Anda di halaman 1dari 17

Referat

FARMAKOLOGI PARACETAMOL DAN IBU


PROFEN DAN PERANAN PADA MANAGEMEN
NYERI

Disusun Oleh:

Syiffa Ilhami Augustami Suryanto 21100707360803015


Egi Mufiarsyah 2110070200101

Preseptor:
dr. Ade Ariadi, Sp.An

SMF / BAGIAN ANESTESI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M. NATSIR SOLOK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
BAITURRAHMAH
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa karena kehendak-Nya penulis dapat
menyelesaikan referat dengan judul “Farmakologi Paracetamol dan Ibu profen dan Peranan
Pada Management Nyeri”. Referat ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan
Klinik Ilmu Anestesi. Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis serta waktu yang
tersedia untuk menyusun referat ini sangat terbatas, penulis sadar masih banyak kekurangan
baik dari segi isi, susunan bahasa, maupun sistematika penulisannya. Untuk itu kritik dan saran
pembaca yang membangun sangat penulis harapkan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Ade Ariadi,
Sp.An preseptor Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi di Rumah Sakit Umum Daerah M. Natsir
Solok, yang telah memberikan masukan yang berguna dalam penyusunan referat ini.

Akhir kata penulis berharap kiranya referat ini dapat menjadi masukan yang berguna
dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain terkait dengan masalah
kesehatan pada umumnya, khususnya mengenai Farmakologi Paracetamol dan Ibu profen dan
Peranan Pada Management Nyeri

Solok, 27 juli 2022

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................... 2
2.1 Paracetamol.................................................................................................................................... 2
2.1.1 Dosis ............................................................................................................................................. 3
2.1.2 Indikasi dan kontraindikasi ......................................................................................................... 3
2.1.3 Efek samping ............................................................................................................................... 3
2.1.4 Farmakodinamik .......................................................................................................................... 4
2.1.5 Farmakokinetik............................................................................................................................. 4
2.2 Nyeri................................................................................................................................................ 5
2.3 Ibuprofen........................................................................................................................................ 7
2.3.1 Prototype....................................................................................................................................... 7
2.3.2 Farmakokinetik ........................................................................................................................... 7
2.3.3 Farmakodinamik .......................................................................................................................... 8
2.3.4 ,Mekanisme kerja ......................................................................................................................... 9
2.3.5 Mekanisme Nyeri......................................................................................................................... 9
2.3.6 Efek samping ................................................................................................................................ 10
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................ 12
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................ 13

II
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Paracetamol (nama internasional yang digunakan di Eropa) dan acetaminophen (nama

internasional yang digunakan di AS) adalah dua nama resmi dari senyawa kimia yang sama

yang berasal dari nama kimianya: N-acetyl-para-aminophenol. Paracetamol merupakan

analgesik yang paling umum digunakan karena bersifat sintetis, nonopioid, dan bekerja

sentral. Paracetamol merupakan obat analgesik non narkotik yang memiliki cara kerja

menghambat sintesis prostaglandin terutama di sistem saraf pusat (SSP). Paracetamol

digunakan secara luass di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai

analgesic-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain melalui resep dokter atau yang

dijual bebas.

Secara umum, paracetamol dan ibufprofen biasa digunakan untuk mengatasi nyeri

dengan derajat ringan sampai sedang, nyeri dengan derajat berat (kombinasi dengan

analgesic opioid), dan menurunkan keluhan demam. Dosis paracetamol pada dewasa dan

remaja sekitar 0,5 – 1 g sesuai kebutuhan dalam interval minimal 4 jam, dengan dosis

maksimum per hari 4g, dosis tunggal maksimum adalah 1 g. Pada anak-anak, dosis total

per hari tidak boleh melebihi 50 mg/kgBB dibagi menjadi 3-4 dosis individu. Dosis untuk

pemberian tunggal adalah 10–15 mg/kgBB sedangkan dosis ibuprofen sebagai analgesic

yaitu 4x400 mg sehari sediaan tablet 200mg.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk memenuhi tugas di kepaniteraan klinik

senior bagian anestesi RSUD M.Natsir.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Parasetamol

Paracetamol (nama internasional yang digunakan di Eropa) dan acetaminophen (nama

internasional yang digunakan di AS) adalah dua nama resmi dari senyawa kimia yang sama

yang berasal dari nama kimianya: N-acetyl-para-aminophenol. Paracetamol merupakan

analgesik yang paling umum digunakan karena bersifat sintetis, nonopioid, dan bekerja sentral.

Paracetamol merupakan obat analgesik non narkotik yang memiliki cara kerja menghambat

sintesis prostaglandin terutama di sistem saraf pusat (SSP). Paracetamol digunakan secara luass

di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgesic-antipiretik maupun

kombinasi dengan obat lain melalui resep dokter atau yang dijual bebas.

Paracetamol juga menjadi salah satu kunci dalam manajemen nyeri pada pasien kanker

dan dapat digunakan preoperative, intraoperative, dan

pascaoperatif dengan batasan yang luas serta menawarkan efektif dan mengurangi nyeri dengan

cepat. Paracetamol memiliki profil kemanjuran yang baik, menimbulkan reaksi obat yang

menguntungkan, dan potensi yang sangat rendah untuk berinteraksi dengan obat-obat

berbahaya.1

2
2.1.1 Dosis

Dosis paracetamol pada dewasa dan remaja sekitar 0,5 – 1 g sesuai kebutuhan dalam

interval minimal 4 jam, dengan dosis maksimum per hari 4g, dosis tunggal maksimum adalah

1 g. Dalam pengobatan jangka panjang (lebih dari 10 hari), dosis per hari tidak boleh melebihi

2,5 g. Paracetamol dapat diberikan selama kehamilan dan menyusui.

Pada anak-anak, dosis total per hari tidak boleh melebihi 50 mg/kgBB dibagi menjadi

3-4 dosis individu. Dosis untuk pemberian tunggal adalah 10–15 mg/kgBB. Apabila

paracetamol diberikan secara oral, efek klinis paracetamol akan dirasakan kurang lebih setelah

30 menit. Apabila paracetamol diberikan per rectal maka bioavailabilitas akan berkurang

sekitar 2/3 dibandingkan paracetamol oral dan efek terapiutiknya akan terjadi setelah 2 –3 jam.2

2.1.2 Indikasi dan kontra indikasi

Secara umum, paracetamol biasa digunakan untuk mengatasi nyeri dengan derajat

ringan sampai sedang, nyeri dengan derajat berat (kombinasi dengan analgesic opioid), dan

menurunkan keluhan demam. Kontraindikasi penggunaan paracetamol adalah pada pasien

yang diketahui memiliki riwayat hipersensitivitas terhadap paracetamol atau salah satu

komponen yang terkandung dalam formulasi intravena, pasein dengan gangguan hati yang

berat atau gangguan hati yang aktif.3

2.1.3 Efek Samping

NSAID memiliki efek samping serupa karena didasari oleh hambatan pada sistem

biosintesis prostaglandin. Secara umum dapat menyebabkan efek samping pada tiga sistem

organ, yaitu saluran cerna, ginjal dan hati. 4

Terdapat dua mekanisme iritasi lambung, iritasi yang bersifat local menimbulkan difusi

asam lambung kemukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan dan iritasi secara sistemik akan

melepaskan PGE2 dan PGI2 yang akan menghambat sekresi asam lambung dan merangsang

3
sekresi mucus usus halus. Pada beberapa orang dapat terjadi hipersensitivitas. Namun dalam

obat paracetamol, efeksampingnya tidak begitu berbahaya, tetapi apabila digunakam dalam

jangka Panjang dapat menyebabkan kerusakan hati. 5

2.1.4 Farmakodinamik

Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan nyeri ringan sampai

sedang. Efek antipiretiknya diduga berdasarkan mekanisme efek sentral. Efek anti

inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik.

Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah dengan aksinya

pada enzim COX-3. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat, demikian juga

gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa.

2.1.5 Farmakokinetik

Rute administrasi yang paling umum dari parasetamol adalah rute oral (dalam bentuk tablet,

effervescent, dan suspensi). Rute lainnya yaitu per rektal sebagai suppositoria dan di pelayanan

kesehatan dapat diberikan melalui intravena. Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna

melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan

masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma,

25% parasetamol terikat protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati.

Sebagian parasetamol (80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil lainnya

dengan asam sulfat. Selain itu obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil

hidroksilasi ini dapat menyebabkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini

diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam

bentuk terkonjugasi.6

4
2.2 NYERI

Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat

kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk

kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri dibagi menjadi dua, yaitu dengan skala

visual analog score dengan skala 1-10, dan skala wajah Wong Baker dengan skala tanpa nyeri,

nyeri ringan, sedang, berat, dan tak tertahankan.

1 Kategori nyeri tersebut didasarkan pada nyeri dengan gangguan fungsi pada pasien kanker.

Skala nyeri dihitung dengan skala numerik dari 0-10 berdasarkan gangguan nyeri dengan

fungsi, skala 0 mengindikasikan tidak ada nyeri, skala nyeri 1-4 mengindikasikan nyeri sedang,

skala 5-6 mengindikasikan nyeri sedang, dan skala 7-10 mengindikasikan nyeri berat.

2 Nyeri juga diklasifikasikan menjadi nyeri akut dan kronik berdasarkan waktu durasi nyeri.

Nyeri kronik merupakan nyeri yang berlangsung sampai melebihi perjalanan suatu penyakit

akut, terjadi selama lebih dari 3 bulan. Nyeri kronik mungkin bisa disebabkan oleh proses-

proses penyakit yang berlangsung lama pada struktur somatic dan visera oleh disfungsi yang

telah lama dari susunan sistem saraf pusat atau susunan saraf tepi, atau oleh faktor-faktor

psikopatologis dan lingkungan

5
Berdasarkan Three Step Ladder WHO (World Health Organization), penanganan nyeri

dibedakan atas intensitasnya. Nyeri ringan dapat ditangani dengan parasetamol atau NSAID

(Non-Steroid Anti Inflamatory Drugs) atau kombinasi NSAID dengan analgesik adjuvant.

Nyeri sedang dapat ditangani dengan NSAID atau kombinasi NSAID dengan analgesik

adjuvant atau kombinasi NSAID dan analgesik adjuvant dengan opioid lemah. Nyeri berat

dapat ditangani dengan NSAID, opioid kuat, kombinasi NSAID dengan opioid kuat, atau

kombinasi NSAID dan opioid kuat dengan analgesik adjuvant. Pada penanganan nyeri kronik

akan berbeda penanganannya dengan nyeri akut. 7

Parasetamol atau asetaminofen merupakan obat analgesik antipiretik yang sangat popular

di masyarakat dan biasa digunakan sebagai pereda nyeri dari nyeri ringan sampai sedang.8

Parasetamol bekerja dengan menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan.

Parasetamol telah terbukti efek analgesik dan antipiretiknya, namun efek antiinflamasinya

sangat lemah dan mulai banyak digunakan sebagai pereda rasa nyeri akut pasca operasi.

Mekanisme kerja utama dari parasetamol adalah menghambat siklooksigenase (COX)

dan selektif terhadap COX-2. Analgetik dan antipiretik dari parasetamol sebanding dengan

aspirin dan obat AINS lainnya, akan tetapi aktifitas anti inflamasi perifernya dibatasi oleh

beberapa faktor, dimana diantaranya terdapat kadar peroksida yang tinggi di lesi inflamasi.Oleh

karena itu selektifitas akan COX-2 tidak secara signifikan menghambat produksi pro-clotting

tromboxane. Parasetamol menurunkan bentuk oksidasi dari enzim COX, yang melindungi dari

pembentukan kimiawi bentuk pro-inflammatory ini juga akan menurunkan jumlah dari

prostaglandin E2 di SSP, akibatnya menurunkan batas ambang hipotalamus di pusat

termoregulasi.Parasetamol menghambat kerja COX dengan dua jalur, yang pertama bekerja

dengan caramenghambat COX-3 (variant dari COX-1). Enzim COX-3 ini hampir sama dengan

enzimCOX lainnya dengan menghasilkan kimiawi pro-inflammatory dan penghambat selektif

oleh parasetamol. Jalur kedua bekerja seperti aspirin dengan memblok siklooksigenase,

6
dimanadalam lingkungan inflamasi dengan konsentrasi peroksida yang tinggi dan melindungi

aksikerja parasetamol dalam keadaan oksidasi tinggi. Ini berarti bahwa parasetamol tidak

memiliki efek langsung pada tempat inflamasi, akan tetapi bereaksi di SSP.

2.3 Ibu Profen


2.3.1 Prototype
Ibuprofen (asam 2-(4-isobutilfenil) propionat) adalah yang pertama dari NSAID

asam propionate. Ibuprofen merupakan NSAID asam propionat dengan sifat

antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik. 9 Ibuprofen adalah salah satu NSAID COX non

selektif yang paling umum digunakan sebgaia penghambat sintesis prostaglandin (PG)

yang dapat mengelola berbagai jenis nyeri dan memiliki aktivitas anti-inflamasi.8

2.3.2 Farmakokinetik
Ibuprofen bersifat analgesik dengan daya anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat.

Efek analgesiknya sama seperti aspirin. Efek anti-inflamasinya terlihat dengan dosis

1200-2400 mg sehari. Absorpsi ibu profen cepat melalui lambung dan kadar maksimum

dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam, sekitar

7
90% ibuprofen terikat dalam protein plasma dan dengan ekskresinya yang berlangsung

cepat.8

Sekitar 90% dari dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui urin sebagai

metabolit atau konjugatnya. Metabolit utama merupakan hasil hidrokilasi dan

karboksilasi. Ibuprofen cepat diserap setelah pemberian oral, dengan kadar serum atau

plasma puncak umumnya dicapai dalam satu setengah sampai 2 jam. 8

2.3.3 Farmakodinamik

a. Interaksi Obat

Obat AINS derivat asam propionat hampir seluruhnya terikat pada protein

plasma, efek interaksi misalnya penggeseran obat warfarin dan oral hipoglikemik

hampir tidak ada. Tetapi pada pemberian bersamaan dengan warfarin, tetap harus

waspada karena adanya gangguan fungsi trombosit yang memperpanjang masa

perdarahan. Derivat asam propionat dapat mengurangi efek diuresis dan natriuresis

furosemid dan tiazid, juga mengurangi efek antihipertensi obat 𝛽-bloker, prazosin dan

kaptopril.10

Efek samping terhadap saluran cema tebih ringan dibandingkan dengan aspirin,

indometasfn atau naproksen. Efek samping-lainnya yang jarang ialah eritema kulit,

sakit kepala trombosipenia, ambliopia toksik yang reversibel. Dosis sebagai analgesik

4 kali 400 mg sehari tetapi sebaiknya dosis optimal pada tiap orang ditentukan secara

individual. Ibuprofen tidak dianjurkan diberikan pada wanita hamil dan ibu menyusui. 1

b. Mekanisme Kerja

Ibuprofen adalah NSAID yang paling umum digunakan yang merupakan

inhibitor non-selektif siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2).

8
Meskipun sifat anti inflamasinya mungkin lebih lemah daripada beberapa NSAID

lainnya, ibuprofen memiliki peran analgesik dan antipiretik yang menonjol. Efeknya

penghambatan pada siklooksigenase, yang terlibat dalam sintesis prostaglandin.

Prostaglandin memiliki peran penting dalam produksi nyeri, inflamasi dan demam. 9

Siklooksigenase adalah enzim yang mengubah asam arakidonat menjadi

prekursor endoperoksida prostaglandin, mediator penting proses peradangan.

Siklooksigenase memiliki setidaknya 2 isoform: COX-1 dan COX-2. COX-1 terutama

diekspresikan dalam sel noninflamasi, sedangkan COX-2 diekspresikan dalam limfosit

teraktivasi, sel polimorfonuklear, dan sel inflamasi lainnya. 11

NSAID nonselektif seperti ibu profen menghambat kedua isoform

siklooksigenase dan dengan demikian menurunkan sintesis prostaglandin dan

tromboksan di seluruh tubuh. Pelepasan prostaglandin yang diperlukan untuk fungsi

homeostatik terganggu, seperti pelepasan prostaglandin yang terlibat pada proses

peradangan.11

c. Manajemen Nyeri

Ibuprofen terlibat dalam pengendalian nyeri, peradangan akut, dan demam

dengan bekerja pada berbagai jalur dan sistem pensinyalan seluler yang terlibat dalam

peradangan. Tindakan farmakodinamik utama yang terlibat dalam mencapai efek ini,

berpusat di sekitar pengurangan mediator inflamasi prostaglandin. Prostaglandin

merupakan mediator inflamasi yang berkontribusi terhadap rasa sakit dan peradangan,

dan berasal dari asam arakidonat dalam proses yang dimediasi oleh enzim

siklooksigenase, COX-1 dan COX-2. Jadi, ibuprofen dapat terlihat menghambat

produksi prostaglandin yang dimediasi COX tersebut. 10

9
Berbagai jenis NSAID menghambat COX-1 dan COX-2 dengan berbagai

tingkat selektivitas. Prostaglandin E2 (PGE2) adalah mediator utama piresis dan

diproduksi di hipotalamus. COX-2 adalah enzim yang dapat diinduksi yang aktif dalam

memperkuat produksi PGE2 selama peradangan. Ibuprofen (enantiomer aktif)

menargetkan COX-2 dan menghambat proses sintetis ini di sistem saraf perifer dan

pusat, sehingga mengurangi kadar PGE2 dan menyediakan sumber utama penghilang

rasa sakit.10

d. Efek Samping

Secara umum AINS (Anti-Inflamasi Non Spesifik) berpotensi menyebabkan

efek samping pada 3 sistem organ yaitu saluran cema, ginjal dan kerusakan hati. Efek

samping terutama meningkat pada pasien usia lanjut. Efek samping yang paling sering

terjadi adalah induksi tukak peptik (tukak duodenum dan tukak lambung) yang kadang-

kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cema. 9

Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung ialah: (1) iritasi yang bersifat lokal

yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan

kerusakan jaringan; dan (2) iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik

melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGl2. Kedua PG ini banyak ditemukan di

mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan memicu

sekresi mukus usus halus yang bersifat sitoprotektif. Mekanisme kedua ini terjadi pada

pemberian parenteral. Uji klinik menyimpulkan bahwa gangguan safuran cema

penghambat selektif COX-2 lebih ringan daripada COX-1.9

Masalah yang paling umum, dengan ibuprofen dan analgesik antiinflamasi

nonsteroid lainnya adalah dispepsia. Masalah yang paling serius dengan kelas obat ini

adalah perdarahan, dapat terjadi dengan terapi ibuprofen, terutama pada orang tua. Efek

10
samping ibuprofen yang jarang seperti trombositopenia. Trombositopenia akut dari

mekanisme yang diperantarai antibodi pada pasien dengan ankylosing spondylitis dan

proktitis ulseratif pada lupus sistemik juvenile. 9

11
BAB III

Kesimpulan

Paracetamol merupakan obat analgesik non narkotik yang memiliki cara kerja

menghambat sintesis prostaglandin terutama di sistem saraf pusat (SSP) dan digunakan

untuk mengatasi nyeri dengan derajat ringan sampai sedang, nyeri dengan derajat berat

dan demam. Dosis paracetamol pada dewasa dan remaja sekitar 0,5 – 1 g sementara

untuk anak anak-anak, dosis total per hari tidak boleh melebihi 50 mg/kgBB dibagi

menjadi 3-4 dosis.

Ibuprofen merupakan golongan NSAIDS COX-nonselektif obat yang dapat

menghibisi kedua jenis enzim COX, enzim dapat menyebabkan peningkatan resiko

iritasi lambung karena dapat memicu penurunan produksi prostaglandin yang berfungsi

dalam perlindungan bagi lambung, mempunyai efek analgetic,antipiretik dan

antiinflamasi, namun efek antiinflamasinya memerlukan dosis yang besar.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadi MM, Ramadhan A, Hijrineli, Mariati N. Infus paracematol sebagak sebuah terobosan

baru analgesik dan antipireti intravena. Jurnal Kedokteran Unran. 2020;9(3.1):520-527.

2. Manjula MS, Sunil B V. A comparative study of intravenous paracetamol and intravenous

tramadol for postoperative analgesia in laparotomies. Anesth Essays Res. 2015;9(3):314.

3. Hadi MM, Ramadhan A, Hijrineli, Mariati N. Infus paracematol sebagak sebuah terobosan

baru analgesik dan antipireti intravena. Jurnal Kedokteran Unran. 2020;9(3.1):520-527.

4. Katzung, BG., 2011 Farmakologi Dasar & Klinik Edisu 10. Diterjemah oleh Aryandhito

Widhi N, Leo Rendy, Linda Dwijayanthi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

5. Goodman, A., Gilman., 2008. Dasar Farmakologi Terapi, Volue 1. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran.

6. Dewi GP, Nugroho TE. Pengaruh pemberian analgesik kombinasi parasetamol dan

tramadol terhadap kadar kreatini serum tikus wistar. JKD. 2018;5(4):917-925.

7. Asmara DT, Nugroho TE. Pengaruh pemberian analgesik kombinasi parasetamol dan

tramadol terhadap kadar serum glutamat oksaloasetat transaminase tikus wistar. JKD.
2017; 6(2):417-426.

8. Hardman JG, Limbird LE. Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi Volume 1.

Jakarta: EGC; 2003. 7. Wilman P. Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti Inflamasi Non

Steroid dan Obat Pirai. Ganishwara, Setiabudy R, Suyatna, Purwantyatuti, editors. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI;2007.

9. K.D R. Ibuprofen; Discovery, Development, and Therapeutics. John Wiley & Sons, Ltd:
United Kingdom, 2015.

13
10. Trevor A, Katzung B, Masters S. NSAIDs. In: Katzung & Trevor’s Pharmacology
Examination and Board Review. McGraw-Hill: United States of America, 2019, hal 305–07.

11. Katzung BG. Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs, Disease-Modifyng Antirheumatic


Drugs, Nonopioid Analgesics, & Drugs Used in Gout. In: Basic and Clinical Pharmacology.
McGraw-Hill: United States of America, 2018, hal 642–66.

14

Anda mungkin juga menyukai