Anda di halaman 1dari 12

NAMA : DESY IRMAWATI

NIM : 126303212035
KELAS : TP 3A

UAS TEORI KEPRIBADIAN TASAWUF

TEMA 6
KARAKTERISTIK MANUSIA, KELEMAHANNYA DAN PENGARUH SETAN
TERHADAPNYA

 Soal 1
Mengapa manusia dapat dikatakan sebagai makhluk yang paling mulia?

Jawaban 1
Karena manusia memiliki akal, dengan akalnya ia dapat menyingkap sejumlah tingkatan
sebab lahiri dalam penciptaan entitas dan buahnya. Ia mampu mengetahui berbagai relasi
antara ilat dan rangkaian sebab. Dengan kemampuan parsialnya, manusia mampu meniru
sejumlah ciptaan ilahi dan kreasi Rabbani yang rapi. Dengan ilmu dan kecakapannya yang
bersifat parsial, ia juga mampu menjangkau sejumlah perbuatan ilahi yang rapi, yaitu dengan
menjadikan ikhtiar parsial-nya sebagai ukuran parsial dan standar miniatur untuk memahami
berbagai tingkatan perbuatan ilahi tersebut yang bersifat universal dan sifat-sifat-Nya yang
bersifat mutlak.

Referensi
[1] Nursi dikutip dari bukunya yang berjudul Khutbah Syamiyah: Manifesto Kebangkitan
Umat Islam terbitan Risalah Nur Press.

 Soal 2
Bagaimana cara setan menggoda dan merayu manusia sehingga menjadikan kualitas manusia
rendah-serendahnya?

Jawaban 2
- Menjadikan manusia riya dan tidak ikhlas terhadap amalan baiknya. Dalam hal ini, manusia
akan beramal shalih akan tetapi tidak murni mencari Ridha Allah SWT., karena yang
diharapkannya adalah pujian atau sanjungan dari sesama manusia.

- Menjadikan manusia takabbur, tinggi hati, bangga dan kagum kepada diri sendiri, merasa
dan menempatkan diri lebih mulia daripada orang lain.

- Menjadikan manusia memiliki sifat dengki, iri hati dan busuk hati. Manusia seperti ini akan
selalu merasa sedih atau tidak bahagia apabila orang lain memperoleh nikmat dari Allah
SWT. Bahkan ia akan berusaha menghilangkan nikmat tersebut.

- Menjadikan manusia serakah, pelit dan kikir terhadap segala sesuatu yang bermakna.
Senang mengambil atau merampas hak orang lain dengan cara semena-mena tanpa
memikirkan kemudharatannya kepada orang lain.

- Menjadikan manusia malas beraktifitas terutama dalam beribadah, asalasalan dan tidak mau
berusaha serta sering membuang umur secara sia-sia

- Menjadikan manusia bersikap atau berprilaku tercela, hina dan keji seperti pemarah,
pendendam, pembohong, pemfitnah, pengadu domba, egois dan sikap buruk lainnya.

Referensi

[1] Sasongko, Agung. “Ini 15 Sifat Manusia dalam Al-Qur’an” REPUBLIKA.co.id. diakses
pada 16 Oktober 2022. https://www.republika.co.id/berita/ner00l/ini-15-sifat-manusia-dalam-
alquran

TEMA 7

KEPRIBADIAN MUKMIN, MUSLIM DAN MUHSIN

 Soal 1

Sebutkan aspek-aspek yang membentuk kepribadian muslim secara menyeluruh!


Jawaban 1

-Aspek Dasar, yaitu dari landasan pemikiran yang bersumber dari ajaran Wahyu.

- Aspek Materiil, yaitu berupa pedoman dan materi ajaran terangkum dalam materi bagi
pembentukan akhlaq al-Karimah.

- Aspek sosial, yaitu menitik beratkan pada hubungan yang baik antara sesama makhluk,
khususnya sesama manusia.

- Aspek Teologi, yaitu pembentukan kepribadian muslim ditujukan kepada pembentukan


nilai-nilai tauhid sebagai upaya untuk menjadikan kemampuan diri sebagai hamba Allah yang
setia.

- Aspek teleologis (tujuan), yaitu pembentukan kepribadian muslim mempunyai tujuan yang
jelas.

- Aspek Duratif (waktu), yaitu pembentukan kepribadian muslim dilakukan sejak lahir hingga
meniggal dunia.

- Aspek Dimensional, yaitu pembentukan kepribadian muslim dilakukan atas penghargaan


terhadap faktor-faktor bawaan yang berbeda (perbedaan individu).

- Aspek fitrah manusia, yaitu pembentukan kepribadian muslim meliputi bimbingan terhadap
peningkatan dan pengembangan kemampuan jasmani, rohani dan ruh

Referensi

[1] Syamsu Yusuf LN, et al, “Teori Kepribadian”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007),
cet 1, hal 4-5

 Soal 2

Sebutkan pola yang menuju kepribadian rabbani!

Jawaban 2
- pola yang merujuk pada asma’ (namanama) atau sifat-sifat-Nya. Allah SWT memiliki 99
nama yang indah (al-asma’ al-husna), yang mana nama-nama itu merupakan sifat-sifat-Nya
yang kamal (sempurna). Nama-nama itu diperkenalkan agar manusia mengetahui dan
memahami nya.

- pola yang merujuk pada implikasi psikologis setelah seseorang beriman kepada Allah SWT.
pola ini diasumsikan dari pemikiran bahwa individu yang beriman kepadanya akan memiliki
integrasi kepribadian lebih baik dari pada individu yang tidak beriman sama sekali

Referensi

[1] Abdul Mujib. (2005). Kepribadian dalam Psikologi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. Hal 185-241

TEMA 8

KARAKTER KESADARAN DALAM TRADISI SUFISTIK

 Soal 1

Kesadaran diri yang dimiliki remaja dapat mempengaruhi perkembangan diri sendiri dan
bahkan perkembangan sesamanya. Sebab manusia tampil diluar diri dan berefleksi atas
keberadaannya. Oleh sebab itu kesadaran diri sangat fundamental bagi pertumbuhan remaja.
Sebutkan dan jelaskan tahapan untuk mencapai kesadaran diri yang kreatif!

Jawaban 1

a. Tahap ketidaktahuan

Tahap ini terjadi pada seorang bayi yang belum memiliki kesadaran diri, atau disebut juga
dengan tahap kepolosan.

b. Tahap berontak
Tahap ini identik memperlihatkan permusuhan dan pemberontakan untuk memperoleh
kebebasan dalam usaha membangun “inner strength”. Pemberontakan ini adalah wajar
sebagai masa transisi yang perlu dialami dalam pertumbuhan, menghentikan ikatan-ikatan
lama untuk masuk ke situasi yang baru dengan keterikatan yang baru pula.

c. Tahap kesadaran normal akan diri Dalam tahap ini seseorang dapat melihat kesalahan-
kesalahannya untuk kemudian membuat dan mengambil tindakan yang bertanggung jawab.
Belajar dari pengalaman-pengalaman sadar akan diri disini dimaksudkan satu kepercayaan
yang positif terhadapkemampuan diri. Kesadaran diri ini memperluas pengendalian manusia
atas hidupnya dan tahu bagaimana harus mengambil keputusan dalam hidupnya.

d. Tahap kesadaran diri yang kreatif.

Dalam tahapan ini seseorang mencapai kesadaran diri yang kreatif mampu melihat kebenaran
secara objektif tanpa disimpangkan oleh perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan
subjektifnya. Tahapan ini bisa diperoleh antara lain melalui aktivitas religius, ilmiah atau dari
kegiatan-kegiatan lain diluar kegiatan-kegiatan yang rutin. Melalui tahapan ini seseorang
mampu melihat hidupnya dari perspektif yang lebih luas, bisa memperoleh inspirasi-inspirasi
dan membuat peta mental yang menunjukan langkah dan tindakan yang akan diambilnya.

Referensi

[1] Koeswara, E. 1987. Psikologi Eksistensial Suatu Pengantar. Bandung: Eresco.

 Soal 2

Kesadaran membuat keterikatan kepada segala apa yang kita terima serta ketahui. Sehingga
sang diri terbelenggu dan tersesat, bagaimana cara membangun kesadaran universal manusia?

Jawaban 2

Biarkan Allah yang akan menuntun hati dan pengetahuan tentang ilmu selanjutnya dengan
tetap mematuhkan jiwa dan tubuh kita kehadirat Allah yang maha suci. Apabila kita
meluruskan pandangan jiwa dan tubuh kita terhadap perintah-perintah-Nya (Ad dien) serta
menundukkan dan memasrahkan segala ketaatan. Tubuh ini akan taat seperti taatnya alam
semesta tanpa kita rekayasa, ia akan hidup seperti hidupnya alam, serta ia akan teratur seperti
teraturnya matahari serta planet-planet yang tidak berbenturan. Ia akan patuh seperti patuhnya
malaikat. Demikianlah justru menurut pikiran logis, bahwa adanya diri (mikrokosmos), dan
alam semesta (makrokosmos), telah mengajak kesadaran untuk sampai kepada pembuktian
adanya Allah yang maha ghaib (metakosmos).

Referensi

[1] Anthony Dio Martin, Emotional Quality Management, Refleksi, Revisi dan Revitalisasi

Hidup melalui Kekuatan Emosi, Penerbit Arga, Jakarta, 2003, hlm. 190

TEMA 9

DASAR-DASAR PEMAHAMAN KEPRIBADIAN ISLAM

 Soal 1

Sebutkan tujuan penting dari kesadaran!

Jawaban 1

Untuk memberi orang orientasi sejati di dunia, kemampuan untuk mengetahui dan
mengubahnya dengan menggunakan akal. Ketika kita mengatakan seseorang sadar akan
sesuatu, maksudnya dia mengerti arti dari apa yang dia rasakan atau ingat dan
mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakannya dan dapat dianggap
bertanggung jawab atas hal itu bagi masyarakat dan dirinya sendiri.

Referensi

[1] Dinata, W. 2022. Pentingnya Membangun Self-Awareness Demi Hidup Lebih Baik.
https://goodside.id/article/pentingnya-membangun-self-awareness-ubglc diakses pada tanggal
28 Juli 2022
 Soal 2

Sebutkan cara membangun kesadaran diri?

TEMA 9

DASAR-DASAR PEMAHAMAN KEPRIBADIAN ISLAM

Soal 1

Sebutkan tujuan penting dari kesadaran!

Jawaban 1

Untuk memberi orang orientasi sejati di dunia, kemampuan untuk mengetahui dan
mengubahnya dengan menggunakan akal. Ketika kita mengatakan seseorang sadar akan
sesuatu, maksudnya dia mengerti arti dari apa yang dia rasakan atau ingat dan
mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakannya dan dapat dianggap
bertanggung jawab atas hal itu bagi masyarakat dan dirinya sendiri.

Referensi

Dinata, W. 2022. Pentingnya Membangun Self-Awareness Demi Hidup Lebih Baik.


https://goodside.id/article/pentingnya-membangun-self-awareness-ubglc diakses pada tanggal
28 Juli 2022

 Soal 2

Sebutkan cara membangun kesadaran diri?

Jawaban 2
a. Menerapkan pola pikir yang sehat

Menerapkan pola pikir yang sehat dengan lebih peka terhadap apa yang dilakukan bukan
hanya sekadar melakukan akan membantu kita dalam mengerti keadaan dan kondisi di sekitar
kita.

b. Mempercayai kemampuan diri sendiri

Kita mempercayai kemampuan diri sendiri akan meningkatkan kemampuan kita dalam
bersikap lebih berani untuk mengungkapkan keyakinan sebagai upaya untuk memperlihatkan
eksistensi/keberadaan kita. Dengan begini, kamu dapat membuat keputusan yang tetap
meskipun kamu sedang berada di kondisi yang tidak pasti.

c. Evaluasi diri sendiri

Melakukan evaluasi diri akan menemukan kekuatan dan kelemahan dalam dirimu sehingga
kamu bisa memperbaiki apa yang kurang dan meningkatkan apa yang ada dalam dirimu.

d Meluangkan waktu untuk merenung

Dengan meluangkan waktu sejenak untuk merenung, kamu bisa melakukan introspeksi diri
dan mengelola emosi yang sedang kamu rasakan sehingga akan lebih tenang dan
menghilangkan stress serta akan membuat kita lebih fokus pada tujuan hidup.

e. Mengendalikan emosi

Dengan kontrol emosi ini, kamu akan lebih mudah untuk mengetahui makna dari emosi yang
kamu rasakan. Kamu juga akan mengetahui penyebab emosi itu muncul, hubungan antara
emosi yang sedang dirasakan dengan apa yang dipikirkan sehingga kamu bisa mengontrol
pengaruh emosi terhadap kinerja atau semangat diri.

Referensi

[1] Rahmawati, D. 2020. Pentingnya Self-Awareness untuk Kesehatan Mental.


https://www.sehatq.com/artikel/cara-efektif-membangun-self-awareness-atau-kesadaran-
diri#cara-membangun-self-awareness diakses pada tanggal 28 Juli 2022

TEMA 10
TAHAP-TAHAP PERUBAHAN KEPRIBADIAN

 Soal 1

Bagaimana kita mencintai pada saat yang sama juga takut kepada Tuhan? Dalam Islam
orang-orang dianjurkan untuk memiliki khauf dan raja yang keduanya adalah kontradiksi.
Minimal orang-orang besar seperti Rasulullah Saw dan para Imam Maksum As tidak boleh
takut kepada Tuhan? Kalau orang-orang suci saja sedemikian takut kepada Tuhan lantas
bagaimana dengan kita?

Jawaban 1

Takut (khauf) dan harapan (raja’) serta yang terkait dengan kecintaan (mahabbah) terhadap
Allah Swt bukanlah sesuatu yang perlu diherankan. Lantaran perkara ini memenuhi seluruh
ruang dalam hidup kita. Sedemikian jelasnya sehingga membuat kita terkadang lalai
memperhatikannya.

Harus dicamkan bahwa bahkan tatkala kita melangkah dan berjalan hal itu merupakan hasil
dari takut, harapan dan cinta. Karena sepanjang tiada harapan maka kita tidak akan
melangkah. Dan apabila kita tidak melangkah maka kita tidak akan sampai pada tujuan.
Sepanjang kita tidak takut dalam melangkah maka kita tidak akan berhati-hati. Karena tidak
berhati-hati kecelakaan setiap saat akan datang menimpa kita. Lantaran mengalami
kecelakaan maka kita tidak akan sampai tujuan. Perkara ini banyak nampak jelas tatkala kita
memanfaatkan media transportasi, media listrik atau api dan sebagainya. Hal itu disebabkan
kita ingin memanfaatkannya. Namun apabila tidak disertai dengan takut dan kehati-hatian
dalam memanfaatkannya, maka hal itu akan menjadi sebab kehancuran dan kebinasaan kita
sendiri. Karena itu, berhimpunnya takut dan harapan, pada sebuah esensi, dan boleh jadi
terkait dengan sesuatu atau seseorang merupakan suatu hal yang lumrah dan tidak perlu
diherankan.

Adapun terkait dengan Allah Swt harus dikatakan bahwa di samping kita harus takut kepada
Allah Swt pada saat yang sama kita juga harus berharap dan cinta kepada-Nya. Lantaran
kasih, cinta dan harapan kepada-Nya merupakan hasil kesewarnaan dari satu sisi dan gerakan,
usaha, percepatan dalam meraup faktor-faktor keridhaan-Nya dan pada puncaknya sampainya
seseorang pada pelbagai emanasi, kemurahan, anugerah duniawi dan ukhrawi dari-Nya pada
sisi lainnya. Takut kepada-Nya akan melahirkan sikap dan sifat khudhu’, khusyu’ dan
ketaatan serta meninggalkan pelbagai maksiat dan faktor-faktor lainnya yang dapat
menyebabkan kemurkaan, kemarahan dan azab-Nya.

Adanya kebersamaan takut dan harapan di dunia bagi orang-orang pada tingkatan menengah
akan menyebabkan ketenangan yang kosong dari segala jenis ketakutan dan kesedihan di
akhirat. Dunia yang merupakan tempat untuk beramal dan beraktivitas dan amalan serta
aktivitasnya memerlukan penjagaan dan pengawalan dari bahaya sehingga dapat disemai di
akhirat kelak. Sementara di sana tidak diperlukan lagi pengawalan dan penjagaan karena
bukan tempat beramal dan beraktivitas.

Takut semata-mata akan menghasilkan putus asa, hampa harapan dan stres. Harapan dan
cinta semata-mata akan menyebabkan terkecohnya nafsu, munculnya kelancangan untuk
berbuat maksiat. Tentu saja keduanya bukan sebuah yang ideal dan tertolak.

Referensi

[1] Muhammad Dasyti, Terjemahan (Persia) Nahj al-Balâghah, Hikmah 237, hal. 678.

[2] Bihâr al-Anwâr, jil. 17, hal. 3.

[3] Abdullah Jawadi Amuli, Marâhil-e Akhlâq dar Qur’ân, hal. 330-332.

 Soal 2

Bagaimana cara orang kaya untuk zuhud ? Karena mayoritas yang diceritakan tentang zuhud
adalah orang-orang yang kurang mampu sehingga mereka qona’ah dengan apa yang mereka
miliki. Apakah orang yang selalu belanja kebutuhan materi dan dunia boleh dikatakan orang
yang tidak zuhud?

Jawaban 2
Zuhud tidak identik dengan kemiskinan atau tampil sederhana. Karena hakikat zuhud itu ada
di dalam hati, sehingga sangat mungkin orang kaya menyandang predikat zuhud. Dengan
cara menjauhi hal-hal yang haram, menjadikan hartanya sebagai potensi untuk senantiasa
menolong agama Allah.

Zuhudnya orang kaya dengan cara tidak menjadikan kekayaannya sebagai kebanggaan dan
cita-citanya yang tertinggi. Dengan cara menggunakan kekayaan tersebut seperlunya saja,
selebihnya digunakan untuk menolong orang lain, bersedekah, menolong agama Allah serta
meninggikan kalimat Allah di atas muka bumi.

Referensi

[1] Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 346, Darul Muayyid, cetakan
pertama, tahun 1424 H.

Sumber https://rumaysho.com/1058-memahami-arti-zuhud.html

TEMA 11

PUNCAK KESADARAN SUFI

 Soal 1

Fana bagi seseorang sufi adalah mengharapkan kematian, jelaskan maksudnya!

Jawaban 1

Maksudnya adalah mematikan diri dari pengaruh dunia sehingga yang tersisa dapat bersatu
dengan Tuhan semesta. Jadi, seorang sufi dapat bersatu dengan tuhan,bila terlebih dahulu ia
harus menghancurkan dirinya, selama ia masih sadar akan dirinya, ia tidak akan bersatu
dengan tuhan.

Referensi
[1] A.Rozak, Filsafat Tasawuf, Bandung,2010

[2] Muhammad Abd.Haq Ansari.Hakekat Taswuf,hlm.47

 Soal 2

Dengan memanfaatkan kekayaan masa lalu, supaya langkah-langkah tepat dapat diambil oleh
generasi masa kini yang sedang membuat proyek dan rencana masa depan yang masih belum
dapat diketahui; supaya rencana itu sesuai dengan keadaan zaman di masa kita hidup, apa
saja tanggung jawab yang harus diperhatikan agar kita bisa menjadi ibnul waqt (anak waktu)?

Jawaban 2

Kaum muslimin di masa ini mau tidak mau harus menguasai cabang-cabang ilmu sains dan
sosial yang berkembang pada masanya serta mampu menguasai posisi-posisi yang harus
dikuasai. Jika tidak, orang lain akan menguasai tempat-tempat ini, mengikat kaki tempat-
tempat tersebut dengan borgol, serta memasang tali kekang pada leher-lehernya. Akibatnya,
tempat-tempat itu pun berada di bawah kuasa pihak lain. Oleh karena itu, kita harus
menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi modern dengan efektif. Tentu saja hal ini
bukanlah tujuan yang bisa dicapai seketika. Akan tetapi, jika kita mampu membaca
kebutuhan dunia masa kini, menentukannya dengan tepat, mendidik calon-calon ahli di
beragam bidang, dan mendirikan beragam jenis laboratorium, maka kita akan mencapai level
tertentu pada 50 tahun yang akan datang.

Referensi

[1]Al-Baqiy, Muhammad Fuad ‘Abd. al-Mu‘‘jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-Karim.


al-Qahirah: Mathba‘at Dar al-Kutub al-Mishriyyah, 1364 H.

Anda mungkin juga menyukai