Anda di halaman 1dari 35

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan tinjauan pustaka yang meliputi 1). Konsep dasar NAPZA 2).

Konsep dasar remaja 3). Konsep dasar pengetahuan 4). Konsep dasar pendidikan kesehatan 5).

Kerangka teori 6). Kerangka konseptual 7). Hipotesis.

I.1 Konsep Dasar NAPZA

I.1.1 Definisi

NAPZA merupakan istilah yang dipakai saat ini, yang merupakan

kepanjangan dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya, yang sering dikenal

dengan NARKOBA (narkotika dan bahan atau obat berbahaya lainnya).

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman

baik sintetis majupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri

dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan

narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pusat yang menyebabkan perubahan

khas pada aktifitas mental dan perilaku.

Adiktif lainnya adalah minuman beralkohol (minuman keras atau miras)

merupakan cairan tak berwarna mudah menguap, mudah terbakar diperoleh dari

fermentasi karbohidrat yang bersifat sedatif, hipnotik dan depresan. Rokok dibuat

dari lintingan kertas rokok yang berisi daun tembakau yang dikeringkan dan dicacah.

Penggunaannya adalah dengan membakar salah satu ujungnya dan menghisap


asapnya dari ujung lainnya. Cara pakai lainnya adalah menghisap melalui pipa

dengan tembakau yang dipadatkan dan diisi diujung lainnya. Cerutu adalah bentuk

lain kemasan tembakau yang akan dihisap dalam bentuk gulungan utuh. Daun

tembakau dihasilkan dari tanaman nicotiona tabakung. nicotiona rustica dan spesies

lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan

tambahan.

1. Zat lain yang menyebabkan adiksi misalnya obat steroid.

Penyalahgunaan pada penggunaan narkotika atau psikotropika tanpa

sepengetahuan dan pengawasan dokter.

2. Ketergantungan (adiksi, dependensi).

Dimana seseorang membutuhkan zat tertentu agar dapat berfiungsi secara wajar.

Ada dua jenis ketergantungan :

a) Ketergantungan fisik: apabila dosis pemakaian dikurangi atau dihentikan

gejala fisik tergantung dari jenis obat yang digunakan, misalnya untuk heroin

menimbukan gejala sakit otot dan sendi-sendi, berkeringat, perut kram dan

sebagainya.

b) Ketergantungan psikis suatu perasaan rindu untuk menggunakan zat tersebut

walaupuun tidak ada ketergantungan fisik. Secara psikis tersugesti untuk

menggunakan kembali.

3. Toleransi : adalah kcadaan dimana jumlah dosis zat yang dipakai semakin lama

semakin meningkat untuk mendapatkan efek yang sama.


4. Overdosis: adalah kelebihan obat karena tidak dapat mengontrol dosis yang

dikonsumsi yang terjadi karena adanya toleransi, menimbulkan gejala,

keracunan, koma, sampai meninggal.

5. Sindrom putus zat (withdrawal syndrome) adalah gejala-gejala spesifik untuk zat

tertentu yang timbul akibat pengehentian atau menurangi dosis pemakaian zat

tersebut yang sebelumnya sudah digunakan secara teratur.

6. Craving: keadaan sangat menginginkan obat

I.1.2 Penggolongan NAPZA

Menurut proses pembuatannya narkotika dan psikotropika terbagi kedalam 3

golongan :

1. Alami

Adalah jenis zat yang diambil langsung dari alam tanpa adanya proses fermentasi

atau produksi. Contohnya: ganja, opium, kokain, mescalin, cafein dan lain-lain.

2. Semi sintetis

Diproses sedemikian rupa melalui proses fermentasi. Contohnya: morfin, heroin,

codein dan lain-lain.

3. Sintetis

Merupakan zat atau obat yang mulai dikembangkan tahun 30 an untuk keperluan

medis dan penelitian, digunakan sebagai penghilang rasa sakit (analgetik) dan

penekan batuk (antitusif) seperti amfetamin, deksafetamoin pethidine, meperidin,

metadon, LSD, zat atau obat yang digunakan dokter untuk terapi penyembuhan

bagi pecandu.
Menurut efek yang ditimbulkannya NAPZA terbagi dalam tiga golongan yaitu:

1. Depresan

Adalah jenis zat yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis obat ini

membuat pemakai merasa tenang dan bahkan membuatnya tertidur atau tak sadarkan diri.

Contoh: opium, heroin, codein dan sedativa.

2. Stimulan

Zat yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja, (segar dan

bersemangat) Contoh: ekstasi, kafein, kokain, amfetamin.

3. Halusinogen

Zat yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan dan pikiran

dan seringkali disertai dengan halusinasi schingga seluruh perasaan dapat terganggu.

Contoh: ganja/cannabis, mescalin, LSD, dll.

Menurut UU R.I 22/1997 tentang narkotika: yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau

obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang

dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagai berikut

1. Narkotika golongan I

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan

dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan

ketergantungan. Contoh: heroin, kokain dan efura

2. Narkotika golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat

digunakan dalam terapi atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi tinggi pengakiabatkan ketergantungan. Contoh: morfin, pethidine,

turunan/garam dalam golongan tersebut.

3. Narkotika golongan III

Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan. Contoh: kodein dan garam-garam narkotika dalam golongan tersebut.

UU Narkotika tersebut menyebutkan (pasal 45) bahwa pecandu narkotika wajib menjalani

pengobatan dan'atau perawatan.

Menurut UU RI No. 5/1997 tentang psikotropika: yang dengan psikotropika adalah zat/atau obat,

baik alamiah maupun sintesis, bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh

selektif susunan syarat pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan

perilaku.

Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut:

1. Psikotropika golongan I

Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak

digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom

ketergantungan. Contoh: MDMA (ekstasi), (lisergik dietilamide/LSD), meskalina/peyot.

2. Psikotropika golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau

untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatlkan sindrom

ketergantungan. Contoh: amfetamin, fensiklidin, metakualon, metilfenidat (ritalin).

3. Psikotropika III

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau

untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom

ketergantungan. Contoh: amobarbital, flunitrazepam.

4. Psikotropika golongan IV

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi

dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

sindrom ketergantungan. Contoh: barbital, fenobarbital, diazepam, bromazepam,

lorazepam, nitrazepam, dan lain- lain.

UU Psikotropika tersebut (pasal 37) menyebutkan bahwa penggunaan psikotropika yang

menderita sindrom ketergantungan berkewajiban ikut serta dalam pengobatan dan/atau

perawatan.

Minuman keras berdasarkan kadar alkohol yang dikandungnya dapat digolongkan menjadi :

a. Golongan A, kadar etanol 1-5%

b. Golongan B, kadar etanol 5-20%

c. Golongan C, kadar etanol 20-55%

I.1.3 Faktor-faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA

Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi antara

faktor yang terkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor tersedianya zat
(NAPZA). Tidak terdapat adanya penyebab tunggal (single cause) Faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya penyalagunaan NAPZA adalah sebagian berikut :

1. Faktor individu :

Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa remaja,

sebab remaja yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik maupun

sosial yang pesat merupakan individu yang rentan untuk menyalahgunakan

NAPZA. Anak atau remaja dengan ciri-ciri tertentu mempunyai risiko lebih besar

untuk menjadi penyalahguna NAPZA. Ciri-ciri tersebut antara lain :

a) Cenderung membrontak dan menolak otoritas.

b) Cenderung memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti Depresi,

Cemas, Psikotik, Keperibadian dissosial.

c) Perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku.

d) Rasa kurang percaya diri (low selw-confidence), rendah diri dan memiliki

citra diri negatif (low self-esteem)

e) Sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif.

f) Mudah murung, pemalu, pendiam.

g) Mudah merasa bosan dan jenuh.

h) Keingintahuan yang besar untuk mencoba atau penasaran.

i) Keinginan untuk bersenang-senang (just for fun).

j) Keinginan untuk mengikuti mode,karena dianggap sebagai lambang

keperkasaan dan kehidupan modern.

k) Keinginan untuk diterima dalam pergaulan.

l) Identitas diri yang kabur, sehingga merasa diri kurang “jantan”.


m) Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit

mengambil keputusan untuk menolak tawaran NAPZA dengan tegas.

n) Kemampuan komunikasi rendah.

o) Melarikan diri sesuatu (kebosanan, kegagalan, kekecewaan,

ketidakmampuan, kesepian dan kegetiran hidup,malu dan lain-lain).

p) Putus sekolah.

q) Kurang menghayati iman kepercayaannya.

2. Faktor Lingkungan :

Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik

disekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Faktor

keluarga,terutama faktor orang tua yang ikut menjadi penyebab seorang anak

atau remaja menjadi penyalahguna NAPZA antara lain adalah :

a) Lingkungan Keluarga

 Kominikasi orang tua-anak kurang baik/efektif.

 Hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam keluarga.

 Orang tua bercerai, berselingkuh atau kawin lagi.

 Orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh.

 Orang tua otoriter atau serba melarang.

 Orang tua yang serba membolehkan (permisif).

 Kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan.

 Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA.

 Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang konsisten).
 Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam

keluarga.

 Orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahguna NAPZA.

b) Lingkungan Sekolah

 Sekolah yang kurang disiplin.

 Sekolah yang terletak dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA.

 Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk

mengembangkan diri secara kreatif dan positif.

 Adanya murid pengguna NAPZA

c) Lingkungan Teman Sebaya

 Berteman dengan penyalahguna

 Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar.

d) Lingkungan masyarakat/sosial

 Lemahnya penegakan hukum

 Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung

I.1.4 Tingkat pemakaian NAPZA

(1) Tingkat pemakaian

Terdapat beberapa tingkatan penyalahgunaan NAPZA:

a. Pemakaina coba-coba (experimental use):

Sekedar mencoba dan memenuhi rasa ingin tahu. Sebagian besar pemakai

akan berhenti dan sebagian lainnya akan meneruskan pada tingkatan yang

berikutnya.

b. Pemakaian sosial/rekreasi (social/recreational use):


Hanya untuk bersenang-senang saat bertemu teman di pesta, rekreasi atau

santai. Sebagian pemakai akan tetap pada tahap ini, tetapi sebagian lagi akan

meningkat ketahap selanjutnya.

c. Pemakaian situasional (situasional use) yaitu pemakaian zat pada saat

mengalami situasi tertentu (misalnya merasa kecewa, sedih, dan tegang)

dengan tujuan untuk menghilangkan perasaan tersebut.

d. Penyalahgunaan (abuse) yaitu pemakaian sebagai suatu pola penggunaan

yang bersifat patologik yang ditandai oleh intoksikasi sepanjang hari, tak

mampu mengurangi atau menghentikan, berusaha berulang kali

mengendalikan, terus menggunakan walaupun sakit fisiknya kambuh.

Keadaan ini akan menimbulkan gangguan fungsional atau okupasional yang

ditandai oleh: tugas dan relasi dalam keluarga tak terpenuhi dengan baik,

perilaku agresif dan tak wajar, hubungan dengan kawan terganggu, sering

bolos sekolah atau kerja, melanggar hukum atau kriminal dan tak mampu

berfungsi secara efektif.

e. Ketergantungan (dependence use) yaitu telah terjadi toleransi dan gejala putus

zat, bila pemakaianzat dihentikan atau dikurangi dosisnya.

I.1.5 Dampak penyalahgunaan NAPZA

Dampak penyalahgunaan NAPZA berupa gangguan fisik akibat komplikasi

medik, gangguan mental emosional dan memburuknya kehidupan social

(1) Komplikasi medik

Dampak disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:

a. Akibat zat itu sendiri: termasuk intoksikasi dan gejala putus zat, misalnya:
 Oploida: kemandulan, gangguan haid, impotensi dan obstipasi kronis.

 Alkohol: gastritis, pendarahan lambung, perlemakan hati, sirosis hepatis,

gangguan metabolisme lemak, kerusakan jaringan otak, demensia,

kardiomiopati, dan cacat pada janin.

 Ganja: bronkhitis, penurunan imunitas seluler sehingga mudah terserang

penyakit infeksi, gangguan aliran darah koroner, gangguan fungsi kognitif,

atropi jaringan otak dan kemandulan.

 Kokain: anemia, malnutrisi, kehilangan berat badan karena tidak nafsu

makan, ulserasi dan perforasi septum hidung dan aritmia jantung.

 Amfetamin: sama dengan kokain.

 Inhalansia: toksik terhadap hati, otak, sumsum tulang, ginjal dan otot

jantung

 Kafein: tukak lambung atau gastritis, sakit jantung dan tekanan darah

tinggi

 Nikotin: kanker paru, bronkhitis, bronkhiektasis.

 Halusinogen: aberasi kromosom dan menimbulkan cacat pada bayi.

b. Akibat bahan campuran atau pelarut:

Sering terdapat pada pemakaina parenteral (suntik) misalnya emboli

menyebabkan infark paru atau kebutaan (emboli pembuluh darah retina).

c. Akibat cara pemakaina jarum suntik yang tak steril:

Pada gangguan jarum suntik dapat sangat berbahaya jika alat suntik yang

digunakan dipakai bersama-sama (dari satu orang ke orang lain tidak


menggunakan jarum suntik yang berbeda dan yang baru). Dampaknya akan

berakibat antara lain: dapat menularkan virus HIV, hepatitis B dan C, abses,

sculitis, endokanditis, theombophebitis. Menyebabkan sepsis, abses, selulkitis,

endokarditis, tromboflebitis, hepatitis, HIV/AIDS.

d. Akibat pertolongan yang salah:

Pada keadaan tidak sadarkan diri, keluarga sering memberi minum sehingga

terjadi pneumonia aspirasi

e. Akibat cara hidup yang kurang bersih:

Penyakit kulit, gigi, anemia dan malnutrisi.

(2) Gangguan mental emosional

NAPZA dapat menyebabkan gangguan mental emosional misalnya pada

pemakaian ganja jangka panjang menyebabkan gangguan membaca, berbahasa,

berhitung serta menghambat ketrampilan sosial. Dapat timbul sindrom

emotivasional yaitu bersikap acuh tak acuh terhadap sekeliling.

(3) Memburuknya kehidupan sosial

Pemakaian yang kronis menyebabkan prestasi sekolah kerja mundur bahkan

berhenti sekolah kerja (menjadi penganggur). Hubungan dengan keluarga menjadi

buruk, mulai menjual barang, berbohong, mencuri, tindak kriminal, dll. Dismping

itu efek obat itu sendiri yang menyingkirkan rasa malu, membuat pengguna tidak

bisa lagi mempertimbangkan tata nilai, etika atau moral, sebagaimana sebelum

menggunakannya.
I.2 Konsep Dasar Remaja

I.2.1 Pengertian Remaja

Remaja adalah individu berkembang dan saat pertama kali ia menunjukkan

tanda-tanda seksual sekundernya saat ia mencapai kematangan seksual, serta

mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi

dewasa, dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial- ekonomi yang penuh

kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (sarlito w. Sarwono, 2011)

Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolesence, berasal dari bahasa

latin adolesence yang artinya "tumbuh untuk mencapai kematangan", bangsa primitif

dan orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berada dengan

periode lain dalam rentang kehidupan. Anak sudah dianggap sudah dewasa apabila

sudah mampu mengadakan reproduksi (ali muhammad, 2009).

Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan

bahwa masa depan bangsa yang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini.

Remaja yang schat dan berkualitas menjadi perhatian serius bagi orang tua, praktisi

pendidikan, atau remaja itu sendiri. Remaja yang sehat adalah remaja yang produktif

dan kreatif sesuaai dengan tahap perkembangannya. Oleh karna itu, pemahaman

terhadap tumbuh kembang remaja menjadi sangat penting untuk menilai keadaan

remaja. Secara psikologis remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi

terintegritas kedalam masyarakat dewasa, suatu usiua dimana anak tidak merasa

bahwa dirinya berada dibawah tingkaat orang yang lebih tua melainkan merasa sama,

atau paling tidak sejajar (poltedkkes depkes, 2010).


Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia

13-18 tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah melampaui masa kanak- kanak,

namun masih belum cukup matang untuk dikatakan dewasa. Berdasarkan berbagai

pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah suatu usia dimana individu

tumbuh untuk mencapai kematangan dimana seseorang sudah melampaui masa ka

nak-kanak dan belum dewasa.

Remaja sebetulnya tidak memiliki tempat yang jelas, mereka sudah tidak

termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga diterima secara penuh untuk masuk

golongan orang dewasa. Remaja berada diantara anak dan orang dewasa. Oleh

karena itu remaja sering kali dikenal dengan fase mencari jati diri atau fase toban dan

badai. Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal

fungsi fisik maupun fungsi psikisnya.

I.2.2 Batasan Usia Remaja

Menurut WHO batasan usia remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu remaja awal

10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun, kemudian menurut PBB (perserikatan

bangsa-bangsa) sendiri menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia remaja, sedangkan

di indonesia, batasan remaja yang mendekati batasan PBB tentang remaja adalah

kurun usia 15-24 tahun (sarlito w. Sarwono, 2011).

Berdasarkan penggolongan umur, masa remaja terbagi atas:

(1) Masa remaja awal (10-13 tahun)

(2) Masa remaja tengah (14-16 tahun)

(3) Masa remaja akhir (17-19 tahun)


Menurut pakar psikologi, seperti Leulla Cole dan F. J. Monks, dalam buku (Hutabarat,

Permana, & Masud, 2010), mengategorikan usia remaja kodalam beberapa tingkatan, yaitu :

1. Masa remaja awal (early adolescence), usia 12-15 tahun

2. Masa remaja pertengahan (middle adolescence), usia 15- 18 tahun

3. Masa remaja akhir (late adolescence), usia 18 - 21 tahun

I.2.3 Masa Remaja

(1) Masa pra pubertas (10-13 tahun)

Masa ini disebut juga masa pureal, yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke

remaja. Pada anak perempuan masa ini lebih singkat dibandingkan anak laki- laki.

Pada masa ini terjadi perubahan yang besar bagi remaja, yaitu meningkatnya

hormon seksualitas dan mulai berkembangnya organ-organ seksual serta organ-

organ reprosuksi remaja. Disamping itu, perkembangan intelektualitas yang

sangat pesat juga terjadi pada fase ini. Akibatnya, remaja-remaja ini cenderung

bersikap suka mengkritik yang sering diwujudkan dalam bentuk pembangkangan

ataupun pembantahan terhadap orang tua, mulai menyukai orang dewasa yang

dianggapnya baik, serta menjadikannya sebagai hero atau pujaanya, seperti model

rambut, gaya bicara, sampai dengan kebiasaan hidup pujaan tersebut. Selain itu

pada masa ini remaja juga cenderung lebih berani mengutarakan pendapatnya,

bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat mungkin.

(2) Masa pubertas (14-16 tahun) Masa ini disebut juga masa remaja awal, dimana

perkembangan fisik mereka begitu menonjol. Remaja sangat cemas akan

perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal itu menunjukkan bahwa ia

memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini, emosi remaja menjadi sangat labil
akibat perkembangan hormon-hormon seksual yang begitu pesat. Keinginan

seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wanita ditandai

dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pria ditandai

dengan datangnya mimpi basah pertama.

(3) Masa akhir pubertas (17-18 tahun)

Pada masa ini remaja yang mampu melewati masa sebelumnya dengan baik, akan

dapat menerima kodratnya, baik sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka

juga bangga karena tubuh mereka dianggap menentukan harga diri mereka. Masa

ini berlangsung sangat singkat. Pada remaja putri.

(4) Masa remaja/adolesence (19-21 tahun)

Pada periode ini umumnya remaja sudah mencapai kematangan yang sempurna,

baik fisik, emosi, maupun psikisnya. Mereka akan mempelajari berbagai macam

hal yang abstrak dan mulai memperjuangkan suatu idealisme yang didapat dari

pikiran mereka. Mereka mulai menyadari bahwa mengkritik itu lebih mudah dari

pada menjalankannya Sikapnya terhadap kehidupan mulai jelas, sepereti cita-

citanya, minatnya, bakatnya, dan sebagainya. Arah kehidupannya serta sifat-sifat

yang menonjol akan terlihat jelas pada fase ini.

I.2.4 Tumbuh kembang remaja

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang saling terikat,

berkesinambungan dan berlangsung secara bertahap. Perkembangan merupakan

suatu proses dimana perubahan-perubahan didalam diri remaja akan diintegrasikan

sedemikian rupa, sehingga remaja tersebut dapat berespon dengan baik dalam

memghadapi rangsangan-rangsangan dari luar dirinya, yang paling menonjol dalam


tumbuh kembang remaja adalah perubahan fisik, alat reproduksi, kognitif dan

psikososial.

(1) Perubahan fisik

Perubahan fisik dan psikis remaja disebabkan oleh adanya perubahan hormonal.

Hormon dihasilkan oleh kelenjar endokrin yang dikontrol oleh susunan syaraf

pusat, khususnya di hipotalamus. Beberapa jenis hormon yang berperan dalam

pertumbuhan dan perkembangan adalah hormon pertumbuhan (growth hormone),

hormon gonadotropik, esterogen, progesteron, serta testosteron. Perubahan fisik

diantaranya adalah:

a. Percepatan berat badan dan tinggi badan

Selama satu tahun pertumbuhan, tinggi badan laki-laki dan perempuan

meningkat 3,5-4,1 inci (steinberg, 2007), berat badan juga meningkat karena

ada perubahan otot pada laki-laki dan penambahan lemak pada perempuan.

b. Perkembangan karakteristik seks sekunder

Selama masa pubertas terjadi perubahan kadar hormonal yang mempengaruhi

karakteristik seks sckunder, seperti hormon androgen pada laki-laki dan

estrogen pada perempuan. Karakteristik sekunder pada perempuan meliputi

pertembuhan bulu rambut pada pubis, pertumbuhan rambut di ketiak, serta

menstruasi pertama, sedangkan pada remaja laki- laki terjadi pertumbuhan

penis, pembesaran skrotum, perubahan suara, pertumbuhan kumis dan

jenggot, meningkatkan prosukdi minyak, meningkatkan timbunan lemak, dan

meningkatkan aktifitas kelenjar sehingga menimbulkan jerawat.

c. Perubahan bentuk tubuh


Pada laki-laki terjadi perubahan bentuk tubuh seperti bentuk dada yang

membesar dan membidang, serta jakun lebih menonjol. Sedangkan perubahan

bentuk tubuh pada perempuan seperti pinggul dan payudara yang membesar

serta keadaan puting susu yang lebih menjadi menonjol.

d. Perkembangan otak

Pada masa remaja awal hingga akhir, otak belum sepenuhnya berkembang

sempurna, sehingga pada masa ini kemampuan pengendalian emosi dan

mental masih belum stabil.

(2) Perkembangan kognitif

Menurut teori piaget, prinsip perkembangan kognitif terjadi melalui empat tahap,

keempat tahap tersebut selalu terjadi dalam urutan yang sama dan setiap apa yang

dibangun dipelajari dalam tahap sebelumnya. Tahap-tahapan tersebut adalah:

a. Tahap sensori motor Tahap sensori motor berlangsung dari kelahiran hingga

bayi berumur kira- kira dua tahun. Pada tahap ini, bayi mampu

mengorganisasi dan mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan dan tindakan

fisik. la mampu secara aktif menerima rangsangan terhadap alat inderanya,

dan secara aktif memeberikan respon terhadap rangsangan tersebut melalui

gerakan refleks. Pada akhir tahan ini, pola-pola sensorik dan motoriknya

semakin kompleks dan mulai mengadopsi suatu symbol dan primitif.

b. Tahap pra opearsional Tahap ini berlangsung ketika anak berumjur 2-7 tahun.

Pada fase ini terjadi pembentukan konsep yang stabil, penalaran mental,

egosentrisme, serta terbentuknya keyakinan terhadap hal yang magis.

c. Tahap operasional konkret


Terjadi ketika anak memasuki usiua sekolah (SD) sampai awal masa remaja.

Tahap ini dicinikan oleh tujuh jenis konservasi (angka, oanjang, cair, massa,

berat, volume dan area) intelegasi yang ditunjukkan secara logis dan

sistematis, serta manipulasi simbol-simbol yang terkait dengan benda.

d. Tahap operasional formal (remaja dan dewasa)

Pada tahap ini anak mulai berpikir abstrak dan hipotesis, artinya anak sudah

mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi. Disamping itu,

remaja juga sudah mampu berpikir secara sistematik, mampu memikirkan

semua kemungkinan untuk memecahkan masalah.

Kesimpulanya, individu dapat menjadi lebih baik dari pada fase anak- anak. Hal ini bisa

dilihat dari bagaimana mereka mengamati lingkungan sekitarnya atau bagaimana dia mengambil

keputusan.

Perkembangan kognitif berdasarkan tahap perkembangan remaja, diantaranya

1. Remaja awal

2. Remaja menengah

3. Remaja akhir

I.2.5 Perkembangan psikososial

Masa remaja juga merupakan masa transisi emosional, yang ditandai dengan

perubahan dalam melihat dirinya sendiri. Sebagai remaja dewasa, intelektual dan

kognitif juga mengalami perubahan, yaitu dengan merasa lebih dari yang lain,

cenderung bekerta lebih kompleks dan abstrak, serta lebih tertarik untuk memahami

kepribadian mereka sendiri dan berperilaku menurut cara mereka. Menurut Erikson,
(1956), perkembangan psikososial terdiri atas delapan tahap. Dari delapan tahap

tersebut, remaja melalui lima diantaranya. Lima tahapan yang dılalui remaja tersebut

adalah:

(1) Kepercayaan versus ketidak percayaan

(2) Otonomi versus rasa malu dan ragu

(3) Inisiatif versus rasa bersalah

(4) Rajin versus rendah diri

(5) dentitas versus kebingunan identitas

I.2.6 Karakteristik tumbuh kembang

(1) Kegelisahan

Sesuai dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai banyak idealisme.

Angan-pangan atau keinginan yang hendak diwujudkan dimasa depan. Namun,

sesungguhnya remaja belum banyak mempunyai kemampuan memadai untuk

mewujudkan semua itu, seringkali angan-angan dan keinginannya jauh lebih besar

dibandingkan dengan kemampuannya. Selain itu disatu pihak mereka ingin

mendapat pengalaman sebanyak-banyaknya untuk menambah pengetahuan, tetapi

dipihak lain mereka merasa belum mampu melakukan berbagai hal dengan baik

schingga tidak berani mengambil tindakan mencari pengalaman langsung dari

sumbernya. Tarik menarik antara angan-angan yang tinggi dengan

kemampuannya yang masih belum memadai mengakibatkan mereka diliput

perasaan gelisah.

(2) Pertentangan
Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi

psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih belum

mampu untuk mandiri. Oleh karena itu, pada umumnya remaja sering mengalami

kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dengan

orang tua. Pertentangan yang sering terjadi itu menimbulkan keinginan remaja

untuk melepaskan diri dari orang tua kemudian ditentangnya sendiri karena dalam

diri remaja tidak ada keinginan untuk memperoleh rasa aman. Akibatnya,

pertentangan yang sering terjadi akan menimbulkan kebingungan dalam diri

remaja itu sendiri maupun pada orang lain.

(3) Menghayal

Keinginan untuk menjelajah dan bertualang tidak semua tersalurkan. Biasanya

hambatannya dari segi keuangan atau biaya yang banyak, padahal kebanyakan

remaja hanya memperoleh uang dari pemberian orang tuanya. Akibatnya, mereka

lalu menghayal, mencari keputusan, bahkan menyalurkan hayalannya melalui

dunia fantasi. Hayalan remaja putra biasanya berkisar soal prestasi dan jenjang

karir, sedangkan remaja putri lebih berhayal romantika hidup. Hayalan ini tidak

selamanya bersifat negatif. Sebab hayalan ini kadang-kadang menghasilkan

sesuatu yang bersifat konstruktif, misalnya timbul ide-ide tertentu yang dapat

direalisasikan.

(4) Aktifitas kelompok

Berbagai keinginan para remaja seringkali tidak dapat terpenuhi karena

bermacam-macam kendala, dan yang sering terjadi adalah tidak tersedianya biaya.

Adanya bermacam-macam larangan dari orang tua seringkali melemahkan bahkan


mematahkan semangat para remaja.. Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar

dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk

melakukan kegiatan bersama. Mereka melakukan kegiatan secara kelompok

schingga berbagai kendala dapat diatasi bersama-sama.

(5) Keinginan mencoba segala sesuatu

Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi karena didorong oleh

rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin bertualang, menjelajah segala

sesuatu, dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya. Selain itu,

didorong juga oleh keinginan seperti orang dewasa menyebabkan remaja ingin

mencoba melakukan apa yang sering dilakukan oleh orang dewasa. Oleh karena

itu, yang amat penting bagi remaja adalah memberikan bimbingan agar rasa ingin

tahunya yang tinggi dapat terarah kepada kegiatan- kegiatan yang positif, kreatif,

dan produktif, misalnya ingin menjelajah alam sekitar untuk kepentingan

penyelidikan atau ekspedisi.

I.2.7 Jenis-jenis tugas perkembangan remaja

Menurut havighurst (hurlock, 1990), ada sejumlah tugas perkembangan remaja

yang harus diselesaikan dengan baik oleh remaja, yaitu sebagai berikut:

(1) Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya, baik pria

maupun wanita.

(2) Mencapai peran dan sosial pria dan wanita.

(3) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan secara efektif.

(4) Mencari kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya.

(5) Mencapai jaminan kebebasan ekonomis.


(6) Memilih dan menyiapkan lapangan kerja.

(7) Persiapan untuk memasuki kehidupan berkeluarga.

(8) Mengembangkan kemampuan intelektual dan konsep yang penting untuk

kompetensi kewarganegaraan.

(9) Mencapai dan mengharapkan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab.

(10) Memperoleh suatu himpunan nilai-nilai dan sistem dan sistem etika

sebagai pedoman tingkah laku.

I.3 Konsep Dasar Pengetahuan

I.3.1 Definisi

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu sescorang terhadap

objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).

Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan

tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan perepsi terhadap objek.

Sebagai besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengar (telinga),

dan indra penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010).

Menurut notoatmodjo dalam buku tori&pengukuran pengetahuan,sikap dan

perilaku manusia mendefinisikan bahwa pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini

terjadi setelah orang mengadakan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.

Pengindraan terhadap obyek tertentu melalui paca indra manusia

yaknipenglihatan,pendengaran,penciuman rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu

pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga(Wawan & Dewi, 2011).


I.3.2 Tingkat Pengetahuan

Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan yang dicakup dalam bidang

atau ranah kognitif mempunyai enam tingkatan bergerak dari yang sederhana sampai

pada yang kompleks yaitu:

1. Tahu (Know)

Mengetahui berdasarkan mengingat kepada bahan yang sudah dipelajari

sebelumnya. Mengetahui dapat menyangkut bahan yang luas atau sempit seperti

fakta (sempit) dan teori (luas). Namun, apa yang diketahui hanya sekedar informasi

yang dapat disingkat saja. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat yang paling

rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui, dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Aplication)

Penerapan adalah kemampuan menggunakan suatu ilmu yang sudah dipelajari ke

dalam situasi baru seperti menerapkan suatu metode, konsep, prinsip atau teori.

4. Analisa (Analysis)

Analisa adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi tersebut dan

masih ada kaitan suatu sama lainnya.

5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-

bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, misalnya dapat menyusun,

merencanakan, meringkas.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkenaan dengan kemampuan menggunakan pengetahuan untuk

membuat penelitian terhadap suatu berdasarkan maksud atau kriteria tertentu.

I.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

1. Faktor internal.

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan

orang lain untuk mencapai cita-cita tertentu untuk mencapai keselamatan dan

kebahagian. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal

yang menunjukan kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup

seseorang. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoadmojo (2003) pendidikan

dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga prilaku seseorang akan pola hidup

terutama dalam memotivasi hidup mereka. ( Nursalam, 2003 ) pada umumnya

makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.

b. Pekerjaan.

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam ( 2003 ), pekerjaan adalah

keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan

kehidupan keluarga. Sedangkan bekerja pada umunya merupakan kegiatan

menyita waktu. Bagi ibu-ibu akan mempengaruhi terhadap kehidupan keluarga.

c. Umur.
Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam ( 2003 ), usia adalah umur yang

terhitung sejak dia dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok

( 1998 ) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan

lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

1. Faktor eksternal.

a. Faktor lingkungan.

Menurut Ann Marinir yang dikutip dari Nurslam, lingkungan merupakan

seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat

mempengaruhi perkembangan dan prilaku orang atau kelompok.

b. Sosial budaya.

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi sikap

dalam menerima informasi. (Wawan & Dewi, 2011)

I.3.4 Kriteria tingkat pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau kuisoner yang

menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau

responden (Notoatmodjo S. , 2012) Menurut Wawan&Dewi (2010) tingkat

pengetahuan ada tiga yaitu:

Sp
Kriteria untuk menilai dari tingkatan pengetahuan menggunakan nilai: x100%
Sm

Sp: Skor yang didapat

Sm= Skor tertinggi maksimum

1. Tingkat pengetahuan Baik bila jumlah jawaban benar 76%-100%.


2. Tingkat pengetahuan Cukup bila jumlah jawaban benar 56%-75%.

3. Tingkat pengetahuan Kurang bila jumlah jawaban benar <56%.

I.4 Konsep Pendidikan Kesehatan (Health Education)

2.4.1 Definisi

Pendidikan kesehatan adalah komponen program kesehatan dan kedokteran yang

terdiri atas upaya terancang untuk mengubah perilaku individu, kelompok maupun

masyarakat yang merupakan perubahan cara berfikir, bersikap dan berbuat dengan

tujuan membantu pengobatan renovilitas, pencegahan penyakit, promosi hidup sehat.

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga

mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini

tersirat unsur-unsur pendidikan yakni:

1. Input adalah sarana pendidikan.

2. Proses (Upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain).

3. Output (melakukan apa yang diharapkan atau perilaku)

Sedangkan pendidikan keschatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan di

dalam bidang kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Pendidikan kesehatan (Health

echucation) adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam

memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk mencapai derajat

kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, maka masyarakat harus

mampu mengenal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu

mengubah atau mengatasi lingkungannya (Effendy, 2008).


2.4.2 Sasaran Pendidikan Kesehatan (Health Education)

Menurut Notoatmodjo (2007) Berdasarkan pentahapan upaya promosi kesehatan

ini, maka sasaran bagi dalam 3 (tiga) kelompok sasaran antara lain.

1. Sasaran Primer (Primary Target)

Sesuai dengan permasalahan kesehatan, maka sasaran ini dapat dikelompokan

menjadi, kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu hamil dan

menyusui untuk masalah KIA (kesehatan ibu dan anak- anak), anak sekolah untuk

kesehatan remaja, dan sebagainya.

2. Sasaran Sekunder (Secondary Turget)

Para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan sebagainya.

3. Sasaran Tersier (Tertiary Target)

Para pembuat keputusan atau penentu kebijakan baik di tingkat pusat, maupun

daerah adalah sasaran tersier pendidikan kesehatan.

2.4.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Kesehatan (Health Education)

Menurut Notoatmodjo (2007) faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan

Keschatan meliputi:

1. Faktor predisposisi

Yang termasuk kedalam faktor predisposisi meliputi tradisi, kepercayaan

masyarakat, dan sebagainya, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan

kesehatan. Bentuk pendidikan ini antara lain : pendidikan keschatan, pameran

kesehatan, iklan-iklan layanan kesehatan, spanduk, billboard, dan sebagainya.

2. Faktor "enabling" (Faktor pemungkin)


Karena faktor-faktor pemungkin (enabling) ini berupa fasilitas atau sarana

dan prasarana kesehatan, maka bentuk pendidikan kesehatannya adalah

memberdayakan masyarakat agar mereka mampu mengadakan sarana dan

prasarana keschatan bagi mereka. Bentuk pendidikan yang sesuai dengan prinsip

ini antara lain : Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat (PPM), upaya

peningkatan pendapatan keluarga (income generating), bimbingan koperas, dan

sebagainya, yang memungkinkan tersedianya polindes, pos obat desa, dana schat,

dan sebagainya.

3. Faktor-faktor "reenforcing" (Faktor penguat)

Karena faktor ini menyangkut sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma)

dan tokoh agama (toka), serta petugas termasuk petugas kesehatan, maka

pendidikan kesehatan yang paling tepat adalah dalam bentuk pelatihan-pelatihan

bagi toga, toma, dan petugas kesehatan sendiri.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pendidikan kesehatan dapat

mencapai sasaran (Saragih, 2010) yaitu :

1. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap

informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi

tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima informasi yang

didapatnya.

2. Tingkat Sosial Ekonomi

Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula

dalam menerima informasi baru.


3. Adat Istiadat

Masyarakat kita masıh sangat menghargai dan menganggap adat istiadat

sebagai sesuatu yang tidak boleh diabaikan.

4. Kepercayaan Masyarakat

Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh

orang- orang yang sudah mereka kenal, karena sudah ada kepercayaan

masyarakat dengan penyampai informasi.

5. Ketersediaan waktu di masyarakat

Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas

masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan.

2.4.4 Ruang lingkup pendidikan kesehatan (Health education)

Menurut Notoatmodjo (2007) cakupan pendidikan kesehatan, baik sebagai ilmu

maupun seni sangat luas yang meliputi :

1. Pendidikan kesehatan pada aspek promotif

Sasaran pendidikan atau promosi kesehatan pada aspek promotif adalah

kelompok orang sehat.

2. Pendidikan kesehatan pada aspek pencegahan dan penyembuhan

a. Pencegahan tingkat pertama (primary prevention)

Sasaran promosi/pendidikan kesehatan pada aspek ini adalah kelompok

masyarakat yang berisiko tinggi (high risk).

b. Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)


Sasaran promosi kesehatan pada aspek ini adalah para penderita penyakit

kronis, misalnya : asma, diabetes melitus, tuberkolusis, rematik, tekanan darah

tinggi, dan sebagainya

c. Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) Sasaran promosi kesehatan

pada aspek ini adalah kelompok pasien yang baru sembuh (recovery) dari

suatu penyakit.

2.4.5 Ruang lingkup promosi pendidikan kesehatan (Health education) berdasarkan

tatanan pelaksanaan

1. Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga)

2. Pendidikan kesehatan pada tatanan sekolah

3. Pendidikan kesehatan di tempat kerja

4. Pendidikan di tempat-tempat umum

5. Fasilitas pelayanan kesehatan

2.4.6 Ruang lingkup berdasarkan tingkat pelayanan

1. Promosi kesehatan (health promotion)

2. Perlindungan khusus (specifik pretection)

3. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment)

4. Pembatasan cacat (disability limitation)

5. Rehabilitas (rehabilitation)

2.4.7 Alat bantu dan media pendidikan kesehatan

1. Alat bantu (Peraga)


Yang dimaksud alat bantu pendidikan adalah alat-alat yang digunakan

oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan pengajaran. Alat bantu ini

lebih sering disebut alat peraga, karena berfungsi untuk membantu dan meragakan

sesuatu dalam proses pendidikan pengajaran (Notoatmodjo, 2007).

Faedah alat bantu pendidikan. Secara terperinci faedah alat peraga antara lain

(Notoatmodjo, 2007) :

a. Menimbulkan minat sasaran pendidikan.

b. Mencapai sasaran yang lebih banyak.

c. Membantu mengatasi hambatan bahasa.

d. Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan.

e. Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan tepat.

f. Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima

kepada orang lain.

g. Mempermudah penyampaian bahan pendidikan'iformasi oleh para

pendidik/pelaku pendidikan.

h. Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan. Seperti

diuaraikan di atas bahwa pengetahuan yang ada pada seseorang diterima

melalui indra. Menurut penelitian para ahli indra, yang paling banyak

menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurarng lebih 75%

sampai 87% dari pengetahuan manusia diperoleh/disalurkan melalui mata.

Sedangkan 13% sampai 25% lainya tersalur melalui indra yang lain. Dari sini

dapat disimpulakn bahwa alat-alat visual lebih mempermudah cara

penyampaian dan penerimaan infomasi atau bahan pendidikan.


i. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami,

dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik. Orang yang melihat

sesuatu yang memang diperlukan akan menimbulkan perhatianya. Dan apa

yang dilihat dengan penuh perhatian akan memberikan pengertian baru

baginya, yang merupakan pendorong untuk melakukan memakai sesuatau

yang baru tersebut.

j. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh. Di dalam menerima

susuatu yang baru, manusia mempunyai kecenderungan untuk melupakan atau

lupa. Untuk mengatasi hal tersebut, AVA akan membantu menegakkan

pengetahuan-pengetahuan yang telah diterima oleh manusia, sehingga apa

yang diterima, akan lebih lama tinggal'disimpan di dalam ingatan.

2. Macam-macam alat bantu pendidikan

Pada garis besarnya, hanya ada dua macam alat bantu pendidikan (alat

peraga), yaitu (Notoatmodjo, 2007) :

a. Alat bantu lihat (Visual aids)

Alat ini berguna dalam membantu menstimulasi indra mata (penglihatan) pada

waktu terjadinya proses pendidikan. Alat ini ada 2 bentuk, yaitu :

1) Alat yang diproyeksikan, misalnya : Slide, film, film strip, dan sebagainya.

2) Alat-alat yang tidak diproyeksikan :

a) Dua dimensi : Gambar peta, bagan, dan scbagianya.

b) Tiga dimensi : Bola dunia, boneka dan sebaginya.

b. Alat bantu dengar (Audio aids)


Ialah alat yang dapat membantu menstimulasi indra pendengar, pada waktu

proses penyiapan bahan pendidikan/pengajaran. Misalnya : piringan hitam,

radio, pita suara, dan sebagianya.

c. Alat bantu lihat dengar (Audio visual aids)

Seperti televisi dan video cassette, ulat pendidikan ini lebih dikenal dengan

AVA (Audio Visual Akds).

Disamping pembagian tersebut, alat peraga juga dapat dibedakan menjadi 2 macam

menurut pembuatanya dan penggunaanya, yaitu :

1. Alat peraga yang Complicated (rumit), seperti film, film stripe slide, dan sebaginya

yang memerlukan listrik dan proyektor.

2. Alat peraga yang sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan bahan- bahan setempat

yang mudah diperoleh serperti : bambu, karton, kaleng bekas, kertas koran, dan

sebaginya. Berberapa contoh alat peraga yang sederhana yang dapat dipergunakan di

berbagai tempat, misalnya :

a. Di rumah tangga seperti : Leaflet, model buku bergambar, benda-benda yang nyata

seperti buah-buahan, sayur-sayuran dan sebaginya.

b. Di kantor-kantor dan sekolah-sekolah, seperti papan tulis, flipchart, poster, leaflet,

buku cerita dan bergambar, kotak gambar gulung, boneka, dan sebaginya.

c. Di masyarakat umum : misalnya poster, spanduk leaflet, flanel graph, boneka

wayang, dan sebagainya. Ciri - ciri alat peraga kesehatan yang sederhana antara lain :

1) Mudah dibuat.

2) Bahan-bahanya dapat diperoleh dari bahan-bahan lokal.

3) Mencerminkan kebiasaan, kechidupan dan kepercayaan setempat.


4) Ditulis (digambar) dengan sederhana.

5) Bahasa setempat dan mudah dimengerti oleh masyarakat.

6) Memenuhi kebutuhan-kebutuhan petugas kesehatan dan masyarakat.

2.4.8 Sasaran yang dicapai alat bantu pendidikan

Menggunakan alat peraga harus didasari pengetahuan tentang sasaran pendidikan

yang akan dicapai alat peraga tersebut (Notoatmodjo, 2007).

1. Individu atau kelompok.

2. Kategori-kategori sasaran seperti: Kelompok umur, pendidikan, perkerjaan, dan

sebagainya.

3. Bahasa yang mereka gunakan.

4. Adat istiadat serta kebiasaan

5. Minat dan perhatian

6. Pengetahuan dan pengalaman mereka tentang pesan yang akan diterima.

Anda mungkin juga menyukai