertai hipotensi akut sebagai akibat dari
hipokortikoisme, pasien akan mengalami krisis addisonian yang ditandai oleh sianosis, panas
dan tanda-tanda klasik syok: pucat, perasaan cemas, denyut nadi cepat dan lemah, pernafasan
cepat serta tekanan darah rendah. Disamping itu, pasien apat mengeluh sakit kepala, mual, nyeri
abdomen serta diare, dan memperlihatkan tanda-tanda kebingungan serta kegelisahan. Bahkan
aktivitas jasmani yang sedikit berlebihan,terpajan udara dingin,infeksi yang akut atau penurunan
asupan garam dapat menimbulkan kolaps sirkulasi, syok dan kematian jika tidak segera diatasi.
Stres pembedahan atau dehidrasi yang terjadi akibat persiapan untuk berbagai pemeriksaan
diagnostik atau pembedahan dapat memicu krisis addisonian atau krisis hipertensif.
D. EVALUASI DIAGNOSTIK
Meskipun manifestasi klinik yang disampaikan tampak spesifik, awitan penyakit addison
biasanya terjadi dengan gejala yang tidak spesifik. Diagnosis penyakit Addison dipastikan oleh
hasil-hasil pemeriksaan laboratorium. Mencakup penurunan
ketat untuk mengenali faktor-faktor lain, yaitu stresor atau keadaan sakit yang menimbulkan
serangan akut.
Asupan per oral dapat dimulai segerah setelah pasien dapat menerimanya. Secara
perlahan-lahan pemberian infus dikurangi ketika asupan cairan per oral sudah adekuat, untuk
mencegah hipovolemia.
Jika kelenjar adrenal tidak dapat berfungsi kembali, pasien memerlukan terapi
penggantian preparat kortikosteroid dan mineralokortikoid seumur hidup untuk mencegah
timbulnya kembali insufisiensi adrenal serta krisis addisonian pada keadaan stres atau sakit.
Selain itu, pasien mungkin akan memerlukan suplemen makanan dengan penambahan garam,
pada saat terjadi kehilangan cairan dari saluran cerna akibat muntah diare.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Alamat
Pekerjaan
Pendidikan
Tanggal MRS
Tanggal pengkajian
No.med Rec.
Diagnosa medis
mengenakkan dan
kelemahan otot.
9. Menghindar dari Bahaya
Dalam menghindar dari bahaya klien dibantu oleh keluarga.
10. Beribadah sesuai keyakinan
Didoakan oleh keluarga, sobat dan kerabat yang seiman dengan klien.
11. Komunikasi
Komunikasi lancar.
12. Melaksanakan dan mengerjakan sesuatu sesuai kebutuhan
Klien kurang dapat melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya.
13. Rekreasi
Tidak dapat berekreasi sehubungan dengan kelemahan otot.
14. Belajar memuaskan keingintahuan yang mengarah pada kesembuhan
Klien dan keluarga sering bertanya-tanya tentang proses penyakit.
IV. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: Cukup
Kesadaran
: Somnolen
Suhu
: 36-37 0C
Head to toe
V. Pemeriksaan penunjang
-
BUN
Pemeriksaan leukosit
Pemeriksaan EKG (dapat dijumpai gelombang QRS yang melebar, interval PR memanjang dan
elevasi gelombang).
VI.
PEMGELOMPOKN DATA
Subjektif
pasien mengatakan kurang
Objektif
porsi makan tidak dihabiskan
nafsu makan
BB menurun
BAB
pengobatannya
B. ANALISA DATA
NO
1.
DATA
Pasien
PENYEBAB
Defisiensi mineralkortrikoid
mengatakan
MASALAH
Gangguan pemenuhan
kebutuhan
nutrisi
O:
porsi makan
tidak
dihabiskan
tubuh
Hiponatremia, hiperkalemia
Gangguan pemenuhan
kebutuhan nutrisi kurang dari
2.
kebutuhan tubuh
Defisiensi glukokortikoid
S:
pasien
mengatakan
beraktivitas
O:
Intoleransi aktivitas
BB menurun
pasien
lemah
Kelemahan
3.
S:
Intoleransi aktivitas
Intake yang kurang dan
Gangguan
pasien mengatakan
eliminasi BAB
sulit BAB
O:
tidak pernah BAB
pola
4.
S:
pasien
mengatakan
belum
mengerti
penyakit
dan
pengobatan penyakit
penyakitnya
bertanya
pengobatannya
No
1
tentang
penyakit
O:
sering
pengetahuan
pengobatannya
Kurangnya
penyakit
DIAGNOSA
TUJUAN
INTERVENSI
Gangguan pemenuhan Kebutuhan
nutrisi- auskultasi bising usus dan kaji
kebutuhan nutrisi kurang terpenuhi
dari
kebutuhan
muntah.
mempertahankan kebersihan
mulut dan gigi
RAS
- kekurangan kortiso
gejala gastrointesti
mempengaruhi pen
dari makanan
meningkatkan nafs
- makanan dalam po
diberikan akhirnya
dihabiskan
- BB menurun
2
beraktivitas
dibutuhkan perhari
dapat mengurangi m
- mengetahui keadaa
- pasien biasanya tel
penurunan tenaga,
terus memburuk se
ketidakseimbangan
beraktivitas
dingin
- kolabsnya sirkulas
- membantu pasien u
3
b/d
eliminasi
aktivitas
- sebagai upaya untu
intervensi lanjut
ditandai dengan:
dan memotivasi pa
makanan berserat
mengkonsumsi ma
normal
- penjelasan dapat m
konsistensi feces d
2000 cc/hari
Kurang
tentang
pengertahuan Pengetahuan
penyakit
dan bertambah
informasi
DS: pasien dan keluarga
penyakit
pengobatannya
ditandai dengan:
pengobatannya serta
dapat bekerjasama
dengan baik
pengobatannya
DO: sering bertanya tentang
penyakit dan
pengobatannya
Kelenjar adrenal bertanggung jawab untuk banyak proses dalam tubuh. Ketika berfungsi dengan
benar, mereka menghasilkan berbagai hormon yang memicu aktivitas kimia dalam setiap sistem.
jaringan ini mengandung banyak pembuluh darah, sehingga mereka dapat digambarkan sebagai
kaya vaskularisasi.
Adrenal Medulla medulla terdiri dari banyak sel kolumnar besar yang disebut sel chromaffin.
Ini mensintesis dan mensekresi katekolamin. Ada juga beberapa sel ganglion juga diamati. Darah
dari seluruh kelenjar adrenal mengumpulkan ke dalam pembuluh darah medula besar untuk
keluar kelenjar.
Korteks adrenal terdiri dari tiga zona konsentris sel yang sintesis steroid: glomerulosa fasikulata,
dan reticularis. Meskipun batas-batas antara zona ini tidak jelas, masing-masing zona ini
memiliki susunan karakteristik sel.
Adrenalin
Medula
Adrena
l
Kortek
s
Adrena
l
Sindrom Cushing mengacu pada satu set kompleks gejala dan kelainan fisik yang disebabkan
oleh kelebihan kortisol dalam tubuh. Yang paling umum pada orang dewasa antara usia 20 dan
50, itu terjadi ketika terlalu banyak kortisol diproduksi di kelenjar adrenal. Hal ini juga dapat
disebabkan oleh penggunaan berlebihan atau berkepanjangan steroid.
Produksi alami yang berkepanjangan kortisol dapat dihubungkan dengan berbagai sumber, yang
paling umum yang merupakan tumor kelenjar hipofisis. Tumor merangsang produksi berlebihan
pada kortikotropin, juga disebut hormon adrenokortikotropik (ACTH), semacam saklar, hipofisis
mengontol dengan mengatur pertumbuhan dan aktivitas kelenjar adrenal. Ekses kortikotropin
mengaktifkan kelenjar adrenal berlebih, menyebabkan sekresi kortisol berlebih. Hal ini disebut
sebagai sindrom Cushing. Ini hiper sekresi hipofisis kortikotropin menyumbang 75 sampai 85
persen dari kasus semua Cushing. Sumber-sumber lain termasuk tumor adrenal dan ACTH
ektopik, di mana hormon diproduksi secara berlebihan oleh tumor ganas di tempat lain di tubuh.
Lain 15 sampai 25 persen adalah karena tumor kortikal adrenal.
Penderita Cushing dapat diidentifikasi dengan karakteristik mereka wajah bulan (bulat dan
penuh) dan gundukan kerbau (lemak yang dikumpulkan antara bahu). Kelainan ini ditandai
dengan gejala lainnya, yang paling umum adalah obesitas (90 persen), hipertensi (80 persen),
diabetes (80 persen), kelemahan (80 persen), rambut tubuh yang berlebihan (70 persen) dan
kelainan menstruasi / disfungsi seksual (70 persen).
Diagnosis sindrom Cushing didasarkan pada riwayat medis, pemeriksaan fisik dan tes
laboratorium untuk menentukan kortisol berlebih. Pasien biasanya diminta untuk mengumpulkan
sampel urin 24 jam untuk diputar tingkat tinggi hormon.
Setelah sindrom telah didiagnosis, pencitraan dan tes lainnya dapat diperintahkan untuk
mengidentifikasi penyebab pasti. CT scan atau MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi
pituitari atau tumor adrenal. Kedua teknik pencitraan menghasilkan pandangan penampang
tubuh, tetapi menggunakan teknologi yang berbeda. Dalam kedua kasus, tes ini tidak
menimbulkan rasa sakit, akurat dan cepat.
Biasanya jinak, pheochromocytoma mengacu pada tumor langka medula yang mengeluarkan
jumlah yang berlebihan dari hormon epinefrin dan norepinefrin, sehingga tekanan darah tinggi.
Diperkirakan 800 kasus didiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat, sehingga sangat langka.
Gejala yang paling umum adalah sakit kepala, jantung berdebar-debar dan keringat yang
berlebihan. Gejala yang kurang umum dijumpai meliputi gugup dan gelisah, tremor, pucat, mual,
kelemahan, dada atau nyeri perut, kelelahan dan penurunan berat badan.
Tumor pheochromocytoma terjadi dalam waktu kurang dari 1 persen pasien hipertensi dan 90
persen dari mereka adalah jinak. Para ahli merekomendasikan bahwa semua penderita hipertensi
harus disaring dengan tes darah atau urine untuk kelebihan produksi katekolamin atau
metabolitnya sejak tumor pheochromocytoma mengeluarkan hormon neurotransmitter ini
berlebihan. Bahkan, memeriksa tingkat adrenalin atau kortisol biasanya dilakukan untuk
keganasan adrenal baik medula dan korteks. Dalam kedua kasus, CT scan atau MRI lebih lanjut
akan membantu dokter menentukan lokasi dan luasnya penyakit.
Pheochromocytoma dapat mengancam kehidupan jika tidak diobati dan dapat menyebabkan
stroke atau kerusakan pada ginjal, otak atau jantung. Obat yang tersedia untuk mengendalikan
gejala sebelum pengangkatan tumor.
Hiperaldosteronisme:
pria. Hal ini menyebabkan hilangnya kalium dan peningkatan penyerapan natrium ulang oleh
ginjal.
Ada dua jenis hiperaldosteronisme. Hal ini dapat terjadi dari pertumbuhan abnormal (hiperplasia)
di kedua kelenjar adrenal atau dari tumor jinak dari salah satu kelenjar adrenal.
Gejala utama dari hiperaldosteronisme adalah hipertensi sedang. Selain itu, pasien mungkin
mengalami tekanan darah berkurang ketika seseorang berdiri setelah berbaring. Sembelit,
kelemahan otot (terutama di kaki), buang air kecil yang berlebihan, haus yang berlebihan, sakit
kepala dan perubahan kepribadian juga gejala yang mungkin. Beberapa pasien akan
menunjukkan gejala yang jelas.
Ketika hiperaldosteronisme dicurigai, tes darah dan urine dapat dilakukan untuk memeriksa
tingkat tinggi aldosteron dan tingkat rendah kalium dan aktivitas renin. CT scan juga
diperintahkan untuk mendeteksi sisi adenoma atau hiperplasia bilateral.
Feokromositoma
Merupakan tumor yang biasanya bersifat jinak dan berasal dari sel-sel
kromafin medula adrenal. Pada 80% hingga 90% pasien, tumor tersebut timbul
dalam medula adrenal sedangkan pada pasien lain terjadi dalam jaringan kromafin
ekstra-adrenal yang berada di dalam atau dekat aorta, ovarium, limpa atau organ
lainnya. Feokromositoma dapat terjadi pada usia antara 25 dan 50 tahun. Penyakit
ini menyerang laki-laki dan wanita dengan insidens yang sama. Karena insidens
feokromositoma yang tinggi di antara anggota keluarga, maka keluarga harus
waspada dan menjalani skrining untuk mendeteksi tumor ini. Sepuluh persen
feokromositoma terjadi secara balateral, dan 10% ganas.
Feokromositoma merupakan penyebab tekanan darah tinggi pada 0,1% hingga
0,5% penderita hipertensi. Meskipun jarang terjadi, feokromositoma merupakan
salah satu bentuk hipertensi yang biasanya disembuhkan melalui pembedahan;
tnpa deteksi dan terapi dini, penyakit ini biasanya berakibat fatal.
Manifestasi Klinik
Sifat dan intesitas gejala pada tumor fungsional medula adrenal tergantung
pada proporsi relatif sekresi epinefrin dan norefinefrin. Trias gejalanya yang khas
mencakup sakit kepala, diaforesis dan palpitasi. Hipertensi dan gangguan
kardivaskuler lainnya sering terjadi. Gejala lainnya dapat mencakup tremor, sakit
kepala, kemerahan, dan ansietas. Hiperglikemia dapat terjadi akibat konversi
glikogen menjadi glukosa dalam hati dan otot yang disebabkan oleh sekresi
Evaluasi Diagnostik
Kemungkinan feokromositoma harus dicurigai jika terdapat tanda-tanda
aktivitas sistem saraf simpati yang berlebihan, disertai kenaikan tekanan darah
yang mencolok. Meskipun demikian, pengukuran kadar katekolamin dalam urin dan
plasma merupakan pemeriksaan yang lebih bersifat langsung dan menyeluruh
dalam memastikan aktivitas medula adrenal yang berlebihan.
Total katekolamin plasma diukur kadarnya pada saat pasien berbaring
telentang serta beristirahat selama 30 menit.Untuk mencegah kenaikan kadar
katekolamin akibat stress yang terjadi pada saat penusukan jarum ke dalam
pembuluh vena, maka wing needle, jarum vena kepala atau kateter vena dipasang
30 menit sebelum pengambilan spesimen darah.
Pengukuran metabolit katekolamin urin dan asam vanilimandelat atau
katekolamin bebas merupakan test standart yang digunakan dalam penegakan
diagnosis feokromositoma. Spesimen urin 24 jam dapat dikumpulkan untuk
menentukan katekolamin bebas, MN, VMA; penggunaan kombinasi test tersebut
akan meningkatkan akurasi diagnostik.
Test provokatif dan sebagian besar tes ini jarang digunakan dalam evaluasi
diagnostik karena timbulnya hasil test false-positif serta false-negatife dan karena
adanya risiko hipertensi serta hipotensi yang bisa terjadi.
Tes supresi klonidin dapat dilakuakan jika hasil pemeriksaan urin dan plasma
tidak dapat menegakkan diagnosis. Klonidin merupakan obat antiadrenergik yang
kerjanya sentral dengan menekan pelepasan katekolamin yang diperantarai secara
neurologis. Tes supresi tersebut didasarkan pada prinsip bahwa kadar katekolamin
secara normal akan meningkat melalui aktivitas sistem saraf simpatik; pada
feokromositoma, peningkatan katekolamin terjadi akibat difusi katekolamin yang
berlebihan ke dalam sirkulasi darah dengan memintas penyimpanan yang normal
dan mekanisme pelepasan. Karena itu, klonidin pada katekolamin pada
feokromositoma tidak akan menekan pelepasan katekolamin.
Hasil tes tersbut dianggap normal jika 2 hingga 3 jam setelah pemberian dosis
tunggal klonidin per oral, terjadi penurunan kadar total katekolamin plasma
sedikitnya sebesar 40% dari hasil pemeriksaan dasar dan nilai absolutnya turun
hingga di bawah 500 pq/ml.
Pemeriksaan pencitraan, seperti pemindai CT scan, MRI dan USG juga dapat
dilakukan untuk menentukan lokasi feokromositoma serta jumlah tumor yang ada.
MIBG skintigraf menggunakan senyawa 131I- metaiodobenzilguanidin (MIBG) untuk
menentukan lokasi feokromositoma dan mendeteksi lokasi metastatik di luar
kelenjar adrenal.
Penatalaksanaan
Farmakoterapi
Pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan intensif agar dapat dilakukan
pemantauan yang ketat terhadap perubahan EKG dan pemberian preparat penyekat
alfa-adrenergik seperti pentolamin atau preparat relaksan otot polos yang dilakukan
secara hati-hati guna menurunkan tekanan darah dengan cepat.
Pembedahan
Tindakan pembedahan untuk mengangkat tumor yang biasanya dilakukan dengan
adrenalektomi. Persiapan pendahuluan prabedah berupa pengendalikan tekanan
dan volume darah yang efektif. Persiapan dilakukan selama 10 hari sampai 2
minggu. Pasien harus telah mendapatkan terapi hidrasi yang baik pada saat
sebelum, selama dan sesudah pembedahan untuk mencegah hipotensi.
Manipulasi tumor pada saat melakukan eksisi dapat menyebabkan pelepasan
epinefrin dan norepinefrin yang tersimpan dalam jaringan tumor tersebut sehingga
terjadi peningkatan yang mencolok pada tekanan darah dan perubahan frekuensi
jantung. Eksplorasi bagian yang mungkin merupakan lokasi tumor biasanya
dikerjakan untuk memastikan pengangkatan keseluruhan tumor. Sebagian
konskuensinya, pasien dapat mengalami stress dan efek samping dari tindakan
bedah yang lama, yang meningkatkan resiko hipertensi pascaopertatif.
dimulai pada malam hari sebelum pembedahan dilakukan dan kemudian dilanjutkan
selama awal periode praoperatif untuk mencegah insufisiensi adrenal.
Perawatan Pascaoperatif
Kondisi pasien harus dipantau selama beberapa hari dalam ruang perawatan
intensif
dengan
memberikan
perhatian
khusus
kepada
perubahan
elektrokardiografik, tekanan arterial, keseimbangan cairan dan elektrolit, dan kadar
glukosa darah. Beberapa jalur infus harus dipasang untuk pemberian cairan dan
obat. Hipotensi dan hipoglikemia dapat terjadi dalam periode pascaoperatif karena
secara mendadak produksi katekolamin dengan jumlah yang berlebihan tersebut
terhenti. Oleh sebab itu, perhatian yang cermat harus ditujukan kepada pemantan
tindakan untuk mengatasi semua perubahan ini.
Hipertensi diperkirakan akan menghilang setelah dilakukan tindakan bedah; namun,
kurang-lebih 40% pasien dapat tetap mengalami hipetensi sesudah pembedahan.
Keadaan ini dapat saja terjadi jika tidak semua jaringan feokromositoma diangkat,
kambuh kembali atau jika sudah terjadi kerusakan pembuluh darah sebagai akibat
hipertensi yang berat dan lama.
Beberapa hari setelah pembedahan dilakukan pengukuran kadar katekolamin dan
metabolitnya dalam plasma serta urin untuk menentukan apakah pembedahan
berhasil dengan baik. Kalau kadarnya sudah kembali normal, pasien dapat
dipulangkan dari rumah sakit. Sesudah itu diperlukan pemeriksaan chek up secara
berkala, khususnya pada pasien yang berusia muda atau keluarganya memiliki
riwayat feokromositoma.
Manifestasi Klinis
Penyakit addison ditandai oleh kelemahan otot; anoreksia; gejala gastrointestinal;
keluhan mudah lelah; emasiasi; pigmentasi pada kulit, buku-buku jari, lutut, siku
serta membran mukosa; hipotensi; kadar glukosa darah dan natrium serum yang
rendah; dan kadar kalium serum yang tunggi. Pada kasus yang beat, gangguan
metabolisme natrium dan kalium dapat ditandai oleh pengurangan natrium dan air,
serta dehidrasi yang kronis dan berat.
Dengan berlanjutnya penyakit yang dsertai hipotensi akut sebagaiu akibat dari
hipokortikoisme, pasien akan mengalami krisis addisonian yang ditandai oleh
sianosis, panas dan tanda-tanda klasik syok: pucat, perasaan cemas, denyut nadi
cepat dan lemah, pernafasan cepat serta tekanan darah rendah. Pasien juga
mengeluh sakit kepala, mual, nyeri abdomen seta diare, dan memperlihatkan
tanda-tanda kebingungan seta kegelisahan. Bahkan aktivitas jasmani yang
berlebihan, terpajan udara dingin, onfeksi ayng akut atau penurunan asupan garam
dapat menimbulkan kolaps sirkulasi, syok dan kematian jika tidak teratasi. Stres
pembedahan atau dehidrasi yang terjadi akibat persiapan untuk berbagai
pemeriksaan diagnostik atau pembedahan dapat memicu krisis addisonian atau
krisi hipertensif.
Evaluasi Diagnostik
Diagnosis penyakit addison dipastikan oleh hail-hasil pemeriksaan laboratorium.
Hasil-hasil pemeriksaan laboratorium mencakup penurunan konsentrasi glukosa
darah dan natrium, peningkatan konsentrasi kalium serum dan peningkatan jumlah
sel darah putih.
Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan kadar hormon adrenokortikal yang rendah
dalam darah atau urin. Kadar kortisol serum menurun pada insufisiensi adrenal. Jika
korteks adrenal sudah mengalami kerusakan, nilai-nilai dasar laboratorium tampak
rendah, dan penyuntikan ACTH tidak akan mampu menaikkan kadar kortisol plasma
Penatalaksanaan
Terapi darurat ditujukan untuk mengatasi syok, memulihkan sirkulasi darah,
memberikan cairan, melakukan terapi penggantian kortikosteroid, memantau tandatanda vital dan menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua
tungkai ditinggikan. Hidrokortison disuntikkan secara intravena yang kemudian
diikuti dengan pemberian infus dekstrosa 5% dalam larutan normal saline.
Antibiotik dapat diberikan jika infeksi memicu krisis adrenal pada penderita
insufisiensi kronis adrenal. Di samping itu, pengkajian kondisi pasien harus
dilakukan dengan ketat untuk mengenali faktor-faktor lain, yaitu stresor atau
keadaan sakit yang menimbulkan serangan akut.
Asupan per oral dapat dimulai segera setelah pasien dapat menerimanya. Secara
perlahan-lahan pemberian infus dikurangi ketika asupan cairan per oral sudah
adekuat, untuk mencegah hipovolemia.
Jika kelenjar adrenal tidak dapat berfungsi kembali, pasien memerlukan terapi
penggantian preparat kortikosteroid dan mineralokortikosteroid seumur hidup untuk
mencegah timbulnya kembali insufisiensi adreanl serta krisis addisonian pada
keadaan stress atau sakit. Selain itu pasien mungkin akan memerlukan suplemen
makanan dengan menambahkan garam, pada saat terjadi kehilangan cairan dari
saluran cerna akibat muntah dan diare.
2. Sindrom Cushing
Terjadi akibat aktivitas korteks adrenal yang berlebihan. Sindrom tersebut dapat
terjadi akibatpemberian kortikosteroid atau ACTH yang berlebih atau akibat
hiperplasia korteks adrenal.
Patofisiologi
Dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme, yang mencakup tumor kelenjar
hipofise yang menghasilkan ACTH dan menstimulasi korteks adrenal untuk
meningkatkan sekresi hormonnya meskipun hormon tersebut telah diproduksi
dengan jumlah yang adekuat. Hiperplasia primer kelenjar adrenal dalam keadaan
tanpa adanya tumor hipofisis jarang terjadi. Penberian kortikosteroid atau ACTH
dapat pula menimbulkan sindrom cushing. Penyebab lain sindrom cushing yang
jarang dijumpai adalah produksi ektopik ACTH oleh malignitas; karsinoma
bronkogenik merupakan tipe malignitas yang paling sering ditemukan. Tanpa
tergantung dari penyebabnya, mekanisme umpan balik normal untuk
mengendalikan fungsi korteks adrenal menjadi tidak efektif dan pola sekresi diurnal
kortisol yang normal akan menghilang. Tanda dan gejala sindrom cushing terutama
terjadi sebagai akibat dari sekresi glukokortikosteroid dan androgen yang
berlebihan meskipun sekresi mineralokortikosteroid juga dapat terpengaruh.
Manifestasi Klinis
Apabila terjadi produksi hormon korteks adrenal yang berlebihan, maka
penghentian pertum buhan, obesitas, dan perubahan muskoluskletal akan timbul
bersama intoleransi glukosa.
Gambaran klasik sindrom cushing pada orang dewasa berupa obesitas tipe sentral
dengan punuk kerbau pada bagian posterior leher serta daerah-daerah
supraklavikuler, badan yang besar dan ekstremitas yang relatif kurus. Kulit menjadi
tipis, rapuh dan mudah luka; ekimosis serta strie akan terjadi. Pasien mengeluh
lemah dan mudah lelah. Gangguan tidur sering terjadi akibat perubahan sekresi
diurnal kortisol. Katabolisme protein yang berlebihan akan terjadi sehingga
menimbulkan pelisutan otot dan osteoporosis. Gejala kifosis, nyeri punggung dan
fraktur kompresi vertebra dapat muncul. Retensi natrium dan air terjadi akibat
peningkatan aktivitas mineralokortikosteroid yang menyebabkan hipertensi dan
gagal jantung kongestif.
Pasien akan menunjukkan gambaran wajah seperti bulan moon face dan kulit
tampak lebih berminyak serta tumbuh jerawat. Kerentanan terhadap infeksi
semakin meningkat. Hiperglikemia atau diabetes yang nyata dapat terjadi. Pasien
dapat pula melaporkan kenaikan berat badan, kesembuhan luka-luka ringan yang
lambat dan gejala memar.
Pada pasien wanita dengan berbagai usia, virilisasi dapat terjadi sebagai akibat dari
produksi androgen yang berlebihan. Virilisasi ditandai oleh timbulnya ciri-ciri
maskulin dan hilangnya ciri-ciri feminim. Pada keadaan ini terjadi pertumbuhan
bulu-bulu wajah yang berlebihan, atrofi payudara, haid yang berhenti, klitoris
menghilang pada pasien laki-laki dan perempuan.
Perubahan terjadi pada aktivitas mental dan emosional; kadang-kadang dijumpai
psikosis. Biasanya terjadi distress serta depresi dan akan meningkat bersamaan
dengan semakin parahya perubahan fisik yang menyertai sindrom ini. Jika sindrom
cushing tersebut merupakan akibat dari tumor hipofise, gangguan penglihatan
dapat terjadi akibat penekanan kiasma optikum oleh tumor yang tumbuh.
Evaluasi Diagnostik
Indikator sindrom cushing mencakup peningkatan kadar natrium serta glukosa
darah, penurunan kadar kalium serum, penurunan jumlah sel-sel eosinofil dan
menghilangnya jaringan limfoid. Pengukuran kadar kortisol plasma dan urin harus
dilakukan. Beberapa sample darah mungkin harus diambil untuk menentukan
adanya variasi diurnal yang normal pada kadar kortisol plasma. Variasi ini biasanya
tidak terdapat pada ganngguan fungsi adrernal. Jika diperlukan pengambilan
sample darah sampai beberapa kali, maka penting untuk mengambilnya dalam
waktu-waktu tertentu dan waktu pengambilan dicatat dalam formulir permintaan
laboratorium.
Tes supresi deksametason mungkin diperlukan untuk membantu menegakkan
diagnosis penyebab sindrom cushing tersebut, apakah dari hipofisis atau adrenal.
Pemberian deksametason, suatu glukokortikoid sintetik yang kuat, dilakukan
dengan dosis yang bervariasi (dosis tinggi atau rendah), dan kemudian kadar 17hidroksikortikosteroid dalam plasma serta urin diukur. Tes supresi deksametason
malam hari dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan digunakan sebagai
pemeriksaan skrining. Deksametason diberikan pukul 23.00, dan kadar kortisol
plasma diukur pada pukul 08.00 berikutnya.
Pemeriksaan diagnostik lainnya mencakup pengukuran kadar kortisol bebas dalam
urin 24 jam dan pengumpilan urin 24 jam untuk memeriksa kadar 17hidroksikortikosteroid serta 17-ketosteroid yang merupakan metabolit kortisol dan
androgen dalam urin. Pada cushing, kadar metabolit ini dan kadar kortisol plasma
akan meningkat.
Stimulasi CRF dapat digunakan untuk membedakan tumor hipofise dengan tempattempat ektopik produksi ACTH sebagai penyebab sindrom cushing. Pemeriksaan
radioimmunoassay ACTH plasma berguna untuk mengenali penyebab sindrom
cushing. Beberapa pemeriksaan ini kemungkinan besar dilakukan untuk skrining
sindrom cushing pada pasien yang simptomatik dan memastikan hasil-hasil tes
lainnya.
Pemindai CT, USG atau MRI dapat dilakukan untuk menentukan lokasi jaringan
adrenal dan mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal.
Penatalaksaan
Karena lebih banyak sindrom cushing yang disebabkan oleh tumor hipofise
dibanding tumor korteks adrenal, maka penanganannya sering ditujukan kepada
kelenjar
hipofisis.
Operasi
pengangkatan
tumor
melalui
hipofisektomi
transfenoidalis merupakan terapi pilihan yang utama dan angka keberhasilannya
sangan tinggi jika operasi ini dilakukan oleh tim bedah yang ahli. Radiasi kelenjar
hipofisis sudah memberiakn hasil yang memuaskan meskipun diperlukan waktu
beberapa bulan untuk mengendalikan gejala. Adrenalektomi merupakan terapi
pilihan bagi pasien hipertrofi adrenal primer.
Setelah pembedahan, gejala insufisiensi adrenal dapat mulai terjadi 12 hingga 48
jam kemudian sebagai akibat dan penurunan kadar hormon adrenal dalam darah
yang sebelumnya tinggi. Terapi penggantian temporer dengan hidrokortison
mungkin diperlukan selama beberapa bulan sampai kelenjar adrenal mulai
memperlihatkan respons yang normal terhadap kebutuhan tubuh. Jika kedua
kelenjar adrenal diangkat (adrenalektomi bilateral), terapi penggantian dengan
hormon-hormon korteks adrenal harus dilakukan seumur hidup.
Preparat penyekat enzim adrenal (yaitu, metyrapon, aminoglutethimide,
mitotatene, ketokonazol) dapat digunakan untuk mengurangi hiperadremalisme jika
sindrom tersebut disebabkan oleh sekresi ektopik ACTH oleh tumor yang tidak
dapat dihilangkan secara tuntas. Pemantauan yang ketat diperlukan karena dapat
terjadi gejala insufisiensi adrenal dan efek samping akibat akibat obat-obat
tersebut.
Jika sindrom cushing merupakan akibat dari penberian kortikosteroid eksternal
(eksogen), pemberian obat tersebut harus diupayakan untuk dikurangi atau
dihentikan secara bertahap hingga tercapai dosis minimal yang adekuat untuk
mengobati proses penyakit yang ada dibalikya (misalnya, penyakit otoimun serta
alergi dan penolakan terhadap organ yang ditransplantasikan). Biasanya terapi
yang dilakukan setiap 2 hari sekali akan menurunkan gejala sindrom cushing dan
memungkinkan pemulihan daya responsif kelenjar adrenal terhadap ACTH.
Diposkan oleh echa_aRiyhanthi di 07.46
http://denurses1de.blogspot.com/2011/09/gangguan-kelenjar-adrenal.html