Anda di halaman 1dari 12

REVIEW

Dasar-Dasar Islami Tasawuf

Disusun untuk menyelesaikan tugas UAS mata kuliah

“Tafsir Hadist dan Ayat Sufistik”

Dosen Pengampu : Dr. Rizqa Ahmadi, LC., MA.

Oleh

Desy Irmawati (126303212035)

TASAWUF DAN PSIKOTERAPI

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH

TULUNGAGUNG
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tasawuf dalam Islam mulai berkembang setelah Islam memiliki hubungan dengan
agama Kristen dan Hindu Budha. Di mana kemudian animisme adalah kepercayaan orang
Indonesia mengambil alih lebih dulu. Islam sendiri datang tanpa kampanye, Islam datang
damai, kemudian muncul da'i dari perkembangan Islam merupakan uraian pertama tentang
pengantar masuknya tasawuf.

Padahal, tasawuf ini sudah ada sejak zaman Nabi dan diikuti kemudian dari teman-
temannya. Secara etimologis, kata tasawuf berasal dari bahasa Arab tashawwafa,
yatashawwafu, tashawwafan. Namun, para ilmuwan tidak setuju kata tasawwuf konon berasal
dari kata shaff, yang berarti garis dalam pengertian ini mencatat umat Islam awal yang berdiri
di barisan depan saat kebaktian doa atau perang suci. Seperti beberapa orang lain yang
mempercayai kata itu Tasawuf berasal dari kata Suffah yang artinya serambi masjid tempat
tinggal sebagian orang Sahabat Rosululloh SAW. Tentang pendapat lain dari mana asal kata
tasawuf Kata suf berarti wol dan menunjukkan kecenderungan ke arah itu pengetahuan batin
yang mendalam terlepas dari penampilan dan sering hanya memakai satu potong bulu domba
sepanjang tahun.

Tasawuf adalah suatu disiplin ilmu dalam islam atau sains Islam merupakan hasil dari
kebudayaan Islam yang kemudian muncul setelah wafatnya Nabi Muhammad. Intinya Tasawuf
dapat diartikan sebagai cara untuk menemukan cinta dan kesempurnaan spiritual. Tasawuf atau
Sufieme adalah salah satu aspek esoteris Islam dan pembentukannya ihsan yang menyadari
adanya komunikasi antara hamba dengan Tuhan. Tasawuf merupakan jantung pelaksanaan
ajaran Islam dan kunci kesempurnaan praktis. Tasawuf adalah ilmu mengetahui bagaimana
menyucikan jiwa, mensucikannya bangunan moral, jasmani dan rohani untuk kebahagiaan
abadi. Tasawuf Pertama adalah gerakan Zuhud (menjauhi urusan duniawi) dalam Islam dan di
Perkembangannya melahirkan tradisi tasawuf Islam. Tujuan tasawuf adalah untuk menjalani
kehidupan pada tingkat spiritual dengan mensucikan dan memanfaatkan hati Semua perasaan
dan pemikiran di jalan Allah Tasawuf sendiri dalam Islam terdiri dari beberapa bagian yaitu
tasawuf klasik dan tasawuf modern. Tasawuf klasik adalah tasawuf yang dipraktikkan oleh
Para sufi meninggalkan kesenangan dunia dan hidup menurut sang penguasa hidup itu sangat
sederhana dan jauh dari keramaian duniawi beruzlah dengan gapura untuk mendekati Tuhan
untuk merasakan kedekatan Tuhan yang benar Miliknya.

Di beberapa titik, baru-baru ini muncul disiplin ilmu baru, yang disebut dengan tasawuf
modern, yaitu dengan ilmu tasawuf yang diamalkan para sufi tanpa meninggalkannya
kesenangan atau kesenangan duniawi, bahkan dalam tasawuf modern penekanannya pada sufi
Tugas membangun dunia ini, tugas kita sebagai manusia di bumi ini adalah seperti seorang
khalifah di bumi, yang tugasnya adalah membuat bumi subur segala isinya dan
membebaskannya dari tangan atau perilaku orang-orang yang tidak bertanggung jawab atas
kehancuran negara ini dan membantu orang-orang dengan kebiasaan buruk Perbaikan akhlak
menurut kaidah Hukum Agama. Tasawuf memiliki Aliran yang disebut tasawuf filosofis,
tasawuf akhlaqi dan tasawuf amali.

BAB 2

RINGKASAN MATERI

Tasawuf bersifat universal baik pada arti ruang juga waktu, tasawuf menjadi aspek
spiritual Islam ditentukan sang unsur-unsur gaib atau filosofis yg terdapat sebelum Islam,
misalnya mistisisme Kristen, Hindu, atau system filsafat Neo-Platonisme & Stoikisme. Tetapi
itu bukan berarti bahwa Islam menjadi kepercayaan nir relatif buat menaruh basis bagi
kehidupan spiritualnya sendiri. Seandainya sistem-sistem gaib & filosofis pra-Islam nir pernah
terdapat, mistisisme Islam atau Tasawuf ini akan permanen tumbuh, lantaran spiritualitas
dalam hakikatnya adalah kebutuhan esensial manusia, kapan saja & dimana saja. Dan itulah
sebabnya mistisisme dengan segala variasi & kesamaannya sanggup & sudah tumbuh pada
tradisi & bangsa pada semua penjuru global ini. Demikianlah, maka Islam sudah menaruh
beberapa basis bagi sistem spiritualnya sendiri yg dianggap menjadi tasawuf.

Sebagai sebuah sistem spiritual, tasawuf tentu mempunyai basis filosofis, pada atas
mana semua bangunan spiritualnya didirikan. Basis filosofis tadi nir lain daripada basis atau
prinsip bagi semua yg terdapat pada alam semesta ini, yaitu Tuhan. Tuhan merupakan basis
ontologism bagi segala sesuatu, yg tanpa-Nya, segala yg terdapat ini akan kehilangan
pijakannya. Para sufi menyebut prinsip ini menjadi kebenaran (al-haqq). Disebut al-haqq
lantaran Dia-lah satu-satunya yg terdapat pada arti yg sesungguhnya, yg mutlak, ad interim yg
lain bersifat relatif atau majasi.

Para sufi mendeskripsikan Tuhan menjadi sebuah prinsip yg menyeluruh & sempurna.
Dari sudut pandang waktu, Dia merupakan yg Awal & yg Akhir, pada arti Dialah berdari &
loka balik segala yg terdapat. Dari sudut ruang, Dia merupakan yg Lahir & yg Batin, yakni yg
imanen & yg transendental.

Esensi menurut sebuah sistem mistisisme merupakan perasaan dekat menggunakan


Tuhan. Dan perasaan dekat ini dinyatakan pada perasaan sufi akan kehadiran Tuhan pada mana
pun ia berada. Kehadiran Tuhan yg dirasakan baik pada dirinya juga pada alam yg
mengelilinginya.

Tasawuf menjadi suatu bentuk pemahaman pada Islam sudah memperkenalkan betapa
ajaran cinta (mahabbah) menempati kedudukan yg tinggi. Dalam kajian tasawuf, mahabbah
berarti menyayangi Allah & mengandung arti patuh pada-Nya & membenci perilaku yg
melawan pada-Nya, mengosongkan hati menurut segala-galanya kecuali Allah SWT dan
menyerahkan semua diri pada-Nya. Kaum Sufi menduga mahabbah menjadi modal primer
sekaligus mauhibah menurut Allah Swt, buat menuju kejenjang ahwâl yg lebih tinggi.

Konsep al-hub (cinta) pertama kali dicetuskan oleh seorang wanita sufi terkenal
Rabi'atul Adawiyah (96 H - 185 H) menyempurnakan dan menyempurnakan versi asketisme,
al khauf Perang Raja” karya tokoh sufi Hasan Al Basr. Cinta murni lebih tinggi dan lebih
sempurna dari al khauf raja' (ketakutan dan harapan), untuk cinta yang murni, Tidak
mengharapkan apapun dari Allah kecuali keridhaan-Nya. Menurut Rabi'atul Adawiyah, al Hub
adalah kerinduan dan pengabdian kepada-Nya. Perasaan cinta merayap ke dalam hati Rabi'atul
Adawiyah dan memaksanya mengorbankan seluruh hidupnya hidupnya mencintai Allah SWT.

Cinta Rabi'ah kepada Allah SWT begitu memenuhi seluruh jiwanya menolak semua
lamaran pernikahan. Dia bilang dia milik Tuhan kekasihnya, sehingga siapa pun yang ingin
menikahinya harus meminta izin terlebih dahulu. Rabiah pernah ditanya: Apakah kamu
membenci setan? Dia membalas, "Tidak, cintaku pada Tuhan tidak memberiku ruang kosong,
tidak ada tempat membenci iblis Ditanya apakah dia mencintai Nabi Muhammad SAW? Dia
menjawab: “Saya mencintai Nabi Muhammad SAW, tetapi cinta saya adalah untuk orang-
orang Aku berpaling dari cinta makhluk. Ada banyak puisi dan karangan tentang Rabi'ah
Menggambarkan cintanya kepada Allah SWT.
Dasar-Dasar Tasawuf dalam Al-Qur’an dan Hadist

Para sarjana tasawuf sepakat bahwa tasawuf didasarkan pada asketisme sebagaimana
yang dilakukan oleh Nabi SAW dan sebagian besar sahabat dan tabi'in. Asketisme ini
merupakan implementasi dari Al-Qur'an dan Hadits Nabi (saw) beralih ke akhirat, berjuang
untuk menyingkirkan kesenangan. keduniawian yang berlebihan berusaha untuk menyucikan
diri, bertawakal kepada Allah SWT, Takut akan ancaman-Nya, berharap belas kasihan dan
pengampunan dari-Nya dan orang lain.

BAB 3
ANALISIS

Teori Asal Usul Ajaran

Dari beberapa jurnal, artikel dan buku (kajian) tentang dasar-dasar Islami tasawuf,
biasanya kita menjumpai pendapat atau teori-teori yang berkaitan dengan sumber-sumber yang
membentuk tasawuf. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa ada dua teori yang
berpengaruh dalam membentuk tasawuf, yaitu teori yang berasal dari ajaran atau unsur Islam,
dan teori yang berasal dari ajaran atau unsur lain di luar Islam. Para orientalis Barat mengatakan
bahwa tasawuf bukan murni dari ajaran Islam, sementara para tokoh sufi mengatakan bahwa
tasawuf merupakan inti ajaran dari Islam.

1.Unsur Islam

Para tokoh sufi dan juga termasuk dari kalangan cendikian muslim memberikan
pendapat bahwa sumber utama ajaran tasawaf adalah bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits.
Al-Qur’an adalah kitab yang di dalam ditemukan sejumlah ayat yang berbicara tentang inti
ajaran tasawuf. Ajaran-ajaran tentang khauf, raja’, taubat, zuhud, tawakal,syukur, shabar,
ridha, fana, cinta, rindu, ikhlas, ketenangan dan sebagainya secara jelas diterangkan dalam al-
Qur’an. Antara lain tentang mahabbah (cinta) terdapat dalam surat al-Maidah ayat 54, tentang
taubat terdapat dalam surat al-Tahrim ayat 8, tentang tawakal terdapat dalam surat at-Tholaq
ayat 3, tentang syukur terdapat dalam surat Ibrahim ayat 7, tentang shabar terdapat dalam surat
al-Mukmin ayat 55, tentang ridha terdapat dalam surat al-Maidah ayat 119, dan sebagainya.
Sejalan dengan apa yang dikatakan dalam al-Qur’an, bahwa al-Hadits juga banyak
berbicara tentang kehidupan rohaniah sebagaimana yang ditekuni oleh kaum sufi setelah
Rasulullah. Dua hadits populer yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: “Sembahlah
Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka apabila engkau tidak melihat-Nya, maka Ia pasti
melihatmu” dan juga sebuah hadits yang mengatakan: “Siapa yang kenal pada dirinya, niscaya
kenal dengan Tuhan-Nya” adalah menjadi landasan yang kuat bahwa ajaran-ajaran tasawuf
tentang masalah rohaniah bersumber dari ajaran Islam.
Ayat-ayat dan hadits di atas hanya sebagian dari hal yang berkaiatan dengan ajaran
tasawuf. Dalam hal ini Muhammad Abdullah asy-Syarqowi mengatakan: “awal mula tasawuf
ditemukan semangatnya dalam al-Qur’an dan juga ditemukan dalam sabda dan kehidupan Nabi
SAW, baik sebelum maupun sesudah diutus menjadi Nabi. Begitu juga awal mula tasawuf juga
dapat ditemukan pada masa sahabat Nabi beserta para generasi sesudahnya. Selanjutnya, Abu
Nashr As-Siraj al-Thusi mengatakan, bahwa ajaran tasawuf pada dasarnya digali dari al-Qur’an
dan as-Sunah, karena amalan para sahabat, menurutnya tentu saja tidak keluar dari ajaran al-
Qur’an dan as-Sunnah. Demikian pula menurut Abu Nashr, bahwa para sufi dengan teori-teori
mereka tentang akhlak pertama-pertama sekali mendasarkan pandangan mereka kepada al-
Qur’an dan as-Sunnah.
Selanjutnya di dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW juga terdapat banyak petunjuk
yang menggambarkan dirinya sebagai seorang sufi. Nabi Muhammad telah melakukan
pengasingan diri ke Gua Hira menjelang datangnya wahyu. Dia menjauhi pola hidup
kebendaan di mana waktu itu orang Arab menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta.
Dikalangan para sahabat pun juga kemudian mengikuti pola hidup seperti yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW. Abu bakar Ash-Shiddiq misalnya berkata: “Aku mendapatkan
kemuliaan dalam ketakwaan, kefanaan dalam keagungan dan rendah hati”. Demikian pula
sahabat-sahabat beliau lainnya seperti Umar bin Khottob, Ustman bin Affan, Ali bin Abi
Thalib, Abu Dzar al-Ghiffari, Bilal, Salman al-Farisyi dan Huzaifah al-Yamani.
Dari berbagai pendapat di atas dapat dipahami, bahwa teori asal usul tasawuf bersumber
dari ajaran Islam. Semua praktek dalam kehidupan para tokoh-tokoh sufi dalam membersihkan
jiwa mereka untuk mendekatkan diri pada Allah mempunyai dasar-dasar yang kuat baik dalam
al-Qur’an maupun as-Sunnah. Teori-teori mereka tentang tahapan-tahapan menuju Allah
(maqomat) seperti taubat, syukur, shabar, tawakal, ridha, takwa, zuhud, wara’ dan ikhlas, atau
pengamalan batin yang mereka alami (ahwal) seperti cinta, rindu, intim, raja dan khauf,
kesemuanya itu bersumber dari ajaran Islam.

2. Unsur di luar Islam

Menurut teori Ignas Goldziher, bahwa asal usul tasawuf terutama yang berkaitan
dengan ajaran-ajaran yang diajarkan dalam tasawuf merupakan pengaruh dari unsur-unsur di
luar Islam. Goldziher mengatakan, bahwa tasawuf sebagai salah satu warisan ajaran dari
berbagai agama dan kepercayaan yang mendahului dan bersentuhan dengan Islam. Bahkan
berpendapat bahwa beberapa ide al-Qur’an juga merupakan hasil pengolahan “ideology”
agama dan kepercayaan lain. pengaruh dari agama Nashrani, Hindu-Budha, Yunani dan Persia.

Pengaruh dari unsur agama Nashrani terlihat pada ajaran tasawuf yang mementingkan
kehidupan zuhud dan fakir. Menurut Ignas Goldziher dan juga para Orientalis lainnya
mengatakan bahwa kehidupan zuhud dalam ajaran tasawuf adalah pengaruh dari rahibrahib
Kristen. Begitu pula pola kehidupan fakir yang dilakukan oleh para sufi adalah merupakan
salah satu ajaran yang terdapat dalam Injil. Dalam agama Nashrani diyakini bahwa Isa adalah
orang fakir. Di dalam Injil dikatakan bahwa Isa berkata: “Beruntunglah kamu orangorang
miskin, karena bagi kamulah kerajaan Alah. Beruntunglah kamu orang-orang yang lapar,
karena kamu akan kenyang”. Selain Ignas Goldziher, pendapat yang serupa juga dilontarkan
Reynold Nicholson. Menurut Nicholson, “Banyak teks Injil dan ungkapan al-Masih (Isa)
ternukil dalam biografi para sufi angkatan pertama. Bahkan, sering kali muncul biarawan
Kristen yang menjadi guru dan menasehati kepada asketis Muslim. Dan baju dari bulu domba
itu juga berasal dari umat Kristen”.

Di samping pengaruh dari ajaran Nashrani, Goldziher juga mengatakan, bahwa ajaran
tasawuf banyak dipengaruhi oleh ajaran Budha. Dia mengatakan bahwa ada hubungan
persamaan antara tokoh Budha Sidharta Gautama dengan tokoh sufi Ibrahim bin Adam yang
meninggalkan kemewahan sebagai putra mahkota. Bahkan, Goldziher mengatakan para sufi
belajar menggunakan tasbih sebagaimana yang digunakan oleh para pendeta Budha, begitu
juga budaya etis, asketis serta abstraksi intelektual adalah pinajaman dari Budhisme. Ada
kesamaan paham fana dalam tasawuf dengan nirwana dalam agama Budha. Begitu juga ada
kesamaan cara ibadah dan mujahadah dalam ajaran tasawuf dengan ajaran Hindu. Menurut
Harun Nasution, bahwa paham fana hampir sama dengan nirwana dalam agama Budha, dimana
agama Budha mengajarkan pemeluknya untuk meninggalkan dunia dan memasuki hidup
kontemplatif. Demikian dalam ajaran Hindu ada perintah untuk meninggalkan dunia untuk
mencapai persatuan Atman dan Brahman.

Untuk selanjutnya ada juga teori yang mengatakan bahwa tasawuf juga dipengaruhi
oleh unsur Yunani. Menurut Abuddin Nata, bahwa metode berfikir filsafat Yunani telah ikut
mempengaruhi pola berfikir umat Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Hal ini terlihat
dari pemikiran al-Farabi, al-Kindi, Ibn Sina tentang filsafat jiwa. Demikian juga uraian
mengenai ajaran tasawuf yang dikemukakan oleh Abu Yazid, al-Hallaj, Ibn Arabi, Suhrawardi
dan lain-lain. Menurut Abuddin Nata, ungkapan Neo Platonis: “Kenallah dirimu dengan
dirimu” Para sufi mengambilnya sebagai acuan untuk memperluas makna hadis mengatakan:
“Barangsiapa mengenal dirinya, pasti mengenal Tuhannya”. dari sini Asal Usul Teori Hulul,
Wihdah Ash-Syuhud dan Wihdah al-Wujud. Filsafat emanasi Platonis yang menyatakan bahwa
keberadaan alam semesta ini terpancar dari hakikat Tuhan Yang Maha Esa. Roh berasal dari
Allah dan kembali kepada Allah. Tetapi memasuki dunia material, pikiran menjadi tidak murni,
sehingga pikiran harus dimurnikan. Pemurnian roh terjadi tinggalkan dunia dan dekati Tuhan
sedekat mungkin. Ini adalah pelajaran kemudian mempengaruhi penampilan para Zuhud dan
Sufi dalam Islam.

Kembali ke teori Goldziher bahwa tasawuf dipengaruhi oleh iman dan agama Di luar
ajaran Islam, unsur keimanan yang bersumber dari Persia sendiri juga memiliki makna
Berpartisipasi dalam mempengaruhi tasawuf melalui hubungan politik, intelektual, sosial dan
sastra Arab dan Persia telah lama terjalin. Tapi tidak ada bukti kehidupan yang kuat
Spiritualitas Persia datang ke negara-negara Arab. Namun sebenarnya ada sedikit kesamaan
antara istilah zuhud dalam bahasa Arab Zuhud setelah agama Manu dan Mazdaq di Iran. Begitu
juga dengan konsep pengajaran Sifat Muhammad mirip dengan pemahaman Harmuz (dewa
kebaikan) dalam agama Zarathustra.

Menyanggah Teori Orientalis

Teori Goldziher dan Nicholson seperti yang terlihat di atas sisi yang berbeda memiliki
banyak kelemahan. Ketika mereka mengakui bahwa tasawuf tidak murni dari ajaran Islam,
karena fokus kesimpulan mereka hanya penelitian tasawuf dari ajaran sufi atau cara hidup.
Harus diakui bahwa itu ada Kemiripan antara kehidupan dan pemikiran tokoh sufi dengan
ajaran di luar Islam, namun kesamaan itu bukan berarti mereka mengadopsi ajaran di luar
Islam, karena Alquran dan al-Hadits merupakan sumber utama yang sarat dengan ajaran
tasawuf. Tampaknya Goldziher dan Nicholson tidak benar-benar mempelajari kedua sumber
tersebut. Mereka fokus pada pemikiran dan gaya hidup sufi, bukan pada ajarannya landasan
formal yang menjadi landasan tasawuf, dan mereka juga lupa mempelajarinya Tentang
kehidupan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang menjadi panutan Tokoh sufi.

Kelemahan lain dari teori mereka adalah bahwa mereka diidentikkan dengan ajaran
Islam daripada ajaran non-Islam yang dibangun dari produk pemikiran. Anda lupa Islam adalah
agama wahyu yang bukan hasil pemikiran manusia. Semua Pelajaran Informasi di sini bersifat
universal dan dijamin benar dan tidak akan benar mengalami perubahan. Kristen, Budha, Hindu
kepercayaan dan agama dan budaya Pemikiran Yunani dan Persia merupakan produk
pemikiran manusia yang terpisah dari ajaran Epifani. Ada kesamaan dalam ajaran Kristen
dengan konsep zuhudi dan fakir miskin dengan perilaku berpasangan Sufi yang menjalani
kehidupan asketis dan mandiri tidak berarti bahwa para sufi mengadopsi ajaran Kristen untuk
menjadi panduan mereka, tetapi hanya kesamaan aspek doctrinal hanya antara Kristen dan
Islam. Zuhud dan hidup kurus benar-benar dipraktekkan Rasulullah SAW dan para sahabatnya
sebelum tokoh sufi muncul. Rasulullah SAW mengamalkan asketisme, qana'a, taqwa, mahaba,
syukur, Pertobatan, keselamatan dan perpisahan dalam kehidupan sehari-harinya, serta teman-
temannya.

Kelemahan lain dari teori Goldziher dan Nicholson adalah premature menyimpulkan
bahwa ajaran tasawuf berasal dari ajaran Hindu-Buddha. Konsep fana dan Dalam ajaran Hindu-
Buddha, kontemplasi tidak berpengaruh Mempraktikkan kajian Tasawuf terhadap tokoh sufi.
Secara historis ada kekurangan informasi menunjukkan bahwa agama Hindu-Budha
berkembang di negara-negara Arab. Menurut Qamar Kailan Pendapat yang ekstrim
mengatakan bahwa ajaran tasawuf berasal Hindu-Buddha. Artinya, sebelum masa Nabi
Muhammad SAW, ajaran Hindu-Buddha sudah berkembang di Mekkah dan Madinah,
sedangkan sepanjang sejarah belum ada kesimpulan demikian. itu. Juga tidak ada argumen
yang ditemukan dengan pengaruh Persia pernyataan yang kuat bahwa kehidupan spiritual
orang Persia tetap menembus negara-negara Arab justru sebaliknya kehidupan spiritual orang
Arab datang ke tanah Persia. Hal yang sama berlaku untuk pengaruh ajaran Neoplatonik
Yunani, informasi tidak tersedia Perilaku Nabi Muhammad SAW dan para sufi Muslim awal
diyakini berperan dalam kehidupan sufi. diwarnai oleh prinsip-prinsip pemikiran Yunani.
Pengaruh Neoplatonik berkembang jauh setelah ajaran Tasawuf dipraktikkan.
BAB 4

KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teori tentang asal usul tasawuf bersifat
ambigu bahkan mulai melibatkan para orientalis untuk memahami sumber ajarannya Islam.
Mereka terlalu cepat mengambil kesimpulan tanpa terlebih dahulu mempelajari ajaran tasawuf
secara mendalam al-Quran dan al-Hadits. Subjek penelitiannya adalah gagasan dan praktik
kehidupan masyarakat Sufi, bukan konsep ajaran sufi yang sudah ada dasarnya standar dalam
Al-Qur'an. Ketika mereka mencoba memahami Al-Qur'an dan sejarah asal-usulnya praktek
tasawuf, teori mereka bahwa ajaran tasawuf dipengaruhi oleh unsur-unsur Secara akademik
gagal dan keluar dari Islam itu sendiri. Teori yang dapat diterima adalah teori yang menyatakan
bahwa ajaran tasawuf murni ajaran Islam, bukan pengaruh. dari luar Islam. Pemikiran dan
praktik tasawuf yang bersumber dari pemahaman al-Qur'an dan al-Hadits berbeda dengan
pemikiran bebas yang bersumber dari keduanya. Pemikiran yang bukan dari Al-Qur'an dan al-
Hadits bersifat liberal, jadi tidak dapat dijadikan acuan untuk membuat grand theory yang
handal menyelidiki asal-usul ajaran tasawuf dalam Islam.

Mengenai pokok-pokok ajaran tasawuf, jika kita melihat landasannya baik dari Al-
Qur'an maupun Hadits, terlihat bahwa tasawuf mengajarkan asketisme. dan serahkan dirimu
kepada Tuhan saja dan lakukan Dia cinta tertinggi di atas semua cinta.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Muhammad bin Yazid al-Qazwiny Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Kitab; Zuhud, Bab;
Zuhud di Dunia, No Hadis; 4102. (Cet. I; Bandung: Maktabah Dakhlan, T.Th), Jld. II,
h. 1373

[2] Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhary, Shahih al-Bukhary, Kitab: Riqaq, Bab:
Jadilah kamu manusi asing di dunia atau seorang pejalan jauh. (Cet. I; Beirut: al-
Makatabah al-Ilmiyah, 1417 H), Jld. III, h. 3347

[3] A.Rivay Siregar,Tasawuf Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme,Cet. 2, (Jakarta: PT.


RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 46-48.

[4] Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin,Kamus Ilmu Tasawuf, (Tt.p: AMZAH, 2005),
hlm. 246.

[5] Muhammad Rifa'i Subhi,Tasawuf Modern Paradigma Alternatif Pendidikan Islam,


(Pemalang: Manajemen Alrif, 2002), hlm. 31.

[6] M. Sholihin dan Rosihon Anwar,Kamus Tasawuf, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2002), 211-215.

[7] Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari,Shahih Al-Bukhari,Juz 4, (Indonesia: Dar
Ihya' Al-Kutub Al-'Arabiyah, Tt), hlm. 129.

[8] Muhammad bin Yazid al-Qazwiny Ibnu Majah,Sunan Ibnu Majah, Kitab; Zuhud,No.
Hadis; 4102. Cet. Saya, (Bandung: Maktabah Dakhlan, T.Th), Jilid. II, hlm. 1373.

[9] Mathba'ah Al-Fajr Al-Jadid,Tashawwuf Al-Islami wa Al-Khalaq, terj. Muhammad Fauqi


Hajjaj, (Jakarta: AMZAH, 2011), hlm. 58.

[10] Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhary,Shahih al-Bukhary, Kitab: Riqaq,Cet. I,
(Beirut: Al-Makatabah al-Ilmiyah, 1997), Jilid. III, hlm. 3347.

[11] Reynold Nicholson, The Mystics of Islam, terj. A. Nashir Budiman, “Tasawuf Menguak
Cinta Ilahi” Jakarta: Raja Grafindo, 1993.

[12] Reynold Nicholson, Jalaluddin Rumi, Ajaran dan Pengalaman Sufi Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1993.
[13] Muhammad Abdullah Asy-Syarqawi, Sufisme & Akal, terj. Halid al-Kaf Bandung:
Pustaka Hidayah, 2003.

[14] Abul al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal ala al Tashawwuf alIslam, terj. Ahmad
Rofi’ Ustman, “Sufi Dari Zaman ke Zaman”, (Bandung: Pustaka): 1985, hlm. 25

[15] Muhammad Abdullah Asy-Syarqawi, Sufisme & Akal, terj. Halid al-Kaf (Bandung:
Pustaka Hidayah), 2003, hlm. 29

[16] Amin al-Kurdi, Tanwir al-Qulub fi Mu’amalah ‘Alam al-Ghuyub, (Surabaya: Bungkul
Indah), tt., hlm. 406

[17] Abu Bakr Muhammad al-Kalabadzi, at-Ta’arruf li Mazhab Ahl at-Tashawwuf, (tk.:
Maktabah al-Kulliyat al-Azhariyyah, 1969).

[18] A. J. Arberry, Pasang-Surut Aliran Tasawuf, (terj.) Bambang Herawan, dari judul asli
Sufism: An Account of The Mystics of Islam, (Bandung: Mizan, 1985), cet. I, hlm.49.
Lihat pula Harun Nasutio,loc,cit., hlm.71.

[19] Asmal May, Corak Tasawuf Syekh Jalaluddin, Cet. 1, (Pekanbaru: Susqa
Press, 2001, hlm. 160.

Anda mungkin juga menyukai