Anda di halaman 1dari 35

Makalah Farmakologi

Agens Adrenergik/Agonis Agrenergik

Kelas 1.C

Kelompok 2 :

Dwinari Aulia Juwita (183110250)

Febyoza Wulandari (183110253)

Liwa Unnasari (183110259)

Rafel Dwi Pangga (183110267)

Rahmezzia Rajni Putri (183110268)

Ratih Nofriani (183110269)

Revita sari (183110270)

Sri Putri Jannah. B (183110274)

Tasya Aulia Putri (183110275)

Dosen Pembimbing :

Eka Desnita, M. Farm.Apt

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG


D-III KEPERAWATAN
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
karunia berupa kesehatan, sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul “Agens
Adrenergik/Agonis Agrenergik” terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok mata kuliah Manajemen Farmakologi.
Kami berusaha menyusun makalah ini dengan segala kemampuan, kami menyadari bahwa
makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi penulisan maupun segi
penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima
dengan senang hati demi perbaikan makalah selanjutnya.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada


pihak-pihak yang membantu dan menyelesaikan makalah ini. Khususnya dosen kami, ibuk
yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Padang, 22 Februari 2019

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................i

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
C. Tujuan...........................................................................................................5

BAB II Pembahasan

A. Pengertian Senyawa Adrenergik...................................................................6


B. Jenis-jenis Reseptor Adrenergik...................................................................7
C. Agens Adrenergik Agonis Adrenergik.........................................................8
D. Hubungan Struktur Dan Aktivitas................................................................9
E. Penyerapan Dan Penyimpanan itu...............................................................12
F. Kerja Obat Adrenergic................................................................................13
G. Obat Adrenergic...........................................................................................15
H. Antagonis Adrenergik..................................................................................28
I. Antagonis Campuran – Labetalol..........................................................29
J. β bloker.................................................................................................29
K. Propanolol.............................................................................................31

BAB III Penutup

A. Kesimpulan..................................................................................................33
B. Saran............................................................................................................34

Daftar Pustaka...........................................................................................................ii

3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel
hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran senyawa
tersebut disebut obat. Karena itu dikatakan farmakologi merupakan seni menimbang ( the art
of weighing ). Tanpa pengetahuan farmakologi yang baik, seorang dokter dapat merupakan
sumber bencana bagi pasien karena tidak ada obat yang aman secara murni. Hanya dengan
penggunaan yang cermat, obat akan bermanfaat tanpa efek samping tidak diinginkan yang
terlalu menggangu. Selain itu, pengetahuan mengenai efek samping obat memampukan
dokter mengenal tanda dan gejala yang disebabkan obat. Hampir tidak ada gejala dari
demam, gatal sampai syok anafilaktik, yang tidak terjadi dengan obat. Jadi obat selain
bermanfaat dalam pengobatan penyakit, juga merupakan penyebab penyakit. Menurut suatu
survey di Amerika Serikat, sekitar 5 % pasien masuk rumah sakit akibat obat. Rasio fatalitas
kasus akibat obat dirumah sakit bervariasi antara 2 – 12%. Efek samping obat meningkat
sejalan dengan jumlah obat yang diminum. Melihat fakta tersebut, pentingnya pengetahuan
obat bagi seorang dokter maupun apoteker tidak dapat diragukan.
Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati,
mendiagnosis penyakit/gangguan atau menimbulkan suatu kondisi tertentu misalnya
membuat seorang infertile, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan. Salah satu
bagian dalam ilmu farmakologi yaitu obat otonom yakni obat adrenergic atau
simpatomimetika yaitu zat – zat yang dapat menimbulkan ( sebagian ) efek yang sama
dengan stimulasi susunan simpaticus ( SS ) dan melepaskan noradrenalin ( NA ) di ujung –
ujung sarafnya. SS berfungsi meningkatkan penggunaan zat oleh tubuh dan menyiapkannya
untuk proses disimilasi. Organisme disiapkan agar dengan cepat dapat menghasilkan banyak
energy, yaitu siap untuk suatu reaksi “ fight, fright, or flight “ ( berkelahi, merasa takut, atau
melarikan diri ). Oleh karena itu, adrenergika memiliki daya yang bertujuan mencapai
keadaan waspada tersebut.
Senyawa adrenergik adalah senyawa yang dapat menghasilkan
efekserupa dengan respons akibat rangsangan pada sistem saraf adrenergik.Disebut
juga dengan nama adrenomimetik, perangsang adrenergik,simpatomimetik atau
perangsang simpatetik. Sistem saraf adrenergik adalahcabang sistem saraf otonom dan
mempunyai neurotransmitter yaitu norepinefrin.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Senyawa Adrenergik ?
2. Apa saja jenis-jenis Reseptor Adrenergik ?
3. Apa itu Agens Adrenergik Agonis Adrenergik ?
4. Bagaimana hubungan Struktur Dan Aktivitas ?
5. Bagaimana penyerapan Dan Penyimpanan
6. Bagaimana kerja Obat Adrenergic ?
7. Apa Obat Adrenergic ?
8. Bagaiman Antagonis Adrenergik itu ?
9. Apa Antagonis Campuran – Labetalol ?
10. Apa itu β bloker ?
11. Bagaimana Propanolol itu ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Senyawa Adrenergik
2. Untuk mengetahui jenis-jenis Reseptor Adrenergik
3. Untuk mengetahui Agens Adrenergik Agonis Adrenergik
4. Untuk mengetahui bagaimana hubungan Struktur Dan Aktivitas
5. Untuk mengetahui bagaimana penyerapan Dan Penyimpanan itu
6. Untuk mengetahui bagaimana kerja Obat Adrenergic
7. Untuk mengetahui Obat Adrenergic
8. Untuk mengetahui bagaiman Antagonis Adrenergik itu
9. Untuk mengetahui Antagonis Campuran – Labetalol
10. Untuk mengetahui β bloker
11. Untuk mengetahui bagaimana Propanolol itu

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Senyawa Adrenergik


Senyawa adrenergik adalah senyawa yang dapat menghasilkan efekserupa
dengan respons akibat rangsangan pada sistem saraf adrenergik.Disebut juga
dengan nama adrenomimetik, perangsang adrenergik,simpatomimetik atau
perangsang simpatetik. Sistem saraf adrenergik adalahcabang sistem saraf otonom dan
mempunyai neurotransmitter yaitu norepinefrin.

A. Efek samping senyawa adrenergik :


1) Sebagai vasopresor dan bronkodilator dapat menyebabkan sakitkepala, kecemasan,
tremor, lemah dan palpitasi
2) Sebagai dekongestan hidung yang digunakan secara local dapatmenyebabkan rasa
pedih, terbakar atau kekeringan mukosa.
3) Sebagai obat mata setempat menyebabkan iritasi, penglihatankabur,
hyperemia dan alergi konjungtivitas.
4) Kelebihan dosis dapat menyebabkan kejang, aritmia jantung, danperdarahan otak,
sedang padapenggunaan jangka panjang menimbulkan hipertropi jaringan.

B. Efek adrenomimetik dapat ditimbulkan oleh penggunaan obat-obat berikut:


1) Penghambat monoamin oksidase (MAO), dapat menurunkanmetabolisme
norepinefrin bebas dan menyebabkakn penumpukannorepinefrin di otak dan
jaringan lain. Contoh: pargilin dan tranilsipromin.
2) Kokain, desipramin, imipramin, klorfeniramin dan klorpromazin,dapat
memblok transport aktif dari cairan luar sel ke mobie pool Isitoplasma,
menghambat pemasukan norepinefrin pada membran aksonpresinaptik, sehingga
senyawa tetap aktif.
3) Senyawa adrenomimetik, dapat mengaktifkan α dan β-reseptor.
4) Tiramin dan efedrin, dapat mengganti norepinefrin dai mobile poolI sitoplasma,
menghasilkan efek simpatomimetik.
5) Pirogalol, katekol dan4-metiltropolon, dapat menghambat enzim katekol-o-
metiltransferase (COMT)

6
Sistem saraf menghasilkan 2 tipe respons, yaitu:
1) Respon α-adrenergik, secara umum dapat menimbulkan rangsangan
atauvasokonstriksi otot polos, tetapi kemungkinan juga menimbulkan
responspenghambatan, seperti relaksasi otot polos usus.
2) Respon β-adrenergik, secara umum dapat menimbulkan responspenghambatan,
seperti relaksasi otot polos dan vasodilatasi otoy rangka,tetapi kemungkinan juga
menimbulkan rangsangan, seperti meningkatkankonstraksi dan kecepatan jantung.

2.2 Jenis Reseptor Adrenergik

1. Reseptor α1

Reseptor α1 adalah adrenoreseptor postsinaptik yang berlokasi di ototpolos seluruh


tubuh, pada mata, paru-paru, pembuluh darah, uterus, usus, dansistem genitourinaria.
Pengaktifan dari reseptor ini meningkatkan konsentrasi ionkalsium intraseluler yang
berakibat pada kontraksi otot. Sehingga, α1agonissering dihubungkan dengan
midriasis (dilatasi pupil karena kontraksi dari ototradial mata), bronkokonstriksi,
vasokontriksi, kontraksi uterus, dan kontraksi darispinter di gastrointestinal dan traktus
genitourinari. Stimulasi α1 jugamenginhibisi sekresi insulin dan lipolisis. Otot jantung
juga memiliki reseptor α1yang mempunyai sedikit efek inotropik dan tidak ada efek
kronotropik. Selamainfark otot jantung, peningkatan reseptor α1 bersama dengan agonis
diobservasi.Bagaimanapun, efek kardiovaskular yang paling penting dari stimulasi α1
adalahvasokonstriksi, yang meningkatkan tahanan perifer vaskular, afterload ventrikelkiri,
dan tekanan darah arteri.

2. Reseptor α2

Berbeda dengan reseptor α1, reseptor α2 awalnya berlokasi di seratterminal


presinaptik. Aktifasi dari adrenoreseptor menginhibisi aktifitas adenilatsiklase. Ini
menurunkan pemasukan daripada ion kalsium kedalam terminalneuronal, yang
membatasi penambahan eksositosis dari penyimpanan vesikelyang mengandung
norepinefrin. Sehingga, reseptor α2 menciptakan loop negatifumpan balik yang menginhibisi
pelepasan norepinefrin lebih lanjut dari neuron.Sebagai tambahan, otot polos vaskular
mengandung postsinaptik α2 reseptoryang menciptakan vasokonstriksi.

7
Lebih penting lagi, stimulasi dari reseptor α2postsinaptik di sistem saraf pusat menyebabkan
sedasi dan menurunkan alirankeluar dari simpatis, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer
dan menurunkantekanan darah.

3. Reseptor β1

Reseptor β1 yang paling penting berlokasi di membran postsinaptik adajantung. Stimulasi


dari reseptor ini mengaktivasi adenilat siklase, yang merubahadenosin trifosfat menjadi
adenosin siklik monofosfatase dan memulai kaskadekinase fosforilasi. Mulainya kaskade
ini mempunyai efek kronotopik positif(meningkatkan denyut jantung), dromotopik
(meningkatkan konduksi), daninotropik (meningkatkan kontraktilitas).

4. Reseptor β2

Reseptor β2 berasal dari adrenoreseptor postganglionik yang berlokasipada otot polos dan
sel kelenjar. Reseptor ini mempunyai cara kerja yang samadengan reseptor β1: aktivasi
adenilat siklase. Selain persamaan ini, stimulasi β2merelaksasi otot polos, mengakibatkan
bronkodilator, vasodilasi, dan relaksasidaripada uterus (tokolisis), kandung kemih dan
usus. Glikogenolisis, lipolisis,glukoneogenesis, dan pelepasan insulin distimulasi
oleh aktivasi reseptor β2.Agonis β2 juga mengaktifkan pompa kalium-natrium,
yang merubah kalium intraselular dan dapat membuat hipokalemi dan disritmia.

5. Reseptor β3

β3 reseptor ditemukan di kandung kemih dan dijaringan lemak otak.Peranannya


pada fisiologis kandung kemih belum diketahui, tetapi ada yangberpendapat bahwa
reseptor β3 ini berperan pada lipolisis dan termogenesispada lemak coklat.

2.3 Pengertian Agens Adrenergik Agonis Adrenergik


Agens adrenergik adalah obat , atau zat lain, yang memiliki efek yang mirip dengan,
atau sama dengan, epinefrin (adrenalin). Jadi, itu adalah semacam agen simpatomimetik .
Atau, itu bisa merujuk pada sesuatu yang rentan terhadap epinefrin, atau zat serupa, seperti
reseptor biologis (khususnya, reseptor adrenergik ).

8
Sedangkan, Agonis adrenergik adalah obat yang merangsang respons dari reseptor
adrenergik . Lima kategori utama dari reseptor adrenergik adalah: α 1 , α 2 , β 1 , β 2 , dan β 3
, meskipun ada lebih banyak subtipe, dan agonis bervariasi dalam spesifisitas antara reseptor
ini, dan dapat diklasifikasikan masing-masing. Namun, ada juga mekanisme agonisme
adrenergik lainnya. Epinefrin dan norepinefrin adalah endogen dan spektrum luas. Agonis
selektif lebih berguna dalam farmakologi.

2.4 Hubungan Struktur Dan Aktivitas

1. Struktur yang diperlukan untuk memberikan aktivitas agonis pada reseptor adrenergik
adalah sebagai berikut :
a. Struktur induk feniletilamin.
b. Substituen 3 hidroksi fenolat pada cincin atau yang lebih baik adalah substituen 3,4
dihidroksi fenolat pada cincin.
c. Gugus α-hidroksi alifatik mempunyai stereokimia yang sebidang dengan gugus
hidroksi fenolat.
d. Substituen yang kecil (R’=H,CH3, atau C2H5) dapat dimasukkan dalam atom C tanpa
mempengaruhi aktivitas agonis.
e. Atom N paling sedikit mempunyai satu atom hidrogen (R=H atau gugus alkil)

2. Reseptor yang terlibat dalam respon saraf adrenergik adalah reseptor α-adrenergik dan
reseptor β-adrenergik
a) Gugus hidroksi fenolat membantu interaksi obat dengan sisireseptor β-
adrenergik melalui ikatan hidrogen atau kekuatanelektrostatik. Hilangnya gugus
ini menyebabkan menurunnya aktivitasβ-adrenergik, tetapi tidak mempengaruhi
aktivitas α-adrenergik.
b) Gugus hidroksi alkohol dalam bentuk isomer (-) dapat mengikatreseptor secara
serasi melalui ikatan hidrogen atau kekuatanelektrostatik. Atom C-β seri
feniletilamin yang dapat membentukkarbokation juga menunjang interaksi obat
reseptor

9
c) Adanya gugus amino juga penting terutama untuk aktivitas α-adrenergik,
karena dalam bentuk kationik dapat berinteraksi dengangugus fosfat reseptor yang
bersifat anionik. Penggantian gugus aminodengan gugus –OCH3 akan menghilangkan
aktivitas adrenergik.
d) Adanya substituen gugus alkil yang besar pada atom N akanmeningkatkan
afinitas senyawa terhadap β-reseptor dan menurunkanafinitasnya terhadap α-reseptor.
e) Peran R-stereoselektivitas terlihat lebih besar pada β-reseptor. β-agonis dan β-
antagonis mempunyai struktur mirip seperti yang terlihatpada struktur
isoproterenol, tipe perangsang β-adrenergik, danpropanolol, tipe pemblok
adrenergik.
3. Molekul senyawa adrenomimetik bersifat lentur dan dapatmembentuk konformasi
cis dan trans. Penelitian dengan analog dopaminmenunjukkan bahwa bentuk konformasi
trans yang memanjangberinteraksi lebih baik dengan reseptor dan -adrenergik dibanding
bentukkonformasi cis yang tertutup.
4. Hubungan struktur dan aktivitas senyawa α-agonis didapatkanbahwa :
a. Pemasukan gugus metil pada atom C-α rangka feniletilamin
akanmeningkatkan selektivitas terhadap.
b. Penghilangan gugus 4-OH dari cincin aromatik, secara drastismeningkatkan
selektivitas terhadap α1-reseptor.
c. Penghilangan gugus 3-OH dari cincin aromatik, pada banyak kasusdapat
meningkatkan selektivitas terhadap
d. Semua turunan imidazolin menunjukkan selektivitas yang lebih baikterhadap α2 –
reseptor dan aktivitasnya akan lebih besar bila adasubstituen pada posisi 2
dan 6 cincin aromatik.
5. Obat adrenergik, yang juga sebagai amin simpatomimetik,mempunyai struktur dasar
β-feniletilamin, yang terdiri dari inti aromatisberupa cincin benzen dan bagian alifatis
berupa etilamin. Substitusi dapat dilakukan pada cincin benzen maupun pada atom C-α,
atom C-β, dangugus amino dari etilamin.

10
a. Substitusi pada cincin benzen dan pada atom C-β.
1) Amin simpatomimetik dengan substitusi gugus OH padaposisi 3 dan 4
cincin benzen disebut katekolamin (o-dihidroksibenzen disebut katekol).
Sebstitusi pada gugus OH yangpolar pada cincin benzen atau pada atom C-β
mengurangikelarutan obat dalam lemak dan memberikan aktivitas
untukbekerja langsung pada reseptor adrenergik di perifer. Karena itu,obat
adrenergik yang tidak mempunyai gugus OH pada cincinbenzen maupun
pada atom C-β (misalnya amfetamin,metamfetamin) mudah menembus sawar
darah otak sehinggamenimbulkan efek sentral yang kuat. Disamping itu, obat-obat
inikehilangan aktivitas perifernya yang langsung, sehingga kerjanyapraktis hanya
secara tidak langsung.
2) Katekolamin dengan gugus OH pada C-β (misalnyaepinefrin, norepinefrin dan
isoprenalin) sukar sekali masuk SSPsehingga efek sentralnya minimal. Obat-obat
ini bekerja secaralangsung dan menimbulkan efek perifer yang maksimal.
3) Amin simpatomimetik dengan 2 gugus OH, pada posisi 3dan 4 (misalnya dopamin
dan dobutamin) atau pada posisi 3 danC-β (misalnya fenilefrin, metaramirol) juga
sukar masuk SSP.
4) Obat dengan 1 gugus OH, pada C-β (misalnya efedrin,fenilpropanolamin)
atau pada cincin benzen (misalnyahidroksiamfetamin) mempunyai efek
sentral yang lebih lemahdaripada efek sentral amfetamin (hidroksiamfetamin
hampir tidakmempunyai efek sentral)
5) Gugus OH pada posisi 3 dan 5 bersama gugus OH padaC-β dan substitusi yang
besar pada gugus amino memberikanselektivitas reseptor β2.
6) Katekolamin tidak efektif pada pemberian oral dan masakerjanya singkat karena
merupakan substrat enzim COMT(katekol-O-metiltransferase) yang banyak
terdapat pada dindingusus dan hati; enzim ini mengubahnya menjadi derivat 3-
metoksiyang tidak aktif.
7) Tidak ada atau hanya satu substitusi OH pada cincinbenzen, atau gugus
OH pada posisi 3 dan 5 meningkatkanefektivitas oral dan memperpanjang
masa kerja obat, misalnyaefedrin dan terbutalin.

11
2. Substitusi pada atom C-α.
a) Menghambat oksidasi amin simpatomimetik oleh enzimmonoamin oksidase
(MAO) menjadi mandelat yang tidak aktif.
b) Meningkatkan efektivitas oral dan memperpanjang masakerja amin
simpatomimetik yang tidak mempunyai substitusi 3-OHpada inti benzen
(misalnya efedrin, amfetamin), tetapi tdakmemperpanjang masa kerja amin
simpatomimetik yangmempunyai substitusi 3-OH (misalnya etil-norepinefrin).
3. Substitusi pada gugus amino.
a. Makin besar gugus alkil pada atom N, makin kuat aktivitasβ, seperti terlihat pada
Isoprenalin > epinefrin > norepinefrin.
b. Makin kecil gugus alkil pada atom N, makin kuat aktivitasα, dengan gugusmetil
memberikan aktivitas yang paling kuat,sehingga urutan aktivitas α: epinefrin
>> norepinefrin >isoprenalin.
4. Isomeri optik.
a) Substitusi yang bersifat levorotatory pada atom C-βdisertai aktivitas perifer
yang lebih kuat. Dengan demikian, L-epinefrin dan L-norepinefrin mempunyai efek
perifer > 10 kali lebihkuat daripada isomer dekstonya. Substitusi yang
bersifatdextrorotatory pada atom C-α menyebabkan efek sentral Yang lebih kuat,
misalnya d-amfetamin mempunyai efek sentral lebihkuat daripada L-amfetamin.

2.5 Penyerapan Dan Penyimpanan

Agonis adrenergik yang bekerja secara tidak langsung mempengaruhi penggunaan


dan mekanisme penyimpanan yang terlibat dalam pensinyalan adrenergik. Ada dua
mekanisme serapan untuk menghentikan aksi katekolamin adrenergik - serapan 1 dan serapan
2. Serapan 1 terjadi di terminal saraf prasinaps untuk menghilangkan neurotransmitter dari
sinaps. Penyerapan 2 terjadi pada sel-sel postsinaptik dan perifer untuk mencegah
neurotransmitter menyebar secara lateral.

12
Ada juga degradasi enzimatik katekolamin oleh dua enzim utama - monoamina
oksidase dan katekol-o-metil transferase . Masing-masing, enzim ini mengoksidasi
monoamina (termasuk katekolamin) dan memetilasi gugus hidroksal dari gugus fenil
katekolamin. Enzim ini dapat ditargetkan secara farmakologis. Inhibitor enzim ini bertindak
sebagai agonis tidak langsung reseptor adrenergik karena mereka memperpanjang kerja
katekolamin pada reseptor.

2.6 Kerja Obat Adrenergic


Kerja obat adrenergic dapat dikelompokkan dalam 7 jenis yaitu :
1. Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, serta
kelenjar liur dan keringat.
2. Penghambatan organ perifer : otot polos usus, bronkus dan pembuluh darah otot
rangka
3. Perangsangan jantung : dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan
kontraksi
4. Perangsangan SSP : misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan kewaspadaan,
aktivitas psikomotor, dan pengurangan nafsu makan
5. Efek metabolic : misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot, lipolisis dan
penglepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
6. Efek endokrin : misalnya modulasi sekresi insulin, rennin, dan hormone hipofisis
7. Efek prasinaptik : dengan akibat hambatan atau peningkatan penglepasan
neurotransmitter NE atau Ach ( acetyl colin ).

Adrenergic dapat dibagi dalam dua kelompok menurut titik kerjanya di sel – sel
efektor dari organ – ujung, yakni reseptor-alfa dan reseptor-beta. Perbedaan antara kedua
jenis reseptor didasarkan atas kepekaannya bagi adrenalin, noradrenalin ( NA ), dan
isoprenalin. Reseptor-alfa lebih peka bagi NA, sedangkan reseptor-beta lebih sensitive bagi
isoprenalin.

13
Diferensiasi lebih lanjut dapat dilakukan menurut efek fisiologisnya yaitu dalam
alfa-1 dan alfa-2 serta beta-1 dan beta-2.Pada umumnya stimulasi dari masing-masing
reseptor itu menghasilkan efek-efek sebagai berikut :
a) Alfa-1 : menimbulkan vasokonstriksi dari otot polos dan menstimulasi sel-sel kelenjar
dengan bertambahnya antara lain sekresi liur dan keringat.
b) Alfa-2 : menghambat pelepasan NA pada saraf-saraf adrenegis dengan turunnya
tekanan darah. Mungkin pelepasan ACh di saraf kolinergis dalam usus pun terhambat
sehingga antara lain menurunnya peristaltic.
c) Beta-1 : memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung ( efek inotrop dan
kronotop ).
d) Beta-2 : bronchodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.

Lokasi reseptor ini umumnya adalah sebagai berikut :


a) alfa-1 dan beta-1 : postsinaptis artinya lewat sinaps di organ efektor
b) alfa-2 dan beta-2 : presinaptis dan ekstrasi-naptis yaitu dimuka sinaps atau diluarnya
antara lain dikulit otak,rahim,dan pelat-pelat darah. Reseptor-a1 juga terdapat
presinaptis.
Contoh Obat Adrenergik antara lain :
a) Epinefrin
b) Norepinefrin
c) Isoproterenol
d) Dopamin
e) Dobutamin
f) Amfetamin
g) Metamfenamin
h) Efedrin
i) Metoksamin
j) Fenilefrin
k) Mefentermin
l) Metaraminol
m) Fenilpropanolamin
n) Hidroksiamfetamin
o) Etilnorepineprin

14
2.7 Obat Adrenergic
1. Epinefrin
Epinefrin merupakan prototype obat kelompok adrenergic. Zat ini dihasilkan juga
oleh anak-ginjal dan berperan pada metabolisme hidrat-arang dan lemak. Adrenalin memiliki
semua khasiat adrenergis alfa dan beta, tetapi efek betanya relative lebih kuat ( stimulasi
jantung dan bronchodilatasi ).
a. Mekanisme Kerja
a) Farmakodinamika
Pada umumnya pemberian epinefrin menimbulkan efek mirip stimulasi saraf
adrenergic. Ada beberapa perbedaan karena neurotransmitter pada saraf adrenergic adalah
NE. Efek yang paling menonjol adalah efek terhadap jantung, otot polos pembuluh darah dan
otot polos lain.
1. Jantung
Epinefrin mengaktivasi reseptor β1 di otot jantung, sel pacu jantung dan jaringan
konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif epinefrin pada jantung.
Epinefrin mempercepat depolarisasi fase 4, yakni depolarisasi lambat sewaktu diastole, dari
nodus sino-atrial ( SA ) dan sel otomatik lainnya, dengan demikian mempercepat firing rate
pacu jantung dan merangsang pembentukan focus ektopik dalam ventrikel. Dalam nodus SA,
epinefrin juga menyebabkan perpindahan pacu jantung ke sel yang mempunyai firing rate
lebih cepat.
Epinefrin mempercepat konduksi sepanjang jaringan konduksi, mulai dari atrium ke
nodus atrioventrikular ( AV ). Epinefrin juga mengurangi blok AV yang terjadi akibat
penyakit, obat atau aktivitas vagal. Selain itu epinefrin memperpendek periode refrakter
nodus AV dan berbagai bagian jantung lainnya. Epinefrin memperkuat kontraksi dan
mempercepat relaksasi. Dalam mempercepat denyut jantung dalam kisaran fisiologis,
epinefrin memperpendek waktu sistolik tanpa mengurangi waktu diastolic. Akibatnya curah
jantung bertambah tetapi kerja jantung dan pemakaian oksigen sangat bertambah sehingga
efisiensi jantung ( kerja dibandingkan dengan pemakaian oksigen ) berkurang. Dosis
epinefrin yang berlebih disamping menyebabkan tekanan darah naik sangat tinggi juga
menimbulkan kontraksi ventrikel premature diikuti takikardia ventrikel dan akhirnya fibrilasi
ventrikel.

15
2. Pembuluh darah
efek vascular epinefrin terutama pada arteriol kecil dan sfingter prekapiler, tetapi vena
dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa dan ginjal mengalami
konstriksi karena dalam organ – organ tersebut reseptor α dominan. Pembuluh darah otot
rangka mengalami dilatasi oleh epinefrin dosis rendah, akibat aktivasi reseptor β2 yang
mempunyai afinitas lebih besar pada epinefrin dibandingkan dengan reseptor α. Epinefrin
dosis tinggi bereaksi dengan kedua jenis reseptor tersebut. Dominasi reseptor α di pembuluh
darah menyebabkan peningkatan resistensi perifer yang berakibat peningkatan tekanan darah.
Pada waktu kadar epinefrin menurun, efek terhadap reseptor α yang kurang sensitive lebih
dulu menghilang. Efek epinefrin terhadap reseptor β2 masih ada pada kadar yang rendah ini.
Dan menyebabkan hipotensi sekunder pada pemberian epinefrin secara sistemik. Jika
sebelum epinefrin telah diberikan suatu penghambat reseptor α, maka pemberian epinefrin
hanya menimbulkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Gejala ini disebut epinefrin
reversal yaitu suatu kenaikan tekanan darah yang tidak begitu jelas mungkin timbul sebelum
penurunan tekanan darah ini, kenaikan yang selintas ini akibat stimulsai jantung oleh
epinefrin.
Pada manusia pemberian epinefrin dalam dosis terapi yang menimbulkan kenaikan
tekanan darah tidak menyebabkan konstriksi arteriol otak, tetapi menimbulkan peningkatan
aliran darah otak.
Epinefrin dalam dosis yang tidak banyak mempengaruhi tekanan darah,
meningkatkan resistensi pembuluh darah ginjal dan mengurangi aliran darah ginjal sebanyak
40%. Ekskresi Na, K dan Cl berkurang volume urin mungkin bertambah, berkurang atau
tidak berubah. Tekanan darah arteri maupun vena paru meningkat oleh epinefrin meskipun
terjadi konstriksi pembuluh darah paru, redistribusi darah yang berasal dari sirkulasi sistemik
akibat konstriksi vena – vena besar juga berperan penting dalam menimbulkan kenaikan
tekanan darah paru. Dosis epinefrin yang berlebih dapat menimbulkan kematian karena
adema paru.
3. Pernapasan,
epinefrin mempengaruhi pernapasan terutama dengan cara merelaksasi otot bronkus
melalui reseptor β2. efek bronkodilatasi ini jelas sekali bila sudah ada kontraksi otot polos
bronkus karena asma bronchial, histamine, ester kolin, pilokarpin, bradikinin, zat penyebab
anafilaksis yang bereaksi lambat dan lain – lain. Disini epinefrin bekerja sebagai antagonis
fisiologik.

16
Pada asma, epinefrin juga menghambat penglepasan mediator inflamasi dari sel – sel mast
melalui reseptor β2, serta mengurangi sekresi bronkus dan kongesti mukosa melalui reseptor
α1.

4. Proses Metabolik
epinefrin menstimulasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka melalui reseptor β2,
glikogen diubah menjadi glukosa-1-fosfat dan kemudian glukosa-6-fosfat. Hati mempunyai
glukosa-6-fosfatase tetapi otot rangka tidak, sehingga hati melepas glukosa sedangkan otot
rangka melepas asam laktat. Epinefrin juga menyebabkan penghambatan sekresi insulin
akibat dominasi aktivasi reseptor α2 yang menghambat, terhadap aktivasi reseptor β2 yang
menstimulasi sekresi insulin. Sekresi glucagon ditingkatkan melalui reseptor β pada sel α
pancreas. Selain itu epinefrin mengurangi ambilan glukosa oleh jaringan perifer, sebagian
akibat efeknya pada sekresi insulin, tapi juga akibat efek langsung pada otot rangka.
Akibatnya terjadi peningkatan kadar glukosa dan laktat dalam darah dan penurunan kadar
glikogen dalam hati dan otot rangka.
Epinefrin melalui aktivasi reseptor β meningkatkan aktivasi lipase trigliserida dalam
jaringan lemak, sehingga mempercepat pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas
dan gliserol. Akibatnya kadar asam lemak bebas dalam darah meningkat. Efek kalorigenik
epinefrin terlihat sebagai peningkatan pemakaian oksigen sebanyak 20 sampai 30% pada
pemberian dosis terapi. Efek ini terutama disebabkan oleh peningkatan katabolisme lemak,
yang menyediakan lebih banyak substrat untuk oksidasi.

Efek utamanya terhadap organ dan proses – proses tubuh penting dapat diikhtisarkan sebagai
berikut :
a. Jantung : daya kontraksi diperkuat ( inotrop positif ), frekuensi ditingkatkan (
chronotrop positif ), sering kali ritmenya di ubah.
b. Pembuluh : vasokontriksi dengan naiknya tekanan darah.
c. Pernapasan : bronchodilatasi kuat terutama bila ada konstriksi seperti pada asma atau
akibat obat.
d. Metabolisme ditingkatkan dengan naiknya konsumsi O2 dengan ca 25%, berdasarkan
stimulasi pembakaran glikogen ( glycogenolysis ) dan lipolysis. Sekresi insulin di
hambat, kadar glukosa dan asam lemak darah ditingkatkan.

17
b) Farmakokinetik
1. Absorbsi
Pada pemberian oral, epinefrin tidak mencapai dosis terapi karena sebagian besar
dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati. Pada
penyuntikan SK, absorbsi lambat karena vasokontriksi local, dapat dipercepat dengan
memijat tempat suntikan. Absorbsi yang lebih cepat terjadi dengan penyuntikan IM. Pada
pemberian local secara inhalasi, efeknya terbatas terutama pada saluran napas, tetapi efek
sistemik dapat terjadi, terutama bila digunakan dosis besar.

2. Biotransformasi dan ekskresi


Epinefrin stabil dalam darah. Degradasi epinefrin terutama terjadi dalam hati terutama
yang banyak mengandung enzim COMT dan MAO, tetapi jaringan lain juga dapat merusak
zat ini. Sebagian besar epinefrin mengalami biotransformasi, mula – mula oleh COMT dan
MAO, kemudian terjadi oksidasi, reduksi dan atau konyugasi, menjadi metanefrin, asam 3-
metoksi-4-hidroksimandelat, 3-metoksi-4-hidroksifeniletilenglikol, dan bentuk konyugasi
glukuronat dan sulfat. Metabolit – metabolit ini bersama epinefrin yang tidak diubah
dikeluarkan dalam urin. Pada orang normal, jumlah epinefrin yang utuh dalam urin hanya
sedikit. Pada pasien feokromositoma, urin mengandung epinefrin dan NE utuh dalam jumlah
besar bersama metabolitnya.
b. Indikasi
Terutama sebagai analepticum, yakni obat stimulan jantung yang aktif sekali pada
keadaan darurat, seperti kolaps, shock anafilaktis, atau jantung berhenti. Obat ini sangat
efektif pada serangan asma akut, tetapi harus sebagai injeksi karena per oral diuraikan oleh
getah lambung.

c. Kontraindikasi
Epinefrin dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat β-bloker nonselektif, karena
kerjanya yang tidak terimbangi pada reseptor α1 pembuluh darah dapat menyebabkan
hipertensi yang berat dan perdarahan otak.

18
d. Dosis
a. Pada Dewasa
1) Henti jantung: 1mg IV/IO setiap 3-5 menit setelah resusitasi jantung paru atau 2-2.5
mg setiap 3-5 menit melalui endotracheal tube jika akses intravena atau intraoseus
belum didapat.
2) Anafilaksis Berat: 0.2-0.5 mg IM/SC dengan larutan 1:1000; 1 mg/ml setiap 5 menit
3) Bradikardia simtomatik: Jika tidak respons terhadap sulfas atropin dapat dilanjutkan
dengan epinefrin drip 2-10mcg/menit atau 0.1-0.5 mcg/kg/menit
4) Glaukoma sudut terbuka dengan sediaan tetes mata 0.5%, 1%, dan 2 % 1-2x/hari
5) Syok Sepsis à untuk meningkatkan tekanan darah pada pasien sepsis dengan dosis
0.05mcg/kg/menit sampai 0.2mcg/kg/menit melalui infus ditingkatkan setiap 10-15
menit sampai tekanan darah yang diharapkan tercapai. Setelah tekanan darah tercapai,
dosis epinefrin dilanjutkan sampai beberapa hari. Selanjutnya dosis akan diturunkan
selama 12-24 jam setiap 30 menit.
b. Pada Anak
1) Henti jantung: 0.01 mg/kg (1/10000) intraoseus atau intravena atau 0.1 mg/kg melalui
pipa endotrakea
2) Anafilaksis berat :0.01 mg/kg intramuscular dan subkutan setiap 5 menit
3) Bradikardia dengan keadaan tidak stabil 0.01mg/kg IO/IV setiap 3-5 menit (tidak
lebih dari 1 mg) atau 0.1mg/kg 1:1000 lewat pipa endotrakea.
c. Pada Neonatus
1) Henti jantung: 0.01 mg/kg (1/10000) IO/IV atau 0.1mg/kg via pipa endotrakea
2) Anafilaksis berat :0.01 mg/kg IM/SC setiap 5 menit.

e. Efek samping
Pemberian epinefrin dapat menimbulkan gejala seperti gelisah, nyeri kepala berdenyut,
tremor, dan palpitasi. Gejala – gejala ini mereda dengan cepat setelah istrahat. Pasien
hipertiroid dan hipertensi lebih peka terhadap efek – efek tersebut maupun terhadap efek pada
system kardiovaskular. Pada pasien psikoneuretik epinefrin memperberat gejala – gejalanya.

19
2. Norepinefrin
Norepinefrin adalah derivate tanpa gugus-metil pada atom-N. neurohormon ini
khususnya berkhasiat langsung terhadap reseptor α dengan efek fasokontriksi dan naiknya
tensi. Efek betanya hanya ringan kecuali kerja jantungnya ( β1 ). Bentuk-dekstronya, seperti
epinefrin, tidak digunakan karena ca 50 kali kurang aktif. Karena efek sampingnya bersifat
lebih ringan dan lebih jarang terjadi, maka norepinefrin lebih disukai penggunaannya pada
shok dan sebagainya. Atau sebagai obat tambahan pada injeksi anastetika local.
a. Mekanisme Kerja
a) Farmakodinamika
NE bekerja terutama pada reseptor α, tetapi efeknya masih sedikit lebih lemah bila
dibandingkan dengan epinefrin. NE mempunyai efek β1 pada jantung yang sebanding dengan
epinefrin, tetapi hampir tidak memperlihatkan efek β2.
Infus NE pada manusia menimbulkan peningkatan tekanan diastolic, tekanan sistolik,
dan biasnya juga tekanan nadi. Resistensi perifer meningkat sehingga aliran darah melalui
ginjal, hati dan juga otot rangka juga berkurang. Filtrasi glomerulus menurun hanya bila
aliran darah ginjal sangat berkurang. Reflex vagal memperlambat denyut jantung, mengatasi
efek langsung NE yang mempercepatnya.
Perpanjangan waktu pengisian jantung akibat perlambatan denyut jantung ini, disertai
venokonstriksi dan peningkatan kerja jantung akibat efek langsung NE pada pembuluh darah
dan jantung, mengakibatkan peningkatan curah sekuncup. Tetapi curah jantung tidak berubah
atau bahkan berkurang. Aliran darah koroner meningkat, mungkin karena dilatasi pembuluh
darah koroner tidak lewat persarafan otonom tetapi dilepasnya mediator lain, antara lain
adenosin, akibat peningkatan kerja jantung dan karena peningkatan tekanan darah. Berlainan
dengan epinefrin, NE dalam dosis kecil tidak menimbulkan vasodilatasi maupun penurunan
tekanan darah, karena NE boleh dikatakan tidak mempunyai efek terhadap reseptor β2 pada
pembuluh darah otot rangka. Efek metabolic NE mirip epinefrin tetapi hanya timbul pada
dosis yang lebih besar.

b. Indikasi
Pengobatan pada pasien shock atau sebagai obat tambahan pada injeksi pada anastetika
local.

20
c. Kontraindikasi
Obat ini dikontraindikasikan pada anesthesia dengan obat – obat yang menyebabkan
sensitisasi jantung karena dapat timbul aritmia. Juga dikontraindikasikan pada wanita hamil
karena menimbulkan kontraksi uterus hamil.
d. Dosis
1) Dewasa
a. Hipotensi
Dosis awal: 2 hingga 4 mcg/menit. Dosis perawatan: sesuaikan tingkat untuk tekanan
darah rendah normal (biasanya 80 hingga 100 mmHg sistolik). Rata-rata dosis
perawatan berkisar antara 1 hingga 12 mcg/menit.
b. Syok
Dosis awal: 2 hingga 4 mcg/menit. Dosis perawatan: sesuaikan tingkat untuk tekanan
darah rendah normal (biasanya 80 hingga 100 mmHg sistolik). Rata-rata dosis
perawatan berkisar antar 1 hingga 12 mcg/menit.
2) Anak - Anak
Dosis untuk anak-anak belum ditetapkan. Konsultasikan dengan dokter Anda untuk
informasi lebih lanjut.
3) dosis Norepinephrine tersedia?
Injeksi 1 mg (dalam bitartrate)/mL.

e. Efek Samping
Efek samping NE serupa dengan efek samping epinefrin, tetapi NE menimbulkan
peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi. Efek samping yang paling umum berupa rasa
kuatir, sukar bernafas, denyut jantung yang lambat tetapi kuat, dan nyeri kepala selintas.
Dosis berlebih atau dosis biasa pada pasien yang hiper-reaktif ( misalnya pasien hipertiroid )
menyebabkan hipertensi berat dengan nyeri kepala yang hebat, fotofobia, nyeri dada, pucat,
berkeringat banyak, dan muntah
3. Isoproterenol
Obat ini juga dikenal sebagai isopropilnorepinefrin, isopropilarterenol dan
isoprenalin, merupakan amin simpatomimetik yang kerjanya paling kuat pada semua reseptor
β, dan hampir tidak bekerja pada reseptor α.

21
a. Mekanisme Kerja
a) Farmakodinamika
Isoproterenol tersedia dalam bentuk campuran resemik. Infus isoproterenol pada
manusia menurunkan resistensi perifer, terutama pada otot rangka, tetapi juga pada ginjal dan
mesenterium, sehingga tekanan diastolic menurun. Curah jantung meningkat karena efek
inotropik dan kronotropik positif langsung dari obat.pada dosis isoproterenol yang biasa
diberikan pada manusia, peningkatan curah jantung umumnya cukup besar untuk
mempertahankan atau meningkatkan tekanan sistolik, tetapi tekanan rata – rata menurun.
Efek isoproterenol terhadap jantung menimbulkan palpitasi, takikardia, sinus dan aritmia
yang lebih serius.
Isoproterenol melalui aktivasi reseptor β2, menimbulkan relaksasi hampir semua jenis
otot polos. Efek ini jelas terlihat bila tonus otot tinggi, dan paling jelas pada otot polos
bronkus dan saluran cerna. Isoproterenol mencegah atau mengurangi bronkokonstriksi. Pada
asma, selain menimbulkan bronkodilatasi, isoprotorenol juga menghambat penglepasan
histamine dan mediator – mediator inflamasi lainnya.akibat reaksi antigen-antibodi, efek ini
juga dimiliki oleh β2-agonis yang selektif. Efek hiperglikemik isoproterenol lebih lemah
dibandingkan dengan epinefrin, antara lain karena obat ini menyebabkan sekresi insulin
melalui aktivasi reseptor β2 pada sel – sel beta pancreas tanpa diimbangi dengan efek
terhadap reseptor α yang menghambat sekresi insulin. Isoproterenol lebih kuat dari epinefrin
dalam menimbulkan efek penglepasan asam lemak bebas dan efek kalorigenik.
b. Indikasi
Digunakan pada kejang bronchi ( asma ) dan sebagai stimulant sirkulasi darah.
c. Kontraindikasi
Pasien dengan penyakit arteri koroner menyebabkan aritmia dan serangan angina.
d. Dosis
Untuk injeksi IV langsung, larutan yang diencerkan yang mengandung isoproterenol
HCL 20 mcg/ml (1:50000) digunakan larutan ini disiapkan dengan mengencerkan 1 ml
injeksi yang mengandung isoproterenol HCl 0,2 mg/ml (1:5000) sampai volume 10 ml
dengan injeksi NaCl 0,9 % atau dextrose 5 %.

22
Untuk IV infus, larutan dapat disiapkan dengan mengencerkan 1-10 ml injeksi yang
mengandung isoproterenol HCl 0,2 mg/ml (1:5000) dengan 500 ml injeksi dextrose 5 %
untuk menghasilkan larutan infus yang mengandung 0,4-4 mcg/ml
larutan yang mengandung 2-4 mcg/ml paling sering digunakan. Aritmia jantung
(emergensi): dosis awal IV bolus untuk dewasa 0,02-0,06 mg (1-3 ml dari pengenceran
1:50,000)
Dosis berikutnya 0,01-0,2 mg. Untuk IV infus kecepatan pemberian awal 5 mcg/menit
(1,25 ml dari pengenceran 1:250.000 per menit) untuk dewasa, dosis berikutnya sesuai respon
pasien dan monitoring EKG. biasanya antara 2-20 mcg/ menit.
Pemberian IV infus untuk anak: kecepatan awal 0,1 mcg/kg/menit, dosis berikutnya
antara 0,1-1 mcg/kg/menit. Pada kondisi yang kurang mendesak untuk pasien dewasa,
isoprenalin dapat diberikan secara intramuskular (IM) atau subkutan (SC) dengan dosis awal
0,2 mg
Selanjutnya dosis IM berkisar 0,02-1 mg, dan dosis SC berkisar 0,15-0,2 mg. Syok:
pemberian IV infus dengan kecepatan 0,5-5 mcg/menit, kecepatan infus disesuaikan dengan
respon pasien (mis. denyut jantung, tekanan vena sentral, tekanan darah sistemik, dan urine
output). Bronkospasme: untuk mengontrol spasme selama anestesi, isoproterenol HCl dapat
diberikan secara IV dengan dosis 0,01-0,02 mg dan dapat diulangi bila perlu.

e.Efek samping
Efek samping yang umum berupa palpitasi, takikardi, nyeri kepala dan muka merah.
Kadang – kadang terjadi aritmia dan serangan angina, terutama pada pasien dengan penyakit
arteri koroner. Inhalasi isoproterenol dosis berlebih dapat menimbulkan aritmia ventrikel
yang fatal.
4. Dopamin
a. Mekanisme Kerja
a) Farmakodinamik
Precursor NE ini mempunyai kerja langsung pada reseptor dopaminergik dan
adrenergic, dan juga melepaskan NE endogen. Pada kadar rendah, dopamin bekerja pada
reseptor dopaminergik D1 pembuluh darah, terutama di ginjal, mesenterium dan pembuluh
darah koroner.

23
Stimulasi reseptor D1 menyebabkan vasodilatasi melalui aktivasi adenilsiklase. Infus
dopamin dosis rendah akan meningkatkan aliran darah ginjal, laju filtrasi glomerulus dan
ekskresi Na+ . Pada dosis yang sedikit lebih tinggi, dopamin meningkatkan kontraktilitas
miokard melalui aktivasi adrenoseptor β1. Dopamin juga melepaskan NE endogen yang
menambah efeknya pada jantung. Pada dosis rendah sampai sedang, resistensi perifer total
tidak berubah. Hal ini karena dopamin mengurangi resistensi arterial di ginjal dan
mesenterium dengan hanya sedikit peningkatan di tempat – tempat lain.dengan demikian
dopamin meningkatkan tekanan sistolik dan tekanan sistolik dan tekanan nadi tanda
mengubah tekanan diastolic ( atau sedikit meningkat ).
Akibatnya dopamin terutama berguna untuk keadaan curah jantung rendah disertai
dengan gangguan fungsi ginjal, misalnya syok kardiogenik dan gagal jantung yang berat.
Pada kadar yang tinggi dopamin menyebabkan vasokontriksi akibat aktivasi reseptor α1
pembuluh darah. Karena itu bila dopamin di gunakan untuk syok yang mengancam jiwa,
tekanan darah dan fungsi ginjal harus dimonitor. Reseptor dopamin juga terdapat dalam otak,
tetapi dopamin yang di berikan IV, tidak menimbulkan efek sentral karena obat ini sukar
melewati sawar darah-otak.
Fenoldopam merupakan agonis reseptor D1 perifer dan mengikat reseptor α2 dengan
afinitas sedang, afinitas terhadap reseptor D2, α1 dan β tidak berarti. Obat ini merupakan
vasodilator kerja cepat untuk mengontrol hipertensi berat ( misalnya hipertensi maligna
dengan kerusakan organ ) di rumah sakit untuk jangka pendek, tidak lebih dari 48 jam.
Fenoldopam mendilatasi berbagai pembuluh darah, termasuk arteri koroner, arteriol aferen
dan eferen ginjal dan arteri mesenteric. Masa paruh eliminasi fenoldopam intravena, setelah
penghentian 2-jam infuse ialah 10 menit. Efek samping akibat vasodilatasi berupa sakit
kepala, muka merah, pusing, takikardia atau bradikardia.
Dopeksamin merupakan analog dopamin dengan aktivitas intrinsic pada reseptor D1,
D2 dan β2, juga menghambat ambilan katekolamin. Obat ini agaknya memperlihatkan efek
hemodinamik yang menguntungkan pada pasien gagal jantung berat, sepsis dan syok. Pada
pasien dengan curah jantung rendah, infus dopeksamin meningkatkan curah sekuncup dan
menurunkan resistensi vascular sistemik.

24
b. Indikasi
Pengobatan pada pasien syok dan hipovolemia.
c. Kontraindikasi
Dopamin harus dihindarkan pada pasien yang sedang diobati dengan penghambat MAO.
d. Dosis
1) Dewasa
a) Oliguria Nonobstruktif
Dosis awal: 1-5 mcg/kg/menit dengan infus IV berkelanjutan.
Titrasi untuk respon yang diinginkan. Pemberian lebih dari 50 mcg per kg per menit dapat
digunakan pada situasi serius dengan aman.
b) Syok
Dosis awal: 1-5 mcg/kg/menit dengan infus IV berkelanjutan.
Titrasi untuk respon yang diinginkan. Pemberian lebih dari 50 mcg per kg per menit dapat
digunakan pada situasi serius dengan aman.

2) Anak – Anak Dosis Anak


a) Oliguria Nonobstruktif
Kurang dari 1 bulan: 1-20 mcg/kg/menit dengan infus IV berkelanjutan,, titrasi untuk
respon yang diinginkan. ≥1 bulan: 1-20 mcg/kg/menit dengan infus IV berkelanjutan, titrasi
untuk respon yang diinginkan. Maksimal 50 mcg/kg/menit.

b) Syok
Kurang dari 1 bulan: 1-20 mcg/kg/menit dengan infus IV berkelanjutan, titrasi untuk
respon yang diinginkan. ≥1 bulan: 1-20 mcg/kg/menit dengan infus IV berkelanjutan, titrasi
untuk respon yang diinginkan. Maksimal 50 mcg/kg/menit.

Efek hemodinamik Dopamin dipengaruhi oleh dosis:


Dosis rendah: 1-5 mcg/kg/menit, meningkatkan aliran darah ginjal dan keluaran urin Dosis
sedang: 5-15 mcg/kg/menit, meningkatkan aliran darah ginjal, denyut jantung, kontraktilitas
jantung, curah jantung, dan tekanan darah.

25
Dosis tinggi: lebih dari 15 mcg/kg/menit, efek alpha-adrenergic lebih menonjol,
vasokonstriksi, meningkatkan tekanan darah.

`3. Dosis Dopamine tersedia


Dopamin tersedia dalam dosis-dosis sebagai berikut.
Larutan, Intravena, dengan hydrochloride: Generic: 0.8 mg/mL (250 mL, 500 mL); 1.6
mg/mL (250 mL, 500 mL); 3.2 mg/mL (250 mL); 40 mg/mL (5 mL, 10 mL); 80 mg/mL (5
mL); 160 mg/mL (5 mL).

d. Efek Samping
Dosis belebih dapat menimbulkan efek adrenergic yang berlebihan. Selama infuse
dopamine dapat terjadi mual, muntah, takikardia, aritmia, nyeri dada, nyeri kepala, hipertensi
dan peningkatan tekanan diastolic.

5. Dobutamin
a. Mekanisme Kerja
a) Farmakodinamika
Struktur senyawa dobutamin mirip dopamin, tetapi dengan substitusi aromatic yang
besar pada gugus amino. Dobutamin merupakan campuran resemik dari kedua isomer / dan d.
Isomer / adalah α1-agonis yang poten sedangkan isomer d α1-bloker yang poten. Sifat agonis
isomer / dominan, sehingga terjadi vasokontriksi yang lemah melalui aktivasi reseptor α1.
Isomer d 10 kali lebih poten sebagai agonis reseptor β daripada isomer / dan lebih selektif
untuk reseptor β1 daripada β2.
Dobutamin menimbulkan efek inotropik yang lebih kuat daripada efek kronotropik
dibandingkan isoproterenol. Hal ini disebabkan karena resistensi perifer yang relative tidak
berubah ( akibat vasokontriksi melalui reseptor α1 diimbangi oleh vasodilatasi melalui
reseptor β2 ), sehingga tidak menimbulkan reflex takikardi, atau karena reseptor α1 di jantung
menambah efek inotropik obat ini. Pada dosis yang menimbulkan efek inotropik yang
sebanding, efek dobutamin dalam meningkatkan automatisitas nodus SA kurang dibanding
isoproterenol, tetapi peningkatan konduksi AV dan intraventrikular oleh ke-2 obat ini
sebanding. Dengan demikian, infuse dobutamin akan meningkatkan kontraktilitas jantung
dan curah jantung, hanya sedikit meningkatkan denyut jantung, sedangkan resistensi perifer
relative tidak berubah.

26
b) Farmakokinetik
Norepinefrin, isoproterenol dopamine dan dobutamin sebagai katekolamin tidak
efektif pada pemberian oral. NE tidak diabsorpsi dengan baik pada pemberian SK.
Isoproterenol diabsorpsi dengan baik pada pemberian parenteral atau sebagai aerosol atau
sublingual sehingga tidak dianjurkan. Obat ini merupakan substrat yang baik untuk COMT
tetapi bukan substrat yang baik unuk MAO, sehingga kerjanya sedikit lebih panjang daripada
epinefrin. Isoproterenol diambil oleh ujung saraf adrenergic tetapi tidak sebaik epinefrin dan
NE. Nonkatekolamin yang digunakan dalam klinik pada umumnya efektif pada pemberian
oral dan kerjanya lama, karena obat – obat ini resisten terhadap COMT dan MAO yang
banyak terdapat pada dinding usus dan hati sehingga efektif per oral.
b. Indikasi
Pengobatan pada jantung
c. Kontraindikasi
Pasien dengan fibrilasi atrium sebaiknya dihindarkan karena obat ini mempercepat
konduksi AV.
d. Dosis
Batas pemberian
Dobutamine : 5 – 20 mcg
1) *di ubah dari mili gram (mg) menjai mikro gram (mcg), dalam sediaan:
2) Dobutamin/Inotrop/dobujet : 250 mg => 250 000 mcg
3) * rumus pengencer

Biasanya pengencer yang dipakai water injection 50 cc


“banyaknya pengencer : sediaan dalam micro gram”
Dobutamine 250 000 :50 = 5000

e. Efek samping
Tekanan darah dan denyut jantung dapat sangat meningkat selama pemberian dobutamin.

27
2.8 Antagonis Adrenergik
Penghambat adrenergik atau adrenolitik ialah golongan obat
yangmenghambat perangasangan adrenergik. Berdasarkan tempat kerjanya,golongan
obat ini dibagi atas antagonis adrenoseptor dan penghambat sarafadrenergik.
Antagonis adrenergik terikat tetapi tidak mengaktifkanadrenoreseptor. Mereka beraksi
dengan mencegah aktifitas agonis adrenergik.Seperti agonis, antagonis dibedakan
berdasarkan spektrum dari interaksireseptor. (tabel 12-3)α BLOKERterbagi menjadi α
bloker non selektif, α1 bloker selektif dan α2 blokerselektif. α bloker non selektif
terbagi lagi menjadi 3 kelompok: derivathaloalkalamin, derivat imidazolin dan alkaloid
ergot.

A. Fentolamin
1. Pertimbangan Klinis
Fentolamin memproduksi sebuah kompetitif (reversibel) memblokadereseptor α.
Antagonismeα1 dan relaksasi otot polos bertanggung jawab padavasodilatasi perifer dan
penurunan pada tekanan darah arteri. Penurunan padatekanan darah memprovokasi reflek
takikardi. Takikardi ini dirangsang olehantagonisme dari reseptor α2 pada jantung
karena blokade α2 membuatpelepasan norepinefrin dengan menghilangkan efek
umpan balik. Efekkardiovaskular ini biasanya timbul dalam 2 menit dan bertahan
samapai 15menit. Seperti semua dari antagonis adrenergik, perpanjangan dari
responkepada respon blokade bergantung kepada tingakatan dari tonus
simpatetikyang sudah ada. Reflek takikardi dan hipotensi postural membatasi kegunaandari
fentolamin kepada pengobatan dari hipertensi yang disebabkan olehpengeluaran
berlebihan stimulasi α (cth: pheokromositomam efek putus obatklonidin).
2. Dosis dan Sediaan
Fentolamin diberikan secara intravena sebagai blus intermiten (1-5 mgpada dewasa)
atau sebagai infus berkelanjutan (10 mg dalam 100 D5W [100µg/mL]). Untuk mencegah
nekrosis jaringan diikuti ekstravasasi dari cairanintravena mengandung sebuah
agonis α (cth: norepinefrine), 5 – 10 mg dari fentolamin dalam 10 mL dari
cairan fisiologis dapat diinfiltrasi secara lokal.Fentolamin tersedia dalam sediaan bubuk
lipofilik (5 mg).

28
B. Antagonis Campuran – Labetalol
1. Pertimbangan Klinis
Labetalol memblok reseptor α1-, β1- dan β2-. Perbandingan dari rasioblokade α
dengan blokade β telah diperkirakan untuk mendekati 1:7 mengikutipemberian intravena.
Blokade campuran ini menurunkan tahan perifer vaskulerdan tekanan darah arteri. Laju nadi
dan curah jantung biasanya sedikit menurunatau tidak berubah. Jadi, labetalol
menurunkan tekanan darah tanpa reflektakikardi karena kombinasinya dengan efek α-
dan β-. Efek tertinggi biasanyaterjadi dalam 5 menit setelah dosis intravena. Gagal jantung
kiri, paradoksikalhipertensi, dan bronkospasme telah dilaporkan.

2. Dosis dan Sediaan


Dosis awal yang direkomendasikan dari labetalol adalah 0,1 – 0,25 mg/kgdiberikan
secara intravena lebih dari 2 menit. Dua kali jumlah ini dapat diberikandengan interval 10
menit sampai tekanan darah yang diinginkan telah dicapai.Labetalol dapat juga diberikan
sebagai infus berkesinambungan yang lambat(200mg dalam 250 mL D5W)
dengan kecepatan rata-rata 2 mg/menit.Bagaimanapun, karena waktu paruh yang
panjang (>5 jam), infus yangberkepanjangan tidak disarankan. Labetalol (5 mg/mL)
tersedia dalam 20 dan 40mL. Kemasan dosis ganda dan di 4 dan 8 mL dosis tunggal dalam
jarum.

C. β BLOKER
Dikloroisoproterenol adalah β bloker yang pertama ditemukan tetapi tidakdigunakan
karena obat ini juga merupakan agonis parsial yang kuat. Propranolol,yang ditemukan
kemudian menjadi prototipe golongan obat ini. β blokermempunyai bermacam
tingkatan dari selektifitas untuk reseptor β1. Mereka yanglebih ke reseptor β1
mempunyai pengaruh yang lebih sedikitpadabronkopulmonal dan reseptor vaskular β2
(tabel 12-4). Secara teoritis, β1blokeryang selektif akan mempunyai kemampuan efek
inhibisi yang lebih sedikitterhadap reseptor β2. Sehingga obat ini lebih dipilih
untuk pasien denganpenyakit paru obstruksi kronik tau penyakit perifer vaskular.
Pasien dengan penyakit perifer vaskular dapat secara potensial menurunkan aliran darah
jikareseptor β2, yang mendilatasi arteriol, diblok.

29
β-bloker juga diklasifikasikan oleh jumlah dari aktifitas
intrinsiksimpatomimetik (ISA) yang dimiliki. Banyak dari β-bloker mempunyai
bebrapapeningkatan aktifitas agonis; walaupun merekatidak akan memproduksi
efekyang sama seperti agonis yang sepenuhnya, seperti epinefrin. β-bloker denganISA tidak
memiliki keuntungan seperti β-bloker tanpa ISA dalam mengobatpasien yang
mempunyai penyakit kardiovaskular. β-bloker dapat diklasifikasikanlebih lanjut seperti yang
dieliminasi pada metabolisme hepatis (seperti atenololdan metopronol), yang dikeskresikan
diginjal tidak mengalami perubahan (sepertiatenolol), atau mereka yang dihidrolisa pada
pembuluh darah (seperti esmolol).
Berdasarkan sifat-sifat ini, β-bloker dibagi menjadi 3 golongan:
1) β-bloker yang mudah larut dalam lemak (propranolol, alprenolol,oksprenolol,
labetalol, dan metoprolol) semuanya diabsorpsi secara baikdisaluran cerna, tetapi
bioavaibilitasnya rendah karena mengalamimetabolisme lintas pertama yang
ekstensif dihati.
2) β-bloker yang mudah larut dalam air (astenolol, nadolol dan atenolol)tidak
mengalami metabolism, sehingga hampir seluruhnya siekskresikanutuh melalui ginjal
dan mempunyai waktu paruh yang panjang (> 6 jam).
3) β-bloker yang kelarutannya terletak diantara keduanya (timolol, bisoprolol,asetabutol
dan pindolol) diabsorpsi dengan baik dari saluran cerna, tetapimengalami metabolisme
lintas pertama yang berbeda derajatnya.

D. Esmolol
1. Pertimbangan Klinis
Esmolol adalah antagonis β1selektif dengan masa kerja pendek
yangmengurangi laju nadi dan, untuk mengurangi tekanan darah yang berlebih. Obatini
telah sukses digunakan untuk mencegah takikardi dan hipotensi padarangsangan
peripoertif, seperti intubasi, rangsangan pembedahan, dan EMERGENCE. Sebagai
contohnya, esmolo (1 mg/kg) menyebabkanpeningkatan pada tekanan darah dan
laju nadi yang biasanya diikuti dengan terapi elektrokonvulsi, tanpa mempengaruhi
lamanya kejang. Esmolol samaefektifnya seperti propanolol dalam mengkontrol
nadi ventrikuler dari pasiendengan atrial fibrilasi atau flutter. Walaupun esmolol
dipertimbangkan menjadikardioselektif, pada dosis tinggi dia menginhibisi reseptor β2 pada
bronkus danotot polos vaskular.

30
Masa kerja yang pendek dari esmolol adalah karena redistribusi yangcepat
(waktu paruh distribusi adalah 2 menit) dan hidrolisis oleh sel darah merahesterase (waktu
paruh eliminasi adalah 9 menit). Efek samping dapat dibalikdalam semenit dengan
menghentikan infus. Sama seperti semua antagonis β1,esmolol sebaiknya menghindari
pasien dengan sinus bradikardi, blok jantunglebih besar dari derajat 1, syok
kardiogenik, atau bahkan gagal jantung.

2. Dosis dan Sediaan


Esmolol diberikan sebagai bolus (0,2-0,5 mg/kg) untuk terapi
jangkapendek, seperti merangsang respon kardiovaskular untuk laringoskopi
danintubasi. Pengobatan jangka panjang biasanya dimulai dengan dosis awal 0,5mg/kg
dimasukkan lebih dari 1 menit, diikuti dengan infus berkelanjutan 50µg/kg/menit
untuk mempertahankan efek terapeutik. Bila ini gagal untukmenghasilkan respon
yang diinginkan dalam 5 menit, dosis awalnya dapatdiulang dan infusnya
ditingkatkan dengan perhitungan 50 µg/kg/menit setiap 5menit sampai maksimum dari
200 µg/kg/menit. Esmolol tersedia dalam vialdengan dosisi ganda untuk bolus.
Pemberian mengandung 10 ml obat (10 mg/mL). ampul untuk infus berkelanjutan (2,5
g dalam 10 mL) juga tersedia tetapiharus diencerkan untuk pemberian dengan konsentrasi 10
mg/mL.

E. Propanolol
1. Pertimbangan Klinis
Propanolol secara nonselektif memblok reseptor β1 dan β2.
Tekananpembuluh darah arteri diturunkan dengan beberapa mekanisme,
termasukmenurunkan kontraktilitas otot jantung, menurunkan laju nadi,
danmenghilangkan pelepasan rennin, curah jantung dan kebutuhan oksigen
otojantung juga dikurangi. Iskemik berhubungan dengan peningkatan tekanan darahdan laju
nadi. IMPEDANCE dari ejeksi ventrikuler adalah menguntungkan padapasien dengan
obstruksi kardiomiopati dan aneurisma aorta. Propanololmemperlambat konduksi
atrioventrikuler dan menstabilisasi membran miokard,walaupun efek yang terjadi tidak
begitu signifikan pada dosis klinis.

31
Propanolol biasanya efektif terutama dlaam memperlambat respon ventrikuler
kepadasupraventrikuler takikardi, dan biasanya mengontrol takikardi ventrikuler
yangberulanhg atau fibrilasi yang disebabkan oleh iskemik miokard.
Propanololmemblok efek adrenergik β dari tirotoksikosis dan pheokromasitoma.
Efek samping dari propanolol termasuk bronkospasme (antangonismeβ2),
gagal jantung kongestif, bardikardi, dan blok jantung atrioventrikuler(antagonisme
β1). Propanolol mungkin memburuk depresi miokard dari anestesiinhalasi (cth: halotan)
atau tidak menutupi karakteristik negatif inotropik darirangsangan jantung tidak
langsung (cth: isoflurane). Pemberian terus-menerusdari propanolol dan verapamil
(sebuah bloker kalsium chanel) dapat secarasinergi menekan laju nadi, kontraktilitas,
dan induksi nodus atrioventrikuler.Memberhentikan terapi β-bloker untuk 24-48 jam dapat
memacu gejalaputus obat yang ditandai dengan hipertensi (hipertensi yang berulang),
takikardi,dan angina pektoris. Efek ini timbul sebagai sebab dari peningkatan
jumlahreseptor adrenergik β (up-regulasi). Propanolol mengikat protein secara ekstensifdan
dibuang dari metabolisme hati. Waktu paruh eliminasinya dari 100 menitcukup lama
dibandingkan esmolol.

2. Dosis dan Sediaan


Dosis individu membutuhkan propanolol yan bergantung kepada tonusdasar
simpatetik. Secara umum, propanolol dititrasi sesuai efek yang diinginkan,dimulai dengan 0,5
mg dan meningkat dengan penambahan 0,5 mg setiap 3-5menit. Dosis total jarang melebihi
0,15 mg/kg. Propanolol tersedia dalam ampul 1mL berisi 1 mg.

32
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Senyawa adrenergik adalah senyawa yang dapat menghasilkan efekserupa


dengan respons akibat rangsangan pada sistem saraf adrenergik.Disebut juga
dengan nama adrenomimetik, perangsang adrenergik,simpatomimetik atau
perangsang simpatetik. Sistem saraf adrenergik adalahcabang sistem saraf otonom dan
mempunyai neurotransmitter yaitu norepinefrin.
Agens adrenergik adalah obat , atau zat lain, yang memiliki efek yang mirip dengan,
atau sama dengan, epinefrin (adrenalin). Jadi, itu adalah semacam agen simpatomimetik .
Atau, itu bisa merujuk pada sesuatu yang rentan terhadap epinefrin, atau zat serupa, seperti
reseptor biologis (khususnya, reseptor adrenergik ).

Sedangkan, Agonis adrenergik adalah obat yang merangsang respons dari reseptor
adrenergik . Lima kategori utama dari reseptor adrenergik adalah: α 1 , α 2 , β 1 , β 2 , dan β 3
, meskipun ada lebih banyak subtipe, dan agonis bervariasi dalam spesifisitas antara reseptor
ini, dan dapat diklasifikasikan masing-masing. Namun, ada juga mekanisme agonisme
adrenergik lainnya. Epinefrin dan norepinefrin adalah endogen dan spektrum luas. Agonis
selektif lebih berguna dalam farmakologi.
Agonis adrenergik yang bekerja secara tidak langsung mempengaruhi penggunaan
dan mekanisme penyimpanan yang terlibat dalam pensinyalan adrenergik. Ada dua
mekanisme serapan untuk menghentikan aksi katekolamin adrenergik - serapan 1 dan serapan
2. Serapan 1 terjadi di terminal saraf prasinaps untuk menghilangkan neurotransmitter dari
sinaps. Penyerapan 2 terjadi pada sel-sel postsinaptik dan perifer untuk mencegah
neurotransmitter menyebar secara lateral.

33
B. Saran
1. Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber –
sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.

2. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk
menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan. Untuk
bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan saya
jelaskan tentang daftar pustaka makalah.

34
DAFTAR PUSTAKA

Hoffman BB. Adrenoceptor-activating & other sympathomimetic drugs. In : katzung BG,


editor. Basic & Clinical pharmacology. 9th ed. Ch 10. New York : McGraw-Hill :
2004.p.122-41.
Parker KL, editor. Goodman & Gilman’s the pharmacological Basis of Theraupetics. 11th ed.
Ch 10. New York : McGraw-Hill : 2006.p.237-63.
Westfall TC, Westfall DP. Adrenergic agonists and antagonists. In : Brunton LL, Lazo JS,
Westerveld Gj et al. Anti-oxidant actions of oxymethazoline and xylomethazoline. Eur J
phermacol 1995; 291 : 27-31. Geref in NTvG 1997, Nr 41 p 1999.

35

Anda mungkin juga menyukai