(ADEM)
Oleh:
Preseptor:
BAGIAN RADIOLOGI
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
Referat ini penulis ajukan untuk memenuhi tugas dalam mengikuti kepaniteraan
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada dr. Lila
Indrati Sp.Rad sebagai pembimbing, serta semua pihak yang telah membantu
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan,
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. iv
BAB I. PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah ............................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................ 2
1.4 Metode Penulisan............................................................................ 3
1.5 Manfaat Penulisan........................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi............................................................................................ 4
2.2 Anatomi Otak.................................................................................. 4
2.3 Epidemiologi................................................................................... 7
2.4 Patogenesis...................................................................................... 8
2.5 Patologi........................................................................................... 9
2.6 Manifestasi Klinis........................................................................... 10
2.7 Diagnosis......................................................................................... 11
2.8 Diagnosis Banding.......................................................................... 20
2.9 Tatalaksana...................................................................................... 21
2.10 Prognosis....................................................................................... 23
2.11 Komplikasi.................................................................................... 24
BAB III. PENUTUP
Kesimpulan........................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 26
DAFTAR GAMBAR
2
Gambar 2.4 Potongan koronal otak MRI T2WI ................................................. 15
Gambar 2.6 Keterlibatan yang luas dari kortikal dan gray matter - termasuk
thalamus ................................................................................... 18
ADEM...........................................................................................
...................................................................................................19
Gambar 2.8 Axial FLAIR dan T2W gambar pasien muda dengan ADEM......... 19
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Parameter lesi secara kuantitatif pada anak dengan ADEM............... 17
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
sistem saraf pusat (SSP) yang mengakibatkan lesi demielinasi multifocal yang
mempengaruhi grey matter dan white matter dari otak dan sumsum tulang
belakang, yang biasanya didapat setelah adanya infeksi atau vaksinasi. ADEM
(infeksi atau vaksinasi), yang diyakini sebagai pemicu untuk respon inflamasi
yang mendasari penyakit ini, karena reaksi silang antara alergi atau autoimun
yang menyerang myelin dengan protein virus. Meskipun tidak terbatas pada
infeksi virus, namun pada umumnya penyakit ini muncul setelah penderita
terinfeksi measles, varicella dan rubella. Hal ini paling sering terlihat pada
populasi anak dan dewasa muda, namun dapat terjadi pada setiap usia.1,2,3 Penyakit
ini jarang ditemukan, terdapat sekitar 3-6 kasus ADEM per tahun di pusat
Pasien datang dengan gejala dan defisit neurologis fokal biasanya dalam 1
1
limfositosis (seringkali meningkat hingga beberapa ratus sel) dan peningkatan
myelin protein dasar. Perubahan ECG non spesifik dan CT Scan mungkin normal
penunjang terbaik yang dapat menegakkan diagnosis yaitu dengan brain MRI.
Tindak lanjut MRI ini sangat membantu dalam membedakan ADEM dari suatu
Encephalomyelitis / ADEM).
juga sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian
Padang.
2
1.4 Metode Penulisan
berbagai literatur.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
peradangan akut multifokal pada Sistem Saraf Pusat (SSP), bersifat monofasik
dan dapat terjadi setelah infeksi virus atau imunisasi, sehingga disebut juga
Otak merupakan bagian dari susunan saraf pusat yang terletak di kavum
4
ventriculus tertius dengan ventriculus quartus. Metensefalon membentuk
Berat otak saat lahir 350 gram, dan berkembang hingga saat dewasa
seberat 1400-1500 gram. Otak dibungkus oleh meningen yang terdiri dari 3 lapis.
Fungsi utama liquor serebrospinalis, yaitu melindungi dan mendukung otak dari
benturan.9
oleh fisura longitudinalis superior dan falx cerebri, Belahan kiri dan kanan
serebri, substansia alba, ganglia basalis, dan serabut saraf penghubung yang
dibentuk oleh akson dan dendrite setiap sel saraf. Korteks serebri terdiri dari
5
Permukaannya memiliki banyak sulkus dan gyrus. Diperkirakan terdapat 10
temporalis, lobus occipitalis, lobus insularis dan lobus limbik. Lobus frontalis,
mulai dari sulkus sentralis sampai ke polus sentralis, terdiri dari gyrus
inferior, gyrus recrus, gyrus orbitalis, dan lobus parasentralis superior. Lobus
parietalis, mulai dari sulkus sentralis menuju lobus occipitalis dan cranialis dari
lobus temporalis, terdiri dari gyrus post sentralis, lobulus parietalis superior, dan
polus temporalis dan polus occipitalis di bawah sulkus lateralis. Lobus occipitalis
terletak antara sulkus parieto occipital dengan sulkus preoccipitalis, memiliki dua
bangunan, cuneus dan gyrus lingualis. Lobus insularis, tertanam dalam sulkus
lateralis. Lobus limbik, berbentuk huruf C dan terletak pada dataran medial
hemisfer serebri.10
Denyut pembuluh darah besar ini dapat kita raba di leher depan, sebelah kiri
dan kanan di bawah mandibula. Sepasang pembuluh darah ini setelah masuk
6
Ketiganya akan saling berhubungan melalui pembuluh darah yang disebut
Denyut pembuluh darah ini tidak dapat diraba karena kedua pembuluh darah
ini menyusup ke bagian samping tulang leher, pembuluh darah ini mendarahi
batang otak dan kedua otak kecil. Kedua pembuluh darah tersebut akan saling
anastomosis.10
2.3. Epidemiologi
populasi per tahun dan terdapat 3- 6 kasus ADEM per tahun di pusat kesehatan
ADEM lebih sering terjadi pada anak-anak dan remaja dibandingkan usia
dewasa dan tidak terdapat perbedaan kejadian ADEM berdasarkan gender dan
etnik.5,6
Sekitar 50-75 % kasus ADEM terjadi setelah infeksi virus ataupun bakteri.
Banyak virus yang berkaitan dengan ADEM, termasuk : campak, mumps, rubella,
ADEM relatif jarang terjadi setelah infeksi varicella, di mana angka kejadiannya
7
1/10.000 kejadian infeksi varicella. Kejadian ADEM setelah infeksi rubella
sekitar 1/500.5 Kematian dan cacat neurologis pada ADEM setelah infeksi rubella
dan varicella lebih rendah dibandingkan dengan ADEM setelah infeksi campak.
Angka kematian ADEM setelah infeksi campak sekitar 25 % dan sekitar 25-40 %
campak, mumps, rubella merupakan yang paling sering berkaitan dengan ADEM
post vaccinial. Insiden ADEM yang berkaitan dengan vaksin campak sekitar 1-2/
2.4. Patogenesis
multifokal yang tersebar dan yang terkait dengan mekanisme autoimun di SSP.
Hipotesis autoimun menunjukkan bahwa sel T yang menyerang antigen viral atau
bakteri mengenali asam amino yang juga dimiliki oleh protein myelin. Sel T yang
teraktivasi melewati sawar darah otak, memungkinkan rekrutmen dan migrasi sel-
sel inflamasi lainnya yang berperan dalam proses demyelinasi. Target antigen
kesamaan epitop virus dengan antigen myelin seperti MBP,MOG dan protein
substansia alba SSP setelah infeksi. Sejumlah studi menyatakan bahwa sitokin
8
menyebabkan kematian oligodendrosit pada ADEM dan variannya masih belum
dijumpai hanya pada sejumlah kecil pasien yang mendapat infeksi atau imunisasi.
Gen human leucocyte antigen (HLA) kelas II memiliki pengaruh yang paling
11
prematur dari oligodendrosit dan eksitoksisitas.
2.5. Patologi
perivena, yang terutama melibatkan substansia alba dari hemisfer serebri, batang
otak, serebelum, medula spinalis dan nervus optikus.11,13 Proses inflamasi terutama
(limfosit dan monosit), biasanya disekitar vena dan venula dan proliferasi
otak dan medulla spinalis. Dalam lesi tersebut dijumpai fragmentasi mielin
dengan akson yang relatif utuh walaupun dapat juga dijumpai kerusakan aksonal
yang nyata. Pada tahap akhir, respon inflamasi digantukam oleh gliosis fibrilari.11
9
sejumlah fokus demielinasi kecil. Secara histologis, terdapat reaksi inflamasi
destruktif dengan sel limfosit dan sedikitsel plasma di sekitar vena-vena kecil di
seluruh serebrum, batang otak, serebelum dan medula spinalis. Dijumpai sel-sel
mikroglial fagositik pada lesi. Akson dan sel saraf relatif tidak terkena. Terdapat
batas yang tegas antara fokus demielinasi dan daerah normal. Pada tahap lanjut,
perluasan gliosis melebihi daerah demielinasi. Pada ADEM reaksi jaringan berada
pada usia yang sama yang menggambarkan perjalanan yang monofasik dari
penyakit ini.14
meliputi ensefalopati, tetapi dapat juga berupa sindrom fokal atau multifokal,
yang mengarah pada gangguan demyelinasi inflamasi sistem saraf pusat, termasuk
neuritis optik dan myelitis. Beberapa gejala klinis meningoensefalitis pada ADEM
terdiri dari ensefalopati, kejang, demam, sakit kepala dan tanda meningeal.13
keadaan sakit akibat virus atau bakteri. Gejala sistemik seperti demam, malaise,
sakit kepala, nausea, dan muntah sering mendahului gejala neurologis ADEM.
Ciri khas dari gejala klinis ADEM berupa perluasan fokal atau multifokal dari
gangguan neurologis. Onset gangguan sistem saraf pusat sangat cepat dengan
disfungsi puncak terjadi dalam beberapa hari. Gambaran klinis awal berupa letargi
dan dapat berlanjut sampai koma, gejala fokal atau multifokal neurologi seperti
gangguan pada cerebrum (hemiparesis dan afasia), gangguan pada batang otak
(kelumpuhan nervus kranial) dan gangguan pada spinal cord (paraparesis). Gejala
lain yang juga dilaporkan biasa tejadi seperti meningismus, ataksia dan gangguan
10
pergerakan. Kejang dapat terjadi pada kasus yang berat, terutama pada perdarahan
akut ADEM.2,15 Selain itu, banyak kasus ADEM juga menunjukkan adanya
ADEM pada anak-anak, dicurigai bila pada anak yang sebelumnya sehat,
mengalami gejala dengan onset akut yang terdiri dari : mengalami lebih dari satu
dan dikombinasi dengan perubahan pada gambaran MRI, berupa “ white matter
lession”.13
yang lama dan sakit kepala lebih sering ditemukan pada anak-anak. Kebanyakan
pada pasien dewasa tampilan klinisnya hampir sama dengan anak-anak, kecuali
pada dewasa jarang ditemukan sakit kepala, demam, dan meningismus, akan
tetapi frekuensi kejadian defisit sensori lebih sering ditemukan pada dewasa.
Neuritis optik juga jarang ditemukan pada pasien ADEM dewasa. Selain itu,
kejang juga jarang ditemukan pada pasien dewasa, di mana kejang lebih sering
2.7. Diagnosis
Sayangnya, tidak ada penanda biologis tertentu atau tes konfirmasi secara khusus
untuk mengidentifikasi gangguan, juga tidak ada data ilmiah pada diagnosis dan
11
didasarkan pada pendapat para ahli. Diagnosis ADEM ditegakkan ketika individu
yang berlebihan, atau tingkat kesadaran yang berubah (ensefalopati), terutama jika
timbulnya gejala dalam 1 sampai 2 minggu setelah infeksi bakteri / virus atau
vaksinasi.
a. Pemeriksaan Laboratorium
serologi darah dan cairan serebrospinal untuk mendeteksi organisme bakteri dan
virus. Lumbal punksi juga dapat dilakukan, dimana tes ini berguna untuk
pleositosis limfosit (biasanya antara 50 dan 180 sel/mm2) dan / atau peningkatan
umumnya normal pada 61,5% dari pasien ADEM. Oligoclonal band kadang-
kadang juga ditemukan pada ADEM (terlihat pada 0-29%). Hal ini menjadi alasan
pasien dengan ADEM, tetapi jarang berguna untuk menegakkan diagnosis. Hal
ini terkait dengan kejang yang menjadi salah satu gejala klinis ADEM.1
b. Pemeriksaan Radiologi
diagnosis ADEM.
12
CT Scan
Pemeriksaan dengan CT scan dapat normal pada onset awal dan dapat
abnormal pada 5-14 hari kemudian.2 Pemeriksaan CT scan tidak sensitif untuk
kelainan pada awal penyakit dan tidak sensitif untuk mendeteksi adanya lesi
ditemukan area hipodense yang diskret pada white matter serebri dan pada area
pada 78% pasien rata-rata setelah 6,5 hari dari munculnya onset. Sedangkan,
penelitian yang dilakukan oleh Pavone dkk, didapatkan adanya abnormal CT scan
ditemukan pada 86% dari pasien ADEM dan ditemukan rata-rata setelah 2,5 hari
Gambar 2.2 CT scan kontras 11 hari setelah timbulnya gejala. Tampak lesi hipodense berbentuk cincin di kedua hemisfer (p
17
13
MRI
tubuh manusia akan tampak jelas, anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat
atau lebih gelap dari jaringan lain. Intensitas terang atau gelap tergantung pada
kepadatan proton di daerah itu - kepadatan meningkat dikaitkan dengan area yang
lebih gelap. Waktu relaksasi untuk proton dapat bervariasi dan biasanya diukur
dua kali - yang dikenal sebagai T1 dan T2. T1 dan T2 adalah istilah teknis yang
lemak, air dan cairan yang terang, oleh karena itu, pencitraan T2WI sangat ideal
sedangkan T1 digunakan dalam anatomi MRI scanning. White matter lebih gelap
dari grey matter dalam T1WI dan lebih terang dari grey matter dalam T2WI.19
A B
14
Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) otak merupakan
inflamasi dan non inflamasi lainnya. Pada ADEM, MRI menunjukkan bukti
perubahan pada white matter yang luas, serta perubahan pada grey matter
subkortikal, termasuk talamus dan ganglia basal.20 MRI otak dapat menunjukkan
fitur awal halus demielinisasi CNS yang luas terkait dengan ADEM. MRI T2WI,
lebih mudah daripada T1WI. Perubahan ini biasanya dibedakan dari Multiple
sedangkan lesi pada grey matter terlihat lebih jarang, dan hanya tambahan untuk
lesi pada materi putih lebih karakteristik. Keterlibatan talamus dan basal ganglia
merupakan temuan khas di ADEM, tapi tidak biasa di MS dan dapat menjadi
15
Dari berbagai penelitian yang ada, temuan MRI khusus yang mewakili
ADEM ialah bersifat luas, bilateral, plaka simetris yang homogen atau sedikit
deep gray nuclei, dan medulla spinalis. Didalam white matter, juxta cortical dan
deep white matter lebih sering terlibat disbanding periventricular white matter,
yang merupakan hal yang kontras dibandingkan pada pasien dengan Multiple
Sclerosis (MS). Selain itu, lesi yang melibatkan corpus calossum yang khas pada
MS juga jarang ditemukan pada ADEM. Lesi infra tentorial juga sering ditemukan
termasuk pada batang otak dan white matter pada serebelum. Gambaran
terlihat kecuali lesi besar, dimana hipodensitas ringan terlihat dalam area yang
16
MRI yang normal dalam hari pertama setelah onset gejala yang sugestif
bantuan kontras bervariasi dan telah dilaporkan pada 30-100% pasien ADEM
dalam pola yang non spesifik (nodular, difus, gyral, complete atau incomplete
ring)1
dengan ADEM monofasik. Lesi lebih sering ditemukan pada deep white matter
dibandingkan periventricular white matter. Selain itu lesi juga sering melibatkan
deep gray nuclei. Lesi juga sering ditemukan pada daerah infratentorial. (Tabel 1)1
Tabel 2.1. Parameter lesi secara kuantitatif pada anak dengan ADEM 1
Jumlah Lesi
Maximu
Mean Minimum
m
Deep white matter 6,8 0 (4) 29
Juxtacortical white matter 9,7 0 (2) 38
Periventricular white matter 1,4 0 (9) 10
Callosal white matter 1,1 0 (7) 4
Cortical gray matter 7,5 0 (4) 35
Deep gray matter 2,6 0 (6) 8
Brainstem 1,7 0 (6) 6
Cerebellar 0,8 0 (11) 4
Kecil 15,8 2 41
Sedang 5,6 0 (3) 18
Besar 3,5 0 (6) 18
Total 24,8 3 62
Kecil : <1 cm axial, < 1,5 cm longitudinal; sedang; 1-2 cm
longitudinal.
17
Angka dalam kurung menyatakan jumlah anak dengan
Gambar 2.6 Keterlibatan yang luas dari kortikal dan gray matter -
termasuk thalamus.26
18
Gambar 2.7 Gambaran FLAIR region infratentorial pada 12 anak penderita
ADEM.1
Gambar 2.8 Axial FLAIR dan T2W gambar pasien muda dengan ADEM – terlihat keterlibatan yang luas dari daerah kortika
thalamus.26
19
Gambar 2.9 Terlihat keterlibatan ganglia basal.26
a. Multiple sclerosis
MS. ADEM dan MS memperlihatkan lesi inflamasi diseminata pada saraf pusat
dan MS pada anak. Lesi ADEM sering memiliki batas yang tidak jelas, sementara
lesi MS memiliki batas seperti plak (plaque like) yang dapat ditentukan. Terdapat
matter adalah karakteristik MS. Sementara pada ADEM lesi cenderung berada di
deeper white matter dengan periventricular sparing. Lesi ADEM pada medulla
lesi lebih kecil, diskret, dan berada di servikal. Gray matter sering terlibat pada
serangan pertama ADEM dan 20 anak dengan MS, didapat kriteria yang dapat
81% dan spesifisitas 95% yaitu: didapat 2 dari 3 tanda dibawah ini, sebagai
berikut:
20
(3) adanya 2 atau lebih lesi periventricular.3
Gambar 2.10 (A) MRI otak (T2WI) pada MS memperlihatkan lesi berbatas tegas
pada white matter di region periventricular. (B) MRI otak (T2WI) pada ADEM
memperlihatkan mass-like lesion pada white matter. (c) MRI otak pada ADEM
memperlihatkan lesi besar multiple dengan batas yang tidak tegas dan
2.9 Tatalaksana
immunoglobulin (IVIg).
1. Kortikosteroid
Terapi kortikosteroid secara luas diterima sebagai line pertama terapi untuk
mg / kg) selama 3 sampai 5 hari diikuti steroid oral selama 4-6 minggu tappering
off.1,22
21
Kortikosteroid sangat efektif untuk gejala ADEM, dimana memiliki angka
2. Plasma Exchange
Plasma Exchange direkomendasikan pada pasien yang kurang atau tidak
ini.22
3. Intravenous immunoglobulin (IVIg)
IVIg digunakan untuk ADEM yang tidak respon dengan kortikosteroid dan
telah terbukti efektif pada pasien dengan keterlibatan baik SSP (Sistem Saraf
Pusat) maupun sistem saraf perifer dan beberapa penulis telah menganjurkan
bahwa pada pasien dengan poliradikulopati, IVIg dianggap sebagai terapi line
pertama.22
demielinisasi berulang, Dosis yang dilaporkan untuk IVIg lebih konsisten dari
steroid, dengan dosis total 1-2 g / kgBB sebagai dosis tunggal atau dalam 3-5 hari.
4. Lainnya
22
cacar untuk mencegahkomplikasi ADEM pasca vaksinasi, tapi tidak efektif. Selain
2.10 Prognosis
memiliki prognosis yang baik. Pada penelitian diperoleh angka kesembuhan total
pada 70-90% pasien dalam 6 bulan sejak onset penyakit. Komplikasi berat
(termasuk kematian) jarang ditemukan pada populasi anak kecuali pada yang
encephalomyelitis ialah 10-20%, dan sekuele neurologis terjadi pada 25% pasien
yang hidup. Gejala sisa yang paling sering terjadi adalah defisit motor fokal, dari
visus ringan hingga kebutaan, dan kejang. Defisit neurokognitif ringan dapat
diidentifikasi dalam atensi, fungsi eksekusi, dan sikap setelah 1 tahun setelah
ADEM pada 50-60% pasien, namun lebih banyak terjadi pada pasien dengan
2.11 Komplikasi
dapat berat dan mengancam jiwa, dan defisit residual telah dilaporkan pada 20%
sampai 30% dari anak-anak. Dari jumlah tersebut , yang paling sering dilaporkan
23
waktu untuk pemulihan penuh berkisar antara 1 sampai 6 bulan, meskipun pasien
setinggi 20%. Namun, di era pengobatan modern untuk angka ini telah
akut ensefalomielitis. Defisit halus dalam fungsi eksekutif, perhatian, dan perilaku
telah dilaporkan pada anak-anak yang telah dinyatakan benar-benar pulih dari
ADEM. Defisit ini telah tercatat lebih menonjol pada anak yang terdiagnosis
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
24
Acute disseminated encephalomyelitis (ADEM) merupakan salah satu
penyakit demielinasi inflamasi idiopatik pada susunan saraf pusat (SSP) yang sering
dijumpai pada anak-anak yang diperantarai oleh sistem imun dan sering muncul
setelah infeksi atau vaksinasi. Manifestasi klinis ADEM sangat beragam yang
dan parestesi. Walaupun ADEM sering dihubungkan dengan infeksi atau vaksinasi
namun hal ini tidak termasuk dalam kriteria diagnosis ADEM serta tidak spesifik dan
sensitif untuk ADEM. Diagnosis ADEM ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda
klinis demielinasi disertai gejala ensefalopati dengan onset akut atau subakut dan
relaps dapat dijumpai pada sejumlah kasus yang dikenal dengan multiphasic atau
inflamasi seperti MS. Temuan MRI dapat membantu membedakan ADEM dari MS.
ADEM memiliki prognosis yang baik secara umum, namun sering dijumpai gejala
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
25
Monophasic Acute Disseminated Encephalomyelitis An Update Post
Application of the 2007 Consensus Criteria. Neuroimag Clin N Am
2013;23:245-266.
10. Price, Sylvia A. Tumor Sistem Saraf Pusat dalam Patofisiolosi Edisi 6,
EGC. Jakarta; 2005. 1183-9.
11. Sarnat HB, Menkes JH. Autoimmune and Postinfectious Disease. Dalam:
Menkes JH, Sarnat HB, Maria BL, penyunting. Child Neurology. Edisi ke-7.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006. h. 578-84.
12. Leake JA, Albani S, Kao AS, et al. Acute Disseminated Encephalomyelitis
in Childhood : Epidemiologic, Clinical and Laboratory Features. Pediatric
Infectious Disease Journal 2004; 23: 756-64.
26
13. Young NP, Weinshenker BG, Lucchinetti CF. Acute Disseminated
Encephalomyelitis: Current Understanding and Controversies. Semin
Neurol 2008;28:84–94.
27
25. Banwell, Brenda, Sona Narula. Acute disseminated encephalomyelitis.
http://www.medmerits.com/index.php/article/acute_disseminated_encephalom
yelitis/P10. Diakses pada tanggal 5 Juni 2014.
28