Anda di halaman 1dari 19

MATERI IV

PERUBAHAN FISIOLOGI PADA IBU NIFAS

3.1 Perubahan Fisiologi Pada Masa Nifas


Setelah kelahiran bayi dan pengeluaran plasenta, ibu mengalami suatu periode pemulihan
kembali kondisi fisik dan psikologisnya (Ball 1994, hytten 1995). Yang diharapkan pada periode
6 minggu setelah melahirkan adalah semua system dalam tubuh ibu akan pulih dari berbagai
pengaruh kehamilan dan kembali pada keadaan sebelum hamil (Beischer dan Mackay, 1986 dan
Cunningham, 1993)

3.1.1 Perubahan Sistem Reproduksi

Perubahan alat-alat genitalik interna maupun eksterna kembali seperti semula seperti
sebelum hamil disebut involusi. Meskipun istilah involusi telah digunakan untuk menunjukan
perubaha retrogesif yang terjadi di semua organ dan saluran reproduksi, istilah ini lebih spesifik
menunjukkan adanya perubahan retrogesif pada uterus yang menyebabkan berkurangnya ukuran
uterus. Demi kejelasan, definisi involusi puerperium dibatasi pada uterus dan apa yang trejadi
pada organ dan struktur lain hanya dianggap sebagai perubahan puerperium (Varney, dkk. 2007 :
958 – 959).

Bidan dapat membantu ibu untuk mengatasi dan memahami perubahan – perubahan seperti :
a. Involusi Uterus
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana unterus kembali ke
kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah
plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Walaupun istilah involusi saat ini telah digunakan untuk menunjukkan kemunduran yang
terjadi pada setiap organ dan saluran reproduktif, kadang lebih banyak mengarah secara
spesifik pada kemunduran uterus yang mengarah ke ukurannya. (Varney’s Midwivery)
Dalam masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan alat-alat genital ini dalam
keseluruhannya disebut involusi. Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu
proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil.
Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalan desidua/endometrium dan
pengelupasn lapisan pada tempat implantasi plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan
berat serta perubahan tempat uterus, warna dan jumlah lochia. Ukuran uterus pada masa
nifas akan mengecil seperti sebelum hamil.

Tabel 1.1
Perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum
Involusi Uteri Tinggi Berat Uterus Diamater Uterus
Fundus Uteri

Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm

7 hari Pertengahan 500 gram 7,5 cm


(1 minggu) pusat dan simpisis

14 hari Tidak teraba


(2 minggu) 350 gram 5 cm

6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm

Involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran desidua/endometrium dan


eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta
perubahan pada lokasi uterus juga ditandai dengan warna dan jumlah lochia. Banyaknya
lochia dan kecepatan involusi tidak dipengaruhi oleh pemberian rangkaian preparat ergot
(Ergotrate, Methergine), yang hanya mempunyai efek jangka pendek. Akan tetapi, menyusui
akan mempercepat proses involusi. Desidua yang tersisa di dalam uterus setelah pelepasan
dan ekspulsi plasenta dan membrane terdiri dari lapisan zona basalis dan bagian lapisan zona
spongiosa desidua basalis (pada tempat perlekatan plasenta) dan desidua parietalis (melapisi
bagian uterus, yang lain uterus).
Desidua sisa ini mengalami reorganisasi menjadi dua lapisan sebagai akibat invasi
leukosit : lapisan superisial degenerative dan nekrotik, yang akan terlepas sebagai bagian
dari rabas lokia, dan lapisan dalam yang fungsional serta sehat di dekat miometrium.
Lapisan dalam terdiri dari sisa kelenjar endometrium basilar dalam lapisan zona basalis.
Endometrium mengalami regenerasi melalui proliferasi epitel kelenjar ini. Regenerasi
endometrium lengkap pada pertengahan atau akhir minggu ketiga pascapartum kecuali pada
sisi plasenta.
Regenerasi endometrium lengkap pada tempat perlekatan plasenta memakan waktu
hamper enam minggu. Epitel tumbuh pada tempat perlekatan tersebut dari samping dan dari
sekitar lapisan uterus, dan ke atas dari bawah tempat perlekatan plasenta. Pertumbuhan
endometrium ini membuat pembuluh darah yang mengalami pembekuan pada tempat
perlekatan tersebut rapuh sehingga meluruh dan dikeluarkan dalam bentuk lokia.
Uterus, segera setelah kelahiran bayi, plasenta, dan selaput janin, beratnya sekitar
1000gr. Berat uterus menurun sekitar 500gr pada akhir minggu pertama pascapartum dan
kembali pada berat yang biasanya pada saat tidak hamil yaitu 70gr pada minggu kedelapan
pascapartum. Penurunan ukuran yang cepat ini direfleksikan dengan perubahan lokasi
uterus, yaitu uterus turun dari abdomen dan kembali menjadi organ panggul. Segera setelah
kelahiran, tinggi fundus uteri (TFU) terletak sekitar 2/3 – 3/4 bagian atas antara simfisis
pubis dan umbilicus. Letak TFU kemudian naik, sejajar dengan umbilicus dalam beberapa
jam. TFU tetap terletak kira-kira sejajar (atau satu ruas jari di bawah) umbilicus selama satu
atau dua hari dan secara bertahap turun kedalam panggul sehingga tidak dapat di palpasi lagi
diatas simfisis pubis setelah hari kesepuluh pascapartum. Walaupun terdapat variasi lokasi
umbilicus terhadap simfisi pubis pada setiap individu dan variasi ukuran ruas jari diantara
pemeriksa dengan pemeriksa lain sehingga membuat adanya rentang normal dalam
penurunan dan lokasi TFU harian, terdapat keseragaman untuk memfasilitasi generalisasi
penurunan uterus.
Pada saat TFU diatas umbilicus, masalah berikut harus dipertimbangkan : darah atau
bekuan darah menyebabkan distensi uterus pada jam-jam pertama pascapartum, atau
perubahan letak uterus karena distensi kandung kemih kapan pun saat pascapartum
(khususnya jika uterus juga mengalami perubahan letak ke kuadran kanan atas). Reduksi
ukuran uterus tidak mengurangi banyaknya sel otot. Akan tetapi, ukuran setiap sel otot
menurun secara dramatis karena sel membuang kandungan materi sel yang berlebihan.
Pembuluh darah besar pada uterus yang member nutrisi untuk uterus yang membesar
dan plasenta tidak lagi diperlukan, uterus yang tidak hamil tidak mempunyai area luas yang
memerlukan suplai darah yang kaya tersebut. Pembuluh darah ini berdegenarasi dan
mengalami obliterasi. Diperkirakan pembuluh darah ini digantikan dengan pembuluh darah
baru dengan lumina yang lebih kecil.
Segera setelah kelahiran, serviks sangat lunak, kendur dan terkulai. Servis mungkin
memar dan edema, terutama di anterior jika terdapat tahanan anterior saat persalinan.
Serviks tampak mengalami kongesti, menunjukkan banyaknya vaskularitas serviks. Serviks
terbuka sehingga mudah dimasukkan dua hingga tiga jari. Serviks kembali ke bentuk semula
pada hari pertama dan kelunakan menjadi berkurang. Serviks dapat dimasukkan dua jari
sekitar seminggu, tetapi kemudian hanya masuksatu jari, itupun agak sulit, dan bahkan
berhenti pada Os internal. Os eksternal mulai kembali pada kembali pada bentuk tidak
hamil di minggu keempat pascapartum. Bentuk ini ditentukan oleh paritas dan adanya
laserasi.
Ligamentum latum dan ligamentum teres, yang merging untuk mengakomodasi
selasa uterus membesar, sehingga longgar. Hal ini menjelaskan kemudahan perubahan letak
uterus pascapartum terhadap kandung kemih. Pada akhir puerperium, panjang dan regangan
kedua ligamentum tersebut telah kembali seperti keadaan tidak hamil.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
a) Iskemia Miometrium
Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus
setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi relative anemi
dan menyebabkan serat otot atrofi.
b) Atrofi jaringan
Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormone esterogen saat
pelepasan plasenta.
c) Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus.
Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur
hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil yang terjadi selama
kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormone esterogen dan
progesterone.
d) Efek Oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga
akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai
darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat
implantasi plasenta serta mengurangi pendarahan.
Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil.

1. Involusi Tempat Plasenta


Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat permukaan kasar, tidak rata
dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu
ke-2 hanya sebesar 3 - 4 cm dan pada akhir nifas 1 – 2 cm. penyembuhan luka bekas
plasenta ini khas sekali.
Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang
tersumbat oleh thrombus. Biasanya luka yang demikian sembuh dengan menjadi parut,
tetapi luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena luka ini
sembuh dengan cara dilepaskan dari dasarnya tetapi diikuti pertumbuhan endometrium
baru di bawah permukaan luka.
Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga dari sisa-sisa kelenjar dasar
luka. Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6
minggu. Epithelium berprofilerasi meluas ke dalam dari sisi tempat ini dan dari lapisan
sekitar uterus serta di bawah tempat implantasi plasenta dari sisa-sisa kelenjar basilar
endometrial di dalam desidua basalis. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini
berlangsung di dalam desisua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini pada hakekatnya
mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat implantasi plasenta yang
menyebabkannya menjadi terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan lochia.
Uterus pada bekas implasenta plasenta merupakan luka yang kasar dan
menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan cepat luka
mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3 – 4 cm dan pada akhir nifas 1 – 2
cm.

2. Perubahan Ligamentum
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu
kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur menciut kembali seperti
sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan
letak uterus menjadi retrofleksi. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya
turun” setelah melahirkan karena ligament, fasi, jaringan penunjang alat genetalia
menjadi agak kendor.

3. Perubahan serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai dan
berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan karena uteri berkontraksi, sedangkan
serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri
berbentuk cincin. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh
darah. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan 2 –
3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk.
Oleh karena hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan serviks dapat
sembuh. Namun demikian, selesai involusi, ostium eksternum sama sekali tidak sama
waktu sebelum hamil. Pada umumnya ostium eksternum lebih besar, tetap ada retak-
retak dan robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya.

4. Lokia
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta
akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan.
Percampuran antara darah desidua inilah yang dinamakan lokia.
Lokia adalah istilah untuk secret dari uterus yang keluar melalui vagina
selama puerperium. Lokia adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas dan
mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat
daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokia mempunyai bau yang
amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyegat dan volumenya berbeda-beda pada
setiap wanita. Lokia mengalami perubahan karena proses involusi. Karena perubahan
warnanya, nama deskriptif lokia berubah menjadi lokia rubra, serosa atau alba.
Lokia rubra berwarna merah karena mengandung darah. Ini adalah lokia
yang mulai keluar segera setelah kelahiran dan terus berlanjut selama dua hingga tiga
hari pertama pascapartum. Lokia rubra terutama mengandung darah dan jaringan
desidua.
Lokia serosa mulai terjadi sebagai bentuk yang lebih pucat dari lokia rubra, serosa
dan merah muda. Lokia ini berhenti sekitar tujuh hingga delapan hari. Kemudian
dengan warna merah muda, kuning atau putih hingga transisi menjadi lokia alba.
Lokia serosa terutama mengandung cairan serosa, jaringan desidua, leukosit dan
eritrosit.
Sedangkan pada lokia alba mulai terjadi sekitar hari kesepuluh
pascapartum dan hilang sekitar periode dua hingga empat minggu. Pada beberapa
wanita, lokia ini tetap ada pada saat pemeriksaan pascapartum. Warna lokia alba
putih krem dan terutama mengandung leukosit dan sel desidua.
Lokia mempunyai karakteristik bau seperti aliran menstruasi. Bau lokia ini
paling kuat pada lokia serosa. Bau tersebut lebih kuat lagi jika tercampur dengan
keringat dan harus secara cermat dibedakan dengan bau tidak sedap yang
mengindikasikan adanya infeksi.
Lokia mulai terjadi pada jam-jam pertama pascapartu, berypa scret kental
dan banyak. Berturut-turut, banyaknya lokia semakin berkurang, yaitu berjumlah
sedang (berupa lokia rubra), berjumlah sedikit (berupa lokia serosa), dan berjumlah
sangat sedikit (berupa lokia alba). Biasanya wanita mengeluarkan sedikit lokia saat
berbaring dan mengeluarkan darah lebih banyak atau mengeluarkan bekuan darah
yang kecil saat ia bangkit dari tempat tidur. Hal ini terjadi akibat pengumpulan darah
di forniks vagina atau saat wanita mengalami posisi rekumben. Pengumpulan
tersebut berupa bekuan darah, terutama pada hari-hari pertama setelah melahirkan.
Rata-rata jumlah total secret lokia adalah sekitar 8 – 9 ons (240 – 270 ml). Variasi
dalam durasi aliran lokia sangat umum terjadi. Akan tetapi, warna aliran lokia harian
cenderung semakin terang, yaitu berubah dari merah segar menjadi merah tua,
kemudian cokelat, dan merah muda. Aliran lokia yang tiba-tiba kembali berwarna
merah segar bukan merupakan temuan normal dan memerlukan evaluasi.
Penyebabnya meliputi aktifitas fisik berlebihan, bagian plasenta atau selaput janin
yang tertinggal, dan atonia uterus.

Tabel 1.2
Perbedaan masing-masing lokia

Lokia Waktu Warna Ciri-ciri

Rubra 1 – 3 hari Merah Terdiri dari sel desidua, verniks


kehitaman caseosa, rambut lanugo, sisa
mekoneum dan sisa darah

Sanguilenta 3 – 7 hari Putih Sisa darah bercampur lendir


bercampur
merah

Serosa 7 – 14 hari Kekuningan / Lebih sedikit darah dan lebih


kecoklatan banyak serum, juga terdiri dari
leukosit dan robekan laserasi
plasenta

Alba > 14 hari Putih Mengandung leukosit, selaput


lender serviks dan serabut
jaringan yang mati

Umumnya jumlah lokia lebih sedikit bila wanita postpartum dalam posisi
berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian
atas saat wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri.
5. Perubahan vulva, vagina, dan perineum
Segera setelah melahirkan, vagina tetap terbuka lebar, mungkin
mengalami beberapa derajat edema dan memar, dan celah pada introitus. Setelah satu
hingga dua hari pertama pascapartum, tonus otot vagina kembali, celah vagina tidak
lebar dan vagina tidak lagi edema.
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan,
setelah beini kembali dalam berapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam
keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ketiga. Hymen tampak sebagai
tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah menjadi karankulae
mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan selalu lebih besar
dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum
mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun
dilakukan episiotomy dengan indikasi tertentu. Akan tetapi, latihan pengencangan otot
perineum akan mengembalikan tonusnya dan memungkinkan wanita secara perlahan
mengencangkan vaginanya. Pengencangan ini sempurna pada akhir puerperium dalam
latihan setiap hari.

4 Perubahan Sistem Pencernaan


Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal,
diantaranya tingginya kadar progesterone yang dapat menganggu keseimbangan cairan
tubuh, meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca
melahirkan, kadar progesterone juga menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan
waktu 3 – 4 hari untuk kembali normal.
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini disebabkan
karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan
colon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan
(dehidrasi), kurang mkana, hemoroid, laserasi jalan lahir.
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada system pencernaan, antara lain :
1. Nafsu makan
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk
mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3 – 4 hari
sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesterone menurun setelah
melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari.
2. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motalitas otot traktus cerna menetap selama waktu
yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anesthesia bisa mmperlambat
pengembalian tonus dan motalitas ke keadaan normal.
3. Pengosongan usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus usus
menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum
persalinan, edema sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun
laserasi jlaan lahir.sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk
kembali normal.
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain :
a) Pemberian diet / makanan yang mengandung serat
b) Pemberian cairan yang cukup
c) Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan
d) Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir
e) Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau obat lain.

5 Perubahan Sistem Perkemihan


Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang berperan
meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar steroid
menurun sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal
dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Urin dalam jumlah yang akan
dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan.
Hal yang berkaitan dengan fungsi system perkemihan, antara lain:
1. Hemostatis internal
Tubuh, terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut didalamnya, dan 70% dari cairan
tubuh terletak di dalam sel-sel, yang disebut dengan cairan intraseluler. Cairan
ekstraseluler terbagi dalam plasma darah, dan langsung diberikan untuk sel-sel yang
disebut cairan interstisial. Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara lain
edema dan dehidrasi. Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat
gangguan keseimbangan cairan dalam tubu. Dehidrasi adalah gangguan kekurangan
cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh karena pengeluaran berlebihan dan
tidak diganti.

2. Keseimbangan asam basa tubuh


Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan tubuh adalah 7,35- 7,40.
Bila PH >7,4 disebut alkalosis dan jika PH <7,35 disebut asidosis.

3. Pengeluaran sisa metabolism


Zat toksin ginjal mengeksresi hasil akhir dari metabolisme protein yang mengandung
nitrogen terutama urea, asam urat dan kreatinin. Ibu postpartum dianjurkan segera
buang air kecil, agar tidak menganggu proses involusi uteri dan ibu merasa nyaman.
Namun demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil.

Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu postpartum, antara lain :
a) Adanya edema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi retensi urin.
b) Diaphoresis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretansi dalam
tubuh, terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.
c) Depresi dari spingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spasme oleh iritasi
muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga menyebabkan miksi.
Setelah plasenta dilahirkan, hormone estrogen akan menurun, hilangnya peningkatan
tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangmya peningkatan volume darah akibat
kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan.
Keadaan ini disebut dengan dieresis pascapartum. Ureter yang berdilatasi akan kembali
normal dalam tempo 6 minggu.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin menyebabkan
penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pascapartum. Pengeluaran
kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan
metabolisme air pada masa hamil (reversal of the water metabolism of pregnancy).

6 Perubahan Sistem Musculoskeletal


Perubahan system musculoskeletal terjadi pada saat umur kehamilan semakin
bertambah. Adaptasi musculoskeletal ini mencakup: peningkatan berat badan, bergesernya
pusat akibat pembesaran rahim, relaksasi, dan mobilitas. Namun demikian, pada saat
postpartum system musculoskeletal akan berangsur-angsur pulih kembali. Ambulasi dini
dilakukan segera setelah melahirkan, untuk membantu mencegah komplikasi dan
mempercepat involusi uteri.
Adaptasi system musculoskeletal pada masa nifas, meliputi :
1. Dinding perut dan peritoneum.
Dinding perut akan longgar pascapersalinan. Keadaan ini akan pulih dari otot-otot
rectus abdominis, sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri
dari peritoneum, fasia tipis dan kulit.
2. Kulit abdomen
Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar, melonggar dan menegndur
hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari dinding abdomen dapat kembali normal kembali
dalam beberapa minggu pasca melahirkan dengan latihan post natal.
3. Striae
Striae adalah suatu perubahan warna sperti jaringan parut pada dinding abdomen.
Striae pada diding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan membentuk
garis lurus yang samar. Tingkat diastasis msukulus rektus abdominis pada ibu
postpartum dapat dikaji melalui keadaan umum, aktivitas, paritas dan jarak kehamilan,
sehingga dapat membantu menentukan lama pengembalian tonus otot menjadi normal.
4. Perubahan ligament
Setelah janin lahir, ligament-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut kembali seperti sedia kala.
Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus
menjadi retrofleksi.
5. Simpisis pubis
Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, hal ini dapat menyebabkan
morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan simpisis pubis antara lain : nyeri tekan
pada pubis disertai peningkatan nyeri pada saat bergerak di tempat tidur ataupunwaktu
berjalan. Pemisahan simpisis dapat dipalpasi. Gejala ini dapat menghilang setelah
beberapa minggu atau bulan pasca melahirkan, bahkan ada yang menetap.

Beberapa gejala system musculoskeletal yang timbul pada masa pascapartum antara lain :
a) Nyeri punggung bawah
Nyeri punggung merupakan gejala pascapartum jangka panjang yang sering terjadi.
Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural pada system musculoskeletal akibat
posisi saat persalinan.
Penanganan: selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri punggung sebaiknya
dirujuk pada fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjuran perawatan punggung,
posisi istirahat, dan aktifitas hidup sehari-hari penting diberikan. Pereda nyeri
elektroterapeutik dikontraindikasikan selama kehamilan, namun mandi dengan air
hangat dapat memberikan rasa nyaman pada pasien.
b) Sakit kepala dan nyeri leher
Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan migraine
bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan ketidaknyamanan pada ibu
postpartum. Sakit kepala dan nyeri leher yang jangka panjang dapat timbul akibat
setelah pemberian anestesi umum.
c) Nyeri pelvis posterior
Nyeri pelvis posterior ditujukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area sendi sakroiliaka.
Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan disfungsi simfisis pubis yang
ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka pada bagian otot penumpu berat badan serta
timbul pada saat membalikan tubuh di tempat tidur. Nyeri ini dapat menyebar ke
bokong dan paha posterior.
Penanganan : pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat membantu untuk
mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas
dan posisi yang dapat memacu rasa nyeri.
d) Disfungsi simpisis pubis
Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simpisis pubis dan
nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi simpisis pubis adalah
menyempurnakan cincin tulang pelvis dan memindahkan berat badan melalui pada
posisi tegak. Bila sendi ini tidak menjalankan fungsi semestinya, akan terdapat
fungsi/stabilitas pelvis yang abnormal, diperburuk dengan terjadinya perubahan
mekanis, yang dapat mempengaruhi gaya berjalan suatu gerakan lembut padasendi
simfisis pubis untuk menumpu berat badan dan disertai rasa nyeri yang hebat.
Penanganan : tirah baring selama mungkin; pemberian pereda nyeri; perawatan ibu
dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk latihan abdomen yang tepat;
latihan menignkatkan sirkulasi; mobilisasi secara bertahap; pemberian bantuan yang
sesuai.
e) Diastasis rekti
Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat
setinggi umbilicus (Noble, 1995) sebagai akibat pengaruh hormone terhadap linea alba
serta akibat pereganggan mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering terjadi pada
multiparitas, bayi besar, poli hidramnion, kelemahan otot abdomen dan postur yang
salah. Selain itu, juga disebabkan gangguan kolagen yang lebih kearah keturunan,
sehingga ibu dan anak mengalami diastasis.
Penanganan : melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar celah antara otot
rektus; memasang penyangga tubigrip (berlapis dua jika perlu), dari area xifoid
sternum sampai di bawah panggul; latihan transverses dan pelvis dasar sesering
mungkin, pada semua posisi, kecuali posisi telungkup-lutu; memastikan tidal
melakukan latihan sit-up atau curl-up; mengatur ulang kegiatan sehari-hari,
menindaklanjuti pengkajian oleh ahli fisioterapi selama diperlukan.
f) Osteoporosis akibat kehamilan
Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini ditandai dengan
nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta adanya hendaya (tidak dapat
berjalan), ketidakmampuan mengangkat atau menyusui bayi pasca natal, berkurangnya
tinggi badan, postur tubuh yang buruk.
g) Disfungsi rongga panggul
Difungsi dasar panggul, meliputi :
1) Inkontinensia urin
Inkontinensia urin adalah keluhan rembesan urin yang tidak disadari. Masalah
berkemih yang paling umu dalam kehamilan dan pascapartum adalah inkontinesia
stress.
Terapi : selama masa antenatal, ibu harus diberi pendidikan mengenai dan dianjurkan
untuk mempraktikan latihan otot dasar panggul dan transverses sesering mungkin,
memfiksasi otot ini serta otot transverses selama melakukan aktifitas yang
berat.selama masa pasca natal, ibu harus dianjurkan untuk mempraktikan latihan dasar
panggul dan transverses segera setelah persalinan. Bagi ibu yang tetap menderita
gejala ini disarankan untuk dirujuk ke ahli fisioterapi yang akan mengkaji keefektifan
otot dasar panggul dan memberi saran tentang program retraining yang mliputi
biofeedback dan stimulasi.
2) Inkontinesia alvi
Inkontinesia alvi disebabkan oleh robeknya atau merenggangnya sfingter anal atau
kerusakan yang nyata pada suplai saraf dasar panggul selama persalinan (Snooks et.
Al, 1985)
Penanganan : rujuk ke ahli fisioterapi untuk mendapatkan perawatan khusus.
3) Prolaps
Prolaps genetalia dikaitkan dengan persalinan per vagina yang dapat menyebabkan
peregangan dan kerusakan pada fasia dan persarafan pelvis.

7 Perubahan Sistem Endokrin


Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada system endokrin.
Hormone-hormon yang berperan pada proses tersebut, antara lain:
1. Hormone plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormone yng diproduksi oleh
plasenta. Hormone plasenta menurun dengan cepat pascapersalinan. Penurunan
hormone plasenta (human placental lactogen) menyebabkan kadar gula darah
menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7
pospartum dan sebagai onset pemenuhan mamen pada hari ke-3 postpartum.
2. Hormone pituitary
Hormone pituitary antara lain : hormone prolaktin, FSH dan LH. Hormone
prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun
dalam waktu 2 minggu. Hormone prolaktin berperan dalam pembesaran payudara
untuk merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi
folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
3. Hipotalamik pituitary ovarium
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan
menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada wanita
menyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan berkisar 16%
dan 45% setelah 12 minggu pasca melahirkan. Sedangkan pada wanita yang tidak
menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar 40% setelah 6 minggu pasca
melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.
4. Hormone oksitosin
Hormone oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, berkerja
terhadap tonus otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan,
hormone oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
kontraksi, sehingga mencegah pendarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi
ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu involusi uteri.
5. Hormone esterogen dan progesterone
Volume darah normal selama kehamilan, akan menigkat. Hormone estrogen yang
tinggi memperbesar hormone anti diuretic yang dapat meningkatkan volume darah.
Sedangkan hormone progesterone mempengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran
kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva serta vagina.

8 Perubahan-perubahan Tanda-tanda Vital


Pada masa nifas, tanda-tanda vital yang harus dikaji antara lain :
1. Suhu badan
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2oC. pasca melahirkan, suhu tubuh dapat
naik kurang lebih 0,5oC dari keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini akibat dari
kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan maupun kelelahan. Kurang lebih
pada hari ke-4 postpartum, suhu badan akan naik lagi. Hal ini diakibatkan ada
pembentukan ASI, kemungkinan payudara membengkak, maupun kemungkinan
infeksi pada endometrium, mastitis, traktus genetalis ataupun system lain. Apabila
kenaikan suhu diatas 38oC, waspada terhadap infeksi postpartum.
2. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60 – 80 kali per menit. Pasca melahirkan,
denyut nadi dapat menjadi bradikardi maupun lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi
100 kali per menit, harus waspada kemungkinan infeksi atau pendarahan postpartum.
3. Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri ketika darah
dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah normal
manusia adalah sistolik antara 90 – 120 mmHg dan diastolic 60 – 80 mmHg. Pasca
melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah. Perubahan
tekanan darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh
pendarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi pada postpartum merupakan tada
terjadinya pre eklampsia postpartum. Namun demikian, hal tersebut sangat jarang
terjadi.
4. Pernafasan
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16 – 24 kali per menit. Pada
ibu postpartum umumya pernafasan lambat atau normal. Hal ini dikarenakan ibu
dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Keadaan pernafasan selalu
berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal,
pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran
nafas. Bila pernafasan pada masa postpartum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada
tanda-tanda syok.

9 Perubahan Sistem Kardiovaskuler


Selama kehamilan volume darah normal setelah kelahiran terjadi penurunan estrogen
menyebabkan dieresis dan secara cepat mengurangi volume plasma kembali kepada
proposi normal. Aliran ini terjadi dalam 2–4 jam pertama postpartum, selama masa ini
ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urine.
Begitu juga dengan progesterone, penurunan progesterone membantu mengurangi retensi
cairan yang ada dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan
bersama dengan trauma selama melahirkan bayinya.
Volume darah normal diperlukan plasenta dan pembuluh darah uterin, meningkat selama
kehamilan. Diresis terjadi akibat adanya penurunan hormone estrogen, yang dengan cepat
mengurangi volume plasma menjadi normal kembali. Meskipun kadar estrogen menurun
selama nifas, namun kadarnya masih tetap tinggi daripada normal. Plasma darah tidak
banyak mengandung cairan sehingga daya koagulasi meningkat.
Aliran ini terjadi dalam 2 – 4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu
mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesterone memabntu mengurangi
retensi caira yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama
kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan.
Kehilangan darah pada persalinan per vaginam sekitar 300–400 cc sedangkan kehilangan
darah dengan persalinan eksio sesarea menjadi dua kali lipat. Perubahan yang terjadi
terdiri dari volume darah dan hemokonsentrasi. Pada persalinan per vaginam,
hemokonsentrasi akan akan naik an pada persalinan seksio sesarea, hemokonsentrasi
cenderung stabil dan kembali normal setelah 4 – 6 minggu.
Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relative
bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum
cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sedia kala. Pada umunya hal ini
terjadi pada hari ketiga sampai kelima postpartum.

10 Perubahan Hematologi
Pada minggu-mingu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta factor-faktor
pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma
akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga
meningkatkan factor pembekuan darah.
Leukositasis adalah meningkatnya jumalh sel-sel darah putih sebanyak 15.000 selama
persalinan. Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama beberapa hari pertama masa
postpartum. Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik lagi sampai 25.000 hingga 30.000
tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama.
Pada awal postpartum, jumlah heboglobin, hematokrit, dan eritrosit sangat bervariasi. Hal
ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-
ubah. Tingkatan ini dipengaruhi status gizi dan hidrasi dari wanita tersebut. Jika hematokrit
pada hari pertama atau kedua lebih rendah dari titk 2% atau lebih tinggi daripada maka
pasien dianggap telah kehilangan darah cukup banyak. Titik 2 persen kurang lebih sama
dengan kehilangan darah 500ml darah.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan
peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3 – 7 postpartum dan akan normal
dalam 4 – 5 minggu postpartum. Jumlah kehilangan darah selama masa persalinan kurang
lebih 200 – 500 ml, minggu pertama postpartum berkisar 500 – 800 ml dan selama sisa
masa nifas berkisar 500ml.(Heryani, 2012)

Anda mungkin juga menyukai