Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MANUSIA DAN TAKDIR

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Aqidah Akhlak


Dosen : Zul Fadhli Sultani, S.Pd.I., M.Sc

Disusun Oleh :
Isak Warit Sidik (2161201922)
Imron Mahmudi (2161201921)
Ayu Tyas Lysa Rifiana (2161201911)
Munifa Bahmid (2161201942)

Sarjana Desa
Program Studi Manajemen
INSTITUT TEKNOLOGI DAN BISNIS AHMAD DAHLAN
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa Pengasih lagi Maha
Penyayang atas berkat, rahmat dan hidayahnya, Kami telah menyelesaikan makalah tentang mata
kuliah Aqidah Akhlak, dengan judul: “Manusia dan Takdir”

Sekaligus kami menyampaikan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya itu Bapak Zul Fadhli
Sultani, S.Pd.I., M.Sc selaku dosen Mata Kulia Aqidah Akhlak. Kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang tulus memberikan doa,
saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Terlepas dari semua itu, kami
menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka Kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
 
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga para pembaca dapat mengambil manfaat dan
pelajaran dari makalah ini.

Jakarta, 31 Oktober 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………….. 1
KATA PENGANTAR.................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 4
A. Latar Belakang......................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 4
C. Tujuan....................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 4
A. Kebutuhan Manusia pada Tuhan............................................................. 5
B. Kesalehan Vertikal dan Horisontal......................................................... 6
C. Takdir dan Nasib Manusia...................................................................... 8
BAB III PENUTUP...................................................................................... 11
4.1. Keimpulan........................................................................................12
4.2. Saran.................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA………………………….………………………….. 13

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia  mempunyai kecenderungan untuk mencari


sesuatu yang mampu menjawab segala pertanyaan yang ada dalam benaknya. Segala
keingintahuan itu akan menjadikan manusia mencari pelampiasan, yang memunculkan
pemujaan. Selayaknya seorang hamba mempersembahkan pengagungan yang sempurna kepada
Dzat yang telah memberikan kenikmatan yang sempurna. Manusia sebagai makhluk paling
sempurna di antara makhluk-makhluk lainnya, mampu mewujudkan segala keinginan dan
kebutuhannya dengan kekuatan akal yang dimilikinya. Secara naluri, manusia mengakui
kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya. Ini dapat dilihat ketika manusia mengalami
kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana. Mereka mengeluh dan meminta pertolongan
kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan itu. Selain kepada
yang Maha agung, manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri. Olehnya itu,
manusia membutuhkan sesamanya dalam mewujudkan impiannya. Kesadaran tersebut
merupakan kelemahan dirinya. Terkait dengan fenomena takdir, maka wujud kelemahan manusia
itu ialah ketidaktahuannya akan takdirnya. Manusia tidak tahu apa yang sebenarnya akan terjadi.
Kemampuan berfikirnya memang dapat membawa dirinya kepada perhitungan, proyeksi dan
perencanaan yang canggih. Namun setelah diusahakan realisasinya tidak selalu sesuai dengan
keinginannya. Manuisa hanya tahu takdirnya setelah terjadi. Terdapat beberapa permasalahan
yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait masalah takdir ini.

B. Rumusan Masalah

          Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penyusun merumuskan masalah
sebagai berikut :
1.    Bagaimana kebutuhan manusia pada Tuhan?
2.    Bagaimana kesalehan Manusia secara vertikal maupun horizontal?
3.    Apa yang dimaksud takdir dan nasib manusia?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebutuhan Manusia pada Tuhan

Hubungan antara Sang Pencipta dan yang diciptakan adalah suatu hubungan yang tidak
mungkin dipisahkan. Manusia sebagai makhluk yang diciptakan Allah SWT, mustahil bisa
berlepas diri dari keterikatan dengan-Nya. Bagaimanapun tidak percayanya manusia dengan
Allah, suka atau tidak suka, sadar atau tidak sadar  manusia akan  mengikuti aturan yang berlaku
di alam semesta ini. Sesungguhnya hubungan antara Allah dan manusia sudah disadari oleh
sebagian besar manusia sejak dahulu.  Manusia adalah makhluk Tuhan yang diberikan akal dan
pikiran, serta hati. Secara psikologi karakter manusia terbentuk dari tiga unsur, yaitu pikiran, hati
nurani, dan hawa nafsu. Ketiganya ini harus berjalan dengan seimbang dan saling mengendalikan
satu sama lain untuk menjadikan karakter yang baik pada manusia tersebut. Maka, manusia
semasa hidupnya dalam setiap pekerjaan dan kegiatannya selalu menggunakan ketiga unsur
tersebut. Sejak dilahirkan, manusia tentu saja telah memilki karakter bawaan dari orang tuanya,
dan memiliki berbagai macam pengalaman semasa hidupnya sampai dia dewasa.

Hubungan manusia dengan Tuhan dapat digambarkan dengan kelemahan manusia dan
keinginan untuk mengabdi kepada yang lebih agung. Manusia yang lemah memerlukan
pelindung dan tempat mengadu segala permasalahan. Terkadang memang permasalahan yang
tidak pelik mudah dan dapat diselesaikan oleh manusia sendiri. Namun, tak jarang persoalan
himpitan hidup, rasa putus asa, hilangnya harapan dan lain sebagainya tak mungkin diselesaikan
sendiri. Maka ia butuh sesuatu yang sempurna, yaitu Tuhan. Tempat mengadu segala persoalan
hidup. Tanpa-Nya, manusia bisa jadi kehilangan arah dan tujuan hidup.

Allah sudah menjelaskan dengan sangat gamblangnya di dalam Al-Quran apa yang
menjadi tujuan manusia hidup di muka bumi ini. Allah Ta’ala berfirman:
َ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ا ْل ِجنَّ َواِإْل ْن‬
ِ ‫س ِإاَّل لِ َي ْع ُبد‬
‫ُون‬

5
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

Aktivitas kehidupan manusia didalam menyembah Tuhannya merupakan pokok ajaran


utama agama yang ada, namun pertanggung jawabannya adalah secara individu, artinya dalam
aktivitas ini manusia bertanggung secara pribadi kepada Tuhannya. Sebagai contoh adalah:
Aktivitas penyembahan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan aktivitas yang berhubungan dengan
pemantapan mental spiritual agama, misalnya sholat, puasa, sedekah dan sebagainya.

Memang benar bahwa manusia adalah makhluk yang paling sempurna dibanding
makhluk ciptaan lain-Nya. Namun, dibalik kesempurnaan yang dimilikinya, manusia masih
memiliki banyak kekurangan bila harus ditandingkan dengan kebesaran Allah SWT. Dalam hal
ini, manusialah yang membutuhkan tuhan agar semua keinginannya bisa tercapai. Dengan
melakukan ibadah, manusia secara tidak langsung meminta pertolongan Allah SWT, meminta
pertolongan Allah berarti manusia sadar maupun tak sadar telah mengakui kuasa-Nya.
Sedangkan Allah, tanpa ibadah pun Ia tetaplah Tuhan yang Maha kuasa.

B. Kesalehan Vertikal dan Horizontal

Berbagai aktifitas keagamaan semakin tampak nyata di dalam kehidupan umat Islam di
Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari maraknya pengajian-pengajian umum dan majelis taklim yang
digelar. Namun, tingginya kuantitas kegiatan keislaman itu belum sepenuhnya berbanding lurus
dengan kemaslahatan riil yang didambakan oleh masyarakat luas. Sebagai contoh berbagai
masalah sosial masih membelit umat Islam, seperti keterbelakangan, pengangguran, dan
tingginya angka kemiskinan. Hal ini tentu tidak sesuai dengan misi agung Islam sebagai agama
yang"rahmatan lil 'aalamiin."

Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon. Sementara para filosof
Muslim dahulu menyebutnya al-insan madaniyy bith-thab'i. Kedua istilah itu memiliki arti yang
sama, yaitu: manusia adalah makhluk sosial. Istilah ini, menurut Ibnu Khaldun, mengandung
makna bahwa manusia tidak bisa hidup sendirian dan keberadaannya tidak akan terwujud kecuali

6
dengan kehidupan bersama. Islam datang agar sifat kebersamaan yang menjadi bawaan itu,
dalam penyalurannya, memiliki tujuan yang sama. Sebagaimana firman Allah:
َ‫اب ا ْل َجنَّ ِة ُه ْم فِي َها َخالِدُون‬ ْ ‫ت ُأولَِئ َك َأ‬
ُ ‫ص َح‬ َّ ‫َوا لَّ ِذينَ َآ َمنُوا َو َع ِملُوا ال‬
ِ ‫صالِ َحا‬
“Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal
di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 82)

Dalam banyak ayat Al-Quran, kata-kata iman dengan berbagai derivasinya seringkali
dikaitkan dengan kata amal saleh. Iman adalah hubungan vertikal antara manusia dengan
Tuhannya, sedangkan amal saleh adalah hubungan vertikal dengan Tuhan sekaligus hubungan
horizontal dengan sesama manusia bahkan sesama makhluk di bumi ini. Di sinilah makna
kesalehan sosial berada, yaitu amalan baik yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Rasulullah
saw adalah manusia yang memiliki tingkat ketakwaan dan kesalehan sosial paling tinggi.
Keagungan akhlak Rasulullah adalah tidak melihat manusia dari kasta dan strata sosialnya.
Rasulullah telah memberikan banyak contoh tentang indahnya berbagi kepada umatnya. Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzarr r.a., Rasulullah saw bersabda:

 "Wahai Abu Dzarr, jika engkau memasak sayuran, perbanyaklah air (kuah)nya dan
bagikanlah kepada tetangga-tetanggamu."  (H.R. Muslim).
Dalam hadits lain disebutkan:

"Tidak beriman kepada-Ku orang yang tidur dalam keadaan kenyang sementara
tetangganya kelaparan di sampingnya dan dia mengetahuinya." (H.R. Bukhori).

Dalam kedua hadits tersebut Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk tidak pelit dan
kikir kepada orang lain (tetangga) tanpa memilah dan membedakan apakah mereka itu muslim
atau bukan.
Al-Hafizh ibn Hajar berkata, "Kata tetangga mencakup orang muslim dan kafir, orang taat
beribadah dan orang fasik, teman dan musuh, orang asing dan pribumi, orang baik dan orang
jahat, kerabat dan bukan kerabat, yang paling berdekatan rumahnya dan yang berjauhan."

7
Itulah kesalehan sosial yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Untuk itu, hendaknya
pengkajian keislaman tidak berhenti pada tataran ilmu pengetahuan, namun diaplikasikan dalam
wujud yang nyata, sehingga kemaslahatan umat dapat dicapai sebagaimana amanah dari Sang
Pencipta. Dan hendaknya para da'i dan da'iyah Islam tidak hanya membanjiri umat dengan ilmu
pengetahuan saja, namun hendaknya memberi contoh kongkrit berupa amal saleh. Sebagai
manusia, kita harus benar-benar menggapai apa yang disebut sebagai kesalehan total. Untuk
menggapainya, maka hanya ada rumus yaitu menggabungkan ibadah vertikal dan ibadah
horizontal secara berkesinambungan. Sebagai orang yang beriman, tentu kita tidak akan memlih
salah satu diantara ibadah vertikal atau ibadah horizontal. Orang yang beriman akan memilih
keduanya tanpa saling meniadakan.

C. Takdir dan Nasib Manusia

Takdir adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini yang meliputi
semua sisi kejadiannya, baik itu mengenai kadar atau ukurannya, tempat, maupun waktunya dan
ditetapkan kepada manusia sejak zaman azali. Takdir disini banyak mengandung arti terutama
pengertiannya. Banyak orang mengartikan bahwa takdir sama halnya dengan nasib. Hal ini
sebenarnya kurang bisa dibedakan dan mengandung arti keduanya yang hampir sama atau samar-
samar.

Perbedaan antara takdir dengan nasib adalah takdir merupakan ketetapan-Nya,


sedangkan nasib merupakan perwujudan atau hasil dari takdir tersebut. Ada 2 macam takdir
antara lain takdir mubram dan takdir muallaq. Takdir mubram adalah sebuah ketetapan Allah
SWT yang diberikan kepada manusia yang sudah tidak dapat dirubah oleh siapapun. Contoh :
kematian, jodoh ,kelamin, usia, dan lain-lain. Sedangkan Takdir muallaq adalah sebuah
ketetapan Allah SWT yang mampu dirubah. Contoh apabila kita rajin dan taat beribadah , berdoa
dan bersungguh-sungguh maka kita akan mendapatkan hasil ujian dengan nilai yang memuaskan.

Manusia dengan takdir sangat berhubungan dan saling memberikan pengaruh satu sama
lain. Contoh takdir dapat merubah manusia untuk berusaha dan berikhtiar supaya mampu

8
merubah keadaan manusia itu sendiri dengan sebaik-baiknya. Maka dari itu,manusia dituntut
untuk berusaha dan berikhtiar untuk mampu merubah takdir muallaq itu. Allah SWT berfirman:
ِ ُ‫ِإنَّ هّللا َ الَ يُ َغيِّ ُر َما بِقَ ْو ٍم َحتَّى يُ َغيِّ ُرو ْا َما بَِأ ْنف‬
‫س ِه ْم‬
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah
keadaan mereka sendiri”. (QS. Ar-Ra’d: 11)

Dari makna yang terkandung dalam ayat Al-Quran tadi dapat dijabarkan bahwa tidak
ada yang mampu merubah sebuah keadaan manusia itu sendiri kecuali manusia itu sendiri yang
merubah keadaannya dengan berusaha dan berikhtiar sesuai dengan kemampuan manusia itu
sendiri dan mengaplikasikan usaha tersebut kedalam kehidupan sehari-hari dan berdoa kepada
Allah SWT. Karena doa merupakan sebuah wujud permohonan kita yang kita persembahkan
kepada Allah SWT untuk dikabulkan permintaan kita. Apabila kita berdoa kepada Allah SWT
dengan niat ikhlas lillahi ta’ala Insyaallah, Allah akan meridhoi usaha kita untuk merubah
keadaan kita menuju ke keadaan yang lebih baik. Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Barangsiapa hatinya terbuka untuk berdoa, maka pintu-pintu rahmat akan dibukakan
untuknya. Tidak ada permohonan yang lebih disenangi oleh Allah daripada permohonan orang
yang meminta keselamatan. Sesungguhnya doa bermanfaat bagi sesuatu yang sedang terjadi dan
yang belum terjadi. Dan tidak ada yang bisa menolak taqdir kecuali do’a, maka berpeganglah
wahai hamba Allah pada doa”. (HR Turmudzi dan Hakim)
            
Dengan beriman kepada takdir kita dapat memahami bahwa Allah SWT itu pasti Maha
Mengetahui apa-apa yang akan terjadi dan terlaksananya kejadian di muka bumi ini.

Takdir juga dapat kita ubah sesuai dengan usaha dan ikhtiar kita tetapi juga ada takdir
yang tidak dapat diubah, maka dari itu beriman kepada takdir adalah sebagian dari kepercayaan
atau akidah yang ditanamkan benar-benar dalam hati setiap orang muslim. Kerahasiaan ini
ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
ِ ‫ت اَأل ْر‬
َ‫ض َوال‬ ِ ‫سقُطُ ِمن َو َرقَ ٍة ِإالَّ يَ ْعلَ ُم َها َوالَ َحبَّ ٍة فِي ظُلُ َما‬
ْ َ‫ب الَ يَ ْعلَ ُم َها ِإالَّ ُه َو َويَ ْعلَ ُم َما فِي ا ْلبَ ِّر َوا ْلبَ ْح ِر َو َما ت‬
ِ ‫َو ِعن َدهُ َمفَاتِ ُح ا ْل َغ ْي‬
ٍ ‫س ِإالَّ ِفي ِكتَا‬
‫ب ُّمبِي ٍن‬ ٍ ‫ َر ْط‬ 
ٍ ِ‫ب َوالَ يَاب‬

9
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali
Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai
daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam
kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melaimkan tertulis dalam kitab
yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Al-An’am: 59)

Ada beberapa hikmah iman kepada takdir,antara lain:


1.        Mampu mendorong manusia untuk berusaha dan beramal dengan sungguh-sungguh untuk
mencapai kehidupan yang baik dalam dunia maupun akhirat dengan mengikuti ketentuan yag
telah digariskan oleh Allah SWT
2.        Akan dapat mendorong manusia untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT.
3.        Akan dapat mendorong manusia untuk menanamkan sikap tawakkal. Supaya manusia dapat
berikhtiar dan berdoa. Sedangkan hasil akhirnya tergantung kehendak Allah SWT.
4.        Akan dapat mendorong manusia untuk mendapatkan ketenangan jiwa dan ketentraman hidup
bagi manusia karena semua berasal dari kehendak Allah SWT.  

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini berdasarkan rumusan masalah pada bab sebelumnya, yaitu:
1.     Manusia sebagai hamba membutuhkan Tuhan untuk meminta pertolangan. Hal ini membuktikan
ketidakberdayaan manusia di hadapan Tuhan. Manusia memiliki status hamba tanpa memandang
derajat kekuasaan di dunia.
2.    Kasalehan total pada seorang hamba, dapat diukur dari segi kesalehan vertikalnya atau taat
ibadah kepada Tuhannya dan kesalehan horizontalnya atau amal baik kepada sesamanya.
3.        Takdir dan nasib manusia iu berbeda. Takdir adalah apa yang ditentukan oleh Allah,
sedangkan nasib adalah apa yang terjadi pada manusia. Dimana takdir terbagi menjadi dua,
yaitu: Takdir mubram (ketentuan Tuhan, tidak dapat diubah oleh manusia) dan takdir muallaq
(dapat diusahakan oleh manusia untuk berubah ke hal yang lebih baik).

B. Saran

            Kepada rekan dan rekanita diharapkan dapat memahami makalah ini secara kritis dan
menggunakannya sesuai dengan tuntutan ke-kini-an dan ke-disini-an zaman yang semakin
modern untuk kemudian menjadi acuan dalam menghadapi problema keagamaan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anomin. Hubungan Manusia dengan Allah. Blog group (ww.rahima.or.id/index.php?


option=com_content&view=article&id=753:islam-dan-kesalehan-sosial--al-arham-edisi-37).
Diakses pada 17 oktober 2015

Ridhaningtyas, Rianti. 2012. Hubungan Manusia dengan Allah. Blog Pribadi (http://ntykawaii-


ntykawaii.blogspot.co.id/2012/04/hubungan-manusia-dengan-tuhan.html). Diakses pada 17
oktober 2015

Titiz. 2012. Manusia dan Takdir. Blog pribadi (http://titiz99.blogspot.co.id/2012/03/manusia-


dan-takdir.html). Diakses pada 17 oktober 2015

12

Anda mungkin juga menyukai