Disusun Oleh
Lesdamiati
2310070200017
PRESEPTOR
dr. Ade Ariadi, Sp. AN
SOLOK
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam karena atas izin Nya penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Farmakologi Paracetamol" ini dengan baik. Penulisan
referat ini diharapkan berguna sebagai khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang
kesehatan yang memberikan gambaran tentang berbagai obat dan dapat bermanfaat bagi
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Ade Ariadi, Sp. AN yang telah
memberikan bimbingan serta arahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat
ini tepat waktu demi memenuhi tugas kepaniteraan klinik. Penulis menyadari masih banyak
kesalahan baik dalam segi penyusunan, pengolahan, pemilihan kata dan proses pengetikan
karena masih dalam tahap pembelajaran. Saran dan kritik yang membangun tentu sangat
penulis harapkan untuk penyempurnaan dan perbaikan dimasa yang akan datang. Akhir kata,
Lesdamiati
2310070200017
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
nonopioid p-aminofenol. Parasetamol ini merupakan salah satu obat yang sering digunakan
pada migren. Parasetamol digunakan secara luas sebagai antipiretik dan analgesik. Dosis
digunakan dalam kombinasi dengan aspirin dan kafein. Keuntungan pemakaian parasetamol
antara lain adalah indeks terapinya lebar, bioavaibilitas bagus setelah pemberian oral, eliminasi
cepat, interaksi dengan obat lain dalam jumlah kecil, harga yang murah, bisa dibeli bebas tanpa
resep dokter dan efek sampingnya yang sedikit. Hal ini membuat parasetamol popular
digunakan. (1)
Pemakaian parasetamol bisa dengan resep maupun tanpa resep. Parasetamol merupakan
obat yang aman bahkan hampir tidak ada efek samping yang dilaporkan ketika digunakan pada
dosis terapi, namun pada beberapa dekade terakhir dilaporkan adanya efek yang tidak
menguntungkan pada sistem saraf pusat. Parasetamol dapat menembus sawar darah otak
sehingga efek sampingnya pada sel otak tidak dapat dihindari. Penggunaan jangka panjang
edisi III-β tahun 2013, didefinisikan sebagai nyeri kepala > 15 hari/bulan, penggunaan secara
berlebihan satu atau lebih obat secara rutin selama > 3 bulan yang digunakan untuk terapi akut
atau simtomatik nyeri kepala, dan adanya nyeri kepala yang semakin berkembang dan
memburuk selama penggunaan obat secara berlebihan. Migren mempunyai potensi yang lebih
4
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi
Migren
masalah klinik terbesar kedua dengan jumlah prevalensi tahun 2016 sebesar 1044772 ribu dan
insidensi sebesar 110316 ribu. Migren merupakan nyeri kepala primer. Migren sering dimulai
saat pubertas. Sebagian besar terjadi pada usia 30 – 55 tahun. Migren lebih banyak terjadi pada
Nyeri merupakan alasan terbanyak pasien mencari pertolongan medis. Nyeri menurut
International Association for the Study of Pain (IASP) adalah pengalaman sensorik dan
emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan, baik aktual maupun
potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri bisa terjadi di area
mana saja, salah satunya bisa mengenai regio kepala, disebut sebagai nyeri kepala.(1)
kriteria International Heacahe Society (IHS), dibagi menjadi nyeri kepala primer dan sekunder.
Nyeri kepala primer merupakan nyeri kepala yang tidak disertai adanya kerusakan struktural
maupun metabolik, sedangkan nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang disertai adanya
kerusakan struktural atau sistemik. MOH merupakan nyeri kepala sekunder yang paling sering
terjadi akibat penggunaan obat secara berlebihan dan jangka panjang saat mengatasi nyeri
kepala migren. MOH mempengaruhi hingga 5% populasi dengan proporsi perempuan lebih
besar daripada laki-laki. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Chagas dkk diperoleh data
bahwa dari 145 pasien dengan nyeri kepala dengan umur 18-78 tahun, 87.6% adalah
perempuan dan 12.4% adalah laki-laki. Dari 145 pasien tersebut, 20% mengalami migren.
6
Penggunaan analgesik untuk nyeri kepala akut diteliti pada 250 pasien. Jumlah tersebut
melebihi jumlah pasien yang menjadi subjek penelitian sebesar 145 pasien. Dari 250 pasien,
2.2 Patofisiologi
Patofisologi Migren
Nyeri kepala pada migren dihasilkan dari aktivasi pembuluh darah afferent utama yang
menginervasi pembuluh darah kranial dan meningen. Akhiran afferent trigeminal utama
membuat sinap dengan saraf di Trigeminal Nucleus Caudalis (TNC). Saraf order kedua
informasi nosisepsi diartikan. Serat trigeminal ascending selain berakhir di thalamus juga
berakhir di beberapa area batang otak. Proyeksi descending dari nuklei mempunyai pengaruh
kuat pada persepsi nosisepsi sedangkan proyeksi ascending dapat memodulasi fungsi beberapa
area kortikal dan subkortikal. Berdasarkan mekanisme tersebut, perubahan pada beberapa
tahapan bertanggung jawab terhadap peningkatan frekuensi nyeri kepala yang terjadi pada
MOH termasuk perubahan eksitabilitas saraf kortikal, peningkatan sensitifitas sistem nosisepsi
trigeminal sentral dan perifer, dan kekacauan sistem kontrol endogen sentral.(1)
Parasetamol dengan dosis 1000 mg digunakan sebagai terapi migren non spesifik.
Mekanisme kerja untuk mengatasi nyeri adalah dengan menekan sinyal dari saraf perifer yang
menuju dorsal horn dengan cara menghambat reseptor TRPA1, menghambat reuptake
cannabinoid endogen atau vanilloid anandamide melalui down regulasi saraf terhadap
Beberapa gambaran klinis mengenai MOH yaitu (1) MOH terjadi pada sebagian besar
pasien dengan nyeri kepala primer. Penggunaan analgesik jangka panjang jarang memicu
7
timbulnya MOH pada pasien tanpa nyeri kepala atau indikasi lain. MOH terjadi akibat
penggunaan analgesik secara berlebihan dan faktor kerentanan pasien. (2) MOH biasanya
terjadi pada pasien migren yang mengalami peningkatan eksitasi saraf di sistem saraf pusat. (3)
Semua kelompok obat pada migren baik obat spesifik (ergot dan triptan) dan non spesifik
analgesik (opioid dan analgesik non narkotika) dapat menyebabkan MOH jika digunakan
secara berlebihan.
MOH akibat penggunaan parasetamol secara kronik pada migren yaitu efek pada
(52-57%) dan sulfasi (30-44%) menjadi konjugat yang tidak toksik, namun sejumlah kecil
mengalami oksidasi melalui sistem enzim cytochrome P450 (CYP450) membentuk metabolit
yang sangat toksik dan reaktif berupa N-acetyl-p-benzo-quinone imine (NAPQI) sebesar 5-
10%. Pada kondisi normal, NAPQI mengalami detoksifikasi melalui konjugasi dengan
glutation (GSH) membentuk konjugat sistein dan asam merkapturat yang kemudian
diekskresikan lewat ginjal. CYP2E1 merupakan isoform CYP450 yang terdapat di beberapa
organ termasuk di otak. Setelah melewati sawar darah otak, parasetamol di dalam otak
dimetabolisme oleh CYP2E1 menjadi NAPQI. Parasetamol dalam konsentrasi tinggi akan
meningkatkan jumlah NAPQI. NAPQI jika berikatan dengan protein sel, akan menyebabkan
kerusakan dan kematian sel. Ikatan NAPQI dengan protein sel secara tidak langsung memicu
penurunan GSH di otak. Penurunan GSH di otak akan meningkatkan stres oksidatif dengan
hipokampus.(1)
8
Pada pasien migren terjadi peningkatan ekspresi adhesi molekul vaskular yang telah
Parasetamol mempunyai efek antioksidan dan anti inflamasi. Parasetamol juga mampu
Pemberian parasetamol dosis tunggal dapat meningkatkan ekspresi P-gp pada isolat kapiler
otak tikus setelah 3 jam hingga 6 jam dan menghilang setalah 24 jam. Parasetamol mempunyai
peran sebagai aktivator Constitutive Androstane Receptor (CAR). CAR merupakan suatu
reseptor nuklear yang mengatur eliminasi dan metabolisme xenobiotic. Aktivasi CAR
menyebabkan transkripsi gen yang mengkode enzim yang memetabolisme dan mentransport
Pada migren terjadi pelepasan Calcitonin Gene Related Peptide (CGRP). CGRP
merupakan neuropeptida kunci yang terlibat dalam aktivasi sistem nosisepsi trigeminal baik
pada perubahan vaskular maupun saraf. Perubahan tersebut dihubungkan dengan peningkatan
Uji preklinik mendukung penemuan klinis pada perubahan sistem 5-HT pada pasien
2.3 Terapi
Migren
Terapi migren terdiri dari terapi preventif dan terapi akut. Terapi preventif bertujuan
untuk mengurangi frekuensi serangan dan keparahan migren. Terapi akut bertujuan untuk
9
menghilangkan gejala ketika terjadi serangan. Obat yang mempunyai efikasi pada terapi
serangan migren dikelompokkan menjadi obat non spesifik (analgesik dan NSAID) dan obat
spesifik (derivat ergot dan triptan). Untuk mencegah terjadinya MOH, penggunaan analgesik
dibatasi 15 hari tiap bulan dan kombinasi analgesik digunakan tidak lebih dari 10 hari tiap
bulan. Komorbid migren seperti depresi, nyeri viseral, fibromyalgia, nyeri orofacial, dan
Kompleksitas dan komorbid pada migren menimbulkan terjadi interaksi obat. Interaksi
obat dengan obat tersebut menimbulkan terjadinya MOH. Obat yang berinteraksi dengan
parasetamol yang menimbulkan MOH adalah obat yang melewati jalur metabolisme melalui
CYP450. Lebih dari 70% obat yang diresepkan oleh dokter mempunyai jalur metabolisme yang
sama yaitu melalui CYP450. Obat yang mempunyai alur metabolisme yang sama melalui
CYP450 menyebabkan terjadinya penurunan efikasi dan atau toksisitas. Genotipe dan fenotipe
American Academy of Neurology (AAN) tahun 2000, parasetamol oral efektif untuk terapi
migren akut dengan level of evidence B. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
2009, parasetamol dosis 1000 mg baik secara oral dan suppositoria mempunyai level of
evidence A. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lipton dkk tahun 2000
mengenai efikasi dan keamanan parasetamol pada terapi migren. Parasetamol dosis 1000 mg
yang diberikan secara intravena tidak dapat digunakan untuk terapi serangan migren akut.
Parasetamol tunggal tidak direkomendasikan sebagai terapi migren sedang hingga berat (level
B).(1)
10
Medication Overuse Headache (MOH)
Pemberian edukasi kepada pasien memegang peranan penting dalam manajemen nyeri
kepala. Selain edukasi, terdapat tahapan lain dalam terapi MOH yaitu penghentian obat yang
menyebabkan MOH secara mendadak, terapi transisi (bridge therapy) ditujukan untuk
meredakan gejala ketika dilakukan withdrawal, penetapan regimen terapi nyeri kepala meliputi
pencegahan dan terapi akut pada nyeri kepala primer yang mendasari, dan dilakukan follow up
2.4 Definisi
populer di masyarakat dan biasa digunakan sebagai pereda nyeri dari nyeri ringan sampai
sedang. Parasetamol bekerja dengan menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan.
Parasetamol telah terbukti efek analgesik dan antipiretiknya, namun efek anti inflamasinya
sangat lemah dan mulai banyak digunakan sebagai pereda rasa nyeri akut pasca operasi.(2)
Berdasarkan Three Step Ladder WHO (World Health Organization), penanganan nyeri
dibedakan atas intensitasnya. Nyeri ringan dapat ditangani dengan parasetamol atau NSAID
(Non-Steroid Anti Inflamatory Drugs) atau kombinasi NSAID dengan analgesik adjuvant.
Nyeri sedang dapat ditangani dengan NSAID atau kombinasi NSAID dengan analgesik
adjuvant atau kombinasi NSAID dan analgesik adjuvant dengan opioid lemah. Nyeri berat
dapat ditangani dengan NSAID, opioid kuat, kombinasi NSAID dengan opioid kuat, atau
kombinasi NSAID dan opioid kuat dengan analgesik adjuvant. Pada penanganan nyeri kronik
Parasetamol mempunyai efikasi yang mirip dengan asetosal, tetapi tidak dapat
menunjukkan aktivitas antiinflamasi, parasetamol kurang mengiritasi lambung dan karena itu
lebih disukai daripada asetosal, khususnya pada orang lansia. Efek analgesik parasetamol
dalam mengatasi nyeri gigi ringan sampai sedang lebih kecil dibanding asetosal, namun
11
parasetamol tidak mempengaruhi waktu pendarahan (bleeding time) ataupun berinteraksi
secara bermakna dengan warfarin. Dan lagi, parasetamol kurang mengiritasi lambung.
Parasetamol adalah analgesik yang sesuai untuk anak-anak. Overdosis dengan parasetamol
secara khusus berbahaya karena dapat mengakibatkan kerusakan hati yang kadang-kadang
Parasetamol adalah obat antipiretik dan analgesik yang paling banyak digunakan pada
anak. Parasetamol sebagai terapi pilihan lini pertama (first choice) pada anak untuk pengobatan
demam kurang dari 41ºC dan sakit ringan sampai sedang. Parasetamol telah tersedia tanpa
resep sejak tahun 1960 dan mempunyai keamanan pada penggunaan jangka pendek.
Parasetamol diakui sebagai salah satu obat yang paling umum digunakan yang merupakan
golongan non-opioid.(4)
Dosis parasetamol dengan pemberian rute oral dan rektal yang tercantum dalam
literatur umumnya adalah sama. Kebanyakan Pediatric Dosing Handbook mengutip bahwa
dosis standar pemberian parasetamol oral maupun rektal adalah 10-15 mg/kg diberikan setiap
4-6 jam. Untuk dosis tinggi, pemberian parasetamol rektal adalah 40-45 mg/kg. Pemberian
parasetamol rektal dengan dosis 10-15 mg/kg terkadang gagal mencapai kadar serum
antipiretik. Oleh karena itu dosis parasetamol rektal dalam kisaran 30-45 mg/kg diperlukan
untuk dapat mencapai kadar serum antipiretik. Dosis parasetamol pada bayi baru lahir, bayi,
Parasetamol mempunyai profil efikasi yang bagus, profil reaksi obat yang merugikan
sangat rendah dan sangat rendah pula potensi berbahaya dari interaksi obat-obatnya.
Parasetamol tersedia dalam formulasi oral dan rektal selama beberapa dekade. Namun, terdapat
kontroversi mengenai kesesuaian formulasi ini untuk digunakan dalam beberapa keadaan,
seperti pasca operasi, perawatan akut. Kontroversi mengenai kesesuaian formulasi dan dosis
12
Penyerapan parasetamol dari rektum berlangsung lambat dan sering tidak menentu
dengan variabel penyerapan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut yaitu
rektum, pH rektum, isi kubah rektal, dan aliran darah kolon. Formulasi suppositoria juga dapat
lebih cepat dari pada suppositoria hidrofilik. Bioavailabilitas relatif parasetamol formulasi
rektal dibandingkan dengan formulasi oral telah dilaporkan 0,52 (dengan rentang 0,24-0,98).
kali disintesis oleh Morse pada tahun 1878 dan digunakan secara klinis pertama kali oleh Von
Mering pada tahun 1887 merupakan obat analgesik yang efektif sehingga sampai saat ini para
ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat tersebut. Obat ini banyak
digunakan sebagai swamedikasi (pengobatan mandiri) untuk meredakan 1,2 demam, sakit
kepala dan nyeri ringan sampai sedang. Obat ini mempunyai aktivitas sebagai analgesik, tetapi
aktivitas antiinflamasinya lemah. Pada penanganan nyeri akut paska operasi derajat ringan
sampai sedang, biasanya dosis analgesik untuk Parasetamol yang diberikan adalah 1000 mg
mempengaruhi koagulasi darah, atau mempengaruhi fungsi ginjal. Namun dari semua
kelebihannya Parasetamol ini juga memiliki beberapa kekurangan dan efek samping. Pada
dosis yang besar (lebih dari 2000 mg per hari) dapat meningkatkan risiko gangguan pencernaan
bagian atas. Selain itu, penggunaan Parasetamol di atas rentang dosis 3 terapi dapat
kerja yang berbeda dari NSAID lain. Walau mekanismenya belum dipahami dengan jelas,
13
tetapi tampak adanya hambatan pada siklooksigenase (COX) di otak secara selektif, hal ini
biasa idgunakan untuk mengobati demam dan nyeri juga dapat menghambat sintesis
menghasilkan efek antipiretik. Meskipun asetaminofen memiliki profil keamanan yang baik
pada tingkat terapeutik, asetaminofen dapat menyebabkan kerusakan hati yang parah jika
(POX). Peran parasetamol sebagai pengobatan alternatif untuk penutupan PDA telah mendapat
perhatian karena adanya efek samping yang potensial dari inhibitor COX.(7)
segmen peroksidase dari enzim yang menyebabkan pengurangan sintesis PG. Selain itu,
memiliki efek vasokonstriksi perifer. Oleh karena itu, parasetamol dicoba sebagai pengobatan
lini dalam penutupan PDA dengan efek samping yang diamati lebih sedikit dibandingkan
2.5 Intoksikasi
baik. Insidensi keracunan di dunia secara pasti tidak diketahui, diperkirakan 500.000 orang
meninggal setiap tahun akibat berbagai macam keracunan. WHO secara konservatif
berkembang dan meningkat hampir dua kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir ini. Dari laporan
tahunan Sentra Informasi Keracunan Depkes RI terlihat peningkatan informasi yang berkaitan
dengan keracunan yaitu dari 265 tahun 1996 menjadi 463 tahun 1997. Keadaan sesungguhnya
mengenai berbagai kasus keracunan mungkin jauh lebih banyak lagi sejalan dengan
14
bertambahnya penggunaan obat-obat bebas di masyarakat. Melihat kejadian keracunan yang
terjadi di Indonesia ini maka telah dibentuk suatu Sentra Informasi Keracunan (SIKer) dalam
Keracunan ataupun intoksikasi adalah suatu kondisi dimana masuknya zat psikoaktif
yang menyebabkan gangguan kognisi, kesadaran, persepsi, perilaku dan respon psikofisiologis.
Dapat juga diartikan bahwa sebagai tanda masuknya suatu zat ke dalam tubuh seseorang yang
dapat menyebakan ketidak normalan mekanisme yang ada di dalam tubuh hingga dapat
Di Indonesia terjadi kasus keracunan nasional yang disebabkan oleh beberapa macam
penyebab yaitu binatang, tumbuhan, obat tradisional, komestika, pestisida, kimia, NAPZA
(Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya), obat, pencemar lingkungan, makanan,
produk suplemen, minuman, dan campuran. Data terakhir menyebutkan bahwa keracunan
dominan disebabkan oleh obat-obatan yang dilarang beredar, salah satunya ialah pil PCC.(9)
Pil PCC merupakan obat yang mengandung zat aktif Carisoprodol, yang merupakan
obat yang memiliki dampak penyalahgunaanya lebih besar dari pada efek terapinya. Sehingga
obat yang mengandung Carisoprodol dibatalkan izin edarnya pada tahun 2013. Dimana zat
tersebut memiliki efek samping kehilangan keseimbangan, sakit kepala yang berlebih sampai
denyut jantung tidak stabil, kejang-kejang, pingsan dan dapat menimbulkan kematian.
Kematian dapat dihindari bila penatalaksanaan terapinya tidak terlambat dan tepat.(9)
Penatalaksanaan terapi keracunan pada umumnya disebut terapi antidot, yakni tatacara
yang secara khusus ditujukan untuk membatasi intensitas efek toksik zat beracun atau untuk
bahaya selanjutnya. Beberapa asas umum yang mendasari terapi antidot tersebut meliputi
sasaran, strategi dasar, cara, dan pilihan terapi antidot. Sasaran terapi antidot ialah penurunan
atau penghilangan intensitas efek toksik zat beracun. Strategi dasar terapi antidot meliputi
15
penghambatan absorpsi, distribusi (translokasi), peningkatan eliminasi dan atau penaikan
Parasetamol merupakan obat analgesik non narkotik dengan cara kerja menghambat
sintesis prostaglandin terutama di SSP . Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara
baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi dengan
obat lain dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau yang dijual bebas. Keracunan
Farmakokinetik
Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan kadar serum puncak
dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-kira 2 jam. Metabolisme di hati, sekitar 3 %
diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui urin dan 80-90 % dikonjugasi dengan asam
glukoronik atau asam sulfurik kemudian diekskresi melalui urin dalam satu hari pertama;
sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil benzokuinon yang sangat reaktif dan berpotensi
menjadi metabolit berbahaya. Pada dosis normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari
glutation menjadi substansi nontoksik. Pada dosis besar akan berikatan dengan sulfhidril dari
protein hati.(8)
Mekanisme toksisitas
didetoksifikasi oleh glutation membentuk asam merkapturi yang bersifat non toksik dan
diekskresikan melalui urin, tetapi pada dosis berlebih produksi metabolit hepatotoksik
bereaksi dengan sel-sel hepar dan timbulah nekrosis sentrolobuler. Oleh karena itu pada
16
Dosis Toksik
Parasetamol dosis 140 mg/kg pada anak-anak dan 6 gram pada orang dewasa berpotensi
hepatotoksik. Dosis 4g pada anak-anak dan 15g pada dewasa dapat menyebabkan
hepatotoksitas berat sehingga terjadi nekrosis sentrolobuler hati. Dosis lebih dari 20g bersifat
fatal. Pada alkoholisme, penderita yang mengkonsumsi obat-obat yang menginduksi enzim
hati, kerusakan hati lebih berat, hepatotoksik meningkat karena produksi metabolit
meningkat.(8)
Paracetamol merupakan obat yang sering digunakan untuk mengobati demam dan nyeri
ringan seperti sakit kepala dan nyeri otot. Meskipun aman dikonsumsi pada dosis terapeutik,
namun overdosis obat yang disebabkan oleh pemakaian jangka panjang ataupun
nekrosis sel hepar daerah sentrolobuler yang dapat menyebabkan gagal hepar akut. Ketika
terjadi overdosis, kadar glutathion-SH (GSH) dalam sel hati menjadi sangat berkurang yang
berakibat kerentanan sel- sel hati terhadap cedera oleh oksidan dan juga memungkinkan N-
parasetamol yang salah, dalam dosis tinggi dan waktu yang lama dapat menimbulkan efek
samping yang tidak diinginkan, di antaranya adalah efek hepatotoksisitas yang merusak sel-sel
hati (Sheen, et al. 2002). Kerusakan hepar terjadi karena pada dosis yang berlebihan, hasil
metabolisme parasetamol yang berupa NAPQI tidak dapat dinetralisir semuanya oleh
glutathion hepar. Senyawa NAPQI bersifat toksik dan dapat menyebabkan terjadinya reaksi
rantai radikal bebas (Correia & Castagnoli, 1989). Efek yang ditimbulkan yaitu adanya
kerusakan pada organ-organ seperti organ hepar. Salah satu indikator kerusakan hati yaitu
dengan melihat kadar SGOT-SGPT. Kadar SGOT-SGPT digunakan untuk tujuan diagnostik.
Dua enzim yang paling sering berkaitan dengan kerusakan hepatoselular adalah
17
aminotransferase yang terdiri dari Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) dan
Serum Glutamik Piruvat Transaminase (SGPT). Kedua enzim ini berfungsi penting pada
pembentukan asam-asam amino yang tepat yang dibutuhkan untuk menyusun protein di
hepar.(10)
Gambaran klinis
1. Stadium I (0-24 jam), asimptomatis atau gangguan sistim pencernaan berupa mual,
muntah, pucat, berkeringat. Pada anak-anak lebih sering terjadi muntah-muntah tanpa
berkeringat.
menghilang dan muncul ikterus, nyeri perut kanan atas, meningkatnya bilirubin dan
waktu protombin. Terjadi pula gangguan faal ginjal berupa oliguria, disuria, hematuria
atau proteinuria.
3. Stadium III ( 72 - 96 jam ) Merupakan puncak gangguan faal hati, mual dan muntah
4. Stadium IV ( 7- 10 hari) Terjadi proses penyembuhan, tetapi jika kerusakan hati luas
dan progresif dapat terjadi sepsis, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan
kematian.(8)
Diagnosis
• Uji kualitatif : sampel diambil dari urin, isi lambung atau residu di tempat kejadian.
Caranya : 0,5 ml sampel + 0,5 ml HCl pekat, didihkan kemudian dinginkan ; tambahkan
hidroksida dan aduk 5 menit, hasil positip timbul warna biru dengan cepat. Uji ini
sangat sensitif.
18
• Kuantitatif : Kadar dalam plasma diperiksa dalam 4 jam setelah paparan dan dapat
Penanganan
• Dekontaminasi
Sebelum RS : Dapat diberikan karbon aktif atau sirup ipekak untuk menginduksi muntah pada
Setelah dt di RS : Pemberian karbon aktif, jika terjadi penurunan kesadaran karbon aktif
diberikan melalui pipa nasogastrik. Jika dipilih pemberian metionin sebagai antidotum untuk
menstimulasi glutation, karbon aktif tidak boleh diberikan karena akan mengikat dan
menghambat metionin.(8)
• Antidotum
meningkatkan konjugasi sulfat pada parasetamol. N asetil sistein sangat efektif bila
2. Methionin per oral, suatu antidotum yang efektif, sangat aman dan murah tetapi
• Bolus 150 mg /KBB dalam 200 ml dextrose 5 % : secara perlahan selama 15 menit,
• Oral atau pipa nasogatrik Dosis awal 140 mg/ kgBB 4 jam kemudian, diberi dosis
dapat menyebabkan mual dan muntah. Jika muntah dapat diberikan metoklopropamid
19
(60-70 mg IV pada dewasa) Larutan N asetil sistein dapat dilarutkan dalam larutan 5 %
jus atau air dan diberikan sebagai cairan yang dingin. Keberhasilan terapi bergantung
Tata Laksana Terapi Pasien Keracunan Obat PCC (Paracetamol Coffein Carisoprodol)
simptomatik penyakit psikoneurisis dan berguna sebagai obat tambahan pada terapi penyakit
Penggunaan obat golongan Antiansietas yang sering digunakan adalah obat Diazepam
yang diindikasikan untuk terapi kecemasan (ansietas) dalam penggunaan jangka lama, karena
mempunyai masa kerja panjang. Selain itu juga sebagai sedatif dan keadaan psikosomatik yang
ada hubungan dengan rasa cemas dan sebagai hipnotik, antikonvulsi, pelemas otot dan induksi
anastesi.(9)
Penggunaan obat Diazepam juga diberikan dengan preeklampsia dan eklampsia yang
diberikan secara intravena dengan dosis 10 mg (Kemenkes RI, 2007). Untuk itu ketersediaan
yang memadai sesuai kebutuhan medis harus terpenuhi di semua tingkatan fasilitas kesehatan.
Sehingga penggunaan obat Diazepam lebih banyak penggunaannya dibandingkan dengan obat-
obatan lainnya.(9)
Sama halnya dengan penggunaan obat golongan Antipsikosis seperti Haloperidol dan
Lodomer yang merupakan obat antipsikotik generasi pertama yang bekerja dengan cara
memblokade reseptor dopamin pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak, khususnya di
sangat efektif dalam mengobati gejala positif pada pasien skizofrenia, seperti mendengar suara,
melihat hal-hal yang sebenarnya tidak ada dan memiliki keyakinan yang aneh. Haloperidol
berguna untuk menenangkan keadaan mania pada pasien psikosis, sehingga sangat efektif
20
diberikan pada pasien dengan gejala dominan gaduh, gelisah, hiperaktif dan sulit tidur yang
dikarenakan halusinasi.(9)
obat analgesik non opioid yang telah digunakan sejak tahun 1950an, serta juga digunakan
sebagai obat antipiretik dan telah menjadi terapi lini pertama untuk terapi demam dan nyeri.
Paracetamol, atau sering juga dikenal dengan nama acetaminophen, juga telah banyak
digunakan sebagai salah satu komponen produk untuk nyeri kepala, demam, dan flu, dan juga
sudah dijual secara bebas (OTC – over the counter) di banyak negara, termasuk Indonesia.(9)
Pemberian obat Piracetam yang merupakan obat golongan Nootropik pertama yang
disetujui beberapa negara untuk mengobati gejala penurunan kognitif pada demensia dan
mioklonus kortikal yang ditandai dengan gerakan otot yang tidak terkontrol yang dapat
mengakibatkan kejang, gangguan bicara dan gejala penurunan kognitif pada demensia.
Sehingga Piracetam bekerja mempengaruhi otak dan sistem saraf dengan melindungi korteks
Obat golongan Vitamin yakni hanya sebanyak 1 pasien (1,7%). Vitamin adalah zat-zat
organik kompleks yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah sangat kecil, dan harus didapatkan
dari luar tubuh, karena tidak dapat disintesa atau dibentuk oleh tubuh sendiri. Vitamin yang
digunakan adalah Vitamin B-Kompleks (Vitamin B12, B6, dan B12) yang semuanya
diperlukan untuk fungsi hampir semua proses dalam tubuh. Dimana Vitamin B kompleks saling
bersinergi antara jenis vitamin satu dan jenis vitamin lainnya (Mitayani, 2010).(9)
semisintetis yang termasuk dalam antibiotik kelas penisilin (antibiotik betalaktam). Obat ini
diketahui memiliki spektrum antibiotik yang luas terhadap bakteri gram positif dan gram
negatif pada manusia maupun hewan. Amoksisilin berspektrum luas dan sering diberikan pada
pasien untuk pengobatan beberapa penyakit seperti pneumonia, otitis, sinusitis, infeksi saluran
21
kemih, peritonitis, dan penyakit lainnya. Obat ini tersedia dalam berbagai sediaan seperti tablet,
kapsul, suspensi oral, dan tablet dispersible (UNICEF, 2013). Pemberian obat ini dimaksudkan
untuk mengobati luka yang muncul di lambung, tetapi pemberian antibiotik ini tidak tepat
Pemberian obat-obat elektrolit lain untuk terapi suportif seperti infus kristaloid (IVFD
NaCl 0,9% dan Ringer-Laktat (RL) dan IVFD Dextrose 2,5%. Infus kristaloid seperti (IVFD
NaCl 0,9% dan Ringer Laktat (RL) diberikan sebanyak 3 pasien (5,2%) yang merupakan jenis
cairan Isotonik yakni cairan infus yang osmolaritasnya (tingkat kepekaan) cairannya mendekati
serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga berada di dalam pembuluh darah. Cairan
ini sering digunakan pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga
tekanan darah terus menurun). IVFD Dextrose 2,5% sebanyak 2 pasien (3,5%) yang merupakan
elektrolit berguna pada keadaan sel yang mengalami dehidrasi. Ini memperlihatkan ada
beberapa pasien yang diberi lebih dari dari satu macam infus, misal infus yang mengandung
nyeri derajat ringan hingga sedang, dan juga sebagai kombinasi dan alternatif terapi dalam
teknik multimodal analgesia bersamaan dengan golongan opioid, seperti morphine. Pada saat
ini telah tersedia paracetamol infus dengan sediaan 10 mg/mL dalam vial berisi 100 mL. Oleh
US FDA pada tahun 2010 telah disetujui digunakan untuk terapi nyeri akut derajat ringan
hingga sedang dan terapi demam pada anak dan dewasa. Sejak ditemukan, paracetamol infus
telah digunakan sebagai terapi alternatif pada pasien seperti: pasien dengan gangguan
penyerapan paracetamol/NSAID oral lain, pasien yang memerlukan terapi nyeri dan/atau
memerlukan penurunan suhu tubuh dengan cepat, pasien yang tidak dapat mentoleransi
pemberian obat secara oral, dan pada pasien yang memiliki reaksi sensitivitas terhadap
22
2.6 Sejarah dan Kimia
Parasetamol sebenarnya adalah satu-satunya yang selamat dari apa yang disebut
asetanilida.(11)
Acetanilide secara kebetulan ditemukan memiliki aktivitas antipiretik dan dengan cepat
diperkenalkan ke dalam praktik medis dengan nama antifebrin Cahn dan Hepp, dan terbukti
memiliki aktivitas analgesik serta antipiretik. Namun efek toksiknya yang tidak dapat diterima,
pencarian turunan anilin yang kurang toksik. Sejumlah senyawa diuji. Yang paling memuaskan
Phenacetin dan parasetamol diperkenalkan ke penggunaan klinis pada tahun 1887 oleh
von Mering, yang segera membuang parasetamol dan memilih phenacetin, karena ia berasumsi
Walaupun kalah bersaing dengan aspirin, yang diperkenalkan ke dunia kedokteran oleh
Dreser pada tahun 1899, selama beberapa dekade phenacetin telah dikenal memiliki popularitas
yang luar biasa dan telah digunakan tanpa pandang bulu, terutama sebagai bahan campuran
analgesik yang dipatenkan (khususnya “campuran sakit kepala” yang dijual bebas). biasanya
mengandung phenacetin, turunan aminopyrine atau aspirin, kafein, dan terkadang barbiturat)
awam, terkadang dalam jumlah yang sangat besar selama bertahun-tahun, menyebabkan
banyak keracunan kronis yang serius yang ditandai dengan anemia, methemoglobinemia, dan
23
kerusakan ginjal yang parah, dengan tingginya insiden nekrosis papiler (“nefropati analgesik,”
"nefropati fenacetin").(11)
Pada tahun 1948, Brodie dan Axelrod menunjukkan bahwa metabolit utama yang
bertanggung jawab atas aksi analgesik asetanilida dan fenasetin adalah parasetamol, sedangkan
Maka parasetamol “ditemukan kembali” dan dipasarkan sejak pertengahan tahun 1950-
an. Popularitasnya meningkat dengan cepat, dan di banyak negara, termasuk Inggris, penjualan
parasetamol melebihi aspirin sejak sekitar tahun 1980. Hal ini disertai dengan matinya
phenacetin secara komersial, yang dianggap sebagai penyebab “nefropati analgesik,” toksisitas
hematologi, dan efek psikotropika yang dapat berkontribusi pada tanggung jawab atas
penyalahgunaan.(11)
24
25
26
BAB III
KESIMPULAN
• Parasetamol sebagai obat bebas pada migren dapat memicu MOH pada penggunaan
secara kronik. CSD memicu peningkatan ekspresi reseptor serotonin 5-HT2A, c-Fos-
tiap bulan. Kombinasi parasetamol dan analgesik lain digunakan tidak lebih dari 10 hari
tiap bulan.
bahan toksis dengan terapi dini. 3. Mencegah efek samping yang lebih berat dengan
27
DAFTAR PUSTAKA
2017;6:417–26.
SGOT dan SGPT pada Tikus Wistar yang Diberi Parasetamol. Medica Hosp. 2014;2:78–
83.
Ibuprofen terhadap Penutupan Patent Ductus Arteriosus pada Bayi Prematur. e-Klinik.
2022;10:190–200.
8. Darsono lusiana. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol. JKM.
2002;2:30–8.
10. Rafita ID, Lisdiana MA. PENGARUH EKSTRAK KAYU MANIS TERHADAP
28
11. Alfio Bertolini, Anna Ferrari, Alessandra Ottani SG, Raffaella Takchi SL. Parasetamol:
29