Anda di halaman 1dari 15

Clinical Science Session

SUBINVOLUSI UTERUS

Oleh :

Kurnia Putri Taqwi 1110312042

Preseptor:
dr. H. Erman Ramli, SpOG (K)

BAGIAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RUMAH SAKIT ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2016
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Nifas merupakan proses alamiah yang dialami oleh seorang wanita setelah

persalinan, yang berlangsung kira-kira 6 minggu. Walaupun merupakan masa yang

relatif tidak kompleks dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai oleh banyak

perubahan fisiologis.1

Dalam masa nifas alat alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur

angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan perubahan alat

alat genitalia ini dalam keseluruhannya disebut involusi. Sesudah partus berakhir

uterus yang beratnya 1000 gram mengecil sampai menjadi 40 60 gram dalam 6

minggu. Proses ini yang dinamakan involusi uterus, didahului oleh kontraksi

kontraksi uterus yang kuat, yang menyebabkan berkurangnya peredaran darah dalam

alat tersebut. Kontraksi itu dalam masa nifas berlangsung terus, biarpun tidak sekuat

seperti permulaan. Hal tersebut, serta hilangnya pengaruh estrogen dan progesteron,

menyebabkan autolisis dengan akibat bahwa sel sel otot pada dinding uterus

menjadi lebih kecil dan pendek.1,2

Banyak diantara wanita yang dalam masa nifas (kehamilan) itu kurang

memperhatikan kesehatan dari kehamilanya hanya memperhatikan pada bayi yang

dikandungnya, sehingga banyak terjadi kesalapahaman atau ke abnormalan pada ibu.

Maka dari itu seorang dokter harus memahami tentang masa nifas baik

fisiologis maupun patologis, dan mengetahui sebab akibat, penatalaksanaan,

manifestasi klinisnya, klasifikasi penyakitnya, dan pencegahan bahkan mengetahui

penangan yang baik, sesuai klasifikasi sub involusi yang terjadi. Supaya seorang
dokter harus bisa lebih mengerti proses nifas bukan hanya pada kelahiran bayi tetapi

juga memproritaskan kesehatan ibu. Sehingga dapat memberikan asuhan dengan tepat

sesuai dengan standar asuhan kedokteran yang baik dan benar sesuai kode etik dan

aturan-aturan dalam kedokteran.

2. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui pengertian, etiologi, patofisiologi, diagnosis, klasifikasi,

pencegahan, penatalaksanaan, prognosis dan komplikasi pada Subinvolusi

Uterus.

3. Manfaat Penulisan

Diharapkan mahasiswa kedokteran mengerti dan memahami tentang

subinvolusi uterus sehingga dapat melakukan pencegahan dan penatalaksanaan

pada ibu hamil yang mengalami permasalahan yang terkait terkhususnya

subinvolusi uterus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Involusi Uteri

Sesaat setelah pengeluaran plasenta, uterus akan mulai berubah secara fisiologis seperti

keadaan semula keadaan ini disebut involusi. Fundus uteri yang berkontraksi tersebut terletak

sedikit dibawah umbilikus. Bagian tersebut sebagian besar terdiri dari miometrium yang

ditutupi oleh serosa dan dilapisi oleh desidua basalis. Dinding posterior dan anterior dalam

jarak yang terdekat, masing-masing tebalnya 4 sampai 5 cm. Pada saat post partum, berat

uterus kira-kira menjadi 1.000 g.1,3

Selama nifas, terjadi destruksi dan dekonstruksi yang luar biasa pada uterus. Dua hari

setelah persalinan, uterus mulai berinvolusi, dan pada minggu pertama beratnya sekitar 500 g.

Pada minggu kedua beratnya sekitar 300 g. Sekitar 4 minggu setelah melahirkan, uterus

kembali ke ukuran sebelum hamil yaitu 100 g atau kurang. Uterus biasanya kembali ke

ukuran semula setelah sekitar 4 bulan. Jumlah sel otot mungkin tidak berkurang cukup besar.

Akan tetapi ukuran masing-masing sel menurun secara bermakna dari 500-800m kali 5-10

m saat aterm menjadi 50-90 m kali 2,5-5 m pascapartum.3

Dalam 2 atau 3 hari setelah persalinan, desidual yang tersisa di dalam uterus

berdiferensiasi menjadi dua lapisan. Lapisan superficial menjadi nekrotik dan terlepas dalam

bentuk lokia. Lapisan basal yang berdekatan dengan miometrium yang berisi fundus kelenjar

endometrium tetap utuh dan merupakan sumber endometrium baru.3


Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus

Bayi Lahir Setinggi umbilicus 1000 gram

Plasenta lahir 2 jari dibawah umbilicus 750 gram

1 minggu Pertengahan pusat simfisis 500 gram

2 minggu Tidak teraba diatas simfisis 350 gram

6 minggu Bertambah kecil 50 gram

8 minggu Sebesar normal 30 gram

Tabel 1 tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi 3

Gambar 1 Tinggi Fundus Uteri Masa Nifas3

Proses involusi uterus yang terjadi pada pada masa nifas melalui tahapan berikut:2

a. Autolysis

Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot

uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga

10 kali panjangnya dari semula dan 5 kali lebar dari semula selama kehamilan. Diketahui

adanya penghancuran protoplasma dan jaringan yang diserap oleh darah kemudian

dikeluarkan oleh ginjal. Inilah sebabnya beberapa hari setelah melahirkan ibu sering
berkemih. Pengrusakan secara langsung jaringan hipertropi yang berlebihan ini

disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.

b. Atrofi jaringan

Atrofi jaringan yaitu jaringan yang berproliferasi dengan adanya penghentian

produksi estrogen dalam jumlah besar menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan

atrofi pada otot otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan

meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium baru.

Setelah kelahiran bayi dan plasenta, otot uterus berkontraksi sehingga sirkulasi darah

ke uterus terhenti yang menyebabkan uterus kekurangan darah (lokal iskhemia).

Kekurangan darah ini bukan hanya karena kontraksi dan retraksi yang cukup lama seperti

tersebut di atas tetapi disebabkan oleh pengurangan aliran darah ke uterus, karena pada

masa hamil uterus harus membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin. Untuk

memenuhi kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke uterus mengadakan hipertropi dan

hiperplasi setelah bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi. Maka pengaliran darah berkurang,

kembali seperti biasa.

c. Efek oksitosin

Oksitosin merupakan zat yang dapat merangsang miometrium uterus sehingga dapat

berkontraksi. Kontraksi uterus merupakan suatu proses yang kompleks dan terjadi karena

adanya pertemuan aktin dan myosin. Dengan demikian aktin dan myosin merupakan

komponen kontraksi. Pertemuan aktin dan myosin disebabkan kaena adanya myocin light

chine kinase (MLCK) dan dependent myosin ATP ase, prose ini dapat dipercepat oleh

banyaknya ion kalsium yang masuk dalam sel, sedangkan oksitosin merupakan suatu yang

memperbanyak masuknya ion kalsium ke dalam intra sel. Sehingga dengan adanya

oksitosi akan memperkuat kontraksi uterus.


Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,

diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar.

Hormon oksitosin yang terlepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur

kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah dan membantu proses homeostatis.

Kontraksi dan retraksi otot uteri akan menurangi pedarahan. Selama 1 sampai 2 jam

pertama masa nifas intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tertatur, karena

itu penting sekali menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus pada masa itu.

2.2.DEFINISI SUBINVOLUSI UTERI

Subinvolusi adalah kegagalan perubahan fisiologis pada sistem reproduksi pada masa

nifas yang terjadi pada setiap organ dan saluran yang reproduktif untuk kembali ke keadaan

tidak hamil. Penyebab paling umum adalah infeksi plasenta

Subinvolusi Uteri adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi/proses

involusi rahim tidak berjalan sebagaimana mestinya,sehingga proses pengecilan uterus

terhambat.3

2.3.FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor predisposisi terjadinya subinvolusi uteri sebagai berikut:3,4

1. Seksio Sesaria

Tindakan SC dapat memperlama terjadinya penyembuhan dari otot uterus sehingga dapat

menyebabkan terjadinya subinvolusi uterus.

2. Status gizi ibu nifas buruk ( kurang gizi)

Pada masa nifas dibutuhkan tambahan energi sebesar 500 kkal per hari, kebutuhan

tambahan energi adalah untuk menunjang proses kontraksi uterus pada proses involusi

menuju normal. Kekurangan energi pada ibu nifas dapat menyebabkan proses kontraksi tidak

maksimal, sehingga involusi uterus terus berjalan lambat.


3. Ibu tidak menyusui bayinya

Laktasi adalah produksi dan pengeluaran ASI, laktasi ini dapat dipercepat dengan

memberiksan rangsangan puting susu (isapan bayi). Pada puting susu terdapat saraf saraf

sensorik yang jika mendapat rangsangan (isapan bayi) maka timbul impuls menuju

hipotalamus kemudian disampaikan pda kelenjar hipofisi bagian depan dan belakang. Pada

kelenjar hipofisis bagian depan akan mempengaruhi pengeluran hormon prolaktin yang

berperan dalam peningkatan produksi ASI, sedangkan kelenjar hipofisis bagian belakang

akan mempengaruhi pengeluaran hormon oksitosin yang berfungsi memacu kontraksi otot

polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa keluar serta

memacu kontraksi otot rahim sehingga involusi uterus berlangsung lebih cepat.

4. Kurang mobilisasi

Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat nafas dalam, dan mestimulasi

kembali fungsi gastrointestinal normal. Dengan mobilisasi dini kotraksi uterus akan baik

sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan,

karena kontraksi menyempitkan pembuluh darah yang terbuka.

5. Usia

Proses involusi uterus sangat dipangaruhi oleh usia ibu yang melahirkan. Usai 20 30

tahun merupakan usia yang sangat ideal untuk terjadinya proses involusi yang baik. Hal ini

disebakan karena faktor elastisitas dari otot uterus mengingat ibu yang telah berusia 35 tahun

lebih elastisitas ototnya berkurang.

Pada usia kurang dari 20 tahu elastisitasnya belum maksimal karena organ reproduksi

yang belum matang. Sedangkan usia diatas 35 tahun sering terjadi komplikasi saat sebelum

dan setelah kelahiran dikarenakan elastisitas otot rahimnya sudah menurun, menyebabkan

kontraksi uterus tidak maksimal. Pada ibu yang usianya lebih tua proses involusi banyak

dipengaruhi oleh proses penuaan, dimana proses penuaan terjadi peningkatan lemak.
Penurunan elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak, protein, dan karbohidrat. Bila

proses ini dihubungkan dengan penurunan protein pada proses penuaan, maka hal ini akan

mengahambat proses involusi uteri.

6. Parietas

Parietas mempengaruhi proses involusi uterus. Parietas pada ibu multipara cenderung

menurun kecepatannya dibandingkan ibu primipara karena pada primipara kekuatan

kontraksi uterus lebih tinggi dan uterus terasa lebih keras, sedangkan pada multipara

kontraksi uterus dan retraksi uterus berlangsung lebih lama begitu juga ukuran uterus pada

primiparaataupun multipara memiliki perbedaan sehingga memberikan pengaruh terhadap

proses involusi.

Setiap kehamilan rahim mengalami pembesaran, terjadi peregangan otot otot rahim

selama 9 bulan kemudian. Semakin sering ibu hamil dan melahirkan, semakin dekat jarak

kehamilan dan kelahiran, elastisitas uterus semakin terganggu akibatnya uterus tidak akan

berkontraksi secara sempurna dan mengakibatkan lamanya proses pemulihan organ

reproduksi (involusi) pascasalin.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa parietas ibu mempengaruhi lamanya

pengeluaran lokia, semakin tinggi paritas semakin cepat proses pengeluaran lokia. Akan

tetapi karena kondisi otot rahim pada ibu bersalin multipara cenderung sudah tidak terlalu

kuat maka proses involusi berjalan lebih lambat.

7. Terdapat bekuan darah yang tidak keluar

8. Terdapat sisa plasenta dan selaputnya dalam uterus sehingga proses involusi uterus tidak

berjalan dengan normal atau terlambat

9. Terjadi infeksi pada endometrium


Infeksi puerperalis paling sering terjadi adalah endometritis. Setelah masa inkubasi,

kuman kuman menyerbu ke dalam luka endometrium, biasanya bekas perlengketan

plasenta. Endometritis dapat menghambat involusi.

10. Inflamasi

2.4.PATOFISIOLOGI

Uterus harus membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin. Untuk

memenuhi kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke uterus, aliran darah ke uterus pada masa

kehamilan menjadi 2 kali lipat dari keadaan sebelum hamil. Pada saat bayi lahir, maka

pengaliran darah ke uterus akan berkurang, kembali seperti biasa. Pembuluh darah akan

berkurang akibat kontraksi uterus yang baik setelah melahirkan. Demikian dengan adanya

hal-hal tersebut ditambah dengan pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga

jaringan otot-otot uterus mengalami atrofi kembali ke ukuran semula.2

Pada kasus subinvolusi uterus, kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah

yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga pendarahan terjadi terus menerus,

menyebabkan permasalahan lainya baik itu infeksi maupun inflamasi pada bagian rahim

terkhususnya endromatrium. Sehingga, proses involusi yang mestinya terjadi setelah nifas

terganggu karena akibat dari permasalah-permasalahan diatas.1,2

2.5.MANIFESTASI KLINIS

Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak,sampai kira-kira 4 6 minggu pasca

nifas.

a. Fundus uteri letaknya tetap tinggi didalam abdomen/pelvis dari yang

diperkirakan/penurunan fundus uteri lambat dan tonus uterus lembek.

b. Keluaran kochia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bentuk serosa,lalu

kebentuk kochia alba.


c. Lochia bisa tetap dalam bentuk rubra dalam waktu beberapa hari postpartum/lebih dari 2

minggu pasca nifas

d. Lochia bisa lebih banyak daripada yang diperkirakan

e. Leukore dan lochia berbau menyengat,bisa terjadi jika ada infeksi.

2.6.DIAGNOSIS3,5

1. Anamnesis

a. Identitas pasien

Data pasien meliputi nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical

record, dll.

b. Keluhan yang dirasakan ibu saat ini : pengeluaran lochia yang tetap berwarna

merah (dalam bentuk rubra dalam beberapa hari postpartum atau lebih dari 2

minggu postpartum adanya leukore an lochia berbau menyengat)

c. Riwayat penyakit

Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, mioma uteri,

riwayat preeklamsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah,

sisa plasenta.

d. Riwayat penyakit keluarga

Adanya riwayat keluarga yang pernah/sedang menderita hiertensi, penyakit

jantung dan preeklamsia, penyakit keturunan hemofilia dan penyakit menular.

e. Riwayat obstetric

Riwayat menstruasi meliputi : menarche, lama siklusnya, banyaknya,

baunya, keluhan waktu haid.

Riwayat perkawinan meliputi : usia kawin, kawin yang keberapa, usia

mulai hamil.

Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu.


1) Riwayat hamil meliputi: waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus

2) Riwayat persalinan meliputi: Tuanya kehamilan, cara persalinan, penolong,

tempat bersalin, adakah kesulitan dalam persalinan, anak lahir hidup / mati,

berat badan & panjang anak waktu lahir.

3) Riwayat nifas meliputi : keadaan lochia, apakah ada perdarahan, ASI

cukup/tidak,kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi.

4) Riwayat kehamilan sekarang

a) Hamil muda: keluhan selama hamil muda

b) Hamil tua: keluhan selama hamil tua, peningkatan BB, suhu nadi,

pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual atau

keluhan lain.

c) Riwayat ANC meliuti: dimana tempat pelayanan. berapa kali perawatan

serta pengobatannya yang di dapat.

5) Riwayat persalinan sekarang meliputi : tuanya kehamilan, cara persalinan,

penolong tempat bersalin, apakah ada penyulit dalam persalinan (missal:

retensio plasenta, perdarahan yang berlebihan setelah persalinan, dll), anak

lahir hidup/mati, berat badan dan panjang anak waktu lahir.

2. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan ibu

b. Tanda tanda vital meliputi: suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan

c. Kulit dingin, berkeringat, pucat, kering, hangat, kemerahan

d. Payudara, dilihat kondisi aerola, konsistensi dan kolostrum

e. Uterus

Meliputi: fundus uteri serta konsistensinya


Pengukuran tinggi fundus uteri dapat dilakukan dengan menggunakan

meteran atau pelvimeter. Untuk meningkatkan ketepatan pengukuran

sebaikanya dilakukan oleh orang yang sama. Dalam pengukuran tinggi

uterus ini perlu diperhatikan apakah kandung kemih dalam keadaan

kosong atau penuh dan juga bagaimana keadaan uterus apakah dalam

keadaan kontraksi atau rileks.32 Cara penempatan meteran untuk

mengukur tinggi fundus uteri (TFU) :

o Meteran dapat diletakkan di bagian tengah abdomen dan

pengukuran dilakukan dengan mengukur dari batas atas symphisis

pubis sampai bagian atas fundus. Meteran pengukuran ini

menyentuh kulit sepanjang uterus.

o Salah satu ujung meteran diletakkan di batas atas symphisis pubis

dengan satu tangan : tangan lain diletakkan di batas atas fundus.

Meteran diletakkan di antara jari telunjuk dan jari tengah dan

pengukuran dilakukan sampai titik dimana jari mengapit

meteran.32

f. Lochia

Meliputi: warna, banyaknya dan baunya

g. Perineum

Diobservasi untuk melihat apakah ada tanda infeksi dan luka jahitan

h. Vulva

Dilihat apakah ada edema atau tidak

i. Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun / berkurang

3. Pemeriksaan penunjang

USG
Radiologi

Laboratorium ( Hb, golongan darah,eritrosit, leukosit, trombosit, hematokrit, CT,

Bleeding time )

Pemeriksaan patologi jaringan endometrium

2.7.PENATALAKSANAAN

1. Pemberian antibiotik

Hampir sepertiga kasus infeksi uterus pascapartum disebabkan oleh Chlamydia

trachomatis, jadi terapi azythromycin atau doxycycline merupakan terapi empiris

yang sesuai.1

2. Pemberian uterotonika1,3

a. Oksitosin

b. Metilergonovine 0,2 mg setiap 3 sampai 4 jam selama 24 sampai 48 jam

3. Pemberian transfusi

4. Dilakukan kuretase bila disebabkan karena tertinggalnya sisa-sisa plasenta

2.8.KOMPLIKASI

Subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah

yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Perdarahan

postpartum (PPH) merupakan perdarahan vagina yang lebih dari 24 jam setelah melahirkan. Penyebab

utama adalah subinvolusi uterus. Yakni kondisi dimana uterus tidak dapat berkontraksi dan kembali

kebentuk awal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et al. 2014.

Williams Obstetrics. 24th ed. McGraw-Hill Companies

2. Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

3. Prawirohardjo, S. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

4. Mansjoer,Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

5. Mazmudar. Involution. Diakses dari: www.gynaeonline.com

Anda mungkin juga menyukai