Anda di halaman 1dari 15

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2022


UNIVERSITAS HASANUDDIN

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA URTIKARIA AKUT

DISUSUN OLEH :
Anugrah Pratama Tanga Putra C014212221
Muhammad Al-Fhitrah Lakidende C014212203
Muhammad Shafwan Suyuti C014212228
Tri Nurvia Handayani C014212232

SUPERVISOR PEMBIMBING :
dr. Irma Helina Amiruddin, Sp.KK

RESIDEN PEMBIMBING :

dr. Firyal Maulia

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS


KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN
KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2022
HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL REFERAT: DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA URTIKARIA AKUT


Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:
1. Nama: Anugrah Pratama Tanga Putra
NIM: C014212221
2. Nama : Muhammad Al-Fhitrah Lakidende
NIM: C014212203
3. Nama: Muhammad Shafwan Suyuti
NIM: C014212228
4. Nama: Tri Nurvia Handayani
NIM: C014212232
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Oktober 2022

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Irma Helina Amiruddin, Sp.KK dr. Firyal Maulia


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Urtikaria adalah reaksi pada kulit akibat bermacam-macam sebab. Sinonim


penyakit ini adalah biduran, kaligata, hives, nettle rash. Ditandai oleh edema
(bengkak) setempat yang timbul secara mendadak dan menghilang perlahan-lahan,
berwarna kemerahan dan pucat, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat
dikelilingi halo (bulatan).(1) Urtikaria umumnya diklasifikasikan sebagai akut atau
kronis, tergantung pada durasi gejala dan keberadaannya atau tidak adanya
rangsangan yang memicu. Urtikaria akut adalah urtikaria dengan atau tanpa
angioedema yang berlangsung kurang dari 6 minggu. Urtikaria kronis didefinisikan
sebagai urtikaria dengan atau tanpa angioedema yang berkelanjutan atau tidak
selama 6 minggu atau lebih

2.2 EPIDEMIOLOGI

Menurut sebuah studi Jerman, hingga 20% dari populasi akan mengalami
episode urtikaria di beberapa titik dalam hidup mereka.(3) 8,8-20% individu di
komunitas mengalami serangan urtikaria setidaknya sekali seumur hidup . Hal ini
dapat dilihat pada semua usia dan jenis kelamin tetapi sedikit lebih umum pada
orang dewasa muda. Pada 40-50% pasien, urtikaria dan angioedema terlihat dalam
kombinasi, hanya urtikaria atau angioedema yang terlihat masing-masing pada 40%
dan 20% orang [2]. Prevalensi urtikaria kronis lebih kecil dibandingkan urtikaria
akut, yaitu 1,8% pada dewasa dan berkisar antara 0,1-0,3% pada anak

2.3 ETIOLOGI

Banyak teori etiologi urtikaria, sampai sekarang belum ada yang bisa
dibuktikan. Beberapa teori antara lain:
1. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria baik secara imunoogik
maupun non imunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria
secara imunologi tipe I atau tipe II. Contohnya adalah obat-obat golongan
penisilin, sulfonamide, analgesic. Ada pula obat yang secara langsung dapat
merangsang sel mast untuk melepaskan histamine, misalnya kodein dan
opium. 1,2
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urikaria yang akut, umumnya
akibat reaksi imunologi. Makanan berupa protein atau bahan lain yang
dicampurkan kedalamnya seperti zat pewarna penyedap rasa, atau bahan
pengawet, sering menimbulkan urtikaria. Contoh makanan yang sering
menimbulkan urtikaria ialah telur, ikan kacang, udang, coklat, keju, bawang.
Bahan yang dicampurkan dalam makanan seperti asam nitrat, asam benzoat
dan ragi. 1,2
3. Gigitan atau sengatan serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menyebabkan urtikaria lebih
diakibatkan karena peranan IgE (reaksi tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). 1,2
4. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah serbuk tekstil, air liur
binatang, tumbuh-tumbuhan, dan bahan kimia misalnya insect repellent
(pembasmi serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan bahan
tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria. 1,2
5. Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin yakni berenang atau
memegang benda dingin. Faktor panas misalnya sinar matahari, sinar uv,
radiasi atau panas akibat pembakaran. Faktor tekanan yaitu goresan, pakaian
ketat, ikat pinggang, dan tekanan yang berulang-ulang, Klinis biasanya terjadi
di tempat yang mudah terkena trauma. Dapat timbul urtikaria beberapa menit
atau jam setelah digores benda tumpul.1,2

2.4 PATOFISIOLOGI

Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang


meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan penggumpalan
cairan setempat. Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan.
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator misalnya histamine, kinin, serotonin, slow reacting substance of
anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil. 3,4
Hal yang mendasari terjadinya urtikaria adalah triple respons dari Lewis,
yaitu eritema akibat dilatasi dari kapiler, timbulnya flare akibat dilatasi yang
diperantarai refleks akson saraf dan timbulnya wheal akibat ekstravasasi cairan
akibat meningkatnya permeabelitas vaskuler3,4
Secara histologis urtikaria menunjukkan adanya dilatasi pembuluh darah
dermal di bawah kulit dan edema (pembengkakan) dengan sedikit infiltrasi sel
perivaskuler, diantaranya yang paling dominant adalah eosinofil. Kelainan ini
disebabkan oleh mediator yang lepas, terutama histamine, Akibat degranulasi sel
mast kutan atau subkutan, dan leukotrien juga dapat berperan.3,4
Histamin akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah di bawah kulit
sehingga kulit berwarna merah (eritema). Histamine juga menyebabkan
peningkatan permeabelitas pembuluh darah sehingga cairan dan sel, terutama
eosinofil, keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan pembengkakan kulit
local, cairan serta sel yang keluar akan merangsang ujung saraf perifer kulit
sehingga timbul rasa gatal. Terjadilah bentol merah yang gatal.3,4
Urtikaria disebabkan karena adanya degranulasi sel mast yang dapat terjadi
melalui mekanisme imun atau nonimun. Histamine adalah mediator terpenting pada
reaksi alergi fase cepat yang diperantarai IgE pada penyakit atopik. Histamine
terikat pada reseptor histamine yang berbeda-beda. Terdapat 4 jenis reseptor
histamine, yaitu reseptor H1, H2, H3 dan H4. masing-masing memiliki efek
fisiologi yang berbeda.3,4

Gambar 1 : Patofisiologi Urtikaria Akut


2.5 MANIFESTASI KLINIK

Keluhan subjektif biasanya timbul rasa gatal, perih, atau tertusuk. Secara
klinis akan tampak eritema dan edema lokal berbatas tegas dan terkadang tampak
pucat di bagian tengah. Eritema atau kemerahan akan berubah menjadi putih saat
ditekan. Bentuknya bisa papula, dan ukurannya bisa lentikular, nummular sampai
plak. Bila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan
submukosa atau subkutan, juga beberapa organ dalam misalnya saluran cerna dan
napas, disebut angioedema.1,2

Urtikaria akibat tekanan mekanis dapat dijumpai pada tempat-tempat yang


tertekan pakaian misalnya di sekitar pinggang, bentuknya sesuai dengan tekanan
yang menjadi penyebab. Pada pasien seperti ini, uji dermografisme menimbulkan
lesi urtika yang linier pada kulit setelah digores dengan benda tumpul. 1,2

Urtikaria akut ditandai dengan timbulnya peninggian kulit secara


mendadak. Peninggian kulit pada urtikaria harus memenuhi kriteria di bawah ini 1:

1. Ditemukan edema sentral dengan ukuran bervariasi, dan bisa disertai eritema
di sekitarnya
2. Terasa gatal atau kadang-kadang sensasi terbakar
3. Umumnya dapat hilang dalam 1-24 jam, ada yang < 1 jam.

Gambar 2 : Urtikaria Akut


Berdasarkan European Academy of Allergy and Clinical Immunolgy
(EAACI), The Global Allergy and Asthma European Network (GA2LEN), The
European Dermatology Forum (EDF), dan The World Allergy Organization
(WAO) pada tahun 2014, urtikaria diklasifikasikan menjadi 3 grup11 :

Grup Sub Grup Keterangan


Urtikaria akut Wheal spontan <6 minggu
Urtikaria Spontan
Urtikaria kronik Wheal spontan >6 minggu
Urtikaria kontak dingin Faktor pencetus:
(cold contact urticaria) udara/air/angin
dingin
Delayed pressure urticarial Faktor pencetus: tekanan
vertikal
Urtikaria kontak panas (hot Faktor pencetus: panas yang
Urtikaria Fisik contact urticaria) terlokalisir
Urtikaria solaris Faktor pencetus: UV dan atau
sinar tampak
Urtikaria factitia/ Urtikaria Faktor pencetus: kekuatan
dermografik mekanis
(wheal muncul setelah 1-5
menit)
Urtikaria angiogenik Faktor pencetus: air
Urtikaria kolinergik Dicetuskan oleh naiknya
temperatur tubuh
Urtikaria kontak Dicetuskan oleh kontak
Kelainan urtikaria dengan
lain bahan yang bersifat
urtikariogenik
Urtikaria yang diinduksi Faktor pencetus: latihan fisik
oleh latihan
fisik (exercise)

2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis urtikaria ditegakkan dengan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cermat. Pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk
membantu diagnosis dan mengidentifkasi etiologi 1,6
2.6.1 Anamnesis
Pada anamnesis dapat ditanyakan keluhan utama pasien, yaitu gatal-gatal dan
kemerahan yang dapat terjadi di lokasi mana pun dan dapat juga disertai dengan
angioedema. Onset dan durasi dari ruam bermanfaat untuk mengkategorikan
urtikaria sebagai akut, rekuren atau kronik , selanjutnya dapat pula digali faktor
faktor pencetus, seperti riwayat penyakit termasuk obat-obat dan penggunaan
suplemen, alergi, riwayat perjalanan, riwayat keluarga untuk mengidentikasi
penyebab dan gejala sistemik penyakit7,8

Gambar 3 : Urtikaria Akut

2.6.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan kulit pada urtikaria meliputi 2,10 :
Lokalisasi (kepala, leher, badan, dan ekstremitas) ukuran ( miliar hingga
sentimeter), bentuk (lentikular hingga plakat) serta effloresensi (eritema, edema
setempat berbatas tegas dengan elevasi kulit, kadang-kadang bagian tengah tampak
pucat), dan dermografisme.
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan guna mengetahui dan mencari penyebab dan
pencetus dari urtikaria. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah6,10 :
1. Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi
yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam.
2. Pemeriksaan kadar IgE total dan eosinofil untuk mencari kemungkinan yang
berkaitan dengan faktor atopi.
3. Pemeriksaan gigi, THT, dan usapan genitalia interna wanita untuk mencari
fokus infeksi.
4. Uji tusuk kulit terhadap berbagai makanan dan inhalan.
5. Uji demografisme dan uji dengan es batu (ice cube test) untuk mencari
penyebab fisik.
6. Pemeriksaan histopatologis kulit perlu dilakukan bila terdapat kemungkinan
urtikaria sebagai gejala vaskulitis atau mastositosis

2.7 DIAGNOSIS BANDING

2.8 TATALAKSANA

Tatalaksana urtikaria, baik akut maupun kronis terdiri dari 2 hal utama, yaitu 1,6 :

1. Identifikasi dan eliminasi faktor penyebab atau pencetus.


Identifikasi faktor penyebab membutuhkan diagnostik yang tepat, jika
terdapat perbaikan setelah eliminasi faktor yang diduga penyebab, baru
dapat disimpulkan sebagai penyebab jika terjadi kekambuhan setelah tes
provokasi.
2. Terapi simptomatis.
Tujuan utama terapi adalah menghilangkan keluhan. Panduan terapi
menurut EEACI/GA2LEN/EDF/WAO.

Gambar 4 : Algoritma Terapi Urtikaria


1. Antihistamin

Antihistamin-H1 non sedatif/ generasi kedua (azelastine, bilastine,


cetirizine, desloratadine, ebastine, fexofenadine, levocetirizine,
loratadine, mizolastine, dan rupatadine) memiliki efikasi sangat baik,
keamanan tinggi, dan dapat ditoleransi dengan baik, sehingga saat ini
digunakan sebagai terapi lini pertama. Apabila keluhan menetap dengan
pemberian antihistamin-H1 non sedatif selama 2 minggu, dosis
antihistamin-H1 non sedatif dapat ditingkatkan sampai 4 kali dari dosis
awal. Pemberian antihistamin harus mempertimbangkan usia, status
kehamilan, status kesehatan dan respon individu.

2. Kortikosteroid
kortikosteroid digunakan hanya pada urtikaria akut atau ekserbasi akut
urtikaria kronis atau muncul eksaserbasi lesi, dapat diberikan
kortikosteroid sistemik (dosis 10-30 mg prednison) selama 3-7 hari.
3. Topikal
dalam tatalaksana urtikaria, selain terapi sistemik, juga dianjurkan untuk
pemberian topikal guna mengurangi rasa gatal, berupa bedak kocok atau
losio yang mengandung mentol 0,5 – 1% atau kalamin.
2.9 PROGNOSIS
Urtikaria akut biasanya sembuh sendiri dan sembuh dengan
menghindari pemicu yang tepat. Dengan urtikaria kronis, sebuah studi
kohort prospektif menemukan bahwa 35% pasien bebas gejala dalam satu
tahun, dengan 29% lainnya mengalami beberapa pengurangan gejala.
Remisi spontan terjadi dalam waktu tiga tahun pada 48% kasus urtikaria
kronis idiopatik, tetapi hanya 16% kasus urtikaria fisik. 28 Studi prospektif
lain pada anak-anak menemukan tingkat remisi pada satu, tiga, dan lima
tahun menjadi 18%, 54%, dan 68%, masing-masing. 29 Pasien mungkin
mengalami episode berulang sepanjang hidup mereka.
BAB III

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

1. Siannoto, M. Diagnosis dan Tatalaksana Urtikaria. Cermin Dunia Kedokteran


44, 190–194 (2017).

2. Djuanda, A. (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.

3. Kang S, Amagai M, Bruckner A. Fitzpatrick’s Dermatology. ninth edit. New


York: Mc Graw Hill Education; 2019.

4. Akib, A. A. F., Munasir, Z., Kurniati, N. 2010. Buku Ajar Alergi Imunologi
Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia

5. The Calgary Guide (2015). URTICARIA: PATHOGENESIS AND CLINICAL


FINDINGS.https://calgaryguide.ucalgary.ca/Urticaria--Pathogenesis-and-Clinical-
Findings/. Diakses Oktober 2022.

6. Menaldi SL, Bramono K, Indriatni W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi 7. Jakarta : Badan Penerbit FKUI. 2016.

7. Agung, M. W., Nurdin, D. & Sabir, M. URTIKARIA PADA PEREMPUAN


USIA 39 TAHUN : LAPORAN KASUS. Jurnal Medical Profession (Medpro) 2,
102–106 (2020).

9. Atmaja, G. M. P., Suryawati, N. & Rusyati, L. M. M. Karakteristik profil pasien


urtikaria akut di poliklinik kulit dan kelamin Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Sanglah periode Oktober 2017- 2018. Intisari Sains Medis 10, (2019)

10. Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. (2006). Urtikaria dan


Angioedema dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; p.257-61.

11. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOKSI)


2017,Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Di
Indonesia, PP PERDOKSI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai