Disususn untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas yang di ampu oleh:
Marwiati.S.Kep.,Ns.,M.Kep
Disusun oleh:
2022
BAB 1 ANATOMI FISIOLOGI
2. Mekanisme Kontraksi
A. DEFINISI
Abortus (keguguran) merupakan pengeluaran hasil konsepei sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan yang menurut para ahli sebelum usia 16 minggu
dan 28 minggu dan memiliki BB 400-1000 gram, tetapi jika terdapat fetus
hidup dibawah 400 gram itu diamggap keajaiban karena semakin tinggi BB
anak waktu lahir makin besar kemungkinan untuk dapat hidup terus (Sofian
dalam Nurarif dan Kusuma, 2015)
Definisi abortus menurut WHO adalah penghentian kehamilan sebelum
janin berusia 20 minggu karena secara medis janin tidak bisa bertahan di luar
kandungan. Sebaliknya bila penghentian kehamilan dilakukan saat janin sudah
berusia berusia di atas 20 minggu maka hal tersebut adalah infanticide atau
pembunuhan janin.
B. KLASIFIKASI
Menurut Mitayani, 2013 Berdasarkan kejaadiannya dapat dibagi atas dua
kelompok
1. Aborsi spontan
Terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor meknis ataupun medisnalis,
semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
Klasifikasi abortus spontan
a. Abortus iminens
Pada abortus ini terlihat perdarahan per vaginam. Pada 50% kasus,
perdarahan tersebut hanya sedikit berhenti setelah berlangsung
beberapa hari, dan kehamilan berlangsung secara normal. Meskipun
demikian, wanita yang mengalaminya mungkin tetap merasa khawatir
akan akibat perdarahan pada bayi. Biasanya kekhawatirannya akan
dapat diatasi dengan menjelaskan kalau janin mengalami gangguan,
maka kehamilannya tidak akan berlanjut: upaya perawatn untuk
meminta dokter membantu menenteramkan kekhawatiran pasien
merupakan tindakan yang bijaksana. Terapi yang dianjurkan pada
abortus iminens adalah tirah baring dan penggunaan sedatif selama
paling sedikit 48 jamdengan observasi cermat terhadap warna dan
jenis drah/jaringan yang keluar dari dalam vagina. Preparat enema dan
laksatif idak boleh diberikan. Pemeriksaan USG terhadap isi uterus
dikerjakan pada stadium ini. dan kemudian bisa diulangi lagi 2 minggu
kemudian. Pasangan suami-istri dianjurkan untuk tidak senggama
selama periode ini.
b. Abortus insipiens
Abortus ini ditandai oleh kehilangan darah sedang hingga
berat,kontraksi uterus yang menyebabkan nyeri kram pada abdomen
bagian bawah dan dilatasi serviks.
Jika abortus tidak terjadi dalam waktu 24 jam, uterus harus
dikosongkan dengan menggunakan forseps ovum, alat kuret dan
kanula pengisap; semua bahan yang dikirim untuk pemeriksaan
histologi. Antibiotik sering diberikan pada stadium ini
c. Abortus kompletus
Abortus ini terjadi kalau semua produk oembuahan seperti janin,
selaput ketuban dan plasenta sudah keluar. Perdarahan dan rasa nyeri
kemudian akan berhenti, serviks menutup dan uterus mengalami
involusi.
d. Abortus inkompletus
Abortus ini berkaitan dengan retensi sebagian produk pembuahan
(hampir selalu plasenta) yang tidak begitu mudah terlepas pada
kehamilan dini seperti halnya pada kehamilan aterm. Dalam keadaan
ini, perdarahan tidak segera berkurang sementara serviks tetap terbuka.
e. Missed abortion
g. Abortus habitualis
h. Abortus septik
C. ETIOLOGI
1. Abnormalitas embrio atau janin merupakan penyebab paling sering untuk
abortus dini dan kejadian ini kerapkali disebabkan oleh cacat kromosom
2. Abnormalitas uterus yang mengakibatkan kelainan kavum uteri atau
halangan terhadap pertumbuhan dan pembesaran uterus, misalnya fibroid,
malformasi kongenital, prolapsus atau retroversio uteri
3. Kerusakan pada serviks skibat robekan yang dalam pada saat melahirkan
atau akobat tindakan pembedahan (dilatasi, amputasi)
4. Penyakit-penyakit maternal dan penggunaan obat: penyakit mencakup
infeksi virus akut, panas tinggi, dan inokulasi, misalnya pada vaksinasi
terhadap penyakit cacar. Nefritis kronis dan gagal jantung dapat
mengakibatkan anoksia janin. Kesalahan pada metabolisme asam folat
yang diperlukan untuk perkembangan janin akan mengakibatkan kematian
janin. Obat-obat tertentu, khususnya preparat sitotoksik, akan mengganggu
proses normal pembelahan sel yang cepat. Prostaglandin akan
menyebabkan aortus dengan merangsang kontraksi uterus.
5. Trauma, tapi biasanya jika terjadi langsung pada kavum uteri. Hubungan
seksual, khususnya kalau terjadi orgasme, dapat menyebabkan abortus
pada wanita dengan menyebabkan abortus pada wanita dengan riwayat
keguguran berkali-kali
6. Faktor-faktor hormonal, misalnya penurunan sekresi progedteron
diperkirakan sebagai penyebab terjadinya abortus pada usia kehamilan 10-
12 minggu, yaitu pada saat plasenta mengambil alih fungsi korpus luteum
dalam produksi hormon.
7. Sebab-sebab psikomatik: stres dan emosi yang kuat diketahhui dapat
mempengaruhi fungsii uterus lewat sistem hipotalamus-hipofise. Banyak
dokter obstetri yang melaporkan kasus-kasus abortus spontan dengan
riwayat stres, dan biasanya mereka juga menyebutkan kehamilan yang
berhasil baik (pada wanita dengan riwayat stres berat) setelah kecemasan
dihilangkan.
D. MANIFESTASI KLINIS
Seorang wanita diduga mengalami abortus apabila dalam masa reproduksi
mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid yang
terlambat, juga sering terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri pada perut bagian
bawah (Mitayani,2013:23).
Setelah dilakukan pemeriksaan ginekologi di dapatkan tanda-tanda
sebagai berikut
1. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva
2. Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah
teertutup, ada/tidak jaringan yang keluar dari ostium, ada/tidak jaringan
yang berbau busuk dari ostium
3. Colok vagina : posio masih terbuka/sudah tertutup, teraba/tidak jaringan
pada uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak
nyeri saat porsio digoyangkan, tidak nyeri pada perabaan adneksia, kavum
douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3
minggu stelah kehamilan
2. Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
F. PATOFISIOLOGI
Pada awal abortus terjadi dalam desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan
yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam
uterus. Sehingga menyebabkan uterus berkonsentrasi untuk mengeluarkan
benda asing tersebut. Apabila pada kehamilan kurang dari 8 minggu, nilai
khorialis belum menembus desidua serta mendalam sehingga hasil konsempsi
dapat dikeluarkan seluruhnya. Apabila kehamilan 8 sampai 4 minggu villi
khorialis sudah menembus terlalu dalam sehingga plasenta tidak dapat
dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahdan daripada
plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta tidak lengkap. Peristiwa ini
menyerupai persalinan dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk,
adakalanya kantung amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil
tanpa bentuk yang jelas (missed aborted). Apabila mudigah yang mati tidak
dikelurakan dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan
darah. Ini uterus dinamakan mola krenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa
apabila pigmen darah telah diserap dalam sisinya terjadi organisasi, sehingga
semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose dalam hal
ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion
dan khorion
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
modifikasi janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh
sebab diserap. Ia menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih
lanjut ia menjadi tipis seperti kertas pigmenperkamen
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah
terjadinya maserasi, kulterklapas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar
karena terasa cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.
G. PATHWAY
H. KOMPLIKASI
Komplikasi abortus (Farrer, Hellen, 2009)
1. Perdarahan (Hemorrage)
2. Perforasi sering terjadi di waktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh
tenaga yang tidak ahli seperti dukun anak, dll
3. Infeksi dan tetanus
4. Payah ginjal akut
5. Syok karena perdarahan banyak dan infeksi berat (sepsis)
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Padila 2015, tindakan keperawatan mandiri dan kolaborasi pada
klien abortus yaitu istirahat tirah baring, menganjurkan ibu hamil untuk tidak
berhubungan seks dahulu selama 2 minggu , bersiihkan vulva minimal 2x
sehari dengan cairan antiseptik untuk mencegah infeksi, pemberian terapi
preabor, asam mefenamat dan asam folat, advis dokter yaitu dengan
pemberian progesteron.
BAB III RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Temukan data data yang dapat menunjang masalah keperawatan pasien dengan
anamneses, observasi dan pemeriksaan fisik.
a. Identitas
a) Identitas klien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, alamat, tanggal masuk
RS dan diagnose medis
b) Identitas penanggung jawab
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering muncul pada penderita abortus adalah menstruasi tidak
lancar dan adanya perdarahan pervaginaan berulang
c. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan Riwayat keluhan sampai pasien dating ke tempat pelayanan. Biasanya ibu
merasa menstruasinya tidak lancer adanya perdarahan pervaginaan diluar siklus
menstruasi
d. Riwayat penyakit dahulu
Terkait penyakit yang pernah diderita oleh pasien dan gangguan yang menjadi
pemicu munculnya abortus misalnya:
Riwayat abortus pada kehamilan sebelumnya
Riwayat hipertensi sebelumnya
Riwayat penyakit kronis lainnya seperti DM, ginjal, anemia dsb.
e. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan penyakit yang pernah diderita oleh keluarga
f. Riwayat perkawinan
Tanyakan status perkawinan, umur saat menikah pertama kali, berapa kali menikah
dan berapa usia pernikahan saat ini.
g. Riwayat obstetri
Mencakup luaran pada kehamilan sebelumnya ataupun komplikasi maternal dan fetal
seperti gestasional dll
h. Riwayat haid
Tanyakan usia menarche (siklus menstruasi pertama), siklus haid, lama haid, dan
HPHT(hari pertama hari terakhir) saat ini
i. Riwayat kehamilan
Kaji tentang Riwayat kehamilan lalu dan saat ini. Tanyakan Riwayat ANC
(perawatan prenatal), keluhan saat hamil
j. Pemeriksaan fisik (head to toe)
1) Kepala leher
• Kaji kebersihan dan distribusi kepala dan rambut
• Kaji expresi wajah klien (pucat, kesakitan)
• Tingkat kesadan pasien baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Kesadaran
kuantitatif diukur dengan GCS
• Amati warna sklera mata (ada tidaknya ikterik) dan konjungtiva mata
(anemis/ananemis)
• Amati dan periksa kebersihan hidung, ada tidaknya pernafasan cuping hidung,
deformitas tulang hidung
• Amati kondisi bibir (kelembaban, warna, dan kesimetrisan)
• Kaji ada tidaknya pembesaran kelenjar tifoid, bendungan vena jugularis
2) Thorak
• Paru
Hitung frekuensi pernafasan, inspeksi irama pernafasan, inspeksi
penggembangan kedua rongga dada simetris/tidak, auskultasi dan identifikaksi
suara nafas pasien
• Jantung dan sirkulasi darah
Raba kondisi akral hangat/dingin, hitung denyut nadi, identifikasi kecukupan
volume pengisian nadi, reguleritas denyut nadi, ukurlah tekanan darah pasien
berbaring/istirahat dan diluar his. Identifikasikan ictus cordis dan auskultasi
jantung, identifikasi bunyi jantung.
3) Payudara
Kaji pembesaran payudara, kondisi putting (putting rusak, menonjol, atau tidak),
kebersihan payudara dan reproduksi ASI
4) Abdomen
• Kaji pembesaran perut sesuai usia kehamilan /tidak
• Lakukan pemeriksaan leopold 1-4
• Periksa DJJ berapa kali denyut jantung janin dalam 1 menit
• Amati ada striae pada abdomen/tidak
• Amati apakah uterus tegang baik waktu his atau diluar his
• Ada tidaknya nyeri tekan
5) Genetalia
Kaji dan amati ada tidaknya perdarahan vagina
6) Ekstremitas
• Kaji ada tidaknya kelemahan
• Capilerry revile time
• Ada tidaknya oedema
• Kondisi akral hangat/dingin
• Ada tidaknya keringat dingin
• Tonus otot, ada tidaknya kejang
7) Pemeriksaan obstetric
Dituliskan hasil pemeriksaan leopold dan DJJ janin
2. Diagnosa keperawatan
Beberapa diagnosis yang dapat ditegakkan berdasarkan SDKI,2017 adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
b. Ansietas berhubungan dengan Krisis situasional
c. Berduka berhubungan dengan kehilangan/kematian janin
d. Risiko hipovelemia berhubungan dengan perdarahan pervaginaan
e. Hipovelemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif/perdarahan
3. Perencanaan keperawatan/intervensi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Manajemen nyeri
O:
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
identifikasi skala nyeri
identifikasi respons nyeri non verbal
identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
monitor efek samping pengguanaan analgesik
T:
berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
fasilitasi istirahat dan tidur
pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
E:
jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
jelaskan strategi meredakan nyeri
anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
anjurkan mengguanakan analgesic secara tepat
anjurkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
K:
kolaborasi pemberian analgetic, jika perlu
pemberian analgesic
O:
identifikasi karakteristik nyeri
identifikasi Riwayat obat alergi
identifikasi kesesuaian jenis analgesic
monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian anlgesik
monitor efektifitas analgesik
T:
diskusikan jenis analgesic yang disuaki untuk mencapai analgesia optimal, jika
perlu
pertimbangkan pengguanaan infus kontinu, atau bolus oploid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien
dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan
E:
jelaskan efek terapi dan efek samping obat
K:
kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesic, sesuai indikasi
b. Ansietas berhubungan dengan Krisis situasional
O:
Identifikasi resiko keselamatan
Identifikasi pencetus dan dinamika krisis
T:
Sediakan tempat aman dengan suasana yang mendukung
Lakukan tindakan pencegahan dari resiko bahaya fisik
Bentuk tim intervensi krisis
Fasilitasi mengekspresikan perasaaan dengan cara yang tidak destruktif
Hindari memberikan kenyakinan yang salah
Fasilitasi keterampilan koping untuk menyelesaikan masalah
Fasilitasi memustukan tindakan untuk menyelesaikan krisis
Rencanakan penggunaan keterampilan koping adaptif untuk menghadapi
situasi krisis selanjutnya
Hubungkan pasien dan keluarga dengan sumber komunikasi,jika perlu
Libatkan dalam kelompok yang telaha berhasil melalui masalah yang sama
E:
K:
Jelaskan kemampuan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
Jelaskan mekanisme masa lalu dan saat ini serta keefektifannya
Jelaskan tindakan alternatif untuk menyelesaikan krisis
Informasikan sistem pendukung yang tersedia
c. Berduka berhubungan dengan kehilangan/kematian janin
O:
Identifikasikan reaksi awal terhadap kematian bayi
T:
Lakukan kebiasaan kelahiran anak sesuai agama dan budaya
Berikan pelaratan bayi termasuk catatan kelahiran anak (mis, stempel kaki dan
tangan,foto,perlengkapan bayi)
Libatkan orang tua dalam penyelenggaraan jenazah bayi
Pindahkan bayi ke kamar jenazah
Persiapkan jenazah untuk dibawa oleh keluarga ke rumah duka
Diskusikan pengambilan keputusan yang diperlukan
(mis,otopsi,konseling,genetik)
Diskusikan karateristik berduka normal dan abnormal,termasuk presipitasi
perasaan
E:
Informasikan bentuk bayi berdasarkan usia genetal dan lamanya kematian
Informasikan kelompok pendukung yang ada,jika perlu
Anjurkan orang tua mengendong bayinya saat akan meninggal,jika perlu
Anjurkan keluarga melihat,menggendong dan bersama bayi selama yang
diinginkan
K:
Rujuk kepada tokoh agama (mis,ustadz,pendeta),pelayanan sosial dan
konselor,jika perlu
d. Risiko hipovelemia berhubungan dengan perdarahan pervaginaan
O:
Identifikasikan keluhan ibu (misal:keluar darah banyak ,pusing peradangan
tidak jelas)
Monitor kesadaran dan tanda vital
Monitor kehilangan darah
Monitor kadar hemoglobin
T:
Posisikan supine atau Trendelenburg
Pasang oksimetri nadi
Berikan oksigen via kanul nasal 3L/menit
Pasang IV line dengan selang tranfusi
Pasang kateter untuk mengosongkan kandung kemih
Ambil darah untuk pemeriksaaan lengkap
E:
K:
Kolaborasi pemberian uterotenika
Kolaborasi pemberian antikoagulan
e. Hipovelemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif/perdarahan
O:
T:
E:
K:
4. Implementasit
Implementasi keperawatan adalah serangkain kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status Kesehatan yang diharapi lebih baik yang
menggambarkan kriteriahasil yang diharapkan (suarni, 2017).
5. Evaluasi
Tahap evalusai merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana tentang Kesehatan
klien dengan tujuan yang telah diterapkan, dilakukan berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga Kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan merupakan
kegiatan dalam menilai Tindakan keperawatan yang telah dilakukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan
(suarni, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
PPNI, 2017 standart diagnosis keperawatan (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
PPNI, 2018. Standart intervensi keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI.
Jakarta