Anda di halaman 1dari 13

TANAQUDL DAN ‘AKS MUSTAWY

MAKALAH

Mata Kuliah : Ilmu Mantiq

Dosen Pengampu : Mujib Hidayat, M.Ag.

Disusun Oleh:

1. Yusuf Kafin Iqtafi (3318011)


2. Zulia Alfi Syahrina (3318017)

PROGRAM STUDI TASAWUF DAN PSIKOTERAPI


FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
TAHUN AJARAN 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui, bahwa Mata Kuliah Ilmu Mantiq ini
membahas tentang tata cara berfikir atau norma-norma
berfikir manthiqy (berfikir logis), membahas tentang kaidah-kaidah yang
dapat membimbing manusia kearah berfikir secara benar yang bisa
menghasilkan suatu kesimpulan yang benar, dan terhindar dari kesalahan.
Dalam mempelajari ilmu ini kita pasti akan menemukan sub
bahasan mengenai Tanaqudh (kontradiktif) dan ‘Aks Mustawy, disini
kami akan mencoba sedikit mengulas mengenai pembahasan tersebut
mulai dari pengertian, sayarat-syarat, cara membuat, dan pembagian.
Seperti telah kita bicarakan dalam pembahasan lafadz,
bahwa tanaqudh adalah dua hal yang tidak bisa berkumpul dan tidak pula
bisa keduanya tidak ada, dalam satu objek dan waktu yang sama. Karena
yang tidak bisa berkumpul dan berpisah itu dua hal.
Ketika seseorang mendiskusikan munculnya satu dalil, terkadang
harus bersusah payah, terkadang harus dengan jalan qiyas untuk
menetapkan suatu qadhiyah benar atau tidak. Akal yang sedang mencari
kebenaran terkadang harus melalui yang berkaitan dengan tanaqudh atau
Al-‘Aks. karena mencari kebenaran qadhiyah dengan tidak langsung.
A. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan tanaqudh?
2. Bagaimana metode Pembuatan tanaqudh?
3. Apakah yang dimaksud dengan ‘Aks Mustawy?
4. Bagaimana metode pembuatan ‘Aks Mustawy?
BAB II

PEMBAHASAN

A. TANAQUDH
1. Pengertian Tanaqudh (Kontradiktif)
Tanaqudh ialah pertentangan yang terdapat pada dua proposisi yang
mempunyai subyek dan predikat yang sama tetapi berbeda dalam kuantitas
atau kualitasnya, sehingga dapat menyebabkan yang lain benar dan yang
lain salah.1 Ada pula yang menyebutkan bahwa Tanaqudh adalah dua
qadhiyah berlawanan secara positif dan negatif sehingga yang satu benar
dan yang lainnya salah.2 Contoh:
1. Kelapa itu buah (Q.1) ditanaqudh-kan (naqidnya/diperlawankan)
dengan: kelapa itu bukan buah (Q.2)
Maka: (Q.1) benar, dan (Q.2) salah.
2. Emas barang tambang (Q.1)
Emas bukan barang tambang (Q.2)
Maka: (Q.1) benar dan (Q.2) salah.
Mungkin bertanya untuk apa, untuk apa diketahui lawan atau naqid
sesuatu itu. Jadi gunanya di sini adalah untuk membuktikan kebenaran
melalui naqid atau kebalikannya. Artinya, jika satu benar pasti yang
satunya salah.3
2. Metode Pembuatan Tanaqudh
Untuk kebenaran tanaqudh diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Sama maudhu’ pada Q.1 dan Q.2. Jadi, tiada tanaqudh (berlawanan)
antara: Muhammad kawin, dengan: Ali tidak kawin.
Sebab, maudhu’ (subyek) dari kedua contoh tidak sama.
2. Sama mahmul pada Q.1 dan Q.2. Jadi, tiada tanaqudh antara: Umar
bekerja keras, dengan: Umar pergi ke Pasar.
Sebab, mahmul (predikat) pada kedua contoh itu tidak sama.
1
Abdurrahman bin Muhammad Al-Akhdhari, Pengantar Ilmu Mantiq, (Surabaya, Al-
Hidayah, 2005), hlm. 50
2
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik, (Jombang, Darul Ulum Press, 1996), hlm. 96
3
Basiq Djalil, Logika Ilmu Mantiq, (Jakarta, Kencana, 2010), hlm. 55
3. Sama waktu pada Q.1 dan Q.2. Jadi, tiada tanaqudh antara: Hasan
tidur sekarang, dengan: Hasan tidak tidur kemarin.
Sebab, waktu pada kedua contoh itu tidak sama.
4. Sama tempat terjadi pada Q.1 dan Q.2. Jadi, tiada tanaqudh antara:
Hindun duduk dirumah, dengan: Hindun tidak duduk dikantor.
Sebab, tempat pada kedua contoh itu tidak sama.
5. Sama dalam hal cara Q.1 dan Q.2, yaitu antara disengaja dibuat
supaya menjadi sesuatu dengan tanpa disengaja dibuat sehingga
menjadi sesuatu tadi dengan sendirinya. Jadi, tiada tanaqudh antara:
anggur menjadi cuka (karena dibuat) dengan: anggur tidak menjadi
cuka (dengan sendirinya).
Sebab, berbeda cara, yang satu dibuat supaya menjadi, yang lainnya
menjadi dengan sendirinya.
6. Sama dalam hal sebagian (juz’i) dan keseluruhan (kulli) antara Q.1
dan Q.2. Jadi, tiada tanaqudh antara: orang Kamerun putih
sebagiannya (juz’i), dengan: orang Kamerun tidak putih seluruhnya
(kulli).
Sebab, tidak sama kuantitasnya (juz’i dan kulli-nya)
7. Sama syarath (kata: jika, seandainya, dsb) pada Q.1 dan Q.2. Jadi,
tiada tanaqudh antara: Ia akan berhasil jika ia bekerja keras, dengan:
Ia tidak akan berhasil jika ia malas.
Sebab, tidak sama isi syarath pada kedua qadhiyah
8. Sama idhafah dalam Q.1 dan Q.2. Jadi, tiada tanaqudh antara: Umar
Abu Rani sehat, dengan: Umar Abu Rita tidak sehat.
Sebab, idhafah-nya tidak sama.4

Apabila qadhiyah tersebut berbentuk syakhshiyah atau muhmalah,


maka perlawananya dari segi kaif adalah dengan kamu mengganti kaif dari
qadhiyah tersebut. Jika qadhiyah tersebut dibatasi dengan sur maka
perlawanannya adalah dengan menggunakan kebalikan sur qadhiyah tersebut.

4
Darul Azka, Nailul Huda, Sulam al-Munawraq, (Kediri, Santri Salaf Press, 2012), hlm.
82-83
Dan jika qadhiyah tersebut benbentuk mujabah kulliyah, maka
perlawanannya adalah salibah juz’iyah. Kemudian apabila berbentuk salibah
kulliyah, maka perlawanannya adalah mujabah juz’iyah.

Berikut adalah beberapa metode pembuatan Tanaqud.

1. Qadhiyah Hamliyah
Dalam penyusunannya, selain mesti memenuhi syarat umum
seperti yang sudah dijelaskan, juga secara praktis mesti memenuhi
ketentuan berikut:
a. Qadhiyyah syakhsiyyah atau qadhiyyah muhmalah, cukup hanya
berubah kaifnya (kepastian tidaknya/ ijab salibahnya), contohnya:
Yang asalnya: Kholid menulis (ijab) diubah menjadi : Kholid tidak
menulis (salab).
Yang asalnya: manusia itu hewan, cukup diubah menjadi : manusia
itu tidak hewan. Jadi yang asalnya mujabah berubah menjadi
saalibah.
b. Qadhiyyah musawwarah, cara mentanaqudhkan, yaitu dengan
mengubah (‫وْ ر‬F ‫)س‬
ُ “sur”-nya. Sur itu adakalanya kulliy (setiap,
semua, seluruh) dan adakalanya juz’iy (sebagian).
1) Mujabah kulliyah: Semua manusia perlu makan, naqidhnya
dengan Saalibah juz’iyyah : Sebagian manusia tidak perlu
makan.
2) Saalibah kulliyah: semua tumbuhan berbuah, naqidhnya
dengan Mujabah juz’iyyah: sebagian tumbuhan berbuah.5

2. Tanaqudh Qodhiyah Syarthiyah Muttashilah


Tanaqudh qadhiyah syarthiyah muttashillah adalah tanaqudh pada
rangkaian dua kalimat (qadhiyah) dimana kalimat satu (muqaddam)
dan kalimat dua (tali) saling berkaitan.

5
Cholil Bisri Mustofa, Ilmu Mantiq, (Bandung, Alma’arif, 1989), hlm. 39
a. Jika makhsushah mujabah, lawannya makhsushah salibah.
Contoh: Jika bersungguh-sunguh, Ahmad akan lulus dalam
ujian >< Tidaklah jika bersungguh-sungguh, Ahmad akan
lulus ujian.
b. Jika kulliyah mujabah, lawannya juz’iyyah salibah. Contoh:
Manakala beriman, orang-orang yang berakal itu selamat
dalam hidupnya >< Tidaklah manakala beriman, orang-orang
yang berakal itu selamat dalam hidupnya.
c. Jika juz’iyyah mujabah, lawannya kulliyah salibah. Contoh:
Jika sunguh-sungguh, sebagian mahasiswa memperoleh
penghargaan >< Tidaklah sama sekali jika sunguh-sungguh,
mereka memperoleh penghargaan.
d. Jika muhmalah mujabah, lawannya kulliyah salibah. Contoh:
Jika ahli kitab beriman, mereka lebih baik >< Tidaklah jika
ahli kitab beriman mereka lebih baik.

3. Tanaqudh Qodhiyah Syarthiyah Munfashilah


Tanaqudh qadhiyah syarthiyah munfashilah adalah
tanaqudh pada rangkaian dua kalimat dimana kalimat satu
dengan kalimat dua tidak saling berkaitan.  Masing-masing
kalimat tersebut diikat dengan kata adakalanya.6
a. Jika makhsushah mujabah, lawannya makhsushah salibah.
Contoh: Adakalanya Ali di kampus hari ini, atau di luar kampus.
>< Tidaklah adakalanya Ali di kampus hari ini, atau di luar
kampus.
b. Jika kulliyah mujabah, maka lawannya juz’iyah salibah. Contoh:
Selamanya adakalanya suatu berita benar atau salah. ><
Kadang-kadang, adakalanya suatu berita benar atau salah.

6
Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islam, (Bandung, Remaja Rosdakarya,
2012), hlm. 105-106
c. Jika juz’iyyah mujabah, lawannya kulliyah salibah. Contoh:
Kadang-kadang adakalanya sayur banyak di pasar, adakalanya
sedikit. >< Tidak sama sekali adakalanya sayur banyak di pasar,
adakalanya sedikit.
d. Jika muhmalah mujabah, lawannya muhmalah salibah. Contoh:
Adakalanya mobil berjalan, dan adakalanya berhenti. ><
Tidaklah sama sekali adakalanya mobil berjalan, dan adakalanya
berhenti.

B. Ask Mustawy
1. Pengertian Ask Mustawy
Ask Mustawy terdiri dari dua kata, Ask dan Mustawy. Ask secara
lughawi mempunyai arti balik, sebaliknya, atau membalikan. Dalam
terminologi Ilmu Mantiq, ask adalah menjadikan bagian pertama dari
qadhiyah pertama menjadi bagian kedua pada qadhiyah kedua dan
bagian kedua pada qadhiyah kedua menjadi pertama pada qadhiyah
pertama.7 Sedang mustawi, berarti sama. Maksudnya dengan pergantian
tempat tersebut tidak mengubah makna atau pengertiannya. Jadi tetap
sama, karenanya dinamakan mustawi.8
Jadi, ask mustawi berbeda sekali dengan tanaqudh. Pada tanaqudh,
kedua qadhiyah setelah diperlawankan maka yang satu benar dan
lainnya salah. Sedang pada ask mustawi, kedua qadhiyah setelah dibalik
tetap benar dan mempunyai pengertian yang sama.
Pembalikan (ask) bisa dilakukan, jika ada qadhiyah I yang akan
dibalik (di-ask) sedemikian rupa sehingga muncul qadhiyah II. Yang
pertama disebut qadhiyah ashal dan yang kedua disebut qadhiyah ask
(qadhiyah kebalikan). Setelah dilakukan ask, kedua qadhiyah tetap
benar. Contoh:
Setiap orang Aceh adalah bangsa Indonesia (Q1)

7
Baihaqi A.K, Loc.Cit, hlm. 102
8
Basiq Djalil, Loc.Cit, hlm. 61
Sebagian bangsa Indonesia adalah orang Aceh (Q2)
Setelah qadhiyah pertama di-ask yang lantas memunculkan qadhiyah
kedua ternyata keduanya tetap benar. Dengan demikian ask-nya benar.
Aks Mustawi memiliki beberapa ketentuan:

1. Tetapnya kebenaran. Hal ini dikarenakan setiap aks mustawi adalah


kelaziman dari sebuah qodhiyah, sehingga apabila qadhiyah asal benar,
maka aks mustawinya juga benar.

2. Tetapnya kaifiyah (ijab-salib)

3. Tetapnya kamm (kulliyah-juz’iyyah). Kecuali dalam mujabah


kulliyah, maka diganti dengan mujabah juz’iyyah. Contoh:” semua
manusia adalah hewan” menjadi “sebagian hewan adalah manusia”

4. Setiap qadhiyah memiliki kelaziman aks mustawi, kecuali dalam


juz’iyyah salibah dan muhmalah salibah. Karena tidak ada kebenaran
yang dihasilkan secara kelaziman.

5. Aks mustawi hanya terdapat dalam qadhiyah yang diurutkan secara


thab’iy, yakni susunan yang urutan didalamnya menentukan makna.9

2. Metode Pembuatan ‘Aks Mustawy


Untuk melakukan ‘ask, ada ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi yang
disebut qaidah. Qaidah ‘ask mustawi ada dua, yaitu:
1. Qaidah Kaef, yakni asal dan ‘asknya harus sama-sama mujabah atau
salibah. Yakni, kalau asalnya mujabah maka ‘asknya harus mujabah pula.
Demikian pula bila asalnya salibah maka ‘asknya harus salibah.
2. Qaidah Istigra’, yakni tidak boleh ada mengandung istigra’ pada kedua
ujung ‘ask. Yang boleh istigra’ adalah pada asalnya. Jangan ada suatu
ujung ‘ask itu, memberi faidah istigra’, melainkan bilamana memberi
istigra’ di dalam asalnya.10
Metode Pembuatan ‘Ask Mustawy
9
Darul azka dan nailil huda, sulam al-munauroq, (lirboyo: santri salaf press,2012), hlm
84-86.
10
M. Taib Thahir Abd. Muin, Ilmu Mantiq (Logika), (Jakarta, Bumirestu, 1981), hlm. 111
1. Pembuatan ‘Aks Mustawy Pada Qadhiyah Hamliyah
‘Aks qadhiyah hamliyah dilakukan dengan cara menukar maudhu
qadhiyah asal menjadi mahmul qadhiyah aks dan mahmul qadhiyah aks
menjadi mawdu qadhiyah asal.
a. Jika mujabah kuliyah, ‘aks-nya mujabah juz’iyah. Contoh:
Semua batuan adalah benda keras (ashl)
Sebagian benda keras itu batu (‘aks)
b. Jika mujabah juz’iyah, ‘aks-nya mujabah juz’iyah. Contoh:
Sebagian orang Indonesia itu dokter (ashl)
Sebagian dokter itu orang Indonesia (‘aks)
c. Jika salibah kuliyah, ‘aks-nya salibah kuliyah. Contoh:
Tidak satu pun kitab itu pena (ashl)
Tidak satu pun pena itu kitab (‘aks)
d. Jika salibah juz’iyah, ‘aks-nya tidak bisa dibuat sebab maknanya tidak
akan benar. Contoh:
Bukanlah sebagian barang tambang itu emas.
Bukanlah sebagian emas itu barang tambang (salah)
2. Pembuatan ‘Aks Mustawy Pada Qadhiyah Syarthiyah Muttashilah
Aks qadhiyah syarthiyah muttashilah dilakukan dengan cara membuat
muqaddam pada qadhiyah asal menjadi tali pada qadhiyah aks dan tali
pada qadhiyah aks menjadi muqaddam pada qadhiyah asal.
a. Jika mujabah juz’iyah, aks-nya mujabah juz’iyah. Contoh:
Manakala realitas itu tumbuh berkembang, mereka mesti
membutuhkan makanan (ashl)
Terkadang terjadi jika realitas itu membutuhkan makanan, maka mesti
yang tumbuh berkembang (‘aks)
b. Jika mujabah juz’iyah, ‘aks-nya mujabah juz’iyah. Contoh:
Terkadang terjadi, jika orang itu berada dirumah, maka ia tidur (ashl)
Terkadang terjadi, jika orang itu tidur, maka ia berada dirumah (‘aks)
c. Jika salibah kuliyah, ‘aks-nya salibah kuliyah. Contoh:
Tidaklah sama sekali, jika manusia itu beradab, ia biadab (ashl)
Tidaklah sama sekali, jika manusia itu biadab, ia beradab (‘aks)
d. Jika salibah juz’iyah, maka ‘aks-nya tidak bisa dibuat sebab akan
salah. Contoh: Kadang-kadang tidak, jika barang tambang maka ia
emas.
3. Untuk Qadhiyah Syarthiyah Munfashilah tidak terdapat ‘asknya, sebab
dalam Qadhiyah Syarthiyah Munfashilah tidak terdapat keteraturan
alamiah (tartib thabi’i); yang ada padanya adalah keteraturan penempatan
yang tidak mungkin untuk dibuat asknya (tartib wadh’i).11
Catatan: Tartib Tabi’i ialah sesuatu yang urutanya dapat membentuk
makna, dan jika tertib/urutan itu dirubah, tentu maksudnya berubah.
Qodhiyyah Syarthiyyah Munfashilah, tidak dapat di’aks–mustawikan
dikarenakan, kedua bagian dari qodhiyyah syarthiyyah munfashilah itu
masing-masing patut kecuali menjadi muqoddam juga, menjadi taly dan
sama sekali tidak mempengaruhi artinya. Cobalah kita perhatikan contoh
ini:
a. Kholid itu adakalnya mati dan adakalnya hidup, yang yang tersebut
(contoh) adalah syarthiyah munfashilah. Kalaupun kita katakan:
b. Kholid itu, adakalnya hidup dan adakalnya mati, akan sama saja.
c. Adakalanya mati pada contoh (a) adalah muqoddam dan adakalanya
hidup adalah taaliy. Kalau kita balik, seperti dalam contoh (b) akan
tidak ada artinya. Sama saja.
Kesimpulan
Semua qodhiyyah dapat di’aks –mustawikan dan dimungkinkan dapat
di’aks mustawikan kecuali:
a. Saalibah juz’iyyah.
b. Saalibah muhmalah.
c. Syarthiyyah munfashilah.
Yang dapat dan mungkin di’aks –mustawikan :
a. Syarthiyyah muttashilah.
b. Mujabah muhmalah.

11
Syukriadi Sambas, Loc.Cit, hlm. 108-111
c. Mujabah kulliyah.
d. Saalibah kulliyah.
e. Mujabah juz’iyyah.
f. Hamliyyah.12
Bila kita lihat dari sisi qadhiyah asal, maka ada tiga qadhiyah asal yang
‘aksnya juz’iyah mujabah:
a. Kulliyah mujabah.
b. Juz’iyah mujabah.
c. Muhmalah mujabah.

BAB III
PENUTUP
12
Cholil Bisri Mustofa, Loc cit.,hlm. 53-54
A. Kesimpulan
Menurut istilah mantiq Tanaqudh adalah berbedanya dua qodhiyyah
dipandang dari ijab(kepastian) salibah(tidak)-nya dan kebenarannya. Kalau
dua qodiyyah berbeda(tanaqudh) dengan sendirinya salah satu dari qodhiyyah
itu pasti benar.
Cara pembuatan tanaqudh pada qodhiyyah syakhsiyyah atau
qodhiyyah muhmalah, cukup hanya berubah kaifnya. Pada qodhiyyah
musawwaroh, cara mentanaqudhkan, yaitu dengan mengubah (‫“ )سُوْ ر‬soer”-
nya. Dalam penyusunan qadhiyah syarthiyah muttashilah, berlaku pula syarat-
syarat umum tanaqudh dan syarat-syarat yang berlaku pada Qodhiyyah
Hamliyah. Dalam penyusunan qadhiyah syarthiyah munfashilah adalah sama
seperti pada syarat-syarat qadhiyah syarthiyah muttashilah.
‘Aks mustawi adalah membalikkan dua juz dari qodhiyyah, tetapi
kebenaran kaif-nya dan kam-nya tetap tidak berubah (kecuali qodhiyah
mujabah kulliyah, maka ‘aksnya qadhiyah mujabah juz’iyah).
‘Aks qadhiyah hamliyah dilakukan dengan cara menukar maudhu
qadhiyah asal menjadi mahmul qadhiyah aks dan mahmul qadhiyah aks
menjadi mawdu qadhiyah asal. ‘Aks qadhiyah syarthiyah muttashilah
dilakukan dengan cara membuat muqaddam pada qadhiyah asal menjadi tali
pada qadhiyah aks dan tali pada qadhiyah aks menjadi muqaddam pada
qadhiyah asal. Untuk qadhiyah syarthiyah munfashilah tidak ada ‘aks-nya.

DAFTAR PUSTAKA
Abd. Muin, M. Taib Thahir. 1981. Ilmu Mantiq (Logika). Jakarta: Bumirestu
Al-Akhdhari, Abdurrahman bin Muhammad. 2005. Pengantar Ilmu Mantiq.
Surabaya: Al-Hidayah
A.K, Baihaqi. Ilmu Mantik. 1996. Jombang: Darul Ulum Press
Darul Azka, Nailul Huda. 2012. Sulam al-Munawraq. Kediri: Santri Salaf Press
Djalil, Basiq. 2010. Logika Ilmu Mantiq. Jakarta: Kencana
Mustofa, Cholil Bisri. 1989. Ilmu Mantiq. Bandung: Alma’arif
Sambas, Syukriadi. 2012. Mantik Kaidah Berpikir Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai