Disusun oleh :
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya yang telah memberikan banyak nikamat
salah satunya nikmat sehat wal’afiat jasmani rohani sehingga kita dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini.
Shalawat serta salam tetap terlimpah curahkan kepada baginda alam pendobrak kebathilan
pembawa kebenaran yakni Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa ummatnya dari
zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah.
Kami sebagai penulis merasa sangat bersyukur karena telah menyelesaikan tugas
makalah kami yang berjudul “ Konsep Manusia Menurut Islam ” dengan tepat waktu sebagai
tugas mata kuliah Psikologi Dakwah.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Kholid M.S.I selaku dosen
pengampu mata kuliah Psikologi Dakwah yang telah membimbing kami dalam mengerjakan
tugas makalah ini, juga kepada teman sekelompok yang sudah bekerja sama dengan baik.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4
BAB II............................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 5
PENUTUP..................................................................................................................................... 11
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 11
B. Saran .............................................................................................................................. 11
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT sebagai pencipta telah menciptakan langit dan bumi, dan segala sesuatu
yang ada di antara keduanya. Salah satu ciptaan Allah itu adalah manusia, yang diberi
keistimewaan berupa kemampuan berpikir yang melebihi jenis makhluk lain yang
sama- sama menjadi penghuni bumi. Kemampuan berpikir itulah yang diperintahkan
Allah agar dipergunakan untuk mendalami wujud atau hakikat dirinya dan tidak
semata-mata dipergunakan untuk memikirkan segala sesuatu di luar dirinya. Manusia
diciptakan dalam suatu kesatuan yang utuh,terdiri dari Unsur intrinsik, berupa: tubuh,
indera, jiwa, akal pikiran, nafsu, emosi dan ruh, serta faktor pengembangan yaitu
lingkungan kehidupannya, upaya dan perkembangan kehidupan. Bahwa setiap orang
diberi akal buat menimbang, diberikan kesanggupan menerima Ilham dan petunjuk.
Semua orang diberitahu mana jalan yang buruk, yang berbahaya, yang akan
membawa celaka supaya janganlah ditempuh, dan mana jalan yang baik, yang akan
membawa selamat bahagia di dunia dan akhirat.
B. Rumusan Masalah
A. Hakikat Manusia
Pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan kedudukan sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal
dari tanah.
Manusia perlu mengenali hakekat dirinya, agar akal yang digunakannya untuk
menguasai alam dan jagad raya yang maha luas dikendalikan oleh iman, sehingga mampu
mengenali ke-Maha perkasaan Allah dalam mencipta dan mengendalikan kehidupan
ciptaanNya.
Dalam memahami ayat-ayat Allah dalam kesadaran akan hakekat dirinya, manusia
menjadi mampu memberi arti dan makna hidupnya, yang harus diisi dengan patuh dan
taat pada perintah-perintah dan berusaha menjauhi larangan-larangan allah. Hal ini
disebabkan karena realitas yang dihadapi manusia berbeda dari waktu ke waktu,
meskipun substansinya tidak pernah berubah. Alexis Carrel, seorang ahli bedah dan fisika
kelahiran Perancis yang mendapat hadiah Nobel mengungkapkan seperti yang dikutip
oleh Quraish Shihab,
“Sesungguhnya pengetahuan manusia tentang makhluk hidup dan manusia khususnya
belum lagi mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai dalam bidang-bidang ilmu
pengetahuan lainnya. Manusia adalah makhluk yang kompleks, sehingga tidaklah mudah
untuk mendapatkan satu gambaran untuknya, tidak ada satu cara untuk memahami
makhluk ini dalam keadaan secara utuh, maupun dalam bagian-bagiannya, tidak juga
dalam memahami hubungan nya dengan alam sekitarnya.”
Sebagai hamba Allah, manusia wajib mengabdi dan taat kepada Allah selaku pencipta karena
adalah hak Allah untuk disembah dan tidak disekutukan.Bentuk pengabdian manusia sebagai
hamba Allah tidak terbatas hanya pada ucapan dan perbuatan saja, melainkan juga harus
dengan keikhlasan hati, seperti yang diperintahkan dalam surah Bayyinah: “Padahal mereka
tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam menjalankan Agama yang lurus …,” (QS:98:5).
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah Aku.”
(QS51:56).
Manusia, di dalam al- Qur’an juga disebut dengan al- nas. Konsep al- nas ini cenderung
mengacu pada status manusia dalam kaitannya dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya.
Berdasarkan fitrahnya manusia memang makhluk sosial. Dalam hidupnya manusia
membutuhkan pasangan, dan memang diciptakan berpasang-pasangan.
Sebutan manusia sebagai bani Adam merujuk kepada berbagai keterangan dalam al- Qur’an
yang menjelaskan bahwa manusia adalah keturunan Adam. Konsep bani Adam mengacu
pada penghormatan kepada nilai-nilai kemanusiaan. Konsep ini menitikberatkan pembinaan
hubungan persaudaraan antar sesama manusia dan menyatakan bahwa semua manusia berasal
dari keturunan yang sama.
4. Manusia Sebagai al- Insan
Manusia disebut al- insan dalam al- Qur’an mengacu pada potensi yang diberikan
Tuhan kepadanya. Potensi antara lain adalah kemampuan berbicara kemampuan
menguasai ilmu pengetahuan melalui proses tertentu dll, namun selain memiliki
potensi positif ini, manusia sebagai al- insan juga mempunyai kecenderungan
berprilaku negatif (lupa).
Menurut Utsman Najâti, dalam Al-Qur’an terdapat uraian tentang kepribadian manusia
dan berbagai karak teristik umum yang membedakan manusia dari makhluk makhluk Allah
yang lain. Selain itu, terdapat pula uraian tentang model-model atau pola pola umum
kepribadian manusia yang diwarnai dengan sifat-sifat utama, yaitu pola-pola umum yang kita
temui di masyarakat. Dalam Al-Qur’an juga terdapat uraian tentang kepribadian yang lurus
dan tidak lurus, juga terdapat uraian tentang ber bagai faktor yang membentuk kepribadian,
baik yang lurus maupun yang tidak.
Untuk dapat memahami kepribadian manusia secara teliti dan benar, maka berbagai
faktor yang membentuk kepribadian harus dikaji. Dalam mengkaji faktor-faktor yang
membentuk kepribadian, para psikolog modern mengkaji kepribadian terkait dengan faktor-
faktor biologis, sosial, dan budaya. Mereka mengkaji dampak keturunan, struktur tubuh, dan
sifat pembentukan sistem-sistem saraf dan kelenjar. Sementara dalam mengkaji pengaruh
faktor faktor sosial atas kepribadian, mereka lebih banyak meng kaji pengalaman-
pengalaman pada masa kecil, khususnya dalam keluarga dan cara kedua orang tua bergaul
dengan anak.
Dengan demikian, faktor faktor yang membentuk kepribadian menurut ilmu psikologi
modern bisa diklasifi-kasikan menjadi dua bagian :
1) faktor keturunan, yaitu faktor-faktor yang timbul dari diri individu sendiri.
2) faktor lingkungan, yaitu faktor-faktor yang timbul dari lingkungan sosial-budaya.
Kepribadian manusia tidak akan bisa dipahami dengan jelas tanpa memahami realitas
semua faktor yang mem bentuk kepribadian, yang bersifat materiil maupun spiritual.
Dalam Islam, kajian tentang nafs sebagai faktor spiritual merupakan bagian dari kajian
tentang hakikat manusia itu sendiri. Manusia adalah makhluk yang bisa menempat kan
dirinya menjadi subjek dan objek sekaligus. Kajian tentang manusia selalu menarik, hal ini
tercermin pada disiplin ilmu yang berkembang, baik ilmu murni ataupun ilmu terapan.
Dalam kaitannya dengan manusia, aneka makna kata nafs (jiwa) di atas, dapat
dipersempit dalam tiga kategori, nafs sebagai totalitas manusia, nafs sebagai sesuatu dalam
diri manusia yang memengaruhi perbuatan, dan nafs sebagai sisi dalam manusia sebagai
lawan dari sisi luarnya.
Nafs sebagai totalitas manusia mengisyaratkan bahwa manusia memiliki dua dimensi,
dimensi jiwa dan dimensi raga. Kedua dimensi ini harus ada dalam diri setiap manusia, jasad
tanpa jiwa dengan fungsi-fungsinya di pandang tidak sempurna, begitu juga jiwa tanpa jasad
maka jiwa tidak akan dapat menjalankan fungsi-fungsinya.
Hal ini juga menerangkan adanya paham eskatologi dalam Islam, yakni bahwa di
samping manusia hidup di dunia, ada alam lain di mana manusia harus
mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatannya di dunia. Jadi, makna nafs sebagai
totalitas manusia menurut Al-Qur’an seperti yang diungkapkan oleh Achmad Mubarok
adalah bahwa manusia sebagai makhluk tidak hanya hidup di alam dunia, tetapi ia juga akan
hidup di alam akhirat sebagai pertanggungjawaban terhadap kehidupannya di alam dunia.
Pada hari akhir, jiwa manusia juga akan dipertemukan dengan badan seperti yang Allah
ungkapkan dalam surat at-Takwir ayat 7.
Nafs sebagai sisi dalam manusia tersirat dalam firman Allah surat ar-Ra’d ayat 10, di
mana kesanggupan manusia untuk merahasiakan (al-sir) dan berterus terang dengan
ucapannya (al-jahr) mengindikasikan adanya sisi dalam dan sisi luar manusia. Jika sisi luar
manusia dapat dilihat dari perbuatan lahirnya, maka sisi dalam manusia dapat dilihat dari
fungsinya sebagai penggerak. Nafs sebagai wadah dari potensi-potensi juga berperan besar.
Sedangkan nafs sebagai penggerak tingkah laku, berfungsi sebagai penampung hal-hal
yang baik dan hal-hal yang buruk. Jika nafs dijaga dari dorongan-dorongan syahwat atau
hawa nafsu, maka kualitasnya akan meningkat sekaligus meningkatkan kualitas perbuatan
jasmani, tetapi jika ia dikotori oleh perbuatan maksiat, maka nafs akan menurun kualitasnya
juga menurunkan kualitas perbuatan jasmani, dalam diri manusia sering terjadi konflik antara
kepentingan atau kebutuhan jasmani dengan kepentingan atau kebutuhan rohani (jiwa).
Dalam Islam tidak terdapat kependetaan yang menentang pemenuhan sebagian dorongan
fisik.dalam Islam tidak terdapat nihilisme mutlak yang mengizinkan pemenuhan sepuas-
puasnya dorongan-dorongan fisik. Yang diserukan Islam adalah, penyeimbangan antara
dorongan-dorongan tubuh dan jiwa dan pemakaian jalan tengah untuk merealisasikan
keseimbangan antara aspek aspek materiil dan spiritual dalam diri manusia. Hal ini serasi
dengan ungkapan Allah dalam surat al-Qashash, ayat 77
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan materi diatas bahwa Pada dasarnya manusia
diciptakan oleh Allah SWT dengan kedudukan sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah.
Dalam konsepsi Islam, manusia merupakan satu hakikat yang mempunyai dua
dimensi, yaitu dimensi material (jasad) dan dimensi immaterial (ruh, jiwa, akal
dan sebagainya). Unsur jasad akan hancur dengan kematian, sedangkan unsur
jiwa akan tetap dan bangkit kembali pada hari kiamat. (QS. Yasin, 36: 78-79).
B. Saran
Saran yang dapat dipetik dari makalah ini, diharapkan agar para pembaca
dapat memahami, terkait Konsep Manusia Menurut Islam. Para pembaca bisa
mendapatkan pelajaran serta untuk menambah wawasan. Terlepas dari semua
itu penulis menyadari ada kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka
dari itu kami berusaha agar bisa lebih baik lagi kedepannya, untuk itu penulis
sangat memerlukan kritik dan saran yang membangun, agar kedepannya kami
bisa lebih maksimal serta lebih baik lagi dalam pembuatan makalah.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.researchgate.net/publication/265274222_24_STRUKTUR_KEPRIBADIAN
http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/alfath/article/download/3060/2224/