Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa nifas atau postpartum disebut juga puerperium yang berasal
dari bahasa latin yaitu kata “puer” yang artinya bayi dan “parous” yang
berarti melahirkan. Nifas adalah darah yang keluar dari rahim karena sebab
melahirkan atau setelah melahirkan. Darah nifas yaitu darah yang tertahan
tidak bisa keluar dari rahim dikarenakan hamil. Maka ketika melahirkan,
darah tersebut keluar sedikit demi sedikit.
Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti semula (sebelum hamil).
Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari. Waktu masa
nifas yang paling lama pada wanita umumnya 40 hari.
Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami
banyak perubahan fisiologis, namun jika tidak dilakukan pendampingan
melalui asuhan kebidanan maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi
keadaan patologis, untuk itu perlu diperiksakan ke bidan atau dokter.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa saja perubahan fisiologis pada masa nifas?
b. Apa saja yang terjadi pada perubahan sistem reproduksi?
c. Apa saja yang terjadi pada perubahan sistem pencernaan?
d. Apa saja yang terjadi pada perubahan sistem perkemihan?
e. Apa saja yang terjadi pada perubahan sistem muskuluskeletal?
f. Apa saja yang terjadi pada peubahan tanda-tanda vital?
g. Apa saja yang terjadi pada perubahan sistem kardiovaskuler?
h. Apa saja yang terjadi pada perubahan sistem hematologi?
i. Apa saja yang terjadi pada perubahan sistem endokrin?

1
1.3 Tujuan
a. Mengetahui perubahan-perubahan pada masa nifas.
b. mengetahui perubahan-perubahan pada sistem reproduksi.
c. mengetahui perubahan-perubahan pada sisitem pencernaan.
d. Mengetahui perubahan-perubahan pada sistem perkemihan.
e. Mengetahui perubahan-perubahan pada sisitem muskuluskeletal.
f. Mengetahui perubahan-perubahan pada tanda-tanda vital.
g. Mengetahui perunahan-perubahan pada sistem kardiovaskuler.
h. Menegetahui perubahan-perubahan pada sistem hematologi.
i. Menegetahui perubahan-perubahan pada sistem endokrin.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perubahan Fisiologi Pada Ibu Nifas


2.1.1 Perubahan sistem reproduksi
Selama masa nifas, alat-alat interna maupun eksterna
berangsur-berangsur kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan keseluruhan alat genitalia ini di sebut involusi. Pada masa
ini terjadi juga perubahan penting lainnya, perubahan-perubahan
yang terjadi antara lain sebagai berikut.
A. Uterus
 Involusi rahim
Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang
keras, karena kontraksi dan retraksi otot-ototnya. Fundus
uteri ± 3 jari di bawah pusat, selama 2 hari berikutnya
besarnya tidak seberapa berkurang, tetapi sesudah 2 hari ini
uterus akan mengecil dengan cepat, sehingga pada hari ke-10
tidak teraba lagi dari luar. Setelang 6 minggu tercapai lagi
ukurannya yang normal.
Setelah plasenta lahir beratnya rahim 1000 gram,
seminggu kemudian 500 gram, 2 minggu post partum 375
gram, dan pada akhir puerperium 50 gram. Involusi terjadi
karena masing-masing sel menjadi lebih kecil, karena
sitoplasma yang berlebihan di buang. Involusi di sebabkan
oleh proses autolysis, dimana zat protein dinding rahim di
pecah, di absorpsi dan kemudian di buang dengan air
kencing. Sebagai bukti dapat di kemukakan bahwa kadar
nitrogen dalam air kencing sangat tinggi. Pelepasan plasenta
dan selaput janin dari dinding rahim terjadi pada startum
spingiosum bagian atas. Setelah 2-3 hari tampak bahwa
lapisan atas startum spongiosum yang tinggal menjadi
nekrotis, sedangkan lapisan yang bawahnya yang

3
berhubungan dengan lapisan otot terpilahara dengan baik.
Bagian yang nekrotis di keluarkan dengan lochia, sedangkan
lapisan yang tetap sehat menghasilkan endometrium yang
baru. Epitel baru terjadi dengan proliferasi sel-sel kelenjar,
sedangkan stroma baru di bentuk dari jaringan ikat di antara
kelenjar-kelenjar. Epitelisasi siap dalam 10 hari, kecuali pada
tempat plasenta dimana epitelisasi memakan waktu 3
minggu.

Prose involusi uterus adalh sebagai berikut:


1. Iskemia miometrium
Di sebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus-
menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta
membuat uterus relatif anemia dan menyebabkan serat
atrofi.
2. Autolisis
Autolisis merupakan proses penghancuran diri sendiri
yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan
memendekan jaringan otot yang telah sempat
menegendur hingga panjangnya 10 kali dari semuladan
lebar 5 kali dari semula kehamilan atau dapat juga di
katakan sebagai perusakan secara langsung jaringan
hipertropi yang berlebihan. Hal ini di sebabkan karena
penurunan hormon estrogen dan progesteron.
3. Efek oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksiu dan retraksi
otot uterin sehingga akan menekan pembuluh darah yang
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus.
Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat
implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.
Penurunan ukuran uterus yang cepat itu di cerminkan
oleh perubahan lokasi uterus ketika turun keluar dari
abdomen dan kembali menjadi organ pelvis.

4
 Involusi tempat plasenta
Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat
dengan permukaan kasar, tidak rata, dan kira-kira sebesar
telapak tangan. Dengan cepat luka itu mengecil, pada akhir
minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2
cm. penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada
permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak
pembuluh darah besar yang tersumbat oleh trombus.

5
Biasanya luka yang demikian sembuh dengan parut,
tetepi bekas luka plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini
di sebabkan karena luka ini sembuh dengan cara di lepaskan
dari dasarnya tetapi di ikitu pertumbuhan endometrium di
bawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari
pinggir luka dan juga dari sisa-sisankelenjar pada dasar luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi
plasenta selama sekitar 6 minggu. Epitelium berproliferasi
meluas ke dalam dari sisi tempat ini dan dari lapisan sekitar
uterus serta di bawah tempat implantasi plasenta dari sisa-sisa
kelenjar basilar endometrial di dalam desidua basalis.
Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam
desidua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini pada hakikatnya
mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat
implantasi plasenta yang menyebabkan menjadi terkelupas
dan tidak di pakai lagi pada pembuangan lokia.
 Perubahan pembuluh darah rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak
pembuluh-pembuluh darah yang besar, tetapi karena setelah
persalinan tidak di perlukan lagi persedaran darah yang
banyak, maka arteri harus mengecil lagi dalam nifas. Orang
menduga bahwa pembuluh-pembuluh yang besar tersumbat
karena perubahan-perubahan pada dindingnya dan di ganti
oleh pembuluh-pembuluh yang lebih kecil.

B. Lokia
Lokia adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri
dan vagina setelah masa nifas. Lokia terbagi menjadi empat jenis
yaitu: lokia rubra, lokia sanguilenta, lokia serosa, dan lokia alba.
Berikut ini adalah beberapa jenis lokia yang terdapat pada
wanita pada masa nifas.
1. Lokia rubra (cruenta) berwarna merah karena berisi darah
segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks

6
caseosa, lanugo dan mekonium selama dua hari pasca
persalinan. Inilah lokia yang akan keluar selama 2-3 hari
postpartum.
2. Lokia sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir yang akan keluar pada hari 3-7 hari pasca persalinan.
3. Lokia serosa adalah lokia berikutnya. Di mulai dengan versi
yang lebih pucat dari lokia rubra. Lokia ini berbentuk serum
dan berwarna merah jambu kemudian menjadi kuning. Cairan
tidak berdarah lagi pada hari ke7 – ke14 pascapersalinan.
Lokia serosa mengandung terutama cairan serum, jarinmgan
desidua, leukosit dan eritrosit.
4. Lokia alba adalah lokia yang terakhir. Di mulai dari hari ke14
kemudian makin lama makin sedikit sehingga sama sekali
berhenti sampai satu atau dua minggu berikutnya. Bentuknya
seperti cairan putih berbentuk krim serta terdiri atas leukosit
dan sel-sel desidua

Lokia mempunyai bau yang khas, tidak seperti bau


menstruasi. Bau ini lebih terasa tercium pada lokia serosa, bau ini
juga akan semakin lebih keras jika bercampur dengan keringat
dan harus cermat membedakannya dengan bau busuk yang
menandakan adanya infeksi. Lokia dimulai sebagai suatu
pelepasan cairan dalam jumlah banyak pada jam-jam pertama
setelah melahirkan. Kemudian lokia ini akan berkurang
jumlahnya sebagai rubra, lalu berkurang sedikit menjadi
sanguilenta, serosa dan akhirnya lokia alba. Hal yang biasanya
ditemui pada seorang wanita adalah adanya jumlah lokia yang
sedikit pada saat ia berbaring dan jumlahnya meningkat pada saat
ia berdiri. Jumlah rata-rata pengeluaran lokia adalah kira-kira
240-270 ml.

7
C. Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya trombosit,
degenerasi, dan nekrosis ditempat implantasi plasenta. Pada hari
pertama tebal endrometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan
yang kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah
tiga hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan
parut pada bekas implantasi plasenta.
D. Serviks
Segera setelah berkhirnya kala TU, serviks menjadi sangat
lembek, kendur dan terkulai. Serviks tersebut bisa melepuh dan
lecet, trauma dibagian anterior. Serviks akan terlihat padat yang
mencerminkan vaskularitasnya yang tinggi, lubang serviks
lambat laun mengecil, beberapa hari setelah persalinan dari retak
karena robekan dalam persalinan. Rongga leher serviks bagian
luar akan membentuk seperti keadaan sebelum hamil pada saat 4
minggu postpartum.
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus.
Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks post partum
adalah bentuk serviks yang akan menganga seperti coromg.
Bentuk ini di sebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan
kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-

8
olah pada perbatasan antara corpus dan serviks uteri terbentuk
semacam cincin. Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman
karena penuh pembuluh darah.
Beberapa hari setelah persalinan, ostium eksternum dapat di
lalui oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya tidak rata, tetapi retak-retak
karena robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama
hanya dapt di lalui oleh 1 jari saja, dan lingkaran retraksi
berhubungan dengan bagian atas kanalis servikalis.
Pada serviks terbentuk sel-sel otot baru yang
mengakibatkan serviks memanjang seperti celah. Walaupun
begitu setelah involusi selesai, ostium eksternum tidak serupa
dengan keadaanya sebelum hamil. Pada umumnya ostium
eksternum lebih besar dan tetap terdapat retak-retak dan robekan-
robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya.
Oleh karena robekan ke samping ini terbentuklah bibir depan dan
bibir belakang pada serviks.
E. Vagina dan perineum
Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerpurium
merupakan suatu saluran yang luas berdinding tipis. Secara
berangsur-angsur luasnya berkurang, tetapi jarang sekali kembali
seperti ukuran seorang nulipara. Rugae timbul kembali pada
minggu ketiga. Himen tampak sebagai tonjolan jaringan yang
kecil, yang dalam proses pembentukan berubah menjadi
karunkulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara.
Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam
penipisan mukosa vegina dan hilangnya rugae. Vagina yang
semula sangat teregang akan kembali secara bertahap pada
ukuran sebelum hamil selama 6-8 minggu setelah bayi lahir.
Rugae akan kembali terlihat sekitar minggu ke empat, walaupun
tidak akan menonjol pada wanita nulipara. Pada umumnya rugae
akan memipih secara permanen. Mukosa tetap atropik pada
wanita yang menyusui sekurang-kurangnya sampai menstruasi di

9
mulai kembali. Penebalan mukosa vagina terjadi seiring
pemulihan fungsi ovarium.
Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah
pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina. Kekeringan lokal
dan rasa tidak nyaman saaat koitus (dispareunia) menetap sampai
fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi di mulai lagi.
Biasanya wanita di anjurkan menggunakan pelumas larut air saat
melakukan hubungan seksual untuk mengurangi nyeri.
Pada awalnya, introitus mengalami eritematosa dan
edematosa, terutama pada daerah episiotomi atau jahitan laserasi.
Perbaikan yang cermat, pencegahan atau pengobatan dini
hematoma dan higiene yang baik selama 2 minggu pertama
setelah melahirkan biasanya membuat introitus dengan mudah di
bedakan dari introitus pada wanita nulipara.
Pada umumnya episiotomi hanya mungkin dilakukan
bilawanita berbaring miring dengan bokong di angkat atau di
tempatkan pada posisi litotomi. Penerangan yang baik di
perlukan agar episiotomi terlihat jelas. Proses penyembuhan luka
episiotomi sama dengan luka operasi lain. Tanda-tanda infeksi
(nyeri, merah, panas, dan bengkak) atau tepian insisi tidak saling
melekat bisa terjadi. Penyembuhan baru berlangsung dalam dua
sampai tiga minggu.
F. Payudara (mamae)
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi
secara alami. Proses menyusui mempunyai 2 mekanisme
fisiologis, yaitu sebagai berikut.
1. Produksi susu
2. Sekresi susu atau let down
Selama 9 bulan kehamilan, jarinagn payudara tumbuh dan
menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi
baru lahir. Setelah melahirkan, ketiak hormon yang dihasilkan
plasenta tidak ada lagi untuk menghambatnya kelenjar pituitari

10
akan mengeluarkan prolaktin (hormon laktogenik). Sampai hari
ketiga setelah melahirkan efek prolaktin pada payudara mulai
bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi
darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak, dan rasa sakit. Sel-
sel acini yang menghasilkan asi juga mulai berfungsi. Ketika
bayi menghisap putting, reflek saraf merangsang lobus posterior
pituitari untuk menyekresi hormon oksitosin. Oksitosin
merangsang reflek let down (mengalirkan), sehingga
menyebabkan ejeksi asi melalui sinus aktiferus payudara ke
duktus yang terdapat pada putting ketika asi dialirkan karena
isapan bayi atau dengan dipompa sel-sel acini terangsang untuk
menghasilkan asi lebih banyak. Reflek ini dapat berlanjut sampai
waktu yang cukup lama.
Masing-masing buah dada terdiri dari 15-24 lobi yang
terletak radiar dan terpisah satu sama lain oleh jaringan lemak.
Tiap lobus terdiri dari lobuli yang terdiri pula dari acini, acini ini
menghasilkan air susu. Tiap lobus mempunyai saluran halus
untuk mengalirkan air susu. Saluran-saluran yang halus ini
bersatu menjadi satu saluran untuk tiap lobus. Saluran ini di sebut
ductus lactiferosus yang memusat menuju keputing susu di mana
masing-masing bermuara.
Keadaan buah dada pada 2 hari pertama nifas sama dengan
keadaan dalam kehamilan. Pada waktu ini buah dada
mengandung susu, melainkan kolostrum yang dapat di keluarkan
dengan memijat areola mammae. Colostrum adalah cairan
kuning dengan B.D 1.030-1.035 dan reaksi alkalis. Kalau di lihat
di bawah mikroskopis tampak benda-benda halus yang
melayang-layang ialah sel-sel epitel yang telah mengalami
degenerasi lemak.

11
2.1.2 Perubahan Sistem pencernaan
Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap
makanannya 2 jam setelah persalinan. Kalsium amat penting untuk
gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada masa ini terjadi
penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya kebutuhan
kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya untuk
proses pertumbuhan janin juga pada ibu dalam masa laktasi.
Mual dan muntah terjadi akibat produksi saliva meningkat
pada kehamilan trimester I, gejala ini terjadi 6 minggu setelah HPHT
dan berlangsung kurang lebih 10 minggu juga terjadi pada ibu nifas.
Pada ibu nifas terutama yang partus lama dan terlantar mudah terjadi
ileus paralitikus, yaitu adanya obstruksi usus akibat tidak adanya
peristaltik usus. Penyebabnya adalah penekanan buah dada dalam
kehamilan dan partus lama, sehingga membatasi gerak peristaltik
usus, serta bisa juga terjadi karena pengaruh psikis takut BAB karena
ada luka jahitan perineum.
Setelah benar-benar pulih dari dari efek analgesia, anestesia,
dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan
untuk memperoleh makanan dua kali dari jumlah yang biasa di
konsumsi disertai konsumsi camilan sering di temukan.
Sering kali untuk pemulihan nafsu makan, di perlukan waktu
3-4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar
progesteron menurun setelah melahirkan, namun asupan makanan
juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari, gerak tubuh
berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jika sebelum
melahirkan di berikan enema.
 Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan
analgesia dan anestesia bisa memperlambat pengembalian tonus
dan motilitas ke keadaan normal.

12
 Pengosongan usus
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama 2-3
hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa di sebabkan karena
tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal
masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum
melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi. Ibu sering sekali
sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang di
rasakannya di perineum akibat episiotomi, laserasi atau
hemoroid. Kebiasaan buang air yang teratur perlu di capai
kembali untuk merangsang pengurangan usus.
Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu
yang berangsur-angsur untuk kembali normal. Pola makan ibu
tidak akan seperti biasa dalam beberapa hari dan perineum ibu
akan terasa sakit untuk defekasi. Faktor-faktor tersebut
mendukung konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama.
Supositoria di butuhkan untuk membantu eliminasi pada ibu
nifas. Akan tetapi terjadi konstipasi juga dapat di pengaruhi oleh
kurangnya pengetahuan ibu dan kekhawatiran lukanya akan
terbuka bila ibu buang air besar.

2.1.3 Perubahan Sistem perkemihan


Pelvis ginjal dan ureter yang teregang dan berdilatasi selama
kehamilan kembali normal pada akhir minggu ke 4 setelah
melahirkan. Pemeriksaan sistokopik segera setelah melahirkan
menunjukkan tidak saja edema dan hiperemia dinding kandung
kemih, tetapi sering kali terdapat ekstravasasi darah pada
submukosa.
Kurang lebih 40 % wanita nifas mengalami proteinuria yang
non patologis sejak pasca melahirkan sampai dua hari postpartum
agar dapat di kendalikan. Oleh karena itu, contoh spesimen di ambil
melalui keteterisasi agar tidak terkontaminasi dengan lokia yang non
patologis. Hal ini dapat di wujudkan hanya bila tidak ada tanda dan
gejala infeksi saluran kemih atau preeklamsi.

13
Diuresis yang normal di mulai segera setelah bersalin sampai
hari ke5 setelah persalinan. Jumlah urin yang keluar dapat melebihi
3000 ml per harinya. Hal ini di perkirakan merupakan salah satu cara
untuk menghilangkan peningkatan cairan ekstraseluler yang
merupakan bagian normal dari kehamilan. Selain itu juga di dapati
adanya keringat yang banyak pada beberapa hari pertama setelah
persalinan.
Di samping itu, kandung kemih pada puerperium mempunyai
kapasitas yang meningkat secara relatif. Oleh karena itu, distensi
yang berlebihan, urine residual yang berlebihan, dan pengosongan
yang tidak sempurna, harus di waspadai dengan seksama. Ureter dan
pelvis renalis yang mengalami distensi akan kembali normal pada 2-
8 minggu setelah persalinan.
 Sistem urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi)
turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan
kadar steroid setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan
penyebab penurunan fungsi ginjal selama masa postpartum. Fungsi
ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Di perkirakan kira-kira 2-8 minggu supaya hipotonia
pada kehamilan serta di latasi ureter dan pelvis ginjal kembali ke
keadaan sebelum hamil. Pada sebagian kecil wanita, dilatasi traktur
urinarius bisa menetap selama 3 bulan.
 Komponen urin
Blood urea nitrogen (BUN) yang meningkat selama pascapartum,
merupakan akibat autolosis uterus yang berinvolusi. Pemecahan
kelebihan protein di dalam sel otot uterus juga menyebabkan
proteinuria ringan (+1) selama satu sampai dua hari setelah wanita
melahirkan
 Di uresis post partum
Dalam 12 jam pasca melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan
cairan yang tertimbun di jaringan selama ia hamil. Salah satu

14
mekanisme untuk mengurangi cairan yang tertimbun di jaringan
selama ia hamil. Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan
yang teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas, terutama
pada malam hari, selama 2-3 hari pertama selama melahirkan. Di
uresis pasca partum, yuang di sebabkan oleh penurunan kadar
estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah,
dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan,
merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine
yang menyebabkan penurunan berat badan sekita 2,5 kg selama
masa postpartum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun
selama hamil kadang-kadang di sebut kebalikan metabolisme air
pada masa hamil.
 Uretra dan kandung kemih
Trauma dapat terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses
melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding
kandung kemih dapat mengalami hiperemia dan edema, sering kali
di sertai di daerah-daerah kecil hemoragi. Kandung kemih yang
udema, terisi penuh, dan hipotonik mengakibatkan overdistensi,
pengosongan yang tak sempurna, dan urin residual. Hal ini dapat di
hindari jika di lakukan asuhan untuk mendorong terjadinya
pengosongan kandung kemih bahkan saat tidak merasa untuk
berkemih. Pengambilan urin dengan cara bersih atau melalui kateter
sering menunjukan adanya trauma pada kandung kemih.
Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita
melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan
ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik. Pada masa
pasca partum tahap lanjut, distensi yang berlebihan ini dapat
menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga
mengganggu proses berkemih normal. Apabila terjadi distensi
berlebih pada kandung kemih dapat mengalami kerusakan lebih
lanjut (atoni). Dengan mengosongkan kandung kemih secara

15
adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam 5
sampai tujuh hari setelah bayi lahir.

2.1.4 Perubahan Sitem muskuloskeletal


Ligamen-ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang
meregang sewaktu kehamilan dan persalinan berangsur-angsur
kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamen rotundum
mengendur, sehingga uterus jatuh ke belakang. Fasia jaringan
penunjang alat genitalia yang mengendur dapat diatasi dengan
latihan-latihan tertentu. Mobilitas sendi berkurang dan posisi
lordosis kembali secara perlahan-lahan

2.1.5 Perubahan tanda-tanda vital


Tanda-tanda vital yang harus di kaji pada masa nifas adalah
sebagai berikut:
 Suhu
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2o C. sesudah
partus dapat naik kurang lebih 0,5o C dari keadaan normal,
namun tidak akan melebihi 8oC. setelah dua jam pertama

16
melahirkan umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila
suhu lebih dari 38oC, mungkin terjadi infeksi pada klien.
 Nadi dan pernafasan
Nadi berkisar antara 60-80 denyutan per menit setelah partus,
dan dapat terjadi bradikardi. Bila terdapat takikardi dan suhu
tubuh tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada
vitium kordiks pada penderita. Pada masa nifas umumnya denyut
nadi labil di bandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan
pernafasan akan sedikit meningkat setelah partus kemudian
kembali seperti keadaan semula.
 Tekanan darah
Pada bebrapa kasus di temukan keadaan hipertensi postpartum
akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat
penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam 1/2 bulan tanpa
pengobatan.

2.1.6 Perubahan Sistem kardiovaskuler


Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih
sampai sebanyak 15.000 selama masa persalinan. Leukosit akan
tetap tinggi jumlahnya selama beberapa hari pertama pasca
postpartum. Jumlah sel-sel darah putih tersebut masih bisa naik lebih
tinggi lagi hingga 25.000-30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika
wanita tersebut mengalami persalinan lama. Akan tetapi, berbagai
jenis kemungkinan infeksi harus di kesampingkan pada penemuan
semacam itu. Jumlah hemoglobin dan hemotokrit serta eritrosit akan
sangat bervariasi pada awal-awal masa nifas sebagai akibat dari
volume darah, volume plasma, dan volume sel darah yang berubah-
ubah. Sering di katakan bahwa jika hematokrit pada hari pertama
ataun kedua lebih rendah dari titk 2% atau lebih tinggi dari pada saat
memasuki persalinan awal, maka klien di anggaptelah kehilangan
darah yang cukup banyak. Titik 2 % tersebut kurang lebih sama
dengan kehilangan 500 ml darah. Biasanya terdapat suatu penurunan

17
besar kurang lebih 1.500 ml dalam jumlah darah keseluruhan selama
kelahiran dan masa nifas. Rincian jumlah darah yang terbuang pada
klien ini kira-kira 200-500 ml hilang selama masa persalinan, 500-
800 ml hilang selama minggu pertama postpartum, dan terakhir 500
ml selama sisa masa nifas.
 Volume darah
Perubahan volume darah bergantung pada beberapa faktor,
misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi
serta pengeluaran cairan entravaskular (edema fisiologis).
Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah
total yang cepat, tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan
normal cairan tubuh yang menyebabkan volume darah menurun
dengan lambat. Pada minggu ke-3 dan ke-4 setelah bayi lahir,
volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume darah
sebelum hamil. Pada persalinan pervaginam, ibu kehilangan
darah sekitar 300-400 cc. Bila kelahiran melalui SC, maka
kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri atas
volume darah dan hematokrit. Pada persalinan pervaginam,
hematokrir akan naik, sedangkan pada SC hematokrit cenderung
stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Tiga perubahan fisiologi pasca partum yang terjadi pada
wanita antara lain sebagai berikut:
1. Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran
pembuluh darah meternal 10-15 %
2. Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan
stimulus vasodilatasi
3. Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang di simpan selama
wanita hamil.
 Curah jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan,
keadaan ini meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit

18
karena darah yang biasanya melintas sirkulasi uteroplasenta tiba-
tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua
jenis kelahiran.

2.1.7 Perubahan sistem hematologi


selama minggu-minggu kehamilan, kadar fibrinogen dan
plasma, serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari
pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit
menurun, tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan
viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Leukositosis yang meningkat dimana jumlah sel-sel darah putih
mencapai 15.000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa
hari pertama dari masa postpartum.
Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik 25.000-
30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut
mengalami persalinan lama. Jumlah hemoglobin, hematokrit, dan
eritrosit akan sangat bervariasi pada awal-awal masa postpartum
sebagai akibat dari volume darah. Volume plasenta dan tingkat
volume darah yang berubah-ubah akan di pengaruhi oleh status gizi
wanita tersebut. Kira-kira selama kelahiran dan masa postpartum
terjadi kehilangan darah sekitar 200-500 ml. penurunan volume dan
peningkatan sel darah pada kehamilan di asosiasikan dengan
peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke-3 sampai hari
ke-7 postpartum dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu
postpartum.

2.1.8 Perubahan Sistem endokrin


Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan
pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan
pada proses tersebut.
A. Oksitosin
Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang.
Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan

19
dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi,
sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang
produksi ASI dan sekresi. Hal tersebut membantu uterus
kembali ke bentuk normal.
B. Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya
kelenjar pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan
prolaktin, hormon ini berperan dalam pembesaran payudara
untuk merangsang produksi susu. Pada wnita yang menyususi
bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada
rangsangan folikel dalam ovarium yang di tekan. Pada wanita
yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin
menurun dalam 14-21 hari setelah persalinan, sehingga
merangsang kelenjar bawah depan otak yang mengontrol
ovarium ke arah permulaan pada produksi estrogen dan
progesteron yang normal, pertumbuhan fisik, ovulasi, dan
menstruasi.
C. Estrogen dan progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun
mekanismenya secara penuh belum di mengerti. Di perkirakan
bahwa tingkat estrogen yang tinggi memperbesar hormon
antidiuretik yang meningkatkan volume darah. Di samping itu,
progesteron memengaruhi otot halus yang mengurangi saluran
kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum,
vulva, serta vagina.

20
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Perubahan fisiologis pada masa nifas terdiri dari perubahan sistem
reproduksi, sistem pencernaan, sistem perkemihan, sistem muskuluskeletal,
tanda-tanda vital, sistem kardiovaskuler, sistem hematologi, dan sistem
endokrin.
Pada tahap masa nifas organ reproduksi akan berangsur pulih secara
perlahan kurang lebih 6 minggu atau 42 hari. Pada masa nifas juga kita harus
selalu memastikan kondisi ibu baik dan tidak menurun, karena angka
kematian pada ibu pada saat masa nifas sangat banyak, terlebih lagi adanya
HPP (hemorsge post psrtum) ysng banyak dan menyebabkan ibu kekurangan
darah dan meninggal.

21
DAFTAR PUSTAKA

Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba
Medika.

Dewi, Vivian Nanny lia. Sunarsih, siti. Asuhan kebidanan pada ibu nifas. Jakarta:
salemba medika.

22

Anda mungkin juga menyukai