Anda di halaman 1dari 5

Nama : Husain Abdurrahman

Kelas : RID
Matkul : Pengantar Pendidikan
Dosen : Akhmad Syaekhu Rakhman, M.Pd. M.Pd.

A. Hakikat Manusia dan Perkembangannya Dari Pandangan Agama


1. Hakikat manusia menurut pandangan islam
- Manusia sebagai Hamba Allah : Sebagai hamba Allah, manusia wajib mengabdi dan taat
kepada Allah SWT sang pencipta, karena Allah.
Dalam surat Ad dzariyat ayat 56 Allah menjelaskan :
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.
(QS. Adz Dzariyat: 56).

- Manusia Sebagai al- Nas : Manusia, di dalam al- Qur’an juga disebut dengan al- nas. al- nas ini
cenderung mengacu pada status manusia dalam kaitannya dengan lingkungan masyarakat di
sekitarnya. Berdasarkan fitrahnya manusia memang makhluk sosial. Dalam hidupnya manusia
membutuhkan pasangan, dan memang diciptakan berpasang-pasangan.
Dalam surah al- Hujurat dijelaskan: “Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu
disisi Allah adalah yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal.” (QS: 49:13).

- Manusia Sebagai khalifah Allah : Hakikat manusia sebagai khalifah Allah di bumi dapat
dijelaskan bahwa sebutan khalifah itu merupakan anugerah dari Allah kepada manusia, dan
selanjutnya manusia diberikan beban untuk menjalankan fungsi khalifah tersebut sebagai amanah
yang harus dipertanggungjawabkan Sebagai khalifah di bumi manusia mempunyai wewenang
untuk memanfaatkan alam (bumi) ini untuk memenuhi Kebutuhan hidupnya sekaligus
bertanggung jawab terhadap kelestarian alam ini.

- Manusia Sebagai Bani Adam Sebutan manusia sebagai bani Adam merujuk kepada berbagai
keterangan dalam al- Qur’an yang menjelaskan bahwa manusia adalah keturunan Adam dan
bukan berasal dari hasil evolusi dari makhluk lain seperti yang dikemukakan oleh Charles
Darwin. Konsep bani Adam mengacu pada penghormatan kepada nilainilai kemanusiaan.
Konsep ini menitikbertakan pembinaan hubungan persaudaraan antar sesama manusia dan
menyatakan bahwa semua manusia berasal dari keturunan yang sama. Dengan demikian manusia
dengan latar belakang sosia kultural, agama, bangsa dan bahasa yang berbeda tetaplah bernilai
sama, dan harus diperlakukan dengan sama.
- Manusia Sebagai al- Insan Manusia disebut al- insan dalam al- Qur’an mengacu pada potensi
yang diberikan Tuhan kepadanya. Potensi antara lain adalah kemampuan berbicara, kemampuan
menguasai ilmu pengetahuan melalui proses tertentu, dan lain-lain. Namun selain memiliki
potensi positif ini, manusia sebagai al- insan juga mempunyai kecenderungan berprilaku negatif
(lupa).

- Manusia Sebagai Makhluk Biologis (al- Basyar) Hasan Langgulung mengatakan bahwa sebagai
makhluk biologis manusia terdiri atas unsur materi, sehingga memiliki bentuk fisik berupa tubuh
kasar (ragawi). Dengan kata lain manusia adalah makhluk jasmaniah yang secara umum terikat
kepada kaedah umum makhluk biologis seperti berkembang biak, mengalami fase pertumbuhan
dan perkembangan, serta memerlukan makanan untuk hidup, dan pada akhirnya mengalami
kematian.

2. Wujud Hakikat Manusia (Karakteristik Manusia)


- Kemampuan Menyadari Diri Melalui kemampuan ini manusia betul-betul mampu menyadari
bahwa dirinya memiliki ciri yang khas atau karakteristi diri. Kemampuan ini membuat manusia
bisa beradaptasi dengan lingkungannya baik itu limgkungan berupa individu lainnya selain
dirinya, maupun lingkungan nonpribadi atau benda. Kemampuan ini juga membuat manusia
mampu mengeksplorasi potensi-potensi yang ada dalam dirinya melalui pendidikan untuk
mencapai kesempurnaan diri. Kemampuan menyadari diri ini pula yang membuat manusia
mampu mengembangkan aspek sosialitas di luar dirinya sekaligus pengembangan aspek
individualitas di dalam dirinya.

- Kemampuan Bereksistensi Melalui kemampuan ini manusia menyadari bahwa dirinya


memang ada dan eksis dengan sebenarnya. Dalam hal ini manusia punya kebebasan dalam ke
‘beradaan’ nya. Berbeda dengan hewan di kandang atau tumbuhan di kebun yang ‘ada’ tapi tidak
menyadari ‘keberadaan’ nya sehingga mereka menjadi onderdil dari lingkungannya. Sementara
itu manusia mampu menjadi manajer bagi lingkungannya. Kemampuan ini juga perlu dibina
melalui pendidikan. Manusia perlu diajarkan belajar dari pengalaman hidupnya, agar mampu
mengatasi masalah dalam hidupnya dan siap menyambut masa depannya.

- Pemilikan Kata Hati (Conscience of Man) Yang dimaksud dengan kata hati di sini adalah hati
nurani. Kata hati akan melahirkan kemampuan untuk membedakan kebaikan dan keburukan.
Orang yang memiliki hati nurani yang tajam akan memiliki kecerdasan akal budi sehingga
mampu membuat keputusan yang benar atau yang salah. Kecerdasan hati nurani inipun bisa
dilatih melalui pendidikan sehingga hati yang tumpul menjadi tajam. Hal ini penting karena kata
hati merupakan petunjuk bagi moral dan perbuatan.

- Moral dan Aturan Moral sering juga disebut etika, yang merupakan perbuatan yang merupakan
wujud dari kata hati. Namun, untuk mewujudkan kata hati dengan perbuatan dibutuhkan
kemauan. Artinya tidak selalu orang yang punya kata hati yang baik atau kecerdasan akal juga
memiliki moral atau keberanian berbuat. Maka seseorang akan bisa disebut memiliki moral yang
baik atau tinggi apabila ia mampu mewujudkanya dalam bentuk perbuatan yang sesuai dengan
nilai-nilai moral tersebut.
- Kemampuan Bertanggung Jawab Karakteristik manusia yang lainnya adalah memiliki rasa
tanggung jawab, baik itu tanggung jawab kepada Tuhan, masyarakat ataupu pada dirinya sendiri.
Tanggung jawab kepada diri sendiri terkait dengan pelaksanaan kata hati. Tanggung jawab
kepada masyarakat terkait dengan norma- norma sosial, dan tanggung jawab kepada Tuhan
berkaitan erat dengan penegakan norma-norma agama. Dengan kata lain kata hati merupakan
tuntunan, moral melakukan perbuatan,dan tanggung jawab adalah kemauan dan kesediaan
menanggung segala akibat dari perbuatan yang telah dilakukan.

- Rasa Kebebasan (Kemerdekaan) Kebebasan yang dimaksud di sini adalah rasa bebas yang
harus sesuai dengan kodrat manusia. Artinya ada aturan-aturan yang tetap mengikat, sehingga
kebebasan ini tidak mengusik rasa kebebasan manusia lainnya. Manusia bebas berbuat selama
perbuatan itu tetap sesuai denga kata hati yang baik maupun moral atau etika. Kebebasan yang
melanggar aturan akan berhadapan dengan tanggung jawab dan sanksi-sanksi yang mengikutinya
yang pada akhirnya justru tidak memberikan kebebasan bagi manusia.

- Kesediaan Melaksanakan Kewajiban dan Menyadari Hak Idealnya ada hak ada kewajiban. Hak
baru dapat diperoleh setelah pemenuhan kewajiban, bukan sebaliknya. Pada kenyataanya hak
dianggap sebagai sebuah kesenangan, sementara kewajiban dianggap sebagi beban. Padahal
manusia baru bisa mempunyai rasa kebebasan apabila ia telah melaksanakan kewajibannya
dengan baik dan mendapatkan haknya secara adil. Kesediaan melaksanakan kewajiban dan
menyadari hak ini haru dilate melalui proses pendidikan disiplin. Sebagaimana dikutip oleh
Umar dan La Sulo, Selo Soemarjan menyatakan bahwa perlu ditanamkan empat macam
pendidikan disiplin untuk membentuk karakter yang memahami kewajiban dan memahami hak-
haknya. 1) disiplin rasional yang bila dilanggar akan melahirkan rasa bersalah. 2) disiplin sosial,
yang bila dilanggar akam menyebabkan rasa malu. 3) disiplin afektif, yang bila dilanggar akan
melahirkan rasa gelisah dan 4) disiplin agama, yang bila dilanggar akan menimbulkan rasa
bersalah dan berdosa.

- Kemampuan Menghayati Kebahagian Kebahagian bisa diartikan sebagai kumpulan dari rasa
gembira, senang, nikmat yang dialami oleh manusia. Secara umum orang berpendapat bahwa
kebahagiaan itu lebih pada rasa bukan pikiran. Padahal tidak selamanya demikian, karena selain
perasaan, aspek-aspek kepribadian lainnya akal pikiran juga mempengaruhi kebahagian
seseorang. Misalnya, orang yang sedang mengalami stress tidak akan dapat menghayati
kebahagian secara utuh. Dari contoh ini jelas, bahwa kemampuan menghayati kebahagiaan
dipengaruhi juga oleh aspek nalar di samping aspek rasa. Untuk mendapatkan kebahagiaan
seseorang harus berusaha. Usaha-usaha tersebut harus berlandaskan norma-norma atau kaidah-
kaidah yang ada. Namun usaha-usaha yang dilakukan itu akan terkait erat dengan takdir Tuhan.
Sehingga rasa menerima dan syukur akan mempengaruhi kemampuan manusia dalam
menghayati kebahagian. Dalam hal ini, pendidikan agama menjadi modal utama untuk dapat
menghayati kebahagian.
3. Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia
Di kalangan masyarakat awam, bahkan di antara sebagian ilmuan menyatakan tidak ada
perbedaan antara pertumbuhan dan perkembangan. Namun kelompok ilmuan lainnya
membedakan kedua istilah ini dengan sangat teliti dan rinci. Monk, F.J, misalnya, menyatakan
bahwa, “Pertumbuhan secara khusus dimaksudkan untuk menjelaskan ukuran-ukuran badan dan
fungsi-fungsi fisik sedangkan perkembangan lebih mencerminkan sifat-sifat yang khas mengenai
gejala-gejala psikologis yang tampak. Sementara itu Soegarda mengatakan bahwa pertumbuhan
merupakan suatu proses yang menunjukkan perubahan jasmaniyah secara otomatis, sedang
perkembangan, adalah suatu proses dalam pertumbuhan yang menunjukkan adanya pengaruh
dalam yang menyebabkan bertambahnya kualitas dalam pertumbuhan. Jadi bisa dikatakan bahwa
dalam pertumbuhan terjadi perubahan pada fisik, namun dalam perkembangan terjadi perubahan
psikis baik karena pengaruh internal maupun pengaruh eksternal.

B. Antropologi Biologi
Antropologi Biologi atau juga disebut Antropologi Fisik merupakan cabang ilmu antropologi
yang memelajari manusia dan primata bukan manusia (non-human primates) dalam arti biologis,
evolusi, dan demografi. Antropologi Biologi/Fisik memfokuskan pada faktor biologis dan sosial
yang memengaruhi (atau yang menentukan) evolusi manusia dan primata lainnya, yang
menghasilkan, mempertahankan, atau mengubah variasi genetik dan fisiologisnya pada saat ini

C. Antropologi Budaya
Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya, dan
membudaya. Kebudayaan bertautan dengan kehidupan manusia sepenuhnya, kebudayaan
menyangkut sesuatu yang nampak dalam bidang eksistensi setiap manusia. Manusia tidak
terlepas dari kebudayaan, bahkan manusia itu baru menjadi manusia karena bersama
kebudayaannya (C. A. Van Peursen, 1957). Sejalan dengan ini, Ernst Cassirer menegaskan
bahwa "manusia tidak menjadi manusia karena sebuah faktor di dalam dirinya, seperti misalnya
naluri atau akal budi, melainkan fungsi kehidupannya, yaitu pekerjaannya, kebudayaannya.
Demikianlah kebudayaan termasuk hakikat manusia" (C.A. Van Peursen, 1988).

D. Antropologi Psikologis
Filsafat antropologi dahulu dikenal sebagai filsafat psikologis yang dapat diartikan sebagai
sebuah disiplin filsafat yang berkembang pada sekitar abad ke-18 dengan tujuan untuk
membuktikan gagasan atau pemikiran tentang kapasitas konseptual pikiran, kehendak bebas, dan
jiwa spiritual. Psikologi rasional merupakan ilmu yang mempelajari tentang teori-
teori metafisika atas pikiran dan jiwa serta dapat mampu menjelaskan terkait psikologi empris
yang terbatas hanya pada jiwa yang dapat diamati atau observasi saja. 

F. Sosiologi
Manusia merupakan makhluk individu yang harus mengembangkan diri dan kepribadiannya agar
dapat bertahan hidup dan beradaptasi dengan manusia lain di masyarakat sebagai makhluk sosial.
Maka dari itu, manusia tidak bisa melepaskan dirinya dari orang lain. Itulah hakikat manusia
sebagai makhluk sosial atau homo socius.
G. Ekonomi
Untuk memenuhi semua kebutuhannya manusia butuh uang, maka harus bekerja. Dengan
bekerja dan mendapatkan uang, uang itu kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhannya.
Manusia disebut sebagai makhluk ekonomi karena manusia selalu memikirkan upaya untuk
memenuhi kebutuhannya sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi. Manusia ekonomi bertindak
untuk memenuhi kepentingannya.

H. Politik
Manusia dan Politik merupakn dua jaenis entitas yang tidak dapat dipishkan. Politik adalah
sebuah tindakan yang hanya bisa dilakukan oleh makhluk yang bernama manusia. Dalam
kerangka inilah kita seharusnya perlu memahami secara tepat terhadap apa yang oleh filsuf
Yunani, Aristoteles, definisikan sebagai Zoon Politikan, manusia adalah binatang yang
berpolitik. Aristoteles menggariskan tentang posisi manusia terkait dengan penyelenggaraan
kekuasaan demi mencapai kemaslahatan publik.

Disinilah letak perbedaan mendasar antar manusia dengan makhluk lain yang tidak memiliki
kapasitas berpolitik, untuk meraih tujuan hidupnya. Oleh karena itu, manusia secara etis dituntut
untuk membuktikan bahwa dirinya berbeda dengan makhluk lainnya.

Anda mungkin juga menyukai