MAKALAH
Disusun Oleh:
1
menghambat segala hal yang kontraduktif terhadap kemajuan umat
manusia.1
Secara sederhana Ary Ginanjar Agustian menggambarkan
konvergensi bentuk kecerdasan tersebut sebagai berikut :
Tuhan Tuhan
EQ SQ
ESQ
Manusia Manusia
1
Amal Al Ahyadi, “Emotional Spiritual Quotient (ESQ) Menurut Ary Ginanjar Agustian
Relevansiannya Dengan Pengembangan Kompetensi Spiritual Dan Kompetensi Sosial Kurikulum
2013”(UIN Walisongo: 2015), hal 40-41
2
Ibid, hal 41
2
diri (self motivation) (4). Empati (Empathy) (5). Kecakapan Sosial
(social skill).3
Menurut Robert A. Emmons, ada beberapa karakteristik orang
yang cerdas secara spiritual yaitu kemampuan untuk mengalam tingkat
kesadaran yang memuncak, kemampuan untuk mensakralkan
pengalaman sehari-hari, kemampuan untuk menggunakan sumber-
sumber spiritual buat menyelesaikan masalah dan kemampuan untuk
berbuat baik.
Menurut Dimitri Mahyana, ciri-ciri orang yang memiliki SQ
tinggi yaitu memiliki prinsip dan visi yang kuat (prinsip kebenaran,
keadilan, dan kebaikan), mampu melihat kesatuan dalam
keanekaragaman, mampu memaknai setiap sisi kehidupan, mampu
mengelola dan bertahan dalam keulitan dan penderitaan.4
Dari semua pendapat mengenai EQ dan SQ di atas, dapat
disimpulkan bahwa karakteristik ESQ yaitu kemampuan dalam
kesadaran diri yang memuncak, dapat mengendalikan diri dalam
mensakralkan pengalaman sehari-hari, dapat memotivasi diri walau
dalam kesulitan dengan mengunakan sumber-sumber spiritual untuk
menyelesikan kesulitan tersebut.
2. Fakir
a. Pengertian Fakir
Secara etimologi kata faqr berarti kesusahan, kesedihan,
kemiskinan, yaitu orang yang tidak memiliki apa-apa pada
3
Herwati, Tesis: “Emotional Spiritual Quotient (ESQ) dan Relevansinya Terhadap
Pendidikan Agama Islam (Telaah Pemikiran Ary Ganjar Agustina dan Pemikiran Muhammad Utsman
An-Najati” (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2016) Hal. 35.
4
Herwati, Tesis: “Emotional Spiritual Quotient (ESQ) dan Relevansinya Terhadap
Pendidikan Agama Islam (Telaah Pemikiran Ary Ganjar Agustina dan Pemikiran Muhammad Utsman
An-Najati” (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2016) Hal. 46-47.
3
dirinya5. Menurut terminologi faqr berasal dari bahasa arab yaitu
faquro – yafquru – faqran yang arti miskin, istilah fakir bermakna
kemiskinan, sedangkan dalam bahasa Indonesia faqir berarti orang
yang sangat kekurangan, yang terlalu miskin atau orang yang
dengan sengaja membuat dirinya menderita kekurangan untuk
mencapai kesempurnaan6. Faqr secara harfiah biasanya di artikan
sebagai orang yang berhajat, memerlukan sesuatu atau orang
miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi, faqr adalah tidak
meminta lebig dari apanyang telah ada pada diri kita.
Menurut Abu Hafs Umar al-Suhrawardi, Fakir terkadang
merupakan nama, kebiasaan dan kebenaran. Sebagai nama fakir
berarti tidak mengumpulkan harta meski sangat menginginkannya.
Sebagai kebiasaan yaitu tidak memiliki harta meski bersikap
zuhud. Sedang sebagai kebenaran adalah kemustahilan memiliki
harta. Pada masyarakat secara umum istilah fakir itu adalah orang
yang meminta-minta atau miskin bahkan ada yang berjalan-jalan
meminta sumbangan dengan mengatasnamakan masjid atau
mushalla. Ini sebuah pola pikir yang riskan. Al-Syibli memberikan
pengertian faqr dengan “tidak adanya rasa butuh kecuali kepada
Allah.7” Padahal yang dimaksud dengan fakir yaitu bukan hanya
meminta-minta, miskin tetapi miskin untuk berbuat maksiat. Faqr
dibangun atas kema’rifatan akan kelemahan dan kehinaan diri
sehingga butuh kepada Allah yang maha segalanya. Maqam faqr
juga akan menimbulkan semangat mencari kebenaran dan
5
M. Noor Fuady, “Faqr: La Yamliku Syai’an Wala Yamliku Syai’un,” Al-Banjari, Vol. 6, No. 12,
Juli - Desember 2007, hal 33
6
Abdul Aziz Ajhari, dkk, Jalan menggapai Ridho Ilahi, (Bandung: Bahasa dan Sastra Arab,
2019), hal 38
7
Ach. Maimun, “Mahabbah Dalam Tasawuf Rabi’ah Al-Adawiyah: Apresiasi atas Rintisan
Mistik Sejati dalam Islam”, Millah Vol. III, No. 2, Januari 2004, hal 179
4
petunjuk dari Allah SWT,. Sifat faqr merupakan salah satu
penjernihan jiwa manusia. Jiwa mesti ditata dalam proses
penjernihan jiwa yang akan menimbulkan atau menumbuhkan
maqam faqr. Untuk mensucikan jiwa adalah dengan mengikuti
sifat-sifat Allah swt dan akhlak Nabi Muhammad Saw, dengan
keistiqomahan berdzikir kepada-Nya dan bershalawat kepada
Rasul-Nya.
Orang yang faqr bukan berarti tidak memiliki apa-apa, namun
orang faqr adalah orang yang kaya akan dengan Allah semata,
orang yang hanya memperkaya rohaninya dengan Allah.
b. Tingkatan-tingkatan Faqr
Faqr dalam buku Ihya Ulumuddin untuk orang modern,
tingkatan-tingkatan faqr, yaitu sebagai berikut8.
• Orang faqr yang memang tidak suka dengan harta yang
dimilikinya. Dia selalu menjaga diri darinya. Orang faqir
semacam ini adalah orang yang zuhud
• Orang faqir yang tidak mejaga diri darinya dan tidak pula
menyukainya. Jika harta itu ada padanya, dia tidak
membencinya. Dia adalah orang faqir yang ridha dengan
nasibnya.
• Orang faqir yang lebih menyukai adanya harta dari pada
ketiadaannya. Dia tidak ngotot mencari harta. Hanya saja,
jika harta itu datang dengan mudah dia akan senang.
• Orang faqir yang membutuhkan dan menyukai harta, tetapi
dia tidak dapat mencarinya karena tidak ada kemampuan
dalam dirinya.
8
Fauzan Azima Syafiuddin Skripsi, “Konsep Faqir Dalam Tafsir Ruh Al-Ma’ani Karya Al-Alusi”,
(UIN SUSKA Riau,2019), hal 14-15
5
• Orang faqir yang ketiadaan harta padanya dapat
menyebabkan suatu kemudharatan, seperti orang lapar
yang tidak memiliki makanan, orang telanjang yang tidak
memiliki pakaian, baik bagi dirinya atau bagu anak-
anaknya. Orang dalam kondisi demikian, jika tidak
memiliki keinginan pada harta, maka dia termasuk orang
yang jarang. Dia adalah orang yang benar-benar zuhud.
C. KESIMPULAN
• Ary Ginanjar Agustian mendefinisikan emotional spiritual quotient
(ESQ) sebagai sebuah kecerdasaan yang meliputi emosi dan spiritual
dengan konsep universal yang mampu menghantarkan pada predikat
6
memuaskan bagi dirinya dan orang lain, serta dapat menghambat
segala hal yang kontraduktif terhadap kemajuan umat manusia.
• Golmen merinci kecerdasan emosional ke dalam lima unsur yaitu: (1).
Kesadaran diri (self awareness) (2). Pengendalian diri (self regulation)
(3). Motivasi diri (self motivation) (4). Empati (Empathy) (5).
Kecakapan Sosial (social skill).
• Secara etimologi kata faqr berarti kesusahan, kesedihan, kemiskinan,
yaitu orang yang tidak memiliki apa-apa pada dirinya. Menurut
terminologi faqr berasal dari bahasa arab yaitu faquro – yafquru –
faqran yang arti miskin, istilah fakir bermakna kemiskinan, sedangkan
dalam bahasa Indonesia faqir berarti orang yang sangat kekurangan,
yang terlalu miskin atau orang yang dengan sengaja membuat dirinya
menderita kekurangan untuk mencapai kesempurnaan.
• Faqr dalam buku Ihya Ulumuddin untuk orang modern, tingkatan-
tingkatan faqr, yaitu Orang faqr yang memang tidak suka dengan harta
yang dimilikinya. Dia selalu menjaga diri darinya. Orang faqir
semacam ini adalah orang yang zuhud, Orang faqir yang tidak mejaga
diri darinya dan tidak pula menyukainya. Jika harta itu ada padanya,
dia tidak membencinya. Dia adalah orang faqir yang ridha dengan
nasibnya, Orang faqir yang lebih menyukai adanya harta dari pada
ketiadaannya. Dia tidak ngotot mencari harta. Hanya saja, jika harta itu
datang dengan mudah dia akan senang, Orang faqir yang
membutuhkan dan menyukai harta, tetapi dia tidak dapat mencarinya
karena tidak ada kemampuan dalam dirinya, Orang faqir yang
ketiadaan harta padanya dapat menyebabkan suatu kemudharatan,
seperti orang lapar yang tidak memiliki makanan, orang telanjang
yang tidak memiliki pakaian, baik bagi dirinya atau bagu anak-
anaknya. Orang dalam kondisi demikian, jika tidak memiliki
7
keinginan pada harta, maka dia termasuk orang yang jarang. Dia
adalah orang yang benar-benar zuhud.
• Keduanya memiliki persamaan agar selalu menerima apapun
keadaanya. Sehingga dapat kita ketahui bahwa dengan selalu
bersyukur, kita dapat mencapai kebahagiaan yang haqiqi.
8
DAFTAR PUSTAKA
Aziz Ajhari, Abdul, dkk. 2019. Jalan menggapai Ridho Ilahi. Bandung: Bahasa dan
Sastra Arab.
Ach. Maimun. “Mahabbah Dalam Tasawuf Rabi’ah Al-Adawiyah: Apresiasi atas
Rintisan Mistik Sejati dalam Islam”, Millah Vol. III, No. 2, Januari 2004, hal 179
Amal Al Ahyadi, “Emotional Spiritual Quotient (ESQ) Menurut Ary Ginanjar
Agustian Relevansiannya Dengan Pengembangan Kompetensi Spiritual Dan
Kompetensi Sosial Kurikulum 2013”(Semarang: UIN Walisongo: 2015), hal 40-41
Herwati, Tesis: “Emotional Spiritual Quotient (ESQ) dan Relevansinya Terhadap
Pendidikan Agama Islam (Telaah Pemikiran Ary Ganjar Agustina dan Pemikiran
Muhammad Utsman An-Najati” (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2016) Hal.
35.
Herwati, Tesis: “Emotional Spiritual Quotient (ESQ) dan Relevansinya Terhadap
Pendidikan Agama Islam (Telaah Pemikiran Ary Ganjar Agustina dan Pemikiran
Muhammad Utsman An-Najati” (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2016) Hal.
46-47.
M. Noor Fuady. “Faqr: La Yamliku Syai’an Wala Yamliku Syai’un.” Al-Banjari, Vol.
6, No. 12, Juli - Desember 2007. hal 33.
Fauzan Azima Syafiuddin Skripsi. “Konsep Faqir Dalam Tafsir Ruh Al-Ma’ani
Karya Al-Alusi”. (Riau: UIN SUSKA Riau,2019), hal 14-15.