Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah antropologi kesehatan yang diampu
oleh:
PROGAM D3 KEPERAWATAN
2022/2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmatnya-lah
Makalah ini kami harapkan bisa menjadi refrensi bagi mahasiswa lain untuk belajar
tentang “tradisi blood taboo suku papua”. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
tenaga untuk mencurahkan segala tenaga dan pikiran dan kemampuan yang kami
miliki.Tapi tetap saja makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan
baik dari segi bahasa, pengolahan, maupun dalam penyusunannya.Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan kritik yang sifatnya membangun demi tercapai suatu
Atas bantuan pembaca yang telah memberikan kritik dan saran, kami mengucapkan
2
DAFTAR ISI
Kata pengantar............................................................................................................................2
Daftar isi.....................................................................................................................................3
Bab I Pendahuluan......................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan masalah.............................................................................................................6
1.3 Tujuan masalah.................................................................................................................7
Bab II Pembahasan.....................................................................................................................8
2.1 Kesehatan penduduk papua..............................................................................................8
2.2 Kasus ibu melahirkan di pendalaman papua.................................................................. 10
2.3 Tradisi blood taboo ........................................................................................................11
2.4 Kebijakan yang relevan dan menangani kasus ini .........................................................13
2.5 Peran pekerja sosial .......................................................................................................14
Bab III Penutup........................................................................................................................ 15
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................15
Daftar Pustaka......................................................................................................................16
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memiliki topografi yang bervariasi seperti dataran tinggi yang masih dipadati
hutan hujan tropis, dataran rendah berawa, padang rumput, lembah, danau, dan lautyang
bersih membuat Papua menjadi salah satu tempat terindah di Indonesia. Namun,tak
dan masih lekatnya adat istiadat dan kepercayaan masyarakat, membuat bidang kesehatan
AKI atau Angka Kematian Ibu di Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia
Tenggara. Tingginya AKI di Indonesia yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup
(SDKI1994) tertinggi di ASEN. Salah satunya angka kematian ibu yang terjadi di Papua
dalam masa pra persalinan, saat proses persalinan, atau pun setelah persalinan masih
menjadi isu permasalahan yang penanganannya masih terus dilakukan. Adanya tema
budaya yang mempengaruhinya pun tidak luput menjadi perhatian dalam proses
penanganannya, khususnya pada daerah-daerah pedalaman Papua yang sulit dijamah oleh
petugas dan tenaga kerja di bidang kesehatan. Data Rumah Sakit Umum Daerah(RSUD)
Wamena dilansir dari web site tabloidjubi.com tentang tingkat angka kematian ibu hamil
dan bayi yang baru lahir di Papua sejak tahun 2015 hingga 2016 terus mengalami
persalinan sebanyak 1.888 orang dan tujuh orang meninggal. Kemudian pada 2016,
4
sebanyak 2.009 orang yang melakukan persalinan dan enam orang ibu hamil
2016 lalu, dari total 2.009 jiwa, hanya 293 bayi yang hidup.
Dokter spesialis kandungan RSUD Wamena, Dr. Charles C. Ratulangi, Sp.Og
mengatakan, angka kematian ibu dalam persalinan masih tinggi hingga tahun 2016.
kekurangan gizi bagi ibu hamil. Menurutnya, untuk kematian yang diakibatkan karena
infeksi biasanya pasien datang terlambat atau tidak pernah melakukan pemeriksaan rutin.
Dari web site yang sama di dapat pula tambahan berita tahun 2015, menurut Sekretaris
Dinas Kesehatan Provinsi Papua Silwanus Sumule mengatakan kematian ibu tinggi
Kesehatan RI pada tahun 2014 menunjukkan angka 42,76 persen. Angka ini
menjadi terendah dari semua Provinsi di Indonesia Timur, sementara angka nasional
Selanjutnya, dilansir dari artikel berita tahun 2008 web site Kompas.com, Sri
Hermiyanti Yunizarman juga menyatakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
terjadinya kematian ibu maupun bayi di Papua adalah rendahnya akses pelayanan
kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas, utamanya terkait dengan tiga pesan
kunci Making Pregnancy Safer, yaitu setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih. Hal tersebut masih menjadi permasalahan di Papua seperti yang diinformasi
kandari artikel berita harian umum Metro Meraukeu tahun 2017, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi Papua, Aloysius Giyai, menyatakan Papua masih membutuhkan sekira 36.000
sudah ada di Papua sekitar 12.000 orang, namun masih kurang 36.000 tenaga kesehatan
5
lagi yang masih dibutuhkan. Tenaga kesehatan yang dibutuhkan terdiri dari dokter
spesialis, dokter umum, dokter gigi hingga tenaga perawat, bidan, analis dan tenaga
kesehatan lainnya. Khususnya bidan dalam menangani kasus kematian ibu melahirkan
akibat persalinan dan kondisi kesehatannya. Aloysius Giyai juga menyebutkan bahwa
faktanya banyak daerah di Papua yang belum terjamah pelayanan kesehatan yakni yang
di balik-balik gunung, di kepulauan, di pesisir pantai, di sekitar sungai, sehingga terpuruk
kondisi kesehatannya. Oleh karena itu, perlu penambahan tenaga kesehatan dalam jumlah
Dalam salah satu jurnal, Mc Carthy and Maine menyatakan bahwa konsep yang
melatar belakangi kematian ibu tersebut adalah: pertama, status kesehatan ibu hamil itu
sendiri; kedua akses ke pelayanan kesehatan; dan ketiga perilaku ibu dalam memelihara
Tema budaya menjadi salah satu faktor yang ternyata mempengaruhi kematian ibu di
Papua. Oleh karena itu, dalam laporan ini penulis ingin membahas kematian ibu di Papua
yang tinggi. Salah satu budaya dalam persalinan para ibu Papua yang menjadi perhatian
6
1.3 Tujuan
7
BAB II
Pembahasana
tradisional. Namun disinilah semakin pentingnya kehadiran pemerintah terutama
diPapua ini antara lain mencakup empat hal, yakni kesehatan ibu dan anak dan gizi
dr.Watofa, Sp.R., bahwa berdasarkan hasil riset kesehatan nasional dan daerah yang
dilakukan pada tahun 2013, angka kematian ibu dan anak di Papua dan Papua Barat
satu contoh kasus, menunjukkan bahwa resiko malaria, seringkali infeksinya telah
dimulai saat lahir dan tanpa disengaja, dan menjadi faktor mortalitas (angka
Sementara itu, pada laporan yang lain, mengutip pernyataan Dirjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan,
Papua,Papua barat, Maluku dan Nusa Tenggara Timur, masih terbilang tinggi
dananak balita, menjadi ancaman serius. AKI di Papua 362 per 100.000 kelahiran
hidup, diatas angka nasional 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi
diPapua pun tertinggi di Indonesia, 41 per 1.000 kelahiran hidup, jauh lebih tinggi da
Dalam salah satu artikel, kematian Ibu didefinisikan sebagai kematian
perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak
terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan, yakni kematian yang
lain seperti kecelakaan atau kasus insidentil. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan
AKI yang tinggi menggambarkan besarnya risiko yang dihadapi ibu hamil dalam
sehingga AKI dan AKB (angka kematian bayi) saling berkaitan. Kondisi kesehatan
ibu sangat mempengaruhi proses kehamilan dan persalinan, pada akhirnya
Berdasarkan data yang dilansir oleh Ditjen Bina Gizi dan KIA (2013)
menunjukan bahwa cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan yang
Tenggara Timur (74,08%)
oleh Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2014, tiga provinsi dengan cakupan
9
tertinggi yaitu DI Yogyakarta (99,96%), Jawa Tengah (99,17%), dan Bali (97,66%).
Sedangkan tiga provinsi dengan cakupan terendah yaitu Papua Barat (44,73%),
Berdasarkan kedua data tersebut dapat terlihat jelas bahwa Papua masih
dari pada mereka yang lahir dari ibu yang lebih berpendidikan. Selama kurun waktu
adalah 73 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi pada anak-
masih terbatas karena terbiasa menggunakan layanan kesehatan secara tradisional.
Namun disinilah semakin pentingnya kehadiran pemerintah terutama untuk melayani
kesehatan pada daerah-daerah terpencil. Pemerintah menyediakan fasilitas kesehatan
menjadi ancaman serius. AKI di Papua 362 per 100.000 kelahiran hidup, diatas
angka nasional 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi di Papua pun
10
tertinggi di Indonesia, 41 per 1.000 kelahiran hidup, jauh lebih tinggi dari pada
darah yang dikeluarkan perempuan pada saat menstruasi atau saat melahirkan
(persalinan) adalah darah yang membawa sial masih terjadi di berbagai wilayah
Papua, misalnya seperti yang terjadi di Suku Burate & suku rawa-rawa lainnya di
jawab Balai KesehatanTerpadu Ibu dan Anak Mimika, dr. Tjondro Indarto yang juga
seperti Timika dan kota lainnya di Papua. Tentunya tradisi ini dapat dinilai kurang
menghargai ibu dan kesehatannya. Beliau juga mengatakan bahwa aktivitas seperti
makan, memasak, kebelakang, dan tidur selama kurang-lebih 2-3 minggu dalam
pantai. Semua itu hingga masa persalinan tiba, dilewati sendiri oleh sang ibu di
Tradisi ini secara lebih lanjut juga dijelaskan dalam jurnal tentang Tema
tahun 2007, dijelaskan bahwa penduduk mempercayai darah dan kotoran persalinan
dapat menimbulkan penyakit yang mengerikan bagi laki-laki dan anak-anak, karena
berada di luar radius 500 meter dari perkampungan. Di desa pemukiman baru ini
meskipun mereka sudah tinggal selama lebih dari 10 tahun, masih tetap ada akar
dari tempat ibu-ibu melakukan persalinan di rumah bisa; di dalam kamar mandi,
hutan (bivak). Ini menunjukkan bahwa meskipun sudah tinggal di pemukiman baru,
para ibu tetap tidak berani melanggar tradisi dengan mengurung diri di bagian
belakang rumah, sementara suami dan anak-anak menunggu di ruang depan rumah.
kesehatannya,saat perempuan yang berjuang untuk tugas reproduksi yang berbahaya
tidak mendapat perhatian dari suaminya. Cara penanganan persalinan juga sering ber
toilet, pemotongan dan pengikatan tali pusat dengan tali rafia atau akar pohon.
Berdasarkan pembahasan di atas, tradisi tersebut sangat berbahaya untuk
keselamatan ibu dan anak, selain lingkungan tempat persalinan yang tidak sehat dan
tidak dibantu dengan penanganan persalinan yang tepat, tidaklah diragukan kematian
ibu Papua dalam persalinan dapat terjadi. Kesadaran dan pendidikan terhadap
sehingga laki-laki tidak harus ikut campur dan kebebasan perempuan untuk memilih
Berbagai penanganan sudah dilakukan, namun masih belum efektif untuk me
ngatasi kematian ibu akibat kelalaian penanganan persalinan ini. Program pembangu
12
nan penyediaan fasilitas rumah sakit, puskesmas, pemenuhan kebutuhan dokter dan
bidan, dan lain sebagainya pun masih berupaya dilakukan untuk daerah-daerah yang
sulit dijangkau.
Pemerintah Papua sendiri telah mengeluarkan suatu kebijakan untuk
Mengacu pada Indonesia Sehat 2010, telah dilakukan strategi Making Pregnancy
Saver (MDS) dengan tujuan untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB.
klinisdan sistem kesehatan serta penekanan pada kemitraan antar institusi
penyediaan pelayanan yang memadai dan berkelanjutan dengan penekanan pada
melalui kerja sama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya. Ketiga,
mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan
laki-laki maupun perempuan perlu terus ditekankan dan dipromosikan pada semua
level.
Dirintis oleh kantor Menperta pada tahun 1996. Ruang lingkupnya meliputi advokasi
dan mobilisasi social. Dalam pelaksanaannya, GSIP mempromosikankegiatan yang
13
berkaitan dengan Kecamatan Sayang Ibu dan Rumah Sakit Sayang Ibu untuk
1. Keterlambatan di tingkat keluarga dalam mengenali tanda bahaya dan membuat
dibutuhkan.
Seorang pekerja sosial dalam menyikapi kasus seperti ini sangat perlumengg
unakan metode pendekatan Indigenous In Social Service karena berhubungandengan
budaya lokal masyarakat. Oleh karena itu, banyak tradisi adat setempat yang perlu
keberagaman budaya unik yang tidak biasa dari leluhurnya khususnya dalam kasus
persalinan para ibu di suku pedalaman Papua. Beberapa penanganan yang sesuai
khususnya para dukun untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan medis yang
Karena seperti yang kita tahu bahwa dukun anak dari daerah asal mereka lebih
waktu kerja mereka untuk bercocok tanam dan lain sebagainya. Selain itu,membutuh
kan biaya yang tidak sedikit untuk menjangkaunya. Oleh karena itu banyak bidan
ataupun dokter yang datang secara khusus bertugas untuk mengunjungi rumah-
rumah penduduk.
14
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Sebagaimana tercantum pada pertimbangan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan “Kesehatan adalah hak asasi manusia dan salah satu unsure
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita bangsa Indonesia”, serta
manusia untuk dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dalam Undang-
59 (3), dinyatakan pula bahwa setiap penduduk Papua memiliki hak untuk
oleh kita semua. Penetapan kebijakan oleh pemerintah menunjukkan bagaimana
kecenderungan yang berarti.Dari kasus dan penjelasan mengenai angka kematian ibu
dan bayi di Papua,dapat kita ketahui bahwa masyarakat Papua terutama di daerah
pemerintah Papua.
15
Selain itu, perlu adanya suatu perencanaan lebihlanjut dari bidang kesehatan seperti
penambahan Sumber Daya Manusia dan penempatan posko-posko di berbagai wilayah
Daftar Pustaka
Retrieved fromhttps://www.cnnindonesia.com/nasional/20151129164221-20-
94742/sulitnya-memberi- pelayanan-kesehatan-di-papua
fromhttp://halamanpapua.org/umum/pengantar/meninjau-masalah-kesehatan-di-
papua/
fromhttps://nasional.kompas.com/read/2012/11/12/08473097/Serius..Kematian.Ibu.d
an.Anak.di.Indonesia
http://www.aldp-papua.com/pembangunan-kesehatan-di-papua-untuk-siapa/
http://www.neraca.co.id/article/96188/masalah-kesehatan-papua-tanggungjawab-
bersama
Mimika.Retrieved fromhttps://media.neliti.com/media/publications/67012-ID-tema-
budaya-yang-melatarbelakangi- perila.pdf
16
Indarto, Tjodro. 2013.Tradisi Blood Taboo Persalinan Masih Berlaku Di
persalinan-masih-berlaku-di-papua/
di Provinsi Papua.Retrieved fromhttp://tabloidjubi.com/16/2015/09/11/tinggikah-
angka-kematian-ibu-dan-anak-di-provinsi-papua/
81/tinggi.kematian.ibu.melahirkan.dan.bayi.di.papua
Lantipo, Yuliana. 2017.Tingkat Kematian Ibu Hamil dan Bayi di RSUD Wa
mena Meningkat .Retrieved fromhttp://tabloidjubi.com/m/artikel-7104-tingkat-
kematian-ibu-hamil-dan-bayi-di-rsud-wamena-meningkat.html
Abubar, Musa. 2017.Papua Butuh 36.000 Tenaga Kesehatan. Retrieved from
https://metromerauke.com/2017/07/07/papua-butuh-36-000-tenaga kesehatan/
.Retrievedfromhttps://www.academia.edu/31172063/
KAJIAN_PERMASALAHAN_KESEHATAN_IBU_DI_ PAPUA
_Kesehatan_REV.pdf
Fernando, Leo. 2011.Proposal Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu.
Retrieved fromhttps://www.scribd.com/doc/54600788/Proposal-Upaya-
Menurunkan-Angka-Kematian-Ibu
17
Madolan, Amrin. 2016.Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga
https://www.mitrakesmas.com/2016/03/cakupan- pertolongan-persalinan-oleh.html
[PDF] Laporan Tahunan Indonesia 2014. Retrieved from web site UNICEF
Indonesia:https://www.unicef.org/indonesia/id/UnicefAnnualReport2014_FINALPR
EVIEW_INDONESIA.pdf
18