Disusun Oleh:
Preseptor:
dr. Ade Ariadi, Sp.An
Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa karena kehendak-Nya penulis dapat
menyelesaikan referat dengan judul “Farmakologi Paracetamol dan Ibu profen dan Peranan
Pada Management Nyeri”. Referat ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan
Klinik Ilmu Anestesi. Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis serta waktu yang
tersedia untuk menyusun referat ini sangat terbatas, penulis sadar masih banyak kekurangan
baik dari segi isi, susunan bahasa, maupun sistematika penulisannya. Untuk itu kritik dan saran
pembaca yang membangun sangat penulis harapkan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Ade Ariadi,
Sp.An preseptor Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi di Rumah Sakit Umum Daerah M. Natsir
Solok, yang telah memberikan masukan yang berguna dalam penyusunan referat ini.
Akhir kata penulis berharap kiranya referat ini dapat menjadi masukan yang berguna
dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain terkait dengan masalah
kesehatan pada umumnya, khususnya mengenai Farmakologi Paracetamol dan Ibu profen dan
Peranan Pada Management Nyeri
Penulis
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................... 2
2.1 Paracetamol.................................................................................................................................... 2
2.1.1 Dosis ............................................................................................................................................. 3
2.1.2 Indikasi dan kontraindikasi ......................................................................................................... 3
2.1.3 Efek samping ............................................................................................................................... 3
2.1.4 Farmakodinamik .......................................................................................................................... 4
2.1.5 Farmakokinetik............................................................................................................................. 4
2.2 Nyeri................................................................................................................................................ 5
2.3 Ibuprofen........................................................................................................................................ 7
2.3.1 Prototype....................................................................................................................................... 7
2.3.2 Farmakokinetik ........................................................................................................................... 7
2.3.3 Farmakodinamik .......................................................................................................................... 8
2.3.4 ,Mekanisme kerja ......................................................................................................................... 9
2.3.5 Mekanisme Nyeri......................................................................................................................... 9
2.3.6 Efek samping ................................................................................................................................ 10
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................ 12
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................ 13
II
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
internasional yang digunakan di AS) adalah dua nama resmi dari senyawa kimia yang sama
analgesik yang paling umum digunakan karena bersifat sintetis, nonopioid, dan bekerja
sentral. Paracetamol merupakan obat analgesik non narkotik yang memiliki cara kerja
digunakan secara luass di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai
analgesic-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain melalui resep dokter atau yang
dijual bebas.
Secara umum, paracetamol dan ibufprofen biasa digunakan untuk mengatasi nyeri
dengan derajat ringan sampai sedang, nyeri dengan derajat berat (kombinasi dengan
analgesic opioid), dan menurunkan keluhan demam. Dosis paracetamol pada dewasa dan
remaja sekitar 0,5 – 1 g sesuai kebutuhan dalam interval minimal 4 jam, dengan dosis
maksimum per hari 4g, dosis tunggal maksimum adalah 1 g. Pada anak-anak, dosis total
per hari tidak boleh melebihi 50 mg/kgBB dibagi menjadi 3-4 dosis individu. Dosis untuk
pemberian tunggal adalah 10–15 mg/kgBB sedangkan dosis ibuprofen sebagai analgesic
Tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk memenuhi tugas di kepaniteraan klinik
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Parasetamol
internasional yang digunakan di AS) adalah dua nama resmi dari senyawa kimia yang sama
analgesik yang paling umum digunakan karena bersifat sintetis, nonopioid, dan bekerja sentral.
Paracetamol merupakan obat analgesik non narkotik yang memiliki cara kerja menghambat
sintesis prostaglandin terutama di sistem saraf pusat (SSP). Paracetamol digunakan secara luass
di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgesic-antipiretik maupun
kombinasi dengan obat lain melalui resep dokter atau yang dijual bebas.
Paracetamol juga menjadi salah satu kunci dalam manajemen nyeri pada pasien kanker
pascaoperatif dengan batasan yang luas serta menawarkan efektif dan mengurangi nyeri dengan
cepat. Paracetamol memiliki profil kemanjuran yang baik, menimbulkan reaksi obat yang
menguntungkan, dan potensi yang sangat rendah untuk berinteraksi dengan obat-obat
berbahaya.1
2
2.1.1 Dosis
Dosis paracetamol pada dewasa dan remaja sekitar 0,5 – 1 g sesuai kebutuhan dalam
interval minimal 4 jam, dengan dosis maksimum per hari 4g, dosis tunggal maksimum adalah
1 g. Dalam pengobatan jangka panjang (lebih dari 10 hari), dosis per hari tidak boleh melebihi
Pada anak-anak, dosis total per hari tidak boleh melebihi 50 mg/kgBB dibagi menjadi
3-4 dosis individu. Dosis untuk pemberian tunggal adalah 10–15 mg/kgBB. Apabila
paracetamol diberikan secara oral, efek klinis paracetamol akan dirasakan kurang lebih setelah
30 menit. Apabila paracetamol diberikan per rectal maka bioavailabilitas akan berkurang
sekitar 2/3 dibandingkan paracetamol oral dan efek terapiutiknya akan terjadi setelah 2 –3 jam.2
Secara umum, paracetamol biasa digunakan untuk mengatasi nyeri dengan derajat
ringan sampai sedang, nyeri dengan derajat berat (kombinasi dengan analgesic opioid), dan
yang diketahui memiliki riwayat hipersensitivitas terhadap paracetamol atau salah satu
komponen yang terkandung dalam formulasi intravena, pasein dengan gangguan hati yang
NSAID memiliki efek samping serupa karena didasari oleh hambatan pada sistem
biosintesis prostaglandin. Secara umum dapat menyebabkan efek samping pada tiga sistem
Terdapat dua mekanisme iritasi lambung, iritasi yang bersifat local menimbulkan difusi
asam lambung kemukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan dan iritasi secara sistemik akan
melepaskan PGE2 dan PGI2 yang akan menghambat sekresi asam lambung dan merangsang
3
sekresi mucus usus halus. Pada beberapa orang dapat terjadi hipersensitivitas. Namun dalam
obat paracetamol, efeksampingnya tidak begitu berbahaya, tetapi apabila digunakam dalam
2.1.4 Farmakodinamik
Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan nyeri ringan sampai
sedang. Efek antipiretiknya diduga berdasarkan mekanisme efek sentral. Efek anti
inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik.
pada enzim COX-3. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat, demikian juga
2.1.5 Farmakokinetik
Rute administrasi yang paling umum dari parasetamol adalah rute oral (dalam bentuk tablet,
effervescent, dan suspensi). Rute lainnya yaitu per rektal sebagai suppositoria dan di pelayanan
kesehatan dapat diberikan melalui intravena. Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna
melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan
masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma,
25% parasetamol terikat protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati.
Sebagian parasetamol (80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil lainnya
dengan asam sulfat. Selain itu obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil
hidroksilasi ini dapat menyebabkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini
diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam
bentuk terkonjugasi.6
4
2.2 NYERI
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk
kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri dibagi menjadi dua, yaitu dengan skala
visual analog score dengan skala 1-10, dan skala wajah Wong Baker dengan skala tanpa nyeri,
1 Kategori nyeri tersebut didasarkan pada nyeri dengan gangguan fungsi pada pasien kanker.
Skala nyeri dihitung dengan skala numerik dari 0-10 berdasarkan gangguan nyeri dengan
fungsi, skala 0 mengindikasikan tidak ada nyeri, skala nyeri 1-4 mengindikasikan nyeri sedang,
skala 5-6 mengindikasikan nyeri sedang, dan skala 7-10 mengindikasikan nyeri berat.
2 Nyeri juga diklasifikasikan menjadi nyeri akut dan kronik berdasarkan waktu durasi nyeri.
Nyeri kronik merupakan nyeri yang berlangsung sampai melebihi perjalanan suatu penyakit
akut, terjadi selama lebih dari 3 bulan. Nyeri kronik mungkin bisa disebabkan oleh proses-
proses penyakit yang berlangsung lama pada struktur somatic dan visera oleh disfungsi yang
telah lama dari susunan sistem saraf pusat atau susunan saraf tepi, atau oleh faktor-faktor
5
Berdasarkan Three Step Ladder WHO (World Health Organization), penanganan nyeri
dibedakan atas intensitasnya. Nyeri ringan dapat ditangani dengan parasetamol atau NSAID
(Non-Steroid Anti Inflamatory Drugs) atau kombinasi NSAID dengan analgesik adjuvant.
Nyeri sedang dapat ditangani dengan NSAID atau kombinasi NSAID dengan analgesik
adjuvant atau kombinasi NSAID dan analgesik adjuvant dengan opioid lemah. Nyeri berat
dapat ditangani dengan NSAID, opioid kuat, kombinasi NSAID dengan opioid kuat, atau
kombinasi NSAID dan opioid kuat dengan analgesik adjuvant. Pada penanganan nyeri kronik
Parasetamol atau asetaminofen merupakan obat analgesik antipiretik yang sangat popular
di masyarakat dan biasa digunakan sebagai pereda nyeri dari nyeri ringan sampai sedang.8
Parasetamol telah terbukti efek analgesik dan antipiretiknya, namun efek antiinflamasinya
sangat lemah dan mulai banyak digunakan sebagai pereda rasa nyeri akut pasca operasi.
dan selektif terhadap COX-2. Analgetik dan antipiretik dari parasetamol sebanding dengan
aspirin dan obat AINS lainnya, akan tetapi aktifitas anti inflamasi perifernya dibatasi oleh
beberapa faktor, dimana diantaranya terdapat kadar peroksida yang tinggi di lesi inflamasi.Oleh
karena itu selektifitas akan COX-2 tidak secara signifikan menghambat produksi pro-clotting
tromboxane. Parasetamol menurunkan bentuk oksidasi dari enzim COX, yang melindungi dari
pembentukan kimiawi bentuk pro-inflammatory ini juga akan menurunkan jumlah dari
termoregulasi.Parasetamol menghambat kerja COX dengan dua jalur, yang pertama bekerja
dengan caramenghambat COX-3 (variant dari COX-1). Enzim COX-3 ini hampir sama dengan
oleh parasetamol. Jalur kedua bekerja seperti aspirin dengan memblok siklooksigenase,
6
dimanadalam lingkungan inflamasi dengan konsentrasi peroksida yang tinggi dan melindungi
aksikerja parasetamol dalam keadaan oksidasi tinggi. Ini berarti bahwa parasetamol tidak
memiliki efek langsung pada tempat inflamasi, akan tetapi bereaksi di SSP.
antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik. 9 Ibuprofen adalah salah satu NSAID COX non
selektif yang paling umum digunakan sebgaia penghambat sintesis prostaglandin (PG)
yang dapat mengelola berbagai jenis nyeri dan memiliki aktivitas anti-inflamasi.8
2.3.2 Farmakokinetik
Ibuprofen bersifat analgesik dengan daya anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat.
Efek analgesiknya sama seperti aspirin. Efek anti-inflamasinya terlihat dengan dosis
1200-2400 mg sehari. Absorpsi ibu profen cepat melalui lambung dan kadar maksimum
dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam, sekitar
7
90% ibuprofen terikat dalam protein plasma dan dengan ekskresinya yang berlangsung
cepat.8
Sekitar 90% dari dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui urin sebagai
karboksilasi. Ibuprofen cepat diserap setelah pemberian oral, dengan kadar serum atau
2.3.3 Farmakodinamik
a. Interaksi Obat
Obat AINS derivat asam propionat hampir seluruhnya terikat pada protein
plasma, efek interaksi misalnya penggeseran obat warfarin dan oral hipoglikemik
hampir tidak ada. Tetapi pada pemberian bersamaan dengan warfarin, tetap harus
perdarahan. Derivat asam propionat dapat mengurangi efek diuresis dan natriuresis
furosemid dan tiazid, juga mengurangi efek antihipertensi obat 𝛽-bloker, prazosin dan
kaptopril.10
Efek samping terhadap saluran cema tebih ringan dibandingkan dengan aspirin,
indometasfn atau naproksen. Efek samping-lainnya yang jarang ialah eritema kulit,
sakit kepala trombosipenia, ambliopia toksik yang reversibel. Dosis sebagai analgesik
4 kali 400 mg sehari tetapi sebaiknya dosis optimal pada tiap orang ditentukan secara
individual. Ibuprofen tidak dianjurkan diberikan pada wanita hamil dan ibu menyusui. 1
b. Mekanisme Kerja
8
Meskipun sifat anti inflamasinya mungkin lebih lemah daripada beberapa NSAID
lainnya, ibuprofen memiliki peran analgesik dan antipiretik yang menonjol. Efeknya
Prostaglandin memiliki peran penting dalam produksi nyeri, inflamasi dan demam. 9
peradangan.11
c. Manajemen Nyeri
dengan bekerja pada berbagai jalur dan sistem pensinyalan seluler yang terlibat dalam
peradangan. Tindakan farmakodinamik utama yang terlibat dalam mencapai efek ini,
merupakan mediator inflamasi yang berkontribusi terhadap rasa sakit dan peradangan,
dan berasal dari asam arakidonat dalam proses yang dimediasi oleh enzim
9
Berbagai jenis NSAID menghambat COX-1 dan COX-2 dengan berbagai
diproduksi di hipotalamus. COX-2 adalah enzim yang dapat diinduksi yang aktif dalam
menargetkan COX-2 dan menghambat proses sintetis ini di sistem saraf perifer dan
pusat, sehingga mengurangi kadar PGE2 dan menyediakan sumber utama penghilang
rasa sakit.10
d. Efek Samping
efek samping pada 3 sistem organ yaitu saluran cema, ginjal dan kerusakan hati. Efek
samping terutama meningkat pada pasien usia lanjut. Efek samping yang paling sering
terjadi adalah induksi tukak peptik (tukak duodenum dan tukak lambung) yang kadang-
Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung ialah: (1) iritasi yang bersifat lokal
kerusakan jaringan; dan (2) iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik
melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGl2. Kedua PG ini banyak ditemukan di
mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan memicu
sekresi mukus usus halus yang bersifat sitoprotektif. Mekanisme kedua ini terjadi pada
nonsteroid lainnya adalah dispepsia. Masalah yang paling serius dengan kelas obat ini
adalah perdarahan, dapat terjadi dengan terapi ibuprofen, terutama pada orang tua. Efek
10
samping ibuprofen yang jarang seperti trombositopenia. Trombositopenia akut dari
mekanisme yang diperantarai antibodi pada pasien dengan ankylosing spondylitis dan
11
BAB III
Kesimpulan
Paracetamol merupakan obat analgesik non narkotik yang memiliki cara kerja
menghambat sintesis prostaglandin terutama di sistem saraf pusat (SSP) dan digunakan
untuk mengatasi nyeri dengan derajat ringan sampai sedang, nyeri dengan derajat berat
dan demam. Dosis paracetamol pada dewasa dan remaja sekitar 0,5 – 1 g sementara
untuk anak anak-anak, dosis total per hari tidak boleh melebihi 50 mg/kgBB dibagi
menghibisi kedua jenis enzim COX, enzim dapat menyebabkan peningkatan resiko
iritasi lambung karena dapat memicu penurunan produksi prostaglandin yang berfungsi
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadi MM, Ramadhan A, Hijrineli, Mariati N. Infus paracematol sebagak sebuah terobosan
3. Hadi MM, Ramadhan A, Hijrineli, Mariati N. Infus paracematol sebagak sebuah terobosan
4. Katzung, BG., 2011 Farmakologi Dasar & Klinik Edisu 10. Diterjemah oleh Aryandhito
Widhi N, Leo Rendy, Linda Dwijayanthi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Goodman, A., Gilman., 2008. Dasar Farmakologi Terapi, Volue 1. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran.
6. Dewi GP, Nugroho TE. Pengaruh pemberian analgesik kombinasi parasetamol dan
7. Asmara DT, Nugroho TE. Pengaruh pemberian analgesik kombinasi parasetamol dan
tramadol terhadap kadar serum glutamat oksaloasetat transaminase tikus wistar. JKD.
2017; 6(2):417-426.
8. Hardman JG, Limbird LE. Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi Volume 1.
Steroid dan Obat Pirai. Ganishwara, Setiabudy R, Suyatna, Purwantyatuti, editors. Jakarta:
9. K.D R. Ibuprofen; Discovery, Development, and Therapeutics. John Wiley & Sons, Ltd:
United Kingdom, 2015.
13
10. Trevor A, Katzung B, Masters S. NSAIDs. In: Katzung & Trevor’s Pharmacology
Examination and Board Review. McGraw-Hill: United States of America, 2019, hal 305–07.
14