Anda di halaman 1dari 41

Laporan Kasus

OTITIS MEDIA KRONIK AURIS SINISTRA

Oleh:
Dika Dwiyasa, S.Ked 04054821820075
Irinne Karina Putri, S.Ked 04054821820076
Sy. Maryam Haninah, S.Ked 04054821820015
Cornellia Agatha, S.Ked 04054821820034
Violantina Linardi, S.Ked 04084821821025

Pembimbing:
dr. Hj. Abla Ghanie, Sp. T.H.T.K.L. (K), FICS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT-KL


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Judul:
OTITIS MEDIA KRONIK AURIS SINISTRA

Oleh:
Dika Dwiyasa, S.Ked 04054821820075
Irinne Karina Putri, S.Ked 04054821820076
Sy. Maryam Haninah, S.Ked 04054821820015
Cornellia Agatha, S.Ked 04054821820034
Violantina Linardi, S.Ked 04084821821025

Pembimbing:
dr. Hj. Abla Ghanie, Sp. T.H.T.K.L. (K), FICS

Laporan kasus ini diajukan untuk memnuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 20 Mei 2019
– 24 Juni 2019.

Palembang, Mei 2019


Pembimbing

dr. Hj. Abla Ghanie, Sp. T.H.T.K.L. (K), FICS

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“OTITIS MEDIA KRONIK AURIS SINISTRA”. Laporan kasus ini disusun
untuk memenuhi tugas laporan kasus yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya pada Departemen Ilmu Kesehatan
THT-KL RSMH Palembang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj. Abla Ghanie, Sp.
T.H.T.K.L. (K), FICS selaku pembimbing yang telah banyak membimbing dalam
penulisan dan penyusunan laporan kasus ini, serta semua pihak yang telah
membantu hingga selesainya laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan dan
kesalahan akibat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan laporan kasus di masa mendatang. Semoga karya tulis ini bermanfaat
bagi pembaca.

Palembang, Mei 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN ..................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................15
3.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga ..............................................................15
Telinga Luar ..........................................................................................15
Telinga Tengah ......................................................................................16
Telinga Dalam .......................................................................................18
Fisiologi Pendegaran .............................................................................22
3.2 Otitis Media Supuratif Kronis ...............................................................23
3.2.1 Definisi ......................................................................................23
3.2.2 Klasifikasi ..................................................................................24
3.2.3 Etiologi ......................................................................................26
3.2.4 Epidemiologi..............................................................................28
3.2.5 Patogenesis ................................................................................29
3.2.6 Gejala Klinis ..............................................................................29
3.2.7 Diagnosis ...................................................................................31
3.2.8 Penatalaksanaan .........................................................................31
3.2.9 Komplikasi .................................................................................32
BAB IV ANALISIS KASUS ..............................................................................35
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................37

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis Media Kronis (OMK) merupakan stadium dari penyakit telinga tengah
dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dengan perforasi membran
timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul.
Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih
dari 2 bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMK ialah terapi
yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi,
daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk.1
Studi epidemiologi mengatakan bahwa OMK termasuk kejadian yang
umumnya terjadi pada negara berkembang. Survei prevalensi di seluruh dunia,
menunjukkan beban dunia akibat OMK melibatkan 65 dari 330 juta penduduk, 60%
diantaranya (39-200 juta) mengalami gangguan pendengaran yang signifikan.
Diperkirakan 28.000 mengalami kematian dan <2 juta mengalami kecacatan.2 Di
Indonesia, angka kejadian OMK berdasarkan survei adalah sekitar 3,1% dari
jumlah penduduk.
OMK dibagi menjadi dua jenis, yaitu OMK tipe aman (benigna) dan OMK
tipe bahaya (tipe maligna). Proses peradangan pada OMK tipe aman terbatas pada
mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Umumnya OMK tipe aman jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya, sedangkan OMK tipe maligna ditandai
dengan adanya kolesteatoma, sehingga diagnosis dini perlu ditegakkan dan
dilanjutkan dengan terapi yang sesuai dan efisien agar tidak menimbulkan
komplikasi. Namun, terapi untuk OMK terkadang membutuhkan waktu yang cukup
lama dan harus berulang-ulang, karena sekret yang keluar biasanya tidak cepat
kering atau selalu kambuh lagi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas
kasus mengenai otitis media kronis di Rumah sakit DR. Mohammad Hoesin
Palembang.

1
BAB II
STATUS PASIEN

I. Identifikasi
Nama : Tn. RL
Tanggal lahir/Umur : 31 Juli 1990 / 28 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Bangsa : Chinese
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan : S1
Alamat : Jln. Bedeng Seng No. 56, Kel. Pasar Baru, Lahat

II. Anamnesis
(Autoanamnesis pada tanggal 24 Mei 2019, pukul 12.00 WIB)
Keluhan Utama :
Keluar cairan dari telinga kiri sejak 5 tahun yang lalu.
Keluhan Tambahan :
Penurunan pendengaran.
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak ± 3 bulan yang lalu pasien mengeluh keluar cairan dari telinga kiri.
Cairan keluar hilang timbul, warna putih kekuningan, kental, bau (-), darah (-),
pus (-). Nyeri telinga hilang timbul (+), berdenging (+), penurunan pendengaran
(+) pada telinga kiri. Gangguan penciuman (-), nyeri menelan (-), sulit menelan
(-). Sakit kepala (-), rasa berputar (-), demam (-), batuk (-), pilek (-), sakit gigi
(-), mulut mengot (-). Pasien kemudian berobat ke Puskesmas di daerah dekat
rumahnya dan dirujuk ke Poliklinik Rawat Jalan RSMH Palembang.

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Riwayat trauma pada kepala dan telinga disangkal
 Riwayat batuk, pilek berulang disangkal

2
 Riwayat adanya keluar cairan pada telinga 8 tahun yang lalu
 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat operasi telinga disangkal
Riwayat Pengobatan:
 Pasien menggunakan obat tetes telinga (pasien lupa nama obat)
 Konsumsi obat-obatan lain/ obat-obatan jangka panjang disangkal
Riwayat penyakit dalam keluarga:
 Riwayat sakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
Riwayat kebiasaan:
 Kebiasaan mengorek telinga (+) saat telinga terasa gatal dengan cotton bud
 Riwayat sering berenang disangkal
 Riwayat kemasukan air di telinga disangkal

III. Pemeriksaan Fisik (Tanggal 24 Mei 2019, pukul 12.30 WIB)


a. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,5oC
BB : 60 kg
TB : 175 cm

b. Keadaan Spesifik
Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), massa (-)

3
Thoraks :
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-).
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan dan kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, krepitasi (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral pucat (-), edema pretibia (-), deformitas (-)

c. Status Lokalis
Telinga
I. Telinga Luar Kanan Kiri
Regio Retroaurikula
-Abses - -
-Sikatrik - -
-Pembengkakan - -
-Fistula - -
-Jaringan granulasi - -

Regio Zigomatikus
-Kista Brankial Klep - -
-Fistula - -
-Lobulus Aksesorius - -
Aurikula
-Mikrotia - -

4
-Efusi perikondrium - -
-Keloid - -
-Nyeri tarik aurikula - -
-Nyeri tekan tragus - -

Meatus Akustikus Eksternus


-Lapang/sempit Lapang Lapang
-Oedema - -
-Hiperemis - -
-Pembengkakan - -
-Erosi - -
-Krusta - -
-Sekret - -
(serous/seromukus/mukopus/pus)
-Serumen - -
-Perdarahan - -
-Bekuan darah - -
-Cerumen plug - -
-Epithelial plug - -
-Jaringan granulasi - -
-Debris - -
-Benda asing - -
-Sagging - -
-Exostosis - -
II. Membran Timpani Kanan Kiri
-Warna Putih Sulit dinilai
(putih/suram/hiperemis/hematoma)
-Bentuk (oval/bulat) Oval Sulit dinilai
-Pembuluh darah Normal Sulit dinilai
-Refleks cahaya (+) arah jam 5 (-)
-Retraksi - -
-Bulging - -
-Bulla - -
-Ruptur - -
-Perforasi (-) (+) sentral
(sentral/perifer/marginal/attic)
-Pulsasi - -
-Sekret - -
(serous/seromukus/ mukopus/pus)
-Tulang pendengaran Sulit dinilai Sulit dinilai

5
-Kolesteatoma Tidak terlihat Tidak terlihat
-Polip - -
-Jaringan granulasi - -

Gambar Membran Timpani

Perforasi
sentral
subtotal

Gambar Membran Timpani pada Pemeriksaan Tele


Kanan Kiri

6
III. Tes Khusus Kanan Kiri
1.Tes Garpu Tala
- Tes Rinne Positif Negatif
- Tes Weber Lateralisasi ke telinga kiri
- Tes Scwabach Sama dengan Memanjang
pemeriksa
2.Tes Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3.Tes Fungsi Tuba
Tes Valsava Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Toynbee Tidak dilakukan Tidak dilakukan
4.Tes Kalori Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Kobrak Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Hidung
I. Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
-Tes aliran udara Cukup Cukup
-Tes penciuman Tidak Tidak
Teh dilakukan dilakukan
Kopi
Tembakau
II. Hidung Luar Kanan Kiri
-Dorsum nasi Normal Normal
-Akar hidung Normal Normal
-Puncak Hidung Normal Normal
-Sisi hidung Normal Normal
-Ala nasi Normal Normal
-Deformitas - -
-Hematoma - -
-Pembengkakan - -
-Krepitasi - -
-Hiperemis - -
-Erosi Kulit - -
-Vulnus - -
-Ulkus - -
-Tumor - -
-Duktus nasolakrimalis (tersumbat/tidak Tidak Tidak
tersumbat) tersumbat tersumbat

7
III. Hidung Dalam Kanan Kiri
1. Rinoskopi Anterior
a.Vestibulum nasi
-Sikatrik - -
-Stenosis - -
-Atresia - -
-Furunkel - -
-Krusta - -
-Sekret - -
(serous/seromukus/mukopus/pus)
b. Kolumela
-Utuh/tidak utuh Utuh Utuh
-Sikatrik - -
-Ulkus - -
c. Kavum nasi
-Luasnya (lapang/cukup/sempit) Lapang Lapang
-Sekret - -
(serous/seromukus/mukopus/pus) - -
-Krusta - -
-Bekuan darah - -
-Perdarahan - -
-Benda asing - -
-Rinolit - -
-Polip - -
-Tumor - -
d. Konka Inferior
-Mukosa (erutopi/hipertropi/atropi) Eutrofi Eutrofi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
-Warna
(merah muda/hiperemis/pucat/livide) Merah muda Merah muda
-Tumor - -
e. Konka media Sulit dinilai Sulit dinilai
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi)
(basah/kering)
(licin/tak licin)
-Warna
(merah muda/hiperemis/pucat/livide)
-Tumor

8
f. Konka superior Tidak dapat Tidak dapat
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) dinilai dinilai
(basah/kering)
(licin/taklicin)
-Warna
(merah muda/hiperemis/pucat/livide)
-Tumor
g. Meatus Medius Tidak dapat Tidak dapat
-Lapang/ sempit dinilai dinilai
-Sekret
(serous/seromukus/mukopus/pus)
-Polip
-Tumor
h. Meatus inferior Tidak dapat Tidak dapat
-Lapang/ sempit dinilai dinilai
-Sekret
(serous/seromukus/mukopus/pus)
-Polip
-Tumor
i. Septum Nasi
-Mukosa (eutrofi/hipertrofi/atrofi) Eutrofi Eutrofi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/taklicin) Licin Licin
-Warna Merah muda Merah muda
-Tumor - -
-Deviasi - -
-Krista - -
-Spina - -
-Abses - -
-Hematoma - -
-Perforasi - -
-Erosi septum anterior - -

9
Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam

Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal

2.Rinoskopi Posterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan


-Postnasal drip
-Mukosa (licin/taklicin)
(merah muda/hiperemis)
-Adenoid
-Tumor
-Koana (sempit/lapang)
-Fossa Russenmullery (tumor/tidak)
-Torus tobarius (licin/taklicin)
-Muara tuba (tertutup/terbuka)
(sekret/tidak)

10
Gambar Hidung Bagian Posterior

IV.Pemeriksaan Sinus Paranasal Kanan Kiri


-Nyeri tekan/ketok
-infraorbitalis - -
-frontalis - -
-kantus medialis - -
-Pembengkakan - -
-Transiluminasi Tidak Tidak
-regio infraorbitalis dilakukan dilakukan
-regio palatum durum

Tenggorok
I.Rongga Mulut Kanan Kiri
-Lidah (hiperemis/udem/ulkus/fissura) Normal Normal
(mikroglosia/makroglosia)
(leukoplakia/gumma)
(papilloma/kista/ulkus)
-Gusi (hiperemis/udem/ulkus) Normal Normal
-Bukal (hiperemis/udem) Normal Normal
(vesikel/ulkus/mukokel)
-Palatum durum (utuh/terbelah/fistel) Utuh Utuh
(hiperemis/ulkus)
(pembengkakan/abses/tumor)
(rata/tonus palatinus)
-Kelenjar ludah (pembengkakan/litiasis) Normal Normal
(striktur/ranula)
-Gigi geligi (mikrodontia/makrodontia) Normal Normal
(anodontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)

11
II.Faring Kanan Kiri
-Palatum molle Normal Normal
(hiperemis/udem/asimetris/ulkus)
-Uvula (udem/asimetris/bifida/elongating) Di tengah Di tengah
-Pilar anterior Normal Normal
(hiperemis/udem/perlengketan)
(pembengkakan/ulkus)
-Pilar posterior Normal Normal
(hiperemis/udem/perlengketan)
(pembengkakan/ulkus)
-Dinding belakang faring (hiperemis/udem) Tenang Tenang
(granuler/ulkus)
(secret/membran)
-Tonsil Palatina (derajat pembesaran) T1 T1
(permukaan rata/tidak) Rata Rata
(konsistensi kenyal/tidak) Kenyal Kenyal
(lekat/tidak) - -
(kripta lebar/tidak) Tidak lebar Tidak lebar
(dentritus/membran) - -
(hiperemis/udem) - -
(ulkus/tumor) - -

Gambar rongga mulut dan faring

12
Rumus gigi-geligi

III.Laring Kanan Kiri


1.Laringoskopi tidak langsung (indirect)
-Dasar lidah (tumor/kista) - -
-Tonsila lingualis (eutropi/hipertropi) Eutrofi Eutrofi
-Valekula (benda asing/tumor) - -
-Fosa piriformis (benda asing/tumor) - -
-Epiglotis (hiperemis/udem/ulkus/membran) Normal Normal
-Aritenoid Normal Normal
(hiperemis/udem/ulkus/membran)
-Pita suara (hiperemis/udem/menebal) Normal Normal
(nodus/polip/tumor)
(gerak simetris/asimetris)
-Pita suara palsu (hiperemis/udem) Normal Normal
-Rima glottis (lapang/sempit) Lapang Lapang
-Trakea Normal Normal
Tidak Tidak
2.Laringoskopi langsung (direct)
dilakukan dilakukan

Gambar laring (laringoskopi tidak langsung

13
IV. Diagnosis Kerja
Otitis media kronis AS

V. Tatalaksana
Non Medikamentosa:
- Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan telinga guna mencegah
komplikasi penyakit menjadi lebih parah.
- Edukasi pasien untuk tidak sering mengorek telinga.
- Edukasi pasien untuk melakukan proteksi terhadap telinga dengan
menghindari air masuk ke dalam telinga seperti menggunakan ear plug atau
cotton wad ketika mandi agar air tidak masuk ke dalam telinga.
- Konsul bagian anestesi
Medikamentosa:
- Lokal :
- Tetes telinga: Ofloxacin eardrop gtt V / 12 jam AS
- Irigasi dengan H2O2 3% AS
- Sistemik
- Cefixime tablet 100 mg / 12 jam PO
- Paracetamol tablet 500 mg / 8 jam PO
- Pro timpanoplasti

VI. Pemeriksaan Anjuran


- Audiometri
- Swab telinga
- CT Scan mastoid dengan kontras

VIII. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga


Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam:
3.1.1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
tympani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang
diliputi kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
(meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada
sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian
dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam
rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh
kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang
telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin
tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna
kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi
menangkap debu dan mencegah infeksi.

Gambar 3.1. Anatomi Telinga

15
3.1.2. Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
 Batas luar : Membran timpani
 Batas depan : Tuba eustachius
 Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
 Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.
 Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )
 Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkap bundar
(round window) dan promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars
flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane
propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier
dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut
umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut
inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran
timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus
longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga
didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang,
untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun
dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam
telinga tengah saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada
membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes.
Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.

16
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina
propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam
telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang
mempunyai fungsi konduksi suara. maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel
selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini
terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah
dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.

Gambar 3.2. Membran Timpani 1,2,3


Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran
eustachius (tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan
antara kedua sisi membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut
menganga atau ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras,

17
membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran
tympani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan
masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan
yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani.

3.1.3. Telinga Dalam


Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli. Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak
lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala
timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi
endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membran
ini terletak organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel
rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.

18
Gambar 3.3. Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga
Dalam 1,2,3,5
Koklea
bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia
panjangnya 35mm. koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang
mengelilingi sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari
pembuluh darah dan saraf. Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh
dinding (septum). Bagian dalam dari septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea.
Bagian luarnya terdiri dari anyaman penyambung, lamina spiralis membranasea.

19
Ruang yang mengandung perilimf ini dibagi menjadi : skala vestibule (bagian atas)
dan skala timpani (bagian bawah). Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea.
Tempat ini dinamakan helicotrema. Skala vestibule bermula pada fenestra ovale
dan skala timpani berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari pertemuan antara
lamina spiralis membranasea kearah perifer atas, terdapat membrane yang
dinamakan membrane reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran
yang dibatasi oleh:
1. membrane reissner bagian atas
2. lamina spiralis membranasea bagian bawah
3. dinding luar koklea
saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang
berisi endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.disini,
terdapat stria vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.

Gambar 3.4. Koklea 2,3


Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf. Pada
membarana basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti. Lebarnya
membrane basilaris dari basis koklea sampai keatas bertambah dan lamina spiralis
ossea berkurang. Nada dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea.
Sebaliknya nada rendah berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea.

20
Gambar 3.5. Organ korti 2,3
Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu membrane
tektoria. Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan
alat persepsi pada alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang, sel-
sel persepsi yang mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan
(saluran) yang berisi kortilimf.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus
reunions. Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani
menimbulkan penonjolan pada dinding ini kearah cavum timpani. Tonjolan ini
dinamakan promontorium.

Vestibulum
Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga
berisi perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale)
yang berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot
plate) dari stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian
membrane sakkulus dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus
berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang
bercabang melalui duktus endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari

21
duramater, yang terletak pada bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini
dinamakan sakkus endolimfatikus. Saluran ini buntu.
Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel
penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli.
Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli.

Kanalis semisirkularisanlis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus
satu sama lain. didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran yang
terbenam dalam perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan
antrum mastoideum dan tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis
horizontalis (lateralis).
Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania
media dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia
arkuata. Kanalis semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis
superior. Kedua ujung yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang
letaknya vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis.
Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis
semisirkularis ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf.
Didalam kanalis semisirkularis membranasea terdapat endolimf. Pada tempat
melebarnya kanalis semisirkularis ini terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini
dinamakan ampulla.
Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada Krista
ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel
persepsi ini mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang
mencapai atap dari ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla.

3.1.4. Fisiologi Pendengaran 1,7


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah

22
melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui
daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani
dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke
stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris
dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis
yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

Gambar 3.6. Fisiologi Pendengaran 7

3.2 Otitis Media Supuratif Kronis


3.2.1 Definisi
Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata
(OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis media supuratif
kronis ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan
sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret
mungin encer atau kental, bening atau berupa nanah.4

23
3.2.2 Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu (1) OMSK tipe aman (tipe mukosa =
tipe benigna) dan (2) OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna).4
1. Tipe aman/tipe mukosa/tipe benigna/tubotimpani
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa
dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor
lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba Eustachius, infeksi
saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien
dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan
anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel
skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel,
metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang
dimana kuman masuk melalui lia ng telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid
sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai
perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang
telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang
luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif
gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan
atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yang
berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.5
Penyakit tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan
mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif
ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh
dalam telinga.
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani5:
1. Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis.

24
2. Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis.
3. Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang
terkontaminasi.
4. Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia.
5. Otitis media supuratif akut yang berulang.

2. Tipe bahaya/tipe tulang/tipe maligna


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatoma dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya
kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan
kolesteatoma. Kolesteatoma adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti
mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis.
Kolesteatoma dapat dibagi atas 2 tipe yaitu, kongenital dan didapat/akuisital.

Kolesteatoma kongenital
Terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga dengan membran
timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma biasanya di kavum
timpani, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle. Kolesteatoma di
cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf.4
Kolesteatoma akuisital
a. Kolesteatoma akuisital primer
Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani.
Kolesteatoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membran timpani pars
flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba.4
b. Kolesteatoma akuisital sekunder
Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang
telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah atau
terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berlangsung lama.4

25
Letak Perforasi
Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe/jenis
OMSK. Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal,
atau atik. Oleh karena itu, disebut perforasi sentral, marginal atau atik. Pada
perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan di seluruh tepi perforasi
masih ada sisa membran timpani. Pada perforasi marginal sebagian tepi perforasi
langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus timpanikum. Perforasi atik ialah
perforasi yang terletak di pars flaksida.4

3.2.3 Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rhinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi
yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrome. Adanya tuba
patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK
yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK
yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV) dapat
bermanifestasi sebagai sekresi telinga kronis.5
Penyebab OMSK antara lain lingkungan, genetik, riwayat infeksi
sebelumnya, infeksi saluran napas atas, autoimun, alergi, dan gangguan fungsi tuba
Eustachius. Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas,
tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan
sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih
tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan
secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah
insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai
faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media,
tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

26
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis
media akut dan/atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan
kronis. Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mu kosa telinga tengah hampir
tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode
kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah
Gram-negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada
dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri. Penderita
dengan penyakit autoimun juga akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis
media kronis.
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita
yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin toksinnya,
namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba Eustachius sering tersumbat oleh
edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum
diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk
mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak
mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap
pada OMSK:
 Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
 Berlanjutnya obstruksi tuba Eustachius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi.
 Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.

27
 Pada pinggir perforasi dari epitel skuamosa dapat mengalami pertumbuhan
yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga
mencegah penutupan spontan dari perforasi.

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif


menjadi kronis majemuk, antara lain :
 Gangguan fungsi tuba Eustachius yang kronis atau berulang.
 Perforasi membran timpani yang menetap.
 Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainya
pada telinga tengah.
 Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini
dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan
granulasi atau timpanosklerosis.
 Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di
mastoid.
 Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau
perubahan mekanisme pertahanan tubuh.

3.2.4 Epidemiologi
Otitis media supuratif kronik (OMSK) terjadi pada 65 dari 330 juta
penduduk didunia, dan lebih dari setengahnya memiliki gangguan pendengaran
yang signifikan. Di seluruh dunia, OMSK bertanggung jawab untuk sekitar 28.000
kematian setiap tahunnya, dan berhubungan dengan beban penyakit yang
melibatkan lebih dari 2 juta orang setiap hari.3
Banyak penelitian sebelumnya telah meneliti prevalensi dan faktor risiko dari
OMSK. Prevalensinya dilaporkan terjadi di Asia Tenggara, Afrika, dan negara-
negara Pasifik Barat sebesar 2-4%, dan di Amerika Utara dan negara-negara Eropa
<2%. Faktor risiko OMSKadalah status sosial ekonomi yang rendah, gizi buruk,
tingginya jumlah anak dalam rumah tangga, riwayat keluarga, dan paparan pasif
dari asap rokok.6

28
3.2.5 Patogenesis
Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma,
antara lain adalah : teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi, dan teori
implantasi. Teori tersebut akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi
kolesteatoma menurut Gray (1964) yang mengatakan bahwa kolesteatoma adalah
epitel kulit yang berada pada tempat yang salah, atau menurut pemahaman penulis;
kolesteatoma dapat terjadi oleh karena adanya epitel kulit yang terperangkap.4
Sebagaimana kita ketahui bahwa seluruh epitel kulit (keratinizing stratified
squamous epithelium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka/terpapar ke
dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah Cul-de-sac sehingga
apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama maka dari
epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga
membentuk kolesteatoma.4

3.2.6 Gejala Klinis5


Gejala klinis yang ditemukan pada OMSK antara lain telinga berair,
gangguan pendengaran, nyeri telinga, dan vertigo.
Telinga berair (otorrhea)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang
keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi
mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya
sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan
infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau
berenang.
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret
yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan
produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih,
mengkilap. Pada OMSK tipe maligna unsur mukoid dan sekret telinga tengah
berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang

29
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga
dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang
encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.

Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah
yang sakit ataupun kolesteatoma, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke
fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 dB
ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi
dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30
dB.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya
rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatoma bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi
perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela
bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif.
Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang
dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.

Otalgia (nyeri telinga)


Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman
pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya
otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK
seperti petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

30
Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistula labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatoma. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan
vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan
menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan
temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah
dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin
berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif
pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga
tengah.

3.2.7 Diagnosis
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan THT
terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan
sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui
jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri
nada murni, audiometri tutur dan pemeriksaan BERA bagi pasien/anak yang tidak
kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni. Pemeriksaan penunjang
lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan uji resistensi kuman dari sekret
telinga.4

3.2.8 Penatalaksanaan
a. Tipe aman/benigna
Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat
pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang,

31
maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung
antibiotika dan kortikosteroid. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan
ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum hasil tes
resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten
terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat.4
b. Tipe bahaya/maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
1.Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2.Mastoidektomi radikal
3.Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4.Miringoplasti
5.Timpanoplasti
6.Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.5

3.2.9 Komplikasi
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan
patologik yang menyebabkan otore. pemberian antibiotika telah menurunkan
insiden komplikasi. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang
efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi
didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau

32
suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat
menyebabkan komplikasi.5
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi
akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatoma.
Adam dkk mengemukakan klasifikasi sebagai berikut:
a. Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
b. Komplikasi di telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf (sensorineural)
c. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
d. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis
Paparella dan Shumrick (1980) membagi dalam:
a. Komplikasi otologik
1. Mastoiditis koalesen
2. Petrositis
3. Paresis fasialis
4. Labirinitis
b. Komplikasi Intrakranial
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Abses subdural

33
4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis
Cara penyebaran infeksi ada 3 yaitu penyebaran hematogen, melalui erosi
tulang, dan melalui jalan yang sudah ada. Perjalanan komplikasi infeksi telinga
tengah ke intrakranial harus melewati 3 macam lintasan:
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Penyebaran ke selaput otak dapat terjadi akibat dari beberapa faktor yaitu
melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian
tulangyang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya
infeksi.Labirin juga dapat dianggap sebagai jalan penyebaran yang sudah ada begitu
telah terinfeksi, menyebabkan mudahnya infeksi ke fosa kranii media. Jalan lain
penyebaran ialah melalui tromboflebitis vena emisaria menembus dinding mastoid
kedura dan sinus durameter. Tromboflebitis pada susunan kanal haversian
merupakanosteitis atau osteomielitis dan merupakan faktor utama penyebaran
menembussawar tulang daerah mastoid dan telinga tengah.
2. Menembus selaput otak
Penyebaran menembus selaput otak dimulai begitu penyakit mencapai dura,
menyebabkan pakimeningitis. Durasangat resisten terhadap penyebaran infeksi,
akan menebal, hiperemi, dan lebihmelekat ketulang. Jaringan granulasi terbentuk
pada dura yang terbuka, dan ruangsubdura yang berdekatan terobliterasi.
3. Masuk ke jaringan otak
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikeldan
permukaan korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi
kejaringan otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi
keruang Virchow Robin yang berakhir didaerah vaskular subkortek.

34
BAB IV
ANALISIS KASUS

Sejak ± 3 bulan yang lalu pasien mengeluh keluar cairan dari telinga kiri.
Cairan keluar hilang timbul, warna putih kekuningan, kental, bau (-), darah (-), pus
(-). Nyeri telinga hilang timbul (+), berdenging (+), penurunan pendengaran (+)
pada telinga kiri. Gangguan penciuman (-), nyeri menelan (-), sulit menelan (-).
Sakit kepala (-), rasa berputar (-), demam (-), batuk (-), pilek (-), sakit gigi (-), mulut
mengot (-). Pasien mengaku terdapat riwayat adanya keluar cairan pada telinga 8
tahun yang lalu. Riwayat penggunaan obat-obatan tidak ada.
Diagnosis otitis media kronis AS ditegakkan pada kasus ini berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
didapatkan keluhan keluar cairan dan penurunan pendengaran pada telinga kiri ± 3
bulan yang lalu. Dari hal ini pasien dapat didiagnosis banding dengan otitis media
kronis. Pada otitis media kronis, ditandai dengan adanya keluhan utama berupa
keluar cairan pada telinga kanan yang hilang timbul (otorrhea), gangguan
pendengaran, dan nyeri telinga (otalgia) yang sudah berlangsung lebih dari 2 bulan.
Riwayat penggunaan obat-obatan tidak ada, menyingkirkan penyebab
gangguan pendengaran akibat penggunaan obat yang bersifat ototoksik seperti
aminoglikosida, aspirin dan obat antimalaria.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum dan vital sign dalam
batas normal. Dari pemeriksaan telinga didapatkan pada membran timpani telinga
kiri refleks cahaya tidak ada, terdapat sekret, perforasi sentral. Pada membran
timpani telinga kanan dalam batas normal. Pada OMK, letak perforasi penting
untuk menentukan tipe/jenis OMK. Perforasi sentral menunjukkan perforasi
terdapat di pars tensa, sedangkan di seluruh tepi perforasi masih ada sisa membrane
timpani atau disebut OMK tipe aman (tipe mukosa = tipe banigna).
Dilakukan juga pemeriksaan tambahan berupa tes penala untuk mengetahui
jenis dari gangguan pendengaran yang dikeluhkan pasien. Dari hasil pemeriksaan
penala didapatkan hasil Tes Rinne negatif pada telinga kiri, Tes Weber didapatkan
lateralisasi ke telinga kiri dan Tes Scwabach didapatkan memanjang pada telinga

35
kiri. Pemeriksaan garpu tala menunjukkan adanya gangguan pendengaran
konduktif pada telinga kiri. Gangguan pendengaran pada kasus dapat terjadi akibat
perforasi pada membran timpani sehingga hantaran bunyi menjadi kurang efektif.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien yaitu non medikamentosa dan
medikamentosa. Tatalaksana non medikamentosa yang diberikan yaitu edukasi.
Sedangkan untuk tatalaksana medikamentosa yang diberikan antara lain ofloxacin
eardrop gtt V/12 jam AS, H2O2 3% gtt V / 12 jam AS, cefixime tablet 100 mg/ 12
jam, dan paracetamol tablet 500 mg/ 8 jam P.O. Pada pasien direncanakan untuk
dilakukan tindakan operatif yaitu timpanoplasti. Prinsip terapi OMK tipe aman
adalah konservatif atau dengan medikamentosa. Pemberian larutan H2O2 3%
selama 3-5 hari ditujukan sebagai obat pencuci telinga untuk secret yang keluar dari
telinga. Terapi obat tetes telinga yang mengandung antibiotic juga diberikan, dalam
hal ini dilakukan pemberian ofloxacin yaitu fluoroquinolon generasi ke-2 yang
bekerja bakterisidal untuk bakteri aerobic gram positif, Streptococcus, Mycoplasma
dan Pseudomonas. Secara oral diberikan antibiotika cefixime, yaitu cephalosporin
generasi ke-3 yang bekerja bakterisidal untuk bakteri gram negative, Staph. aureus,
Pseudomonas dll. Pemberian paracetamol untuk mengatasi keluhan simptomatik
seperti nyeri telinga.
Pemeriksaan anjuran yaitu audiometri, swab telinga, dan CT scan mastoid
dengan kontras. Audiometri dilaukan untuk mengetahui derajat gangguan
pendengaran. Swab telinga dilakukan untuk kultur dan uji resistensi dari sekret
telinga. Pemeriksaan CT Scan mastoid dengan kontras dilakukan untuk membantu
memperlihatkan kemungkinan kerusakan dinding mastoid yaitu dengan
menentukan letak anatomi lesi.
Prognosis pada kasus quo ad vitam: bonam; quo ad functionam : dubia ad
bonam dan quo ad sanationam: dubia ad malam. Proses peradangan pada OMK tipe
aman terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang serta
umumnya jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Anggraini D. Otitis Media Supuratif Kronis Dan Tonsilitis Kronis Serta Karies
Dentis Dan Perilaku Kuratif Ibu. Medula. 2013:1(2).
2. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Upaya Kesehatan Telinga dan
Pencegahan Gangguan Pendengaran Untuk Puskesmas. Jakarta 2003: Depkes
RI.
3. Acuin J. Chronic suppurative otitis media: burden of illness and management
options Child and Adolescent Health and Development Prevention of Blindness
and Deafness. World Health Organization, Geneva, Switzerland: 2004.
4. Soepardi EA, dkk. Kelainan Telinga Tengah, Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 6th Ed. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2007. Hal. 69-74.
5. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK Dan Kepekaan Terhadap
Beberapa Antibiotika Di Bagian THT FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan.
Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang Studi Ilmu Penyakit THT-KL
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2003.
6. Lasisi AO, Olaniyan FA, Muibi SA, Azeez IA, Abdulwasiu KG, Lasisi TJ, et
al. Clinical and demographic risk factors associated with chronic suppurative
otitis media. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2007:71: 1549–1554. [PubMed]
7. Soetirto Indro, Bashiruddin Jenny, Bramantyo Brastho, Gangguan
pendengaran Akibat Obat Ototoksik, Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung,Tenggorok Kepala & Leher. Edisi IV. Penerbit FK-UI, Jakarta: 2007,
halaman 9-15,53-56.

37

Anda mungkin juga menyukai