Anda di halaman 1dari 5

ESQ (EMOTIONAL SPIRITUAL QUOTIENT)

RAHASIA SUKSES MEMBANGUN KECERDASAN


EMOSI DAN SPIRITUAL

A. Pendahuluan
ESQ merupakan sebuah singkatan dari Emotional Spiritual Quotient, yang
merupakan gabungan Emotional Quotient (EQ) dan Spiritual Quotient (SQ), yaitu
penggabungan antara pengendalian kecerdasan emosi dan spiritual. Definisi ESQ
secara etimologi adalah model kemampuan seseorang untuk memberi makna
spiritual terhadap pemikiran, perilaku atau ahlak dan kegiatan, serta mampu
mensinergikan Intelegent Quotient (IQ), yang terdiri dari IQ logika berpikir dan IQ
finansial dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, Emosional Quotient (EQ) dan
Spiritual Quotient (SQ) secara kompherensif.
ESQ digagas oleh Dr. Ary Ginanjar Agustian, yang lahir di Bandung
tanggal 24 Maret 1965. Pencipta ESQ Model ini adalah seorang praktisi sejati yang
berkiprah di dunia usaha serta terjun langsung ke persaingan dunia bisnis yang
kompetitif dan penuh tantangan. Ary Ginanjar menerima penghargaan sebagai
Agents of Change tahun 2005 versi Harian Republika serta di tahun 2004 dinobatkan
sebagai salah satu The Most Powerful People and Ideas in Business 2004 oleh
majalah SWA. Kemampuan Ary Ginanjar dalam bidang pelatihan sumber daya
manusia telah sangat teruji di berbagai training, meski bukan seorang psikolog
ataupun lulusan pesantren. Ary Ginanjar lalu menerbitkan buku Emotional Spiritual
Quotient (ESQ), Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual
(Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam), dan mulai melakukan pelatihan dan
training-training mengenai ESQ. Ary Ginanjar berusaha menggabungkan emotional
quotient yang didasari dengan hubungan antara manusia dengan Tuhannya (spiritual
quotient), sehingga menghasilkan ESQ. Ary Ginanjar memaparkan pemikirannya
melalui sebuah ESQ model, yang menggambarkan seluruh pemahaman dan
fenomena secara komprehensif. Bermula dari titik fitrah, kemudian berlanjut kepada

1
2

pembangunan prinsip hidup yang membangun mental, hingga sampai kepada


ketangguhan sosial yang dirangkum secara berintegrasi.
Buku Emotional Spiritual Quotient (ESQ) yang ditulis oleh Ary Ginanjar
telah dicetak ulang oleh penerbitnya, Arga Jakarta, sebanyak 20 kali hanya dalam
periode 4 tahun sejak diterbitkannya pada Mei 2001. Sampul buku ESQ bergambar
benda langit yang berkilau serta berwarna biru senja sehingga membuat setiap mata
yang melihatnya akan berdecak kagum dan berpikir betapa besarnya Sang Maha
Pencipta. Dalam buku ESQ setebal 305 halaman ini, ada beberapa tokoh dari
berbagai bidang keilmuan yang memberikan kata pengantar, yaitu Prof. KH. Ali
Yafie (ulama), Adi Sasono (ICMI), KH. Habib Adnan (MUI), Dr. Muh. Luthfi
(akademisi UI), Ir. Hariyadi Sukamdani, M.M. (pakar ekonomi), Prof. Syafi’i
Maarif (organisasi Islam), HD. Bastaman (psikolog muslim), Prof. Loebby Loqman
(pakar hukum) dan Mohandes Haraky Budi Santoso (LSM).

B. Pembahasan
1. Emotional Quotient (EQ)
Ary Ginanjar menjelaskan tentang pengertian kecerdasan emosional (EQ)
dalam bukunya, dimana mengutip pendapat Robert K. Cooper dalam bukunya
Executive EQ: Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan dan Organisasi, yang
mengatakan bahwa "kecerdasan emosi adalah hati yang mengaktifkan nilai-nilai
paling dalam, serta mengubahnya dari sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang
dijalani. Hati mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui pikiran. Hati merupakan
sumber keberanian dan semangat, integritas dan komitmen. Hati juga adalah sumber
energi dan perasaan mendalam yang menuntut individu untuk belajar, menciptakan
kerja sama, memimpin serta melayani”. Ary Ginanjar juga mengatakan bahwa hati
nurani akan menjadi pembimbing terhadap apa yang harus ditempuh serta apa yang
harus diperbuat, yang berarti setiap manusia sebenarnya telah memiliki sebuah radar
hati sebagai pembimbingnya. EQ dapat dibangun dan dikembangkan kemampuannya
melalui Emotional Spiritual Quotient (ESQ) Model, yaitu dengan memahami dan
mengamalkan iman dalam kehidupan sehari-hari.
3

2. Spiritual Quotient (SQ)


Ary Ginanjar mengatakan bahwa di dalam ESQ, kecerdasan spiritual adalah
kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan,
melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia
seutuhnya, serta memiliki pola pemikiran tauhid dan berprinsip hanya karena Allah
swt. Dengan demikian, kecerdasan spiritual menurut Ary Ginanjar haruslah
disandarkan kepada Allah swt. dalam segala aktivitas kehidupan untuk mendapatkan
suasana ibadah dalam aktivitas manusia.
Spiritual Quotient yang dihasilkan dari pemahaman dan pengamalan prinsip
ihsan, yaitu dengan menerima sifat ketuhanan sehingga melahirkan Tujuh Inti
Nilai (core values) yang meliputi :
a. Jujur, e. Adil,
b. Tanggung Jawab, f. Visioner, dan
c. Disiplin, g. Peduli.
d. Kerja Sama,

3. Emotional Spiritual Quotient (ESQ)


Emotional Spiritual Quotient (ESQ) adalah sebuah konsep yang diarahkan
pada kebahagiaan dan kesuksesan dunia yang mengacu kepada akhirat. Sebagai umat
manusia, keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat harus selalu dijaga.

ِ ‫…وفِي أ َ ْنفُ ِس ُك ْم أَفَال تُب‬


َ‫ْص ُرون‬ َ
“...Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada
memperhatikan…” (Q.S. Adz-Dzariyaat: 21)

Sebuah gambaran nyata selama ini yang berkembang dalam masyarakat,


dimana terjadu dikotomisasi antara dunia dan akhirat. Berawal dari dikotomi dunia
dan akhirat, Ary Ginanjar melihat bahwa manusia, khususnya era modern muslim,
mengalami degradasi dalam dua hal, yaitu teosentris dan antroposentris, atau tidak
ada keseimbangan antara keduanya. Hal inilah yang melandasi Ary Ginanjar
mencoba menampilkan hasil risetnya, yakni pembangunan ESQ yang berdasarkan
Rukun Iman dan Rukun Islam, dimana ESQ mampu menyeimbangkan antara
4

keduanya. Dalam ESQ, dijelaskan secara mendetail bagaimana memperoleh cara


hidup sehat dan cara berpikir tepat, yang sesuai dengan koridor agama Islam.
ESQ adalah suatu pendekatan yang orisinil dari Ary Ginanjar, dimana
seperti menguak tabir rahasia tentang adanya korelasi sangat kuat antara dunia usaha,
professionalisme dan manajemen modern, dalam hubungannya dengan intisari Islam,
yaitu Rukun Iman dan Rukun Islam. Dengan teknik penggabungan yang apik antara
rasionalitas duniawi dan spirit ketuhanan, buku ini mampu membangun mutu insani
yang berkualitas serta menyelesaikan konflik Split Personality (kondisi dimana tidak
terjadi integritas antara otak dan hati). Buku ini dalam bagian isinya terdiri atas
empat bagian, yaitu :
- Bagian Satu adalah Penjernihan Emosi (Zero Mind Process),
- Bagian Kedua adalah Membangun Mental (Mental Building),
- Bagian Ketiga adalah Ketangguhan Pribadi (Personal Strength), serta
- Bagian Keempat adalah Ketangguhan Sosial (Social Strength).
Diperlukan aplikasi penggabungan IQ, EQ dan SQ dalam kegiatan sehari-
hari manusia agar konsep SQ (pemahaman dan pengamalan asmaul husna) serta
konsep EQ (pemahaman dan pengamalan Rukun Iman) dapat diimplementasikan.
Hal ini bermuara kepada tujuan penciptaan manusia di muka bumi yaitu beribadah
kepada Allah swt. serta tugas yang diemban manusia di alam semesta sebagai
khalifah atau pengelola alam semesta dapat tercapai. Konsep tersebut dikenal dengan
Rukun Islam, yang terdiri dari :
1) Mission statement / penetapan misi (dua kalimat syahadat),
2) Character building / pembangunan karakter (shalat),
3) Self controlling / pengendalian diri (puasa),
4) Strategic collaboration / sinergi (zakat), serta
5) Total action / aplikasi total (haji).
Buku ESQ juga menjabarkan mengenai cara membangun alam berpikir dan
emosi secara sistematis berdasarkan Rukun Iman yang diperkenalkan dengan istilah
Enam Prinsip, yaitu :
a. Star principle / prinsip bintang (iman kepada Allah),
b. Angle principle / prinsip kepercayaan (iman kepada Malaikat),
5

c. Leadership principle / prinsip kepemimpinan (iman kepada Nabi dan Rasul),


d. Learning principle / prinsip pembelajaran (iman kepada al-Qur’an),
e. Vision principle / prinsip visualisasi masa depan (iman kepada Hari Akhir), dan
f. Well organized principle / prinsip keteraturan (iman kepada Qadha dan Qadar).
Tingkat kecerdasan emosi seseorang sangat bergantung pada kemampuan
untuk memahami perasaan diri sendiri dan orang lain. Meski tidak ada koreksi yang
signifikan mengenai susunan isinya, tetapi gaya bahasa tinggi yang digunakan dalam
buku ESQ ini menjadi sedikit kekurangannya. Membaca buku ESQ yang sejauh ini
terus dicetak ulang, membutuhkan intelegensia yang cukup tinggi untuk memahami
dan mencerna secara baik isi kandungan dari pelajaran-pelajaran yang dijelaskan
dalam kata demi katanya. Seseorang harus membacanya dengan tingkat konsentrasi
yang tinggi, sehingga pesan-pesan yang terkandung dapat terekam
secara menyeluruh di dalam otak. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa buku ini
tidak dapat dibaca dengan asal dan sekehendak hati, karena jika itu yang terjadi maka
dapat dipastikan intisari buku tidak akan tersampaikan dan akan gagal dalam
memahami buku ESQ ini.

C. Penutup
ESQ (Emotional Spiritual Quotient) merupakan penggabungan antara
rasionalitas duniawi dengan spirit ketuhanan, dimana keduanya sering berada pada
posisi yang berseberangan. Tetapi dalam buku ESQ ini, kedua hal yang
berseberangan tersebut tidak ada lagi karena keduanya telah dikaji secara mendalam,
sehingga menjadi saling berdampingan dan saling melengkapi. Disamping itu, buku
ESQ ini merupakan suatu langkah yang signifikan untuk mengintegrasikan antara
akal dan emosi dalam praktek kehidupan dengan menyertakan unsur spiritual,
sehingga terjadi proses integrasi antara IQ, EQ dan SQ. Melalui integrasi yang baik
inilah sehingga tidak akan ada lagi ketimpangan antara ketiga hal tersebut, dimana
sejatinya ketiga hal tersebut saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya.
Untuk menjadi seorang yang sukses, tidak hanya dibutuhkan intelegensia yang
tinggi, tapi juga kecerdasan emosi yang tidak hanya berorientasi pada hubungan
antar manusia tapi juga didasarkan pada hubungan manusia dengan Tuhannya.

Anda mungkin juga menyukai