Di susun oleh :
2007.14901.292
B. ETIOLOGI
Penyebab persalinan belum pasti diketahui,namun beberapa teori
menghubungkan dengan faktor hormonal,struktur rahim,sirkulasi rahim,pengaruh
tekanan pada saraf dan nutrisi (Hafifah, 2011)
a. Teori penurunan hormone
Minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone
progesterone dan estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot –
otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah
sehingga timbul his bila progesterone turun.
b. Teori placenta menjadi tua
Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan
kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.
c. Teori distensi Rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik
otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
d. Teori iritasi mekanik
Di belakang servik terlihat ganglion servikale(fleksus franterrhauss).
Bila ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan
timbul kontraksi uterus.
e. Induksi partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang
dimasukan dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus
frankenhauser, amniotomi pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu
pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus.
C. PATOFISIOLOGI
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun
eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya disebut “involusi”.
Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan penting lain yakni
memokonsentrasi dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh
hormon laktogen dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamae.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh-pembuluh darah
yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang
terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga
seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam
cincin. Peruabahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya
trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari
pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan
yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium
terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu.
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang merenggang sewaktu
kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur-angsur kembali seperti sedia
kala.
PATHWAY
D. MANIIFESTASI KLINIS
1. Involusi uterus
Adalah
proses
kembalinya alat
kandungan
uterus dan
jalan lahir
setelah bayi dilahirkan sehingga mencapai
keadaan seperti sebelum hamil. Setelah plasenta
lahir, uterus merupakan alat yang keras, karena
kontraksi ini menyebabkan rasa nyeri/mules-mules
yang disebut after pain post partum terjadi pada hari ke – 2-3 hari.
2. Kontraksi uterus
Intensistas kontraksi uterus meningkat setelah melahirkan berguna
untuk mengurangi volume cairan intra uteri. Setelah 1 – 2 jam post partum,
kontraksi menurun stabil berurutan, kontraksi uterus menjepit pembuluh darah
pada uteri sehingga perdarahan setelah plasenta lahir dapat berhenti.
3. After pain
Terjadi karena pengaruh kontraksi uterus, normal sampai hari ke -3.
After pain meningkat karena adanya sisa plasenta pada cavum uteri, dan
gumpalan darah (stoll cell) dalam cavum uteri .
4. Endometrium
Pelepasan plasenta dan selaput janin dari dinding rahim terjadi pada
stratum spunglosum, bagian atas setelah 2 – 3 hari tampak bahwa lapisan
atas dari stratum sponglosum yang tinggal menjadi nekrosis keluar dari lochia.
Epitelisasi endometrium siap dalam 10 hari, dan setelah 8 minggu
endometrium tumbuh kembali.
5. Epitelisasi tempat plasenta + 3 minggu tidak menimbulkan jaringan parut,
tetapi endometrium baru, tumbuh di bawah permukaan dari pinggir luka.
6. Ovarium
Selama hamil tidak terjadi pematangan sel telur. Masa nifa terjadi
pematangan sel telur, ovulasi tidak dibuahi terjadi mentruasi, ibu menyusui
mentruasinya terlambat karena pengaruh hormon prolaktin.]
7. Lochia
Adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa
nifas, sifat lochia alkalis sehingga memudahkan kuman penyakit berkembang
biak. Jumlah lebih banyak dari pengeluaran darah dan lendir waktu
menstruasi, berbau anyir, tetapi tidak busuk. Lochia dibagi dalam beberapa
jenis :
a. Lochia rubra
Pada hari 1 – 2 berwarna merah, berisi lapisan decidua, sisa-
sisa chorion, liguor amni, rambut lanugo, verniks caseosa sel
darah merah.
b. Lochia sanguinolenta
Dikeluarkan hari ke 3 – 7 warna merah kecoklatan bercampur
lendir, banyak serum selaput lendir, leukosit, dan kuman penyakit
yang mati.
c. Lochia serosa
Dikeluarkan hari ke 7 – 10, setelah satu minggu berwarna agak
kuning cair dan tidak berdarah lagi.
d. Lochia alba
Setelah 2 minggu, berwarna putih jernih, berisi selaput lendir,
mengandung leukosit, sel epitel, mukosa serviks dan kuman
penyakit yang telah mati.
8. Serviks dan vagina
Beberapa hari setelah persalinan, osteum externum dapat dilalui oleh
2 jari dan pinggirnya tidak rata (retak-retak). Pada akhir minggu pertama
hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja. Vagina saat persalinan sangat diregang
lambat laun mencapai ukuran normal dan tonus otot kembali seperti biasa,
pada minggu ke-3 post partum, rugae mulai nampak kembali.
9. Perubahan pada dinding abdomen
Hari pertama post partum dinding perut melipat dan longgar karena
diregang begitu lama. Setelah 2 – 3 minggu dinding perut akan kembali kuat,
terdapat striae melipat, dastosis recti abdominalis (pelebaran otot
rectus/perut) akibat janin yang terlalu besar atau bayi kembar.
10. Perubahan Sistem kardiovaskuler
Volume darah tergantung pada jumlah kehilangan darah selama
partus dan eksresi cairan extra vasculer. Curah jantung/cardiac output
kembali normal setelah partus
11. Perubahan sistem urinaria
Fungsi ginjal normal, dinding kandung kemih memperlihatkan oedema
dan hiperemi karena desakan pada waktu janin dilahirkan. Kadang-kadang
oedema trigonum, menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga terjadi retensio
urin. Pengaruh laserasi/episiotomi yang menyebabkan refleks miksi menurun.
Menurut Masriroh (2013) tanda dan gejala masa post partum adalah sebagai
berikut:
a. Organ-organ reproduksi kembali normal pada posisi sebelum
kehamilan.
b. Perubahan-perubahan psikologis lain yang terjadi selama kehamilan
berbalik (kerumitan).
c. Masa menyusui anak dimulai.
d. Penyembuhan ibu dari stress kehamilan dan persalinan di asumsikan
sebagai tanggung jawab untuk menjaga dan mengasuh bayinya.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Lengkap
Dilakukan sedini mungkin untuk mengetahui kadar hemoglobin darah yang
berhubungan dengan jumlah kehilangan darah.
b. USG
Dilakukan untuk memastikan adanya plasenta yang tertinggal.
H. PENATALAKSANAAN
Menurut Masriroh (2013) penatalaksanan yang diperlukan untuk klien dengan
post partum adalah sebagai berikut:
a. Memperhatikan kondisi fisik ibu dan bayi.
b. Mendorong penggunaan metode-metode yang tepat dalam memberikan
makanan pada bayi dan mempromosikan perkembangan hubungan baik
antara ibu dan anak.
c. Mendukung dan memperkuat kepercayaan diri si Ibu dan
memungkinkannya mingisi peran barunya sebagai seorang Ibu, baik
dengan orang, keluarga baru, maupun budaya tertentu.
BAB II
1. Pengkajian
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara
anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang (hasil
laboratorium).
a. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dengan cara mengumpulkan data-data tentang
respons pasien terhadap kelahiran bayinya serta penyesuaian selama masa
post partum.
Pengkajian awal mulai dengan review prenatal dan intranatal meliputi :
1. Lamanya proses persalinan dan jenis persalinan
2. Lamanya ketuban pecah dini
3. Adanya episiotomi dan laserasi
4. Respon janin pada saat persalinan dan kondisi bayi baru lahir (nilai
APGAR)
5. Pemberian anestesi selama proses persalinan dan kelahiran
6. Medikasi lain yang diterima selama persalinan atau periode immediate
post partum
7. Komplikasi yang terjadi pada periode immediate post partum seperti
atonia uteri, retensi plasenta.
Pengkajian ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor resiko yang
signifikan yang merupakan faktor presdisposisi terjadinya komplikasi post
partum.
b. Pengkajian status fisiologis maternal
Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian
postpartum, banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu
termasuk Breast (payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus), Bladder
(kandung kemih), Lochia (lokia), Episiotomy (episiotomi/perinium), Lower
Extremity (ekstremitas bawah), dan Emotion (emosi).
c. Pengkajian fisik
1. Tanda-tanda vital
Kaji tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu pada Ibu. Periksa
tanda-tanda vital tersebut setiap 15 menit selama satu jam pertama
setelah melahirkan atau sampai stabil, kemudian periksa setiap 30 menit
untuk jam-jam berikutnya. Nadi dan suhu diatas normal dapat
menunjukan kemungkinan adanya infeksi. Tekanan darah mungkin
sedikit meningkat karena upaya untuk persalinan dan keletihan. Tekanan
darah yang menurun perlu diwaspadai kemungkinan adanya perdarahan
post partum.
1) Tekanan darah,
Normal yaitu < 140/90 mmHg. Tekanan darah tersebut bisa
meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari post partum. Setelah
persalinan sebagian besar wanita mengalami peningkatan tekananan
darah sementara waktu. Keadaan ini akan kembali normal selama
beberapa hari.
Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukkan adanya
perdarahan post partum. Sebaliknya bila tekanan darah
tinggi,merupakan petunjuk kemungkinan adanya pre-eklampsi yang
bisa timbul pada masa nifas. Namun hal ini seperti itu jarang terjadi.
2) Suhu,
Suhu tubuh normal yaitu kurang dari 38 C. Pada hari ke 4
setelah persalinan suhu Ibu bisa naik sedikit kemungkinan
disebabkan dari aktivitas payudara. Bila kenaikan mencapai lebih
dari 38 C pada hari kedua sampai hari-hari berikutnya, harus
diwaspadai adanya infeksi atau sepsis nifas.
3) Nadi,,
Nadi normal pada Ibu nifas adalah 60-100. Denyut Nadi
Ibu akan melambat sampai sekitar 60x/menit yakni waktu habis
persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat oenuh. Ini terjadi
utamanya pada minggu pertama post-partum. Pada ibu yang nervus
nadinya bisa cepat, kira-kira 110x/menit. Bisa juga terjadi gejala
shock karena infeksi khususnya bila disertai penngkatan suhu tubuh.
4) Pernafasan, pernafasan normal yaitu 20-30 x/menit. Pada
umumnya respirasi lambat atau bahkan normal. Mengapa demikian,
tidak lain karena Ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi
istirahat.Bila ada respirasi cepat post partum (> 30 x/mnt) mungkin
karena adanya ikutan dari tanda-tanda syok.
2. Kepala dan wajah
1) Rambut, melihat kebersihan rambut, warna rambut, dan kerontokan
rambut.
2) Wajah, adanya edema pada wajah atau tidak. Kaji adanya flek hitam.
3) Mata, konjungtiva yang anemis menunjukan adanya anemia kerena
perdarahan saat persalinan.
4) Hidung, kaji dan tanyakan pada ibu, apakah ibu menderita pilek atau
sinusitis. Infeksi pada ibu postpartum dapat meningkatkan kebutuhan
energi.
5) Mulut dan gigi, tanyakan pada ibu apakah ibu mengalami
stomatitis, atau gigi yang berlubang. Gigi yang berlubang dapat
menjadi pintu masuk bagi mikroorganisme dan bisa beredar secara
sistemik.
6) Leher, kaji adanya pembesaran kelenjar limfe dan pembesaran
kelenjar tiroid. Kelenjar limfe yang membesar dapat menunjukan
adanya infeksi, ditunjang dengan adanya data yang lain seperti
hipertermi, nyeri dan bengkak.
7) Telinga, kaji apakah ibu menderita infeksi atau ada peradangan pada
telinga.
3. Pemeriksaan thorak
1) Inspeksi payudara
a. Kaji ukuran dan bentuk tidak berpengaruh terhadap produksi
asi, perlu diperhatikan bila ada kelainan, seperti pembesaran
masif, gerakan yang tidak simetris pada perubahan posisi
kontur atau permukaan.
b. Kaji kondisi permukaan, permukaan yang tidak rata seperti
adanya depresi,retraksi atau ada luka pada kulit payudara
perlu dipikirkan kemungkinan adanya tumor.
c. Warna kulit, kaji adanya kemerahan pada kulit yang dapat
menunjukan adanya peradangan.
2) Palpasi Payudara
Pengkajian payudara selama masa post partum meliputi
inspeksi ukuran, bentuk, warna dan kesimetrisan serta palpasi
apakah ada nyeri tekan guna menentukan status laktasi. Pada 1
sampai 2 hari pertama post partum, payudara tidak banyak
berubah kecil kecuali sekresi kolostrum yang banyak. Ketika
menyusui, perawat mengamati perubahan payudara,
menginspeksi puting dan areola apakah ada tanda tanda
kemerahan dan pecah, serta menanyakan ke ibu apakah ada
nyeri tekan. Payudara yang penuh dan bengkak akan menjadi
lembut dan lebih nyaman setelah menyusui.
4. Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi Abdomen
o Kaji adakah striae dan linea alba.
o Kaji keadaan abdomen, apakah lembek atau keras.
Abdomen yang keras menunjukan kontraksi uterus bagus
sehingga perdarahan dapat diminimalkan. Abdomen yang
lembek menunjukan sebaliknya dan dapat dimasase untuk
merangsang kontraksi.
b. Palpasi Abdomen
- Fundus uteri Tinggi : Segera setelah persalinan TFU 2 cm
dibawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan
menurun kira-kira 1 cm setiap hari. Hari kedua post partum TFU 1
cm dibawah pusat Hari ke 3 - 4 post partum TFU 2 cm dibawah
pusat. Hari ke 5 - 7 post partum TFU pertengahan pusat-symfisis
Hari ke 10 post partum TFU tidak teraba lagi.
- Kontraksi, kontraksi lemah atau perut teraba lunak menunjukan
konteraksi uterus kurang maksimal sehingga
memungkinkan terjadinya perdarahan.
- Posisi, posisi fundus apakah sentral atau lateral. Posisi lateral
biasanya terdorong oleh bladder yang penuh.
- Uterus, setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa
jaringan yang hampir padat. Dinding belakang dan depan uterus
yang tebal saling menutup, yang menyebabkan rongga bagian
tengah merata. Ukuran uterus akan tetap sama selama 2 hari
pertama setelah pelahiran, namun kemudian secara cepat
ukurannya berkurang oleh involusi. (Martin, Reeder, G., Koniak,
2014).
- Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rektus
abdominis akibat pembesaran uterus jika dipalpasi "regangan ini
menyerupai belah memanjang dari prosessus xiphoideus ke
umbilikus sehingga dapat diukur panjang dan lebarnya. Diastasis
ini tidak dapat menyatu kembali seperti sebelum hamil tetapi
dapat mendekat dengan memotivasi ibu untuk melakukan senam
nifas. Cara memeriksa diastasis rektus abdominis adalah dengan
meminta ibu untuk tidur terlentang tanpa bantal dan mengangkat
kepala, tidak diganjal kemudian palpasi abdomen dari bawah
prosessus xipoideus ke umbilikus kemudian ukur panjang dan
lebar diastasis.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd agen pencedera fisik, luka episiotomi post partum
2. Defisit nutrisi bd peningkatan kebutuhan karena laktasi
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Artritis reumatoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak
diketahui penyebabnya, diakrekteristikkan oleh kerusakan dan proliferasi membran
sinovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas.
(Kusharyadi, 2010). Penyebab utama penyakit artritis reumatoid masih belum
diketahui secara pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab
artritis reumatoid, yaitu : Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-
hemolitikus, endokrin, autoimmun, metabolik, dan faktor genetik serta pemicu
lingkungan.
Jika pasien artritis reumatoid pada lansia tidak diistirahatkan, maka penyakit
ini akan berkembang menjadi empat tahap yaitu terdapat radang sendi dengan
pembengkakan membran sinovial dan kelebihan produksi cairan sinovial, secara
radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat, jaringan ikat
fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga mengurangi ruang gerak sendi,
ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran
tubuh, dan deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan
tulang.
Masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah nyeri, gangguan
mobilitas fisik, gangguan citra tubuh, kurang perawatan diri, risiko cedera, ansietas
dan kurang pengetahuan.
B. SARAN
Kami harap laporan ini dapat berguna untuk semua yang membacanya, dan dapat
menjadi referensi untuk penulis selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Pangaribuan, R., & Olivia, N. (2020). Senam Lansia Pada Reumatoid Arthritis Dengan Nyeri
Lutut Di Upt Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai. Indonesian Trust Health Journal, 3(1),
272–277. https://doi.org/10.37104/ithj.v3i1.46
Aspiani. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik aplikasi NANDA, NIC, dan NOC
jilid 1. Jakarta: TRANS INFO MEDIA.
Evalina S, H., & Bagus R, C. (2015). Pengaruh kompres hangat terhadap nyeri sendi pada
lansia (60-74 tahun). Proceeding Seminar Ilmiah Nasional Keperawatan 2015 3rd Adult
Nursing Practice: Using Evidence in Care , 160.
Hyulita, S. (2013). Pengaruh Kompres Serei Hangat terhadap Penurunan Intensitas Nyeri
Artrtitis Rematoid pada Lanjut Usia di Kelurahan Tarok Dipo Wilayah Kerja Puskesmas
Guguk Panjang Bukit Tinggi . Afiyah Vol 1 No 1 , 1.
22