Anda di halaman 1dari 12

EKA NUR AFNI ISMAIL

KEL H “SEMINAR FISIOLOGI”


Perubahan Fisiologis masa nifas pada sistem reproduksi meliputi:
1. Involusi uterus.
2. Involusi tempat plasenta.
3. Perubahan ligamen.
4. Perubahan serviks.
5. Lochia.
6. Perubahan vulva, vagina dan perineum.

Perubahan Fisiologis Sistem Reproduksi Masa Nifas


1. Involusi uterus
Involusi uterus atau pengurutan uterus merupakan suatu proses
dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan bobot
hanya 60 gram. Involusi uteri dapat juga dikatakan sebagai proses
kembalinya uterus pada keadaan semula atau keadaan sebelum hamil
(Marmi, 2015).
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
a. Iskemia Miometrium – Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan
retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran
plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.
b. Atrofi jaringan – Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi
penghentian hormon esterogen saat pelepasan plasenta.
c. Autolysis – Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang
terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan
memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga
panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali
lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini
disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan
progesteron.
d. Efek Oksitosin – Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi
dan retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh
darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke
uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau
tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.

1) Perubahan Pada Pembuluh Darah Uterus


Kehamilan yang sukses membutuhkan peningkatan aliran darah
uterus yang cukup besar. Untuk menyuplainya , arteri dan vena di
dalam uterus , terutama plasenta , menjadi luar biasa membesar ,
begitu juga pembuluh darah ke, dan dari uterus . Di dalam uterus ,
pembentukan pembuluh – pembuluh darah baru juga menyebabkan
peningkatan aliran darah yang bermakna. Setelah pelahiran , kepiler
pembuluh darah ekstra uterin berkurang sampai mencapai atau
paling tidak mendekati keadaan sebelum hamil. Pada masa nifas , di
dalam uterus pembuluh – pembuluh darah mengalami obliterasi
akibat perubahan hialin , dan pembuluh – pembuluh yang lebih
kecil menggantikannya . Resorpsi residu hialin dilakukan melalui
suatu proses yang menyerupai proses pada ovarium setelah ovulasi
dan pembentukan korpus luteum . Namun , sisa – sisa dalam jumlah
kecil dapat bertahan selama bertahun – tahun.
2) Perubahan Pada Serviks dan Segmen Bawah Uterus
Tepi luar serviks, yang berhubungan dengan os eksternum,
biasanya mengalami laserasi terutama di bagian lateral. Ostium
serviks berkontraksi perlahan, dan beberapa hari setelah bersalin
ostium serviks hanya dapat ditembus oleh dua jari. Pada akhir
minggu pertama, ostium tersebut telah menyempit. Karena ostium
menyempit, serviks menebal dan anal kembali terbentuk. Meskipun
involusi telah selesai, os eksternum tidak dapat sepenuhnya kembali
ke keadaan seperti sebelum hamil. Os ini tetap agak melebar, dan
depresi bilateral pada lokasi laserasi menetap sebagai perubahan
yang permanen dan menjadi ciri khas serviks para. Harus diingat
juga bahwa epitel serviks menjalani pembentukan kembali dalam
jumlah yang cukup banyak sebagai akibat pelahiran bayi.
Contohnya, Ahdoot dan rekan ( 1998 ) menemukan bahwa sekitar
50 % wanita dengan sel skuamosa intraepithelial tingkat tinggi
mengalami regresi akibat persalinan pervaginam. Segmen bawah
uterus yang mengalami penipisan cukup bermakna akan
berkontraksi dan tertarik kembali, tapi tidak sekuat pada korpus
uteri. Dalam waktu beberapa minggu, segmen bawah telah
mengalami perubahan dari sebuah struktur yang tampak jelas dan
cukup besar untuk menampung hampir seluruh kepala janin,
menjadi isthmus uteri yang hampir tak terlihat dan terletak di antara
korpus uteri diatasnya dan os internum serviks di bawahnya.
Uterus, yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat
sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 g, 1 minggu
setelah melahirkan dan 350 g, 2 minggu setelah melahirkan uterus
berada di dalam panggul sejati lagi. Pada minggu ke enam, beratnya
sampai 60 g. Dan pada minggu ke-8, uterus memiliki berat 30 g,
yaitu sebesar uterus normal.
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab
untuk prtumbuhan masif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan
uterus prenatal tergantung pada hiperplasia, pningkatan jumlah sel-
sel otot, dan hipertrofi, pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada
masa pascapartum penurunan kadar hormon-homon ini
menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung
jaringan hipertiroid yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang
terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebab ukuran
uterus sedikit lebih besar setelah hamil.

Tabel Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa


involusi
Involusi Tinggi Fundus Berat Diameter
Uteri Uteri Uterus Uterus
Plasenta
Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm
lahir
Pertengahan
7 hari
pusat dan 500 gram 7,5 cm
(minggu 1)
simpisis
14 hari
Tidak teraba 350 gram 5 cm
(minggu 2)
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm
Sumber : Baston (2011)

2. Involusi tempat plasenta


Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan
permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan.
Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya
sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka
bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta
mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh
thrombus. Biasanya luka yang demikian sembuh dengan menjadi
parut, tetapi luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini
disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara dilepaskan dari
dasarnya tetapi diikuti pertumbuhan endometrium baru dibawah
permukaan luka (Marmi, 2015).
Menurut Williams (1931), ekstruksi lengkap tempat
melekatnya plasenta perlu waktu sampai 6 minggu. Proses ini
mempunyai kepentingan klinis yang besar, karena bila proses ini
terganggu, dapat terjadi perdarahan nifas awitan lambat. Segera
setelah pelahiran, tempat melekatnya plasenta kira – kira berukuran
sebesar telapak tangan, tetapi dengan cepat ukurannya mengecil .
Pada akhir minggu kedua, diameternya hanya 3 cm sampai 4 cm.
Dalam waktu beberapa jam setelah pelahiran, tempat melekatnya
plasenta biasanya terdiri atas banyak pembuluh darah yang
mengalami thrombosis yang selanjutnya mengalami organisasi
thrombus secara khusus.
Williams (1931) menjelaskan involusi tempat melekatnya
plasenta sebagai berikut :
Involusi tidak dipengaruhi oleh absorpsi insitu, namun oleh
suatu proses eksofilasi yang sebagian besar ditimbulkan oleh
berkurangnya tempat implantasi plasenta akibat pertumbuhan
jaringan endometrium. Hal ini sebagian dipengaruhi oleh perluasan
dan pertumbuhan endometrium ke bawah dari tepi – tepi melekatnya
plasenta dan sebagian oleh perkembangan jaringan endometrium dari
kelenjar dan stroma yang tertinggal di bagian dalam desidua basalis
setelah pelepasan plasenta. Proses eksfoliasi semacam itu dianggap
sebagai suatu ketetapan yang bijaksana; sebaliknya kesulitan besar
akan dialami dalam penyelapan arteri yang mengalami obliterasi dan
thrombus yang mengalami organisasi, yang bila menetap in situ,
akan segera mengubah banyak bagian mukosa uterus dan
miometrium di bawahnya menjadi suatu massa jaringan perut.
Anderson dan Davis ( 1968 ) , menyimpulkan bahwa eksfoliasi
tempat melekatnya plasenta berlangsung sebagai akibat
pengelupasan jaringan superficial yang mengalami infark dan
nekrotik yang diikuti oleh suatu proses perbaikan.
3. Perubahan ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang
meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah jalan lahir,
berangsur – angsur menciut kembali seperti sedia kala. Tidak jarang
ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak
uterus menjadi retroflexi. Tidak jarang pula wanita mengeluh
“kandungannya turun” setelah melahirkan oleh karena ligament,
fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor
(Marmi, 2015).
4. Perubahan pada serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-
perubahan yang terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk
serviks yang akan menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan
oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan
serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan
antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna
serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh
darah (Marmi, 2015)
Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat
dimasukan 2–3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang
dapat masuk. Oleh karena hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan
serviks dapat sembuh. Namun demikian, selesai involusi, ostium
eksternum tidak sama waktu sebelum hamil. Pada umumnya ostium
eksternum lebih besar, tetap ada retak-retak dan robekan- robekan
pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Delapan belas
jam pasca partum , serviks memendek dan konsistensinya menjadi
lebih padat dan kembali ke bentuk semula . Serviks setinggi segmen
bawah uterus tetap edematosa , tipis dan rapuh selama beberapa hari
setelah ibu melahirkan . Ektoserviks ( bagian serviks yang menonjol
ke vagina ) terlihat memar dan ada sedikit laserasi kecil – kondisi
yang optimal untuk perkembangan infeksi. Muara serviks , yang
berdilatasi 10 cm seewaktu melahirkan , menutup secara bertahap. 2
jari mungkin masih dapat dimasukkan kedalam muara serviks pada
hari ke 4 sampai ke-6 pasca partum, tetapi hanya tangkai kuret
terkecil yang dapat dimasukkan pada akhir minggu ke – 2. Muara
serviks eksterna tidak akan berbentuk lingkaran seperti sebelum
melahirkan , tetapi terlihat memanjang seperti suatu celah , sering
disebut seperti mulut ikan .Laktasi menunda produksi estrogen yang
mempengaruhi mucus dan mukosa.
5. Lochia
Lochia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan
mempunyai reaksi basa tau alkalis yang dapat membuat organism
berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada
vagina normal. Lochia mempunyai bau yang amis meskipun tidak
terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita.
Secret mikroskopik lochia terdiri eritrosit, peluruhan deciduas, sel
epitel dan bakteri. Lochia mengalami perubahan karena proses
involusi. Bila pengeluaran lochia tidak lancar maka disebut
lochiastasis (Marmi, 2015).
Tabel 2.3 Perbedaan masing-masing lochia dapat dilihat
sebagai berikut:
Lochia Waktu Warna Ciri – Ciri
Terdiri dari sel desidua,
Merah verniks caseosa, rambut
Rubra 1-3 hari
kehitaman lanugo, sisa mekoneum
dan sisa darah
Putih Sel darah bercampur
Sanguilenta 3-7 hari bercampur lendir
merah
Lebih sedikit darah dan
Kekuningan
lebih banyak serum, juga
Serosa 7-14 hari atau
terdiri dari leukosit dan
kecoklatan
robekan laserasi plasenta
Mengandung leukosit,
selaput lendir serviks dan
Alba > 14 hari Putih
serabut jaringan yang
mati.
Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum
dalam posisi berbaring dari pada berdiri. Hal ini terjadi akibat
pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam posisi
berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri. Total
jumlah rata-rata pengeluaran lokia sekitar 240 hingga 270 ml.
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir sering kali lokia,
mula - mula berwarna merah, kemudian berubah menjadi merah tua
atau merah coklat. Rabas ini dapat mengandung bekuan darah kecil.
Selama dua jam pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari
uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama
menstruasi. Setelah waktu tersebut, aliran yang keluar harus semakin
berkurang.
Lokia rubra terutama mengandung darah. Aliran menyembur,
menjadi merah muda atau coklat setelah 3 sampai 4 hari ( lokia
serosa ). Lokia serosa terdiri dari darah lama ( old blood ), serum,
leukosit, dan debris jaringan. sekitar 10 hari setelah bayi lahir,
warna cairan ini menjadi kuning sampai putih ( lokia alba ). Lokia
alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum, dan
bakteri. Lokia alba bisa bertahan selama 2 sampai 6 minggu setelah
bayi lahir.
Pengkajian jumlah aliran lokia berdasarkan observasi tampon
perineum sulit dilakukan. Jacobson (1985 ) menganjurkan suatu
metode untuk memperkirakan kehilangan darah pasca partum secara
subyektif dengan mengkaji jumlah cairan yang menodai tampon
perineum. cara mengukur lokia yang obyektif ialah dengann
menimbang tampon perineum sebelum dipakai dan setelah dilepas.
Setiap peningkatan berat sebesar 1 gram setara dengan 1 ml darah.
seluruh perkiraan cairan lokia tidak akurat bila factor waktu tidak
dipertimbangkan. Seorang wanita yang mengganti satu tampon
perineum dalam waktu 1 jam atau kurang mengeluarkan lebih
banyak darah daripada wanita yang mengganti tampon setelah 8 jam.
Apabila wanita mendapat pengobatan oksitosin, tanpa
memandang cara pemberiannya, lokia yang mengalir biasanya
sedikit sampai efek obat hilang. setelah operasi sesaria, jumlah lokia
yang keluar biasanya lebih sedikit. Cairan lokia biasanya meningkat,
jika klien melakukan ambulasi dan menyusui. Setelah berbaring di
tempat tidur selama kurun waktu yang lama, wanita dapat
mengeluarkan semburan darah saat ia berdiri, tetapi hal ini tidak
sama dengan perdarahan.
Lokia rubra yang menetap pada wal periode pascapartum
menunjukkan perdarah berlanjut sebagai akibat fragmen plasenta
atau membrane yang tertinggal. Terjadinya perdarahan ulang setelah
hari ke – 10 pasca partum menandakan adanya perdarahan pada
bekas tempat plasenta yang mulai memulih. Namun, setelah 3
sampai 4 minggu, perdarahan mungkin disebabkan oleh infeksi atau
sub involusi. Lokia serosa atau lokia alba yang berlajut bisa
menandakan endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit,
atau nyeri tekan pada abdomen yang dihubungkan dengan
pengeluaran cairan. Bau lokia menyerupai bau cairan menstruasi,
bau yang tidak sedap biasanya menandakan infeksi.
Perlu diingat bahwa tidak semua perdarahan pervaginam
pascapartum lain ialah laserasi vagina atau serviks yang tidak
diperbaiki dan perdarahan bukan lokia.

LOKIA BUKAN LOKIA


Lokia biasanya menetes dari Apabila rabas darah menyembur
muara vagina. Aliran darah tetap dari vagina, kemungkinan terdapat
keluar dalam jumlah yang lebih robekan pada serviks, atau vagina
besar saat uterus berkontraksi. selain dari lokia yang normal

Semburan lokia dapat terjadi Apabila jumlah darah berlebihan


akibat masasse pada uterus. dan berwarna merah terang, suatu
Apabila lokia berwarna gelap, robekan dapat merupakan
maka lokia sebelumnya terkumpul penyebab.
di dalam vagina yang relaksasi dan
jumlahnya segera berkurang
menjadi tetesan lokia berwarna
merah terang ( pada puerpurium
dini ).

6. Perubahan pada vulva, vagina dan perineum


Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami
penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua
organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali
pada minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan kecil dan
dalam proses pembentukan berubah menjadi karankulae mitiformis
yang khas bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan selalu lebih
besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat
perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi
secara spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi
tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat
mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina
hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir
puerperium dengan latihan harian.
Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan
mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat
teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6
sampai 8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat
pada sekitar minggu ke empat, walaupun tidak akan semenonjol
pada wanita nulipara. Pada umumnya rugae akan memipih secara
permanen. Mukosa tetap etrofik pada wanita menyusui sekurang –
kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali. Penebalan mukosa
vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan
estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan
penipisan mukosa vagina. kekeringan local dan rasa tidak nyaman
saat koitus ( dispereunia ) menetap sampai fungsi ovarium kembali
normal dan menstruasi dimulai lagi. Biasanya wanita dianjurkan
menggunakan pelumas larut saat melakukan hubungan seksual untuk
mengurangi nyeri. Pada awalnya, introitus mengalami eritematosa
dan edematosa, terutama pada daerah episiotomi atau jahitan
laserasi. Perbaikan yang cermat, pencegahan, atau pengobatan dini
hematoma dan hygiene yang baik selama dua minggu pertama
setelah melahirkan biasanya membuat introitus dengan mudah
dibedakan dengan introitus pada wanita nulipara.
Pada umumnya episiotomy hanya mungkin dilakukan bila
wanita berbaring miring dengan bokong diangkat atau ditempatkan
pada posisi litotomi. Penerangan yang baik diperlukan supaya
episiotomy dapat terlihat jelas. Proses penyembuhan luka episiotomy
sama dengan luka operasi lain. Tanda – tanda infeki ( nyeri, panas,
merah, bengkak atau rabas ) atau tepian insisi tidak saling mendekat
bisa terjadi. Penyembuhan harus berlangsung dalam 2 sampai 3
minggu.
Hemoroid (varises anus) umumnya terlihat. Wanita sering
mengalami gejala terkait, seperti rasa gatal, tidak nyaman, dan
perdarahan berwarna merah terang pada waktu defecator. Ukuran
hemoroid biasanya mengecil beberapa minggu setelah bayi lahir.

SUMBER
https://lusa.afkar.id/perubahan-fisiologis-masa-nifas-pada-sistem-reproduksi-
bagian-1

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/Asuhan-
Kebidanan-Nifas-dan-Menyusui_SC.pdf
https://press.umsida.ac.id/index.php/umsidapress/article/download/978-602-5914-
78-2/847

Anda mungkin juga menyukai