Anda di halaman 1dari 26

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Telinga merupakan organ yang penting bagi kehidupan manusia. Fungsi telinga sebagai indra pendengaran mutlak membantu proses komunikasi, proses belajar pada anak-anak terutama, bahkan ada profesi yang membutuhkan kejelian indra pendengaran dalam menerima suara. Dalam fungsinya sebagai indra pendengaran, terkadang mengalami gangguan atau penurunan fungsi, dapat diakibatkan oleh adanya gangguan hantaran udara dan atau tulang, trauma, ataupun karena proses usia. Untuk itu, kita dapat melakukan pemeriksaan tes fungsi pendengaran. Ada beberapa macam test fungsi pendengaran yang lazim dilakukan. Dimulai dari tes yang masih sederhana yakni Tes dengan Penala meliputi Tes Rinne, Webber, dan Swabach. Tes Berbisik, lebih canggih lagi dengan tes audiometri, dan kini sudah kita kenal tes BERA yang merupakan tes neurologik untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara. B. RUMUSAN MASALAH Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam referat ini adalah tes apa saja yang digunakan untuk menilai fungsi pendengaran?

C. TUJUAN Dari rumusan masalah diatas, penulis mempunyai tujuan untuk dapat mengetahui dan mengerti jenis-jenis tes yang digunakan untuk menilai fungsi pendengaran. D. MANFAAT PENULISAN Dari penulisan referat ini diharapkan tercapai manfaat :

1. Manfaat keilmuan : Sebagai landasan ilmiah mengenai pemeriksaan fungsi pendengaran. 2. Menfaat praktis : memberikan dasar pemeriksaan fungsi pendengaran bagi dokter umum di tempat pelayanan kesehatan.

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN

A. ANATOMI TELINGA 1. Anatomi Telinga Luar Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus, dipisahkan dari telinga tengah oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana timpani. 1 Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar telinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit. 2

Gambar 2.1 Telinga bagian Luar


3

2. Anatomi Telinga Tengah Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam isi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari membran timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.1,2 Telinga tengah berbentuk kubus dengan: Batas luar Batas depan Batas bawah Batas belakang Batas atas Batas dalam : membran timpani : tuba eustachius : vena jugularis (bulbus jugularis) : auditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis : tegmen timpani (meningen/ otak) : berturut-turut dari atas ke bawah, kanalis semi sirkularis

horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window), dan promontorium. 3

Gambar 2.2 Telinga dan pembagiannya

Gambar 2.3 Sketsa telinga tengah

Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fossa kranii media. Pada dinding bagian atas dinding posterior terdapat auditus ad antrum tulang mastoid dan dibawahnya adalah saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan tendonnya menembus melalui suatu piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke lateral depan menuju inkus tetapi di medial maleus, untuk keluar dari telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung dengan saraf lingualis dan menghantarkan serabut-serabut sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan serabut-serabut pengecap dari duapertiga anterior lidah. 1,2 Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang berada di sebelah superolateral menjadi sinus sigmoideus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah aliran vena utama rongga tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus masuk ke telinga tengah dari dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis karotikus. Di atas kanalis tersebut, muara tuba eustakius dan otot tensor timpani yang menempati daerah superior tuba kemudian membalik, melingkari prosesus cochleariformis dan berinsersi pada leher maleus.1,2 Dinding lateral dari telinga tengah adalah tulang epitimpanum di bagian atas, membrana timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah. Bangunan yang paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang menutup lingkaran cochlea yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas promontorium. Kanalis falopii bertulang yang dilalui saraf fasialis terletak di atas fenestra ovalis mulai dari prosesus cochleariformis di anterior hingga piramid stapedius di posterior. 1,2
5

Rongga mastoid berbentuk seperti piramid dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fossa kranii posterior. Sinus sigmoideus terletak di bawah dura mater pada daerah tersebut. pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Tonjolan kanalis semi sirkularis lateralis menonjol ke dalam antrum. Di bawah kedua patokan ini berjalan saraf fasialis dalam kanalis tulangnya untuk keluar dari tulang temporal melalui foramen stilomastoideus di ujung anterior krista yang dibentuk oleh insersio otot digastrikus. Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan yang dengan mudah dapat dipalpasi di posterior aurikula.1

Membrana Timpani Membrana timpani adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membrana timpani umumnya bulat. Penting untuk disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung korpus maleus dan inkus, meluas melampaui batas atas membrana timpani, dan bahwa ada bagian hipotimpanum yang meluas melampaui batas bawah membrana timpani. Membrana timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana tangkai maleus dilekatkan dan lapisan mukosa bagian dalam lapisan fibrosa tidak terdapat diatas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membrana timpani yang disebut membrana Shrapnell menjadi lemas (flaksid). 1,2,3

Gambar 2.4 Membrana timpani

Tuba Eustachius Tuba eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral tuba eustakius adalah bagian yang bertulang. Sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah
6

atas bagian bertulang, sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi pleksus faringeal dan saraf mandibularis. Tuba eustachius berfungsi menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrana timpani. 2 3. Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran (cochlea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga nervus kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus cochlea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi. Cochlea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirin. Ketiga kanalis posterior, superior dan lateral terletak membentuk sudut 90o satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ akhir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang. 2 Cochlea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam tulang labirin, namun tidak sempurna mengisinya, labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus cochlearis. 1 untuk

Gambar 2.5 Koklea

Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus cochlearis, dan organan Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam, banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vestibular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus cochlearis, yang muncul dari cochlea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus cochlearis (nervus kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus membawa nervus tersebut batang otak. 2

B. FISIOLOGI PENDENGARAN Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dari daerah daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemadatan) molekul molekul udara yang berselang seling dengan daerah daerah bertekanan rendah karena penjarangan (rafaction) molekul tersebut. 3 Suara ditandai oleh nada, intensitas, dan timbre. Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi maka semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan frekuensi dari 20 20000 siklus per detik, tetapi paling peka terhadap frekuensi antara 1000 4000 siklus per detik. Intensitas atau kepekaan suatu suara bergantung pada amplitude gelombang suara, atau perbedaan tekanan antara daerah pemampatan yang bertekanan tinggi dan daerah penjarangan yang bertekanan rendah. 3

Kepekakan dinyatakan dalam desibel (dB). Timbre atau kualitas suara bergantung pada nada tambahan yaitu frekuensi tambahan yang menimpa nada dasar. 3 Proses pendengaran dimulai dari masuknya gelombang suara melalui pinna lalu dibawa ke dalam meatus auditus eksterna hingga mencapai membran timpani. Gelombang suara yang mencapai membran timpani akan menggetarkan membran timpani. Telinga tengah akan memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan telinga dalam. Perpindahan ini dipermudah dengan adanya rantai yang terdiri dari tulang tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Ketika membran timpani bergetar maka rantai tulang tersebut akan melanjutkan gerakan dengan frekuensi yang sama ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan getaran seperti gelombang pada cairan telinga dalam frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara semula. Namun, karena dibutuhkan tekanan yang lebih besar untuk menggerakkan cairan terdapat dua mekanisme yang berkaitan dengan sistem tulang pendengaran untuk memperkuat tekanan gelombang suara dari udara untuk menggetarkan cairan di cochlea. 3 Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar dibandingkan luas permukaan dari jendela oval, terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang bekerja di membran timpani disalurkan ke jendela oval. 3 Rumus (tekanan=gaya/ luas permukaan). Kedua, efek pengungkit tulang-tulang pendengaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar dua puluh kali lipat dari gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval. Stapes yang bergetar oleh karena gelombang suara akan menggetarkan jendela oval lalu cairan perilimfe akan bergerak menuju jendela bundar melewati helikotrema dan pada saat stapes tertarik dari jendela oval maka cairan akan kembali menuju jendela oval dari jendela bundar. Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil jalan pintas. Gelombang tekanan di skala vestibule akan menembus membran Reissner masuk ke dalam duktus cochlearis dan kemudian melalui membran basiliaris ke skala
9

timpani, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol keluar masuk bergantian. Perbedaan utama jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan melalui membran basiliaris menyebabkan membran ini bergerak naik turun. Pada saat membran basiliaris bergerak naik, maka akan membuka saluran saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ masuk ke dalam sel sehingga terjadi depolarisasi sedangkan pada saat membran basiliaris bergerak turun, maka akan menutup saluran saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut tertutup sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga terjadi hiperpolarisasi. 3 Adanya gerakan naik turun dari membran basiliaris akan menyebabkan depolarisasi hiperpolarisasi secara bergantian sehingga timbullah aksi potensial berjenjang pada sel sel reseptor yang akan menghasilkan neourotansmitter yang bersinaps pada ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf cochlearis. Saraf cochlearis akan bergabung dengan saraf vestibularis menjadi saraf vestibulocochlearis ( N.VIII), dari sini aksi potensial akan disalurkan sebagian ke inferior kollikulus dan sebagian lagi diteruskan ke medulla oblongata lalu ke lemniskus lateralis selanjutnya ke mesensefalon dan terakhir ke korteks pendengaran pada lobus temporalis area Broadmann 41. Di lobus temporalis, informasi dari saraf akan diterjemahkan menjadi persepsi suara. 3,4

Gambar 2.6 Fisiologi Pendengaran


10

BAB III PEMBAHASAN TEST PENDENGARAN

A. TEST PENALA Satu perangkat penala yang memberikan skala pendengaran dari frekuensi rendah hingga tinggi akan memudahkan survei kepekaan pendengaran. Perangkat yang lazim mengambil beberapa sampel nada C dari skala musik, yaitu 128, 256, 512, 1024, 2048, 4096 dan 8192 Hz. Hz adalah singkatan dari Hertz yang merupakan istilah kontemporer dari siklus per detik sebagai satuan frekuensi. Semakin tinggi frekuensi, makin tinggi pula nadanya. Dengan membatasi survei pada frekuensi bicara, maka frekuensi 512,1024, 2048 sudah memadai. 2 1. Test Rinne Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang (HT) dengan hantaran udara (HU) pada satu telinga pasien. 1,2 Ada 2 macam tes rinne , yaitu : a. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya. b. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.

11

Tabel 3.1 Hasil Uji Rinne, Macam gangguan Pendengaran dan Lokasi Gangguan Telinga

Hasil Uji Rinne Positif HU HT

Status Pendengaran Normal atau

Lokus

gangguan Tak ada atau koklearisretrokoklearis Telinga luar atau tengah

sensorineural Negatif HU < HT Gangguan konduksi

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikula pasien. 2 Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal. 2

2.

Test Weber Tujuan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara

kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi. 1 Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani misal : otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar, bila ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan. 2

12

Gambar 3.1 Tes Rinne dan Tes Weber

3.

Test Swabach Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa

(Normal) dengan pasien. Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporal. 2 Cara pemeriksaan : Pemeriksa meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala pasien. Pasien akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar suara garputala, maka pemeriksai akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara. 2
13

Gambar 3.2

Test Swabach

Contoh : Seorang dengan kurang pendengaran pada telinga kanan: Hasil tes penala : UJI Rinne Weber Schwabach Memanjang TELINGA KANAN Negative TELINGA KIRI Positif Lateralisasi kekanan Sesuai dengan pemeriksa

Kesimpulan : tuli konduktif pada telinga kanan

Tabel 3.2 Kesimpulan hasil tes penala TEST RINNE Positif Negative WEBER Tidak ada lateralisasi Lateralisasi ke telinga yang sakit Lateralisasi ke telinga yang sehat Pada tuli konduktif < 30 dB, Rinne bisa masih positif SCHWABACH Sama dengan pemeriksa Memanjang DIAGNOSIS Normal Tuli konduktif

Positif

Memendek

Tuli sensorineural

Catatan

14

B. TES BERBISIK Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal ini yang diperlukan adalah ruangan yang cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter. Pada nilai normal tes berbisik : 5/6-6/6.
2

Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita dimana kata-kata itu mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak penderita dengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata - kata yang dibisikan dengan benar. Pada orang normal dapat mendengar 80% dari kata-kata yang dibisikkan pada jarak 6 s/d 10 meter. Apabila kurang dari 5 6 meter berarti ada kekurang pendengaran. Apabila penderita tak dapat mendengarkan kata-kata dengan huruf lunak , berarti tuli konduksi. Sebaliknya bila tak dapat mendengar kata-kata dengan huruf desis berarti tuli persepsi. Apabila dengan suara bisik sudah tidak dapat mendengar dites dengan suara konversasi atau percakapan biasa. Orang normal dapat mendengar suara konversasi pada jarak 200 meter 2 Penilaian (menurut Feldmann) : Normal : 6-8 m Tuli ringan : 4 - <6m Tuli sedang : 1 - <4 m Tuli berat : 25 cm - <1 m Tuli Total : <25 cm

C. AUDIOMETRI Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui earphone. Pada setiap frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai presentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh. 1 Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran. 1
15

Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui level pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan

pendengeran atau seseorang yang akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendengaran. 1 Dalam mendeteksi kehilangan pendengaran, audiometer adalah satusatunya instrumen diagnostik yang paling penting. Uji audiometri ada dua macam: (1) audiometri nada-murni, di mana stimulus suara terdiri atas nada murni atau musik (semakin keras nada sebelum pasien bisa mendengar berarti semakin besar kehilangan pendengarannya), dan (2) audiometri wicara di mana kata yang diucapkan digunakan untuk menentukan kemampuan mendengar dan membedakan suara. 1 Ahli audiologi melakukan uji dan pasien mengenakan earphone dan sinyal mengenai nada yang didengarkan. Ketika nada dipakai secara langsung pada meatus kanalis auditorius eksternus, kita mengukur konduksi udara. 1 Bila stimulus diberikan pada tulang mastoid, melintas mekanisme konduksi (osikulus), langsung menguji konduksi saraf. Agar hasilnya akurat, evaluasi audiometri dilakukan di ruangan yang kedap suara. Respons yang dihasil-kan diplot pada grafik yang dinamakan audiogram. 1,2

Frekuensi Merujuk pada jumlah gelombang suara yang dihasilkan oleh sumber bunyi per detik siklus perdetik atau hertz (Hz). Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwensi dari 20 sampai 20.000Hz. 500 sampai 2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari yang dikenal sebagai kisaran wicara. 1 Nada adalah istilah untuk menggambarkan frekuensi; nada dengan frekwensi 100 Hz dianggap sebagai nada rendah, dan nada 10.000 Hz dianggap sebagai nada tinggi. Unit untuk mengukur kerasnya bunyi (intensitas suara) adalah desibel (dB), tekanan yang ditimbulkan oleh suara. Kehilangan pendengaran diukur

16

dalam desibel, yang merupakan fungsi logaritma intensitas dan tidak bisa dengan mudah dikonversikan ke persentase. Ambang kritis kekerasan adalah sekitas 30 dB. Beberapa contoh intensitas suara yang biasa termasuk gesekan kertas dalam lingkungan yang sunyi, terjadi pada sekitar 15 dB; per kapan rendah, 40 dB; dan kapal terbang jet sejauh kaki, tercatat sekitar 150 dB. 1

Audiometri nada murni Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan desibel (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui earphone dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hantaran udara dan hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkan kurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada murni. 3

Tabel 3.3 Klasifikasi kehilangan pendengaran Kehilangan (Desibel) 0-15 >15-25 >25-40 >40-55 >55-70 >70-90 >90 Klasifikasi Pendengaran normal Kehilangan pendengaran kecil Kehilangan pendengaran ringan Kehilangan pendengaran sedang Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat Kehilangan pendengaran berat Kehilangan pendengaran berat sekali

17

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (hantaran udara/air conduction/AC) dan skala skull vibrator (hantaran tulang/bone conduction/BC). 2

Gambar 3.3 Pemeriksaan Audiometri

Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes pada frekuensi tertentu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu penilaian. 1 Pada audiometri tutur, memang kata-kata tertentu dengan vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan ke penderita. Intensitas pada pemeriksaan audiometri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congek atau tidak (ada cairan dalam telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan penyebab kurang pendengaran.1 D. Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) merupakan tes neurologik untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara (click). Pertama kali diuraikan oleh Jewett dan Williston pada tahun 1971, BERA merupakan aplikasi yang
18

paling umum digunakan untuk menilai respon yang dibangkitkan oleh rangsangan suara. Administrasi dan pelaksanaan tes ini biasanya oleh para ahli audiologi. 5

Indikasi BERA : Berbagai kondisi yang dianjurkan untuk pemeriksaan BERA antara lain bayi baru lahir untuk mengantisipasi gangguan perkembangan bicara/bahasa. Jika ada anak yang mengalami gangguan atau lambat dalam berbicara, mungkin salah satu sebabnya karena anak tersebut tidak mampu menerima rangsangan suara karena adanya gangguan di telinga.6 BERA juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber gangguan pendengaran apakah di cochlea atau retro choclearis, mengevaluasi brainstem (batang otak), serta menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan karena psikologis atau fisik. Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada efek samping, sehingga bisa juga dimanfaatkan untuk Screening Medical Check Up.7 BERA mengarah pada pembangkitan potensial yang ditimbulkan dengan suara singkat atau nada khusus yang ditransmisikan dari transduser akustik dengan menggunakan earphone atau headphone (headset). Bentuk gelombang yang ditimbulkan dari respon tersebut dinilai dengan menggunakan elektrode permukaan yang biasannya diletakkan pada bagian vertex kulit kepala dan pada lobus telinga. Pencatatan rata-rata grafiknya diambil berdasarkan panjang gelombang/amplitudo (microvoltage) dalam waktu (millisecond), mirip dengan EEG. Puncak dari gelombang yang timbul ditandai dengan IVII. Bentuk gelombang tersebut normalnya muncul dalam periode waktu 10 millisecond setelah rangsangan suara (click) pada intensitas tinggi (70-90 dB tingkat pendengaran normal/normal hearing level [nHL]).5 Meskipun BERA memberikan informasi mengenai fungsi dan sensitivitas pendengaran, namun tidak merupakan pengganti untuk evaluasi pendengaran formal, dan hasil yang didapat harus dapat dihubungkan dengan hasil audiometri yang biasa digunakan, jika tersedia.5 Fisiologi

19

Brainstem

Evoke Response Audiometri

(BERA) biasanya menggunakan

rangsangan suara klik yang menghasilkan respon dari regio basilar cochlea. Sinyalnya berjalan melalui jalur pendengaran/auditori pathway dari kompleks inti cochlear, proksimal ke colliculus inferior. Gelombang BERA I dan II berkaitan dengan potensial aksi yang benar. Gelombang selanjutnya mungkin menggambarkan aktivitas postsinaptik pada pusat auditori batang otak utama secara bersamaan menimbulkan bentuk gelombang puncak dan palung. Puncak positif dari bentuk gelombang menunjukkan aktivitas aferen kombinasi (dan kemungkinan juga eferen) dari jalur axonal pada batang otak auditory.5 Reaksi yang timbul sepanjang jaras-jaras saraf pendengaran dapat dideteksi berdasarkan waktu yang dibutuhkan (satuan milidetik) mulai dari saat pemberian impuls sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang. Gelombang yang terjadi sebenarnya ada 7 buah, namun yang penting dicatat adalah gelombang I, III, dan V.5

Gambar 3.4 BERA dan penempatan elektroda-nya

Komponen Bentuk Gelombang Gelombang I: Respon gelombang BERA I merupakan gambaran yang luas dari potensial aksi saraf auditori gabungan pada bagian distal dari nervus cranialis (CN) VIII. Respon tersebut dipercaya berasal dari aktivitas aferen dari serabut saraf CN VIII (neuron urutan pertama) saat meninggalkan cochlea dan masuk ke canalis auditori internal.

20

Gelombang II: gelombang BERA II ditimbulkan oleh nervus VIII proksimal saat memasuki batang otak. Gelombang III: gelombang BERA III muncul dari aktivitas aktivitias saraf urutan kedua arises from (diluar CN VIII) di dalam atau di dekat nukleus cochlearis. Literatur menyatakan bahwa gelombang III ditimbulkan pada bagian caudal dari pons auditori. Nukleus cochlearis mengandung hampir 100.000 neuron, kebanykan dipersarafi oleh sembilan serabut saraf. Gelombang IV: gelombang BERA IV, yang sering memiliki puncak yang sama dengan gelombang V, diperkirakan muncul dari neuron urutan ketiga pontine yang kebanyakan terletak pada kompleks olivary superior, tetapi kontribusi tambahan untuk terbentuknya gelombang IV dapat datang dari nukleus cochlearis dan nukleus dari lemniskus lateral. Gelombang V: pembentukan gelombang V kemungkinan merupakan dari aktivitas dari struktur auditori anatomik multipel. Gelombang BERA V merupakan komponen yang paling sering di analisa pada aplikasi klinis BERA. Meskipun terdapat beberapa database mengenai hal yang tepat dalam pembentukan gelombang V, gelombang V dipercaya berasal dari sekitar colliculus inferior. Aktivitas neuron urutan kedua mungkin secara sekunder mempengaruhi beberapa hal dalam pembentukan gelombang V. Colliculus inferior merupakan sebuah struktur yang komplex, dengan lebih dari 99% akson dari regio auditori batang otak bawah melewati lemniskus lateral ke colliculus inferior. Gelombang VI dan VII: Gelombang VI dan VII dianggap berasal dari thalamus (medial geniculate body), tetapi tempat pembentukan sebenarnya masih diragukan.5 Aplikasi Identifikasi Patologi Retrocochlear Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) dipertimbangkan sebagai alat screening yang efektif dalam mengevaluasi audiometry kecurigaan patologi retrocochlear seperti acoustic neuroma atau vestibular schwannoma. Meskipun demikian, gambaran BERA yang abnormal yang menyarankan adanya patologi retrocochlear memiliki indikasi untuk perlu dilakukannya pemeriksaan MRI pada cerebellopontine. 5

21

Symptom Pada Patologi Nervus Delapan Gejala klinis dapat meliputi yang dibawah ini, tapi tidak terbatas hanya pada gejala-gejala tersebut saja:

Kehilangan pendengaran sensorineural asimetris atau unileteral Kehilangan pendengaran frekuensi tinggi asimetris Tinnitus unilateral Tingkat mengenali kata-kata yang buruk secara unilateral atau bilateral yang dibandingkan dengan derajat kehilangan pendengaran sensorineural Merasakan adanya distorsi suara saat pendengaran perifer normal.5

Evaluasi Respon Pendengaran/Auditori Batang Otak Dalam hal patologi retrocochlear, banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA, termasuk derajat kehilangan pendengaran sensorineural, kehilangan pendengaran asymmetris, batasan pengujian, dan faktor-faktor pasien lainnya. Pengaruh ini dapat terjadi saat melakukan pemeriksaan maupun saat menganalisa hasil pemeriksaan BERA.5 Penemuan yang menandakan adanya patologi retrocochlear pathology dapat meliputi satu atau lebih dari tanda berikut ini:

Perbedaan latensi gelombang V interaural absolut (IT5) memanjang Interval antar puncak gelombang I-V interaural - memanajang Latensi absolut dari gelombang V memanjang dibandingkan dengan data normatif Latensi absolut dan latensi interval antar puncak gelombang I-III, I-V, III-V memanjang dibandingkan dengan data normatif

Tidak adanya respon auditori batang otak pada telinga yang dilakukan pemeriksaan.5

Secara umum, pemeriksaan BERA menujukkan sensitivitas lebih dari 90% dan spesifisitas mendekati 70-90%.5

22

Sensitivitas untuk tumor kecil tidak sebesar nilai tersebut diatas. Karena alasan tersebut, pasien-pasien yang asimptomatik dengan hasil pemeriksaan BERA normal sebaiknya menjalani audiogram dalam 6 bulan untuk memonitor perubahan yang terjadi terhadap sensitivitas pendengaran atau tinnitus. Pemeriksaan BERA dapat diulangi jika terdapat indikasi. Sebagai alternatif lain, MRI yang diperkuat dengan gadolinium, dimana telah menjadi patokan standard, dapat digunakan untuk mengidentifikasi vestibular schwannoma yang sangat kecil (3-mm).5 Aplikasi lainnya dari BERA. Aplikasi lain dari BERA terus dikembangkan. Penelitian yang baru-baru ini dilakukan menunjukkan bahwa meskipun latensi gelombang BERA keseluruhan masih dalam batas normal pada pasien dengan tinnitus, pasien-pasien tersebut memiliki latensi yang lebih panjang dari pada pasien-pasien kontrol tanpa tinnitus. Hal tersebut menunjukkan bahwa BERA dapat berguna dalam memonitor dan memahami tinnitus. BERA juga telah digunakan untuk mengetahui prognostik pasien-pasien koma. Penelitian menemukan bahwa pasien-pasien dengan GCS (Glasgow coma scale) 3 dan yang memiliki hasil pemeriksaan BERA secara signifikan abnormal memiliki kemungkinan yang lebih besar terhadap kematian dari pada yang memiliki hasil pemeriksaan BERA normal.5,7

23

BAB IV KESIMPULAN

Ada beberapa pemeriksaan fungsi pendengaran yakni : 1. Tes Penala (Tes Rinne, Webber, dan Swabach), Dengan hasil sebagai berikut : TEST RINNE Positif Negative WEBER Tidak ada lateralisasi Lateralisasi ke telinga yang sakit Lateralisasi ke telinga yang sehat Pada tuli konduktif < 30 dB, Rinne bisa masih positif SCHWABACH Sama dengan pemeriksa Memanjang DIAGNOSIS Normal Tuli konduktif

Positif

Memendek

Tuli sensorineural

Catatan

2.

Tes Berbisik. Penilaian untuk Tes Berbisik menurut Feldmann adalah sebagai berikut : Normal : 6-8 m Tuli ringan : 4 - <6m Tuli sedang : 1 - <4 m Tuli berat : 25 cm - <1 m Tuli Total : <25 cm

3. Audiometri, dan Hasil pemeriksaan audiometri (kehilangan pendengaran) Kehilangan (Desibel) 0-15 >15-25 >25-40 Klasifikasi Pendengaran normal Kehilangan pendengaran kecil Kehilangan pendengaran ringan

24

>40-55 >55-70 >70-90 >90

Kehilangan pendengaran sedang Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat Kehilangan pendengaran berat Kehilangan pendengaran berat sekali

4. Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) yakni tes neurologik untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara. Dapat juga untuk menentukan sumber gangguan pendengaran apakah di cochlea atau retro choclearis, mengevaluasi brainstem (batang otak), serta menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan karena psikologis atau fisik. Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada efek samping, sehingga bisa juga dimanfaatkan untuk Screening Medical Check Up

25

DAFTAR PUSTAKA

1.

Soepardi, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 6. Penerbit FKUI Jakarta, 2011.

2.

Boies, Adam. Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 cetakan VI. Penerbit Buku Kedokteran EGC : 2010.

3. Guyton,AC, Hall,JE, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 1997, editor: irawati setiawan, ed. 9, 1997, Jakarta: EGC 4. Pearce, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia, Jakarta,2004 5. Bhattacharyya, Neil, Auditory Brainstem Response Audiometry, dikutp dari situs: http://emedicine.medscape.com, 2009 6. Dr. Wijana, Sp.THT, Apakah Bayiku Tuli?, dikutip dari situs: http://pr.qiandra.net.id, 2010 7. Dr. T. Balasubramanian M.S. D.L.O, BERA, dikutip dari situs: http://www.drtbalu.co.in/bera.html, 2008

26

Anda mungkin juga menyukai