Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN POST PARTUM SPONTAN HARI PERTAMA

DI RUANG NIFAS RSUD KABUPATEN SIDOARJO

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Keperawatan Maternitas

Dosen pembimbing: Ari Damayanti S.,kep., Ners., M.Kep

Di susun oleh :

Candra Aprilia Kartika

2007.14901.292

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2021
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Post partum merupakan masa sesudah melahirkan atau persalinan. Masa
beberapa jam sesudah lahirnya plasenta atau tali pusat sampai minggu ke enam
setelah melahirkan, setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya
pada waktu saluran reproduksi kembali keadaan yang normal pada saat sebelum
hamil (Marmi, 2012). Post partum adalah waktu penyembuhan dan perubahan,
waktu kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya
anggota keluarga baru. (Mitayani, 2011). Post Partum adalah masa setelah
keluarnya placenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan
secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Ambarwati,
2010).
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai sampai
6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara berlahan
akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa nifas perlu
mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada
masa nifas. Dalam Angka Kematian Ibu (AKI) adalah penyebab banyaknya wanita
meninggal dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada wanita post partum
(Maritalia, 2012).

B. ETIOLOGI
Penyebab persalinan belum pasti diketahui,namun beberapa teori
menghubungkan dengan faktor hormonal,struktur rahim,sirkulasi rahim,pengaruh
tekanan pada saraf dan nutrisi (Hafifah, 2011)
a. Teori penurunan hormone
Minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone
progesterone dan estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot –
otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah
sehingga timbul his bila progesterone turun.
b. Teori placenta menjadi tua
Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan
kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.
c. Teori distensi Rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik
otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
d. Teori iritasi mekanik
Di belakang servik terlihat ganglion servikale(fleksus franterrhauss).
Bila ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan
timbul kontraksi uterus.
e. Induksi partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang
dimasukan dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus
frankenhauser, amniotomi pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu
pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus.

C. PATOFISIOLOGI
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun
eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya disebut “involusi”.
Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan penting lain yakni
memokonsentrasi dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh
hormon laktogen dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamae.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh-pembuluh darah
yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang
terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga
seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam
cincin. Peruabahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya
trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari
pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan
yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium
terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu.
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang merenggang sewaktu
kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur-angsur kembali seperti sedia
kala.
PATHWAY

D. MANIIFESTASI KLINIS
1. Involusi uterus

Adalah

proses
kembalinya alat

kandungan

uterus dan

jalan lahir
setelah bayi dilahirkan sehingga mencapai
keadaan seperti sebelum hamil. Setelah plasenta
lahir, uterus merupakan alat yang keras, karena
kontraksi ini menyebabkan rasa nyeri/mules-mules
yang disebut after pain post partum terjadi pada hari ke – 2-3 hari.
2. Kontraksi uterus
Intensistas kontraksi uterus meningkat setelah melahirkan berguna
untuk mengurangi volume cairan intra uteri. Setelah 1 – 2 jam post partum,
kontraksi menurun stabil berurutan, kontraksi uterus menjepit pembuluh darah
pada uteri sehingga perdarahan setelah plasenta lahir dapat berhenti.
3. After pain
Terjadi karena pengaruh kontraksi uterus, normal sampai hari ke -3.
After pain meningkat karena adanya sisa plasenta pada cavum uteri, dan
gumpalan darah (stoll cell) dalam cavum uteri .
4. Endometrium
Pelepasan plasenta dan selaput janin dari dinding rahim terjadi pada
stratum spunglosum, bagian atas setelah 2 – 3 hari tampak bahwa lapisan
atas dari stratum sponglosum yang tinggal menjadi nekrosis keluar dari lochia.
Epitelisasi endometrium siap dalam 10 hari, dan setelah 8 minggu
endometrium tumbuh kembali.
5. Epitelisasi tempat plasenta + 3 minggu tidak menimbulkan jaringan parut,
tetapi endometrium baru, tumbuh di bawah permukaan dari pinggir luka.
6. Ovarium
Selama hamil tidak terjadi pematangan sel telur. Masa nifa terjadi
pematangan sel telur, ovulasi tidak dibuahi terjadi mentruasi, ibu menyusui
mentruasinya terlambat karena pengaruh hormon prolaktin.]
7. Lochia
Adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa
nifas, sifat lochia alkalis sehingga memudahkan kuman penyakit berkembang
biak. Jumlah lebih banyak dari pengeluaran darah dan lendir waktu
menstruasi, berbau anyir, tetapi tidak busuk. Lochia dibagi dalam beberapa
jenis :

a. Lochia rubra
Pada hari 1 – 2 berwarna merah, berisi lapisan decidua, sisa-
sisa chorion, liguor amni, rambut lanugo, verniks caseosa sel
darah merah.
b. Lochia sanguinolenta
Dikeluarkan hari ke 3 – 7 warna merah kecoklatan bercampur
lendir, banyak serum selaput lendir, leukosit, dan kuman penyakit
yang mati.
c. Lochia serosa
Dikeluarkan hari ke 7 – 10, setelah satu minggu berwarna agak
kuning cair dan tidak berdarah lagi.
d. Lochia alba
Setelah 2 minggu, berwarna putih jernih, berisi selaput lendir,
mengandung leukosit, sel epitel, mukosa serviks dan kuman
penyakit yang telah mati.
8. Serviks dan vagina
Beberapa hari setelah persalinan, osteum externum dapat dilalui oleh
2 jari dan pinggirnya tidak rata (retak-retak). Pada akhir minggu pertama
hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja. Vagina saat persalinan sangat diregang
lambat laun mencapai ukuran normal dan tonus otot kembali seperti biasa,
pada minggu ke-3 post partum, rugae mulai nampak kembali.
9. Perubahan pada dinding abdomen
Hari pertama post partum dinding perut melipat dan longgar karena
diregang begitu lama. Setelah 2 – 3 minggu dinding perut akan kembali kuat,
terdapat striae melipat, dastosis recti abdominalis (pelebaran otot
rectus/perut) akibat janin yang terlalu besar atau bayi kembar.
10. Perubahan Sistem kardiovaskuler
Volume darah tergantung pada jumlah kehilangan darah selama
partus dan eksresi cairan extra vasculer. Curah jantung/cardiac output
kembali normal setelah partus
11. Perubahan sistem urinaria
Fungsi ginjal normal, dinding kandung kemih memperlihatkan oedema
dan hiperemi karena desakan pada waktu janin dilahirkan. Kadang-kadang
oedema trigonum, menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga terjadi retensio
urin. Pengaruh laserasi/episiotomi yang menyebabkan refleks miksi menurun.

12. Perubahan sistem Gastro Intestina;


Terjadi gangguan rangsangan BAB atau konstipasi 2 – 3 hari post
partum. Penyebabnya karena penurunan tonus pencernaan, enema,
kekakuan perineum karena episiotomi, laserasi, haemorroid dan takut jahitan
lepas.
13. Perubahan pada mammae
Hari pertama bila mammae ditekan sudah mengeluarkan colustrum.
Hari ketiga produksi ASI sudah mulai dan jaringan mammae menjadi tegang,
membengkak, lebut, hangat dipermukaan kulit (vasokongesti vaskuler)
14. Laktasi
Pada waktu dua hari pertama nifas keadaan buah dada sama dengan
kehamilan. Buah dada belum mengandung susu melainkan colustrum yang
dapat dikeluarkan dengan memijat areola mammae. Colustrum yaitu cairan
kuning dengan berat jenis 1.030 – 1,035 reaksi alkalis dan mengandung
protein dan garam, juga euglobin yang mengandung antibodi. bayi yang
terbaik dan harus dianjurkan kalau tidak ada kontra indikasi
15. Temperatur
Temperatur pada post partum dapat mencapai 38 0C dan normal
kembali dalam 24 jam. Kenaikan suhu ini disebabkan karena hilangnya
cairan melalui vagina ataupun keringat, dan infeksi yang disebabkan
terkontaminasinya vagina.
16. Nadi
Umumnya denyut nadi pada masa nifas turun di bawah normal.
Penurunan ini akibat dari bertambahnya jumlah darah kembali pada sirkulasi
seiring lepasnya placenta. Bertambahnya volume darah menaikkan tekanan
darah sebagai mekanisme kompensasi dari jantung dan akan normal pada
akhir minggu pertama.
17.  Tekanan Darah
Keadaan tensi dengan sistole 140 dan diastole 90 mmHg baik saat
kehamilan ataupun post partum merupakan tanda-tanda suatu keadaan yang
harus diperhatikan secara serius.
18. Hormon
Hormon kehamilan mulai berkurang dalam urine hampir tidak ada
dalam 24 hari, setelah 1 minggu hormon kehamilan juga menurun sedangkan
prolaktin meningkat untuk proses laktasi.

Menurut Masriroh (2013) tanda dan gejala masa post partum adalah sebagai
berikut:
a. Organ-organ reproduksi kembali normal pada posisi sebelum
kehamilan.
b. Perubahan-perubahan psikologis lain yang terjadi selama kehamilan
berbalik (kerumitan).
c. Masa menyusui anak dimulai.
d. Penyembuhan ibu dari stress kehamilan dan persalinan di asumsikan
sebagai tanggung jawab untuk menjaga dan mengasuh bayinya.

E. Klasifikasi Masa Nifas


Menurut Anggraini (2010), tahap masa nifas di bagi menjadi 3 :
1. Purperium dini, Waktu 0-24 jam post partum. Purperium dini yaitu
kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
Dianggap telah bersih dan boleh melakukan hubungan suami istri apabila
setelah 40 hari.
2. Purperium intermedial, Waktu 1-7 hari post partum. Purperium intermedial
yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6 minggu
3. Remote purperium ,Waktu 1-6 minggu post partum. Adalah waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutam bila selama hamil dan
waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk pulih sempurna
bias berminggu-minggu, bulanan bahkan tahunan. (Yetti Anggraini,2010).

F. Perubahan Psikologis Masa Nifas


Reva Rubin (1997) dalam Ari Sulistyawati (2009) membagi periode ini menjadi
3 bagian, antara lain:
1. Taking In (istirahat/penghargaan),
sebagai suatu masa keter-gantungan dengan ciri-ciri ibu
membutuhkan tidur yang cukup, nafsu makan meningkat, menceritakan
pengalaman partusnya berulang-ulang dan bersikap sebagai penerima,
menunggu apa yang disarankan dan apa yang diberikan. Disebut fase
taking in, karena selama waktu ini, ibu yang baru melahirkan memerlukan
perlindungan dan perawatan, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya
sendiri.
Pada fase ini ibu lebih mudah tersinggung dan cenderung pasif
terhadap lingkungannya disebabkan kare-na faktor kelelahan. Oleh
karena itu, ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur.
Di samping itu, kondisi tersebut perlu dipahami dengan menjaga
komunikasi yang baik.
2. Fase Taking On/Taking Hold (dibantu tetapi dilatih),
Terjadi hari ke 3 - 10 post partum. Terlihat sebagai suatu usaha ter-
hadap pelepasan diri dengan ciri-ciri bertindak sebagai pengatur
penggerak untuk bekerja,kecemasan makin menguat, perubah-an mood
mulai terjadi dan sudah mengerjakan tugas keibuan. Pada fase ini timbul
kebutuhan ibu untuk mendapatkan perawatan dan penerimaan dari orang
lain dan keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri.
Ibu mulai terbuka untuk menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya dan
juga bagi bayinya. Pada fase ini ibu berespon dengan penuh semangat
untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih tentang cara
perawatan bayi dan ibu memi-liki keinginan untuk merawat bay-inya
secara langsung.
3. Fase Letting Go (berjalan sendiri dilingkungannya),
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung setelah 10 hari postpartum. Periode ini
biasanya setelah pulang kerumah dan sangat dipengaruhi oleh waktu dan
perha-tian yang diberikan oleh keluarga. Pada saat ini ibu mengambil
tugas dan tanggung jawab terhadap per-awatan bayi sehingga ia harus
beradaptasi terhadap kebutuhan bayi yang menyebabkan berkurangnya
hak ibu, kebebasan dan hubungan sosial.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Lengkap
Dilakukan sedini mungkin untuk mengetahui kadar hemoglobin darah yang
berhubungan dengan jumlah kehilangan darah.
b. USG
Dilakukan untuk memastikan adanya plasenta yang tertinggal.

H. PENATALAKSANAAN
Menurut Masriroh (2013) penatalaksanan yang diperlukan untuk klien dengan
post partum adalah sebagai berikut:
a. Memperhatikan kondisi fisik ibu dan bayi.
b. Mendorong penggunaan metode-metode yang tepat dalam memberikan
makanan pada bayi dan mempromosikan perkembangan hubungan baik
antara ibu dan anak.
c. Mendukung dan memperkuat kepercayaan diri si Ibu dan
memungkinkannya mingisi peran barunya sebagai seorang Ibu, baik
dengan orang, keluarga baru, maupun budaya tertentu.

BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara
anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang (hasil
laboratorium).
a. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dengan cara mengumpulkan data-data tentang
respons pasien terhadap kelahiran bayinya serta penyesuaian selama masa
post partum.
Pengkajian awal mulai dengan review prenatal dan intranatal meliputi :
1. Lamanya proses persalinan dan jenis persalinan
2. Lamanya ketuban pecah dini
3. Adanya episiotomi dan laserasi
4. Respon janin pada saat persalinan dan kondisi bayi baru lahir (nilai
APGAR)
5. Pemberian anestesi selama proses persalinan dan kelahiran
6. Medikasi lain yang diterima selama persalinan atau periode immediate
post partum
7. Komplikasi yang terjadi pada periode immediate post partum seperti
atonia uteri, retensi plasenta.
Pengkajian ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor resiko yang
signifikan yang merupakan faktor presdisposisi terjadinya komplikasi post
partum.
b. Pengkajian status fisiologis maternal
Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian
postpartum, banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu
termasuk Breast (payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus), Bladder
(kandung kemih), Lochia (lokia), Episiotomy (episiotomi/perinium), Lower
Extremity (ekstremitas bawah), dan Emotion (emosi).
c. Pengkajian fisik
1. Tanda-tanda vital
Kaji tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu pada Ibu. Periksa
tanda-tanda vital tersebut setiap 15 menit selama satu jam pertama
setelah melahirkan atau sampai stabil, kemudian periksa setiap 30 menit
untuk jam-jam berikutnya. Nadi dan suhu diatas normal dapat
menunjukan kemungkinan adanya infeksi. Tekanan darah mungkin
sedikit meningkat karena upaya untuk persalinan dan keletihan. Tekanan
darah yang menurun perlu diwaspadai kemungkinan adanya perdarahan
post partum.
1) Tekanan darah,
Normal yaitu < 140/90 mmHg. Tekanan darah tersebut bisa
meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari post partum. Setelah
persalinan sebagian besar wanita mengalami peningkatan tekananan
darah sementara waktu. Keadaan ini akan kembali normal selama
beberapa hari.
Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukkan adanya
perdarahan post partum. Sebaliknya bila tekanan darah
tinggi,merupakan petunjuk kemungkinan adanya pre-eklampsi yang
bisa timbul pada masa nifas. Namun hal ini seperti itu jarang terjadi.
2) Suhu,
Suhu tubuh normal yaitu kurang dari 38 C. Pada hari ke 4
setelah persalinan suhu Ibu bisa naik sedikit kemungkinan
disebabkan dari aktivitas payudara. Bila kenaikan mencapai lebih
dari 38 C pada hari kedua sampai hari-hari berikutnya, harus
diwaspadai adanya infeksi atau sepsis nifas.
3) Nadi,,
Nadi normal pada Ibu nifas adalah 60-100. Denyut Nadi
Ibu akan melambat sampai sekitar 60x/menit yakni waktu habis
persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat oenuh. Ini terjadi
utamanya pada minggu pertama post-partum. Pada ibu yang nervus
nadinya bisa cepat, kira-kira 110x/menit. Bisa juga terjadi gejala
shock karena infeksi khususnya bila disertai penngkatan suhu tubuh.
4) Pernafasan, pernafasan normal yaitu 20-30 x/menit. Pada
umumnya respirasi lambat atau bahkan normal. Mengapa demikian,
tidak lain karena Ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi
istirahat.Bila ada respirasi cepat post partum (> 30 x/mnt) mungkin
karena adanya ikutan dari tanda-tanda syok.
2. Kepala dan wajah
1) Rambut, melihat kebersihan rambut, warna rambut, dan kerontokan
rambut.
2) Wajah, adanya edema pada wajah atau tidak. Kaji adanya flek hitam.
3) Mata, konjungtiva yang anemis menunjukan adanya anemia kerena
perdarahan saat persalinan.
4) Hidung, kaji dan tanyakan pada ibu, apakah ibu menderita pilek atau
sinusitis. Infeksi pada ibu postpartum dapat meningkatkan kebutuhan
energi.
5) Mulut dan gigi, tanyakan pada ibu apakah ibu mengalami
stomatitis, atau gigi yang berlubang. Gigi yang berlubang dapat
menjadi pintu masuk bagi mikroorganisme dan bisa beredar secara
sistemik.
6) Leher, kaji adanya pembesaran kelenjar limfe dan pembesaran
kelenjar tiroid. Kelenjar limfe yang membesar dapat menunjukan
adanya infeksi, ditunjang dengan adanya data yang lain seperti
hipertermi, nyeri dan bengkak.
7) Telinga, kaji apakah ibu menderita infeksi atau ada peradangan pada
telinga.
3. Pemeriksaan thorak
1) Inspeksi payudara
a. Kaji ukuran dan bentuk tidak berpengaruh terhadap produksi
asi, perlu diperhatikan bila ada kelainan, seperti pembesaran
masif, gerakan yang tidak simetris pada perubahan posisi
kontur atau permukaan.
b. Kaji kondisi permukaan, permukaan yang tidak rata seperti
adanya depresi,retraksi atau ada luka pada kulit payudara
perlu dipikirkan kemungkinan adanya tumor.
c. Warna kulit, kaji adanya kemerahan pada kulit yang dapat
menunjukan adanya peradangan.
2) Palpasi Payudara
Pengkajian payudara selama masa post partum meliputi
inspeksi ukuran, bentuk, warna dan kesimetrisan serta palpasi
apakah ada nyeri tekan guna menentukan status laktasi. Pada 1
sampai 2 hari pertama post partum, payudara tidak banyak
berubah kecil kecuali sekresi kolostrum yang banyak. Ketika
menyusui, perawat mengamati perubahan payudara,
menginspeksi puting dan areola apakah ada tanda tanda
kemerahan dan pecah, serta menanyakan ke ibu apakah ada
nyeri tekan. Payudara yang penuh dan bengkak akan menjadi
lembut dan lebih nyaman setelah menyusui.
4. Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi Abdomen
o Kaji adakah striae dan linea alba.
o Kaji keadaan abdomen, apakah lembek atau keras.
Abdomen yang keras menunjukan kontraksi uterus bagus
sehingga perdarahan dapat diminimalkan. Abdomen yang
lembek menunjukan sebaliknya dan dapat dimasase untuk
merangsang kontraksi.
b. Palpasi Abdomen
- Fundus uteri Tinggi : Segera setelah persalinan TFU 2 cm
dibawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan
menurun kira-kira 1 cm setiap hari. Hari kedua post partum TFU 1
cm dibawah pusat Hari ke 3 - 4 post partum TFU 2 cm dibawah
pusat. Hari ke 5 - 7 post partum TFU pertengahan pusat-symfisis
Hari ke 10 post partum TFU tidak teraba lagi.
- Kontraksi, kontraksi lemah atau perut teraba lunak menunjukan
konteraksi uterus kurang maksimal sehingga
memungkinkan terjadinya perdarahan.
- Posisi, posisi fundus apakah sentral atau lateral. Posisi lateral
biasanya terdorong oleh bladder yang penuh.
- Uterus, setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa
jaringan yang hampir padat. Dinding belakang dan depan uterus
yang tebal saling menutup, yang menyebabkan rongga bagian
tengah merata. Ukuran uterus akan tetap sama selama 2 hari
pertama setelah pelahiran, namun kemudian secara cepat
ukurannya berkurang oleh involusi. (Martin, Reeder, G., Koniak,
2014).
- Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rektus
abdominis akibat pembesaran uterus jika dipalpasi "regangan ini
menyerupai belah memanjang dari prosessus xiphoideus ke
umbilikus sehingga dapat diukur panjang dan lebarnya. Diastasis
ini tidak dapat menyatu kembali seperti sebelum hamil tetapi
dapat mendekat dengan memotivasi ibu untuk melakukan senam
nifas. Cara memeriksa diastasis rektus abdominis adalah dengan
meminta ibu untuk tidur terlentang tanpa bantal dan mengangkat
kepala, tidak diganjal kemudian palpasi abdomen dari bawah
prosessus xipoideus ke umbilikus kemudian ukur panjang dan
lebar diastasis.

c. Permerikasaan kandung kemih


Kaji dengan palpasi kandung kemih, kandung kemih yang bulat dan
lembut menunjukkan urine yang tertampung banyak, hal ini dapat
menganggu involusi uteri sehingga harus dikeluarkan.
d. Ekstremitas atas dan bawah
1) Varises, melihat apakah ibu mengalami varises atau tidak.
Pemeriksaan varises sangat penting karena ibu setelah
melahirkan mempunyai kecenderungan untuk mengalami varises
pada beberapa pembuluh darahnya. Hal ini disebabkan oleh
perubahan hormonal.
2) Edema, Tanda homan positif menunjukan adanya tromboflebitis
sehingga dapat menghambat sirkulasi ke organ distal. Cara
memeriksa tanda homan adalah memposisikan ibu terlentang
dengan tungkai ekstensi, kemudian didorsofleksikan dan
tanyakan apakah ibu mengalami nyeri pada betis, jika nyeri maka
tanda homan positif dan ibu harus dimotivasi untuk mobilisasi dini
agar sirkulasi lancar. Refleks patella mintalah ibu duduk dengan
tungkainya tergantung bebas dan jelaskan apa yang akan
dilakukan. Rabalah tendon dibawah lutut/ patella. Dengan
menggunakan hammer ketuklan rendon pada lutut bagian depan.
Tungkai bawah akan bergerak sedikit ketika tendon diketuk. Bila
reflek lutut negative kemungkinan pasien mengalami kekurangan
vitamin B1. Bila gerakannya berlebihan dan capat maka hal ini
mungkin merupakan tanda pre eklamsi.
3) Perineum, kebersihan Perhatikan kebersihan perineum ibu.
Kebersihan perineum menunjang penyembuhan luka. Serta
adanya hemoroid derajat 1 normal untuk ibu hamil dan pasca
persalinan.
- REEDA
REEDA adalah singkatan yang sering digunakan untuk
menilai kondisi episiotomi atau laserasi perinium. REEDA
singkatan (Redness / kemerahan, Edema,
Ecchymosisekimosis, Discharge/keluaran, dan Approximate/
perlekatan) pada luka episiotomy. Kemerahan dianggap
normal pada episiotomi dan luka namun jika ada rasa sakit
yang signifikan, diperlukan pengkajian lebih lanjut.
Selanjutnya, edema berlebihan dapat memperlambat
penyembuhan luka. Penggunaan kompres es (icepacks)
selama periode pasca melahirkan umumnya disarankan.
- Lochia
Kaji jumlah, warna, konsistensi dan bau lokhia pada ibu post
partum. Perubahan warna harus sesuai. Misalnya Ibu
postpartum hari ke tujuh harus memiliki lokhia yang sudah
berwarna merah muda atau keputihan. Jika warna lokhia
masih merah maka ibu mengalami komplikasi postpartum.
Lokhia yang berbau busuk yang dinamankan Lokhia
purulenta menunjukan adanya infeksi disaluran reproduksi
dan harus segera ditangani.
- Varises
Perhatikan apakah terjadinya varises di dalam vagina dan
vulva. Jika ada yang membuat perdarahan yang sangat hebat
.

d. Pengkajian status nutrisi


Pengkajian awal status nutrisi pada periode post partum didasarkan pada
data ibu saat sebelum hamil dan berat badan saat hamil, bukti simpanan
besi yang memadai (misal : konjungtiva) dan riwayat diet yang adekuat
atau penampilan. Perawat juga perlu mengkaji beberapa faktor komplikasi
yang memperburuk status nutrisi, seperti kehilangan darah yang berlebih
saat persalinan.
e. Pengkajian tingkat energi dan kualitas istirahat
Perawat harus mengkaji jumlah istirahat dan tidur, dan menanyakan apa
yang dapat dilakukan ibu untuk membantunya meningkatkan istirahat
selama ibu di rumah sakit. Ibu mungkin tidak bisa mengantisipasi kesulitan
tidur setelah persalinan.
f. Emosi
Emosi merupakan elemen penting dari penilaian post partum. Pasien post
partum biasanya menunjukkan gejala dari ”baby blues” atau “postpartum
blues” ditunjukan oleh gejala menangis, lekas marah, dan kadang-kadang
insomnia. Postpartum blues disebabkan oleh banyak faktor, termasuk
fluktuasi hormonal, kelelahan fisik, dan penyesuaian peran ibu. Ini adalah
bagian normal dari pengalaman post partum. Namun, jika gejala ini
berlangsung lebih lama dari beberapa minggu atau jika pasien post partum
menjadi nonfungsional atau mengungkapkan keinginan untuk menyakiti
bayinya atau diri sendiri, pasien harus diajari untuk segera melaporkan hal
ini pada perawat, bidan atau dokter.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd agen pencedera fisik, luka episiotomi post partum
2. Defisit nutrisi bd peningkatan kebutuhan karena laktasi

3. Ansietas bd tanggung jawab menjadi orang tua


4. Gangguan intergritas kulit/jaringan bd luka episiotomi perineum
5. Resiko infeksi bd luka episiotomi post partum spontan
6. Gangguan pola tidur bd tanggung jawab memberi asuhan pada bayi
7. Defisit pengetahuan bd kurang terpapar informasi tentang kesehatan
8. Menyusui tidak efektif bd ketidakadekuatan suplai ASI.

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Keperawatan Kriteria hasil
Nyeri akut bd agen NOC : Tingkat kenyamanan NIC :
pencedera fisik, luka Kriteria Hasil : 1) Kaji nyeri dengan
episiotomi post 1. Pasien melaporkan nyeri komprehensif
partum spontan berkurang meliputi P Q R S T
D.0077 2. Skala nyeri 2-3 2) Observasi reaksi
3. Pasien tampak rileks verbal dan non
4. Pasien dapat istirahat dan verbal
tidur 3) Monitor tanda
5. Tanda tanda vital dalam tanda vital
batas normal 4) Kurangi faktor
presipitasi nyeri
5) Ajarkan teknik
relaksasi nafas
dalam
6) Tingkatkan istirahat
7) Kolaborasi
pemberian
analgetik dengan
tepat

Defisit nutrisi bd NOC : Nutritional Status NIC :


peningkatan : Food and Fluid intake 1) Kaji adanya alergi
kebutuhan karena makanan
Kriteria Hasil :
laktasi 2) Monitor adanya
1. Adanya peningkatan berat
penurunan BB dan
badan sesuai dengan tujuan
gula darah
2. Berat badan ideal sesuai
3) Monitor turgor kulit
dengan tinggi badan
4) Monitor kekeringan,
3. Mampu mengidentifikasi
rambut kusam, total
kebutuhan nutrisi
protein, Hb dan
4. Tidak ada tanda tanda
kadar Ht
malnutrisi
5) Monitor mual dan
5. Tidak terjadi penurunan
muntah
berat badan yang berarti
6) Monitor pucat,
kemerahan
7) Ajarkan pasien
bagaimana
membuat catatan
makanan harian.
8) Yakinkan diet yang
dimakan
mengandung tinggi
serat untuk
mencegah
konstipasi
9) Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan

Ansietas bd NOC : Anxiety control Coping NIC :


tanggung jawab Kriteria Hasil : 1) Kaji pasien
menjadi orang tua menggunakan
1) Klien mampu
pendekatan yang
mengidentifikasi dan menenangkan
mengungkapkan 2) Identifikasi tingkat
kecemasan
gejala cemas
3) Nyatakan dengan
2) Mengidentifikasi, jelas harapan
mengungkapkan dan terhadap pelaku
pasien
menunjukkan tehnik
4) Jelaskan semua
untuk mengontol prosedur dan apa
cemas yang dirasakan
selama prosedur
3) Vital sign dalam batas
5) Temani pasien
normal untuk memberikan
4) Postur tubuh, keamanan dan
ekspresi wajah, mengurangi takut
6) Berikan informasi
bahasa tubuh dan
faktual mengenai
tingkat aktivitas diagnosis, tindakan
menunjukkan prognosis
7) Dorong suami
berkurangnya
untuk menemani
kecemasan pasien
8) Dengarkan dengan
penuh perhatian
9) Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,
persepsi

Gangguan intergritas NOC : Tissue Integrity : Skin NIC :


kulit bd luka and Mucous Membranes 1) Kaji lingkungan
episiotomi perineum Kriteria Hasil : yang dapat
1. Integritas kulit yang baik menyebabkan
bisa dipertahankan (sensasi, tekanan pada kulit
elastisitas, temperatur, hidrasi, atau luka
pigmentasi) 2) Monitor aktivitas
dan mobilisasi
pasien
3) Monitor status
nutrisi pasien
4) Monitor kulit akan
adanya kemerahan
5) Tidak ada luka/lesi
pada kulit
6) Perfusi jaringan
baik
7) Menunjukkan
pemahaman dalam
proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya sedera
berulang
8) Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami
9) Anjurkan pasien
untuk
menggunakan
pakaian yang
longgar
10) Hindari kerutan
padaa tempat tidur
11) Jaga kebersihan
kulit agar tetap
bersih dan kering
12) Mobilisasi pasien
(ubah posisi
pasien) setiap dua
jam sekali
13) Oleskan lotion atau
minyak/baby oil
pada derah yang
tertekan

Resiko infeksi bd NOC : Knowledge : Infection NIC :


trauma jaringan control Kriteria Hasil : 1) Kaji keadaan kulit,
1. Klien bebas dari tanda dan warna dan tekstur
gejala infeksi 2) Bersihkan
2. Mendeskripsikan proses lingkungan setelah
penularan penyakit, factor dipakai pasien lain
yang mempengaruhi penularan 5
serta penatalaksanaannya, 3) Instruksikan pada
3. Menunjukkan kemampuan pengunjung untuk
untuk mencegah timbulnya mencuci tangan
infeksi saat berkunjung
4. Jumlah leukosit dalam batas dan setelah
normal berkunjung
5. Menunjukkan perilaku hidup meninggalkan
sehat pasien
4) Gunakan sabun
antimikrobia untuk
cuci tangan
Intervensi
5) Gunakan baju,
sarung tangan
sebagai alat
pelindung
6) Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
7) Cuci tangan setiap
sebelum dan
sesudah tindakan
keperawtan
8) Pertahankan
lingkungan aseptik
selama
pemasangan alat
9) Tingkatkan intake
nutrisi
10) Berikan terapi
antibiotik bila perlu

Gangguan pola tidur NOC : Sleep : Extent an NIC :


bd tanggung jawab Pattern 1) Kaji faktor yang
memberi asuhan Kriteria Hasil : menyebabkan
pada bayi 1. Jumlah jam tidur dalam gangguan tidur
batas normal 6-8 jam/hari 2) Monitor waktu
2. Pola tidur, kualitas dalam makan dan minum
batas normal dengan waktu tidur
3. Perasaan segar sesudah 3) Monitor/catat
tidur atau istirahat kebutuhan tidur
4. Mampu mengidentifikasikan pasien setiap hari
halhal yang meningkatkan tidur dan jam
4) Diskusikan dengan
pasien dan
keluarga tentang
teknik tidur pasien
5) Fasilitas untuk
mempertahankan
aktivitas sebelum
tidur (membaca)
6) Determinasi efek-
efek medikasi
terhadap pola tidur
7) Jelaskan
pentingnya tidur
yang adekuat
8) Ciptakan
lingkungan yang
nyaman
9) Kolaborasikan
pemberian obat
tidur

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Artritis reumatoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak
diketahui penyebabnya, diakrekteristikkan oleh kerusakan dan proliferasi membran
sinovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas.
(Kusharyadi, 2010). Penyebab utama penyakit artritis reumatoid masih belum
diketahui secara pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab
artritis reumatoid, yaitu : Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-
hemolitikus, endokrin, autoimmun, metabolik, dan faktor genetik serta pemicu
lingkungan.
Jika pasien artritis reumatoid pada lansia tidak diistirahatkan, maka penyakit
ini akan berkembang menjadi empat tahap yaitu terdapat radang sendi dengan
pembengkakan membran sinovial dan kelebihan produksi cairan sinovial, secara
radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat, jaringan ikat
fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga mengurangi ruang gerak sendi,
ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran
tubuh, dan deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan
tulang.
Masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah nyeri, gangguan
mobilitas fisik, gangguan citra tubuh, kurang perawatan diri, risiko cedera, ansietas
dan kurang pengetahuan.

B. SARAN
Kami harap laporan ini dapat berguna untuk semua yang membacanya, dan dapat
menjadi referensi untuk penulis selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Pangaribuan, R., & Olivia, N. (2020). Senam Lansia Pada Reumatoid Arthritis Dengan Nyeri
Lutut Di Upt Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai. Indonesian Trust Health Journal, 3(1),
272–277. https://doi.org/10.37104/ithj.v3i1.46

Aspiani. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik aplikasi NANDA, NIC, dan NOC
jilid 1. Jakarta: TRANS INFO MEDIA.

Bawarodi. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Penyakit Rematik


Di Wilayah Puskesmas Beo Kabupaten Talaud. Fera Bawarodi .

DEWI, S. R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish.

Evalina S, H., & Bagus R, C. (2015). Pengaruh kompres hangat terhadap nyeri sendi pada
lansia (60-74 tahun). Proceeding Seminar Ilmiah Nasional Keperawatan 2015 3rd Adult
Nursing Practice: Using Evidence in Care , 160.

Hyulita, S. (2013). Pengaruh Kompres Serei Hangat terhadap Penurunan Intensitas Nyeri
Artrtitis Rematoid pada Lanjut Usia di Kelurahan Tarok Dipo Wilayah Kerja Puskesmas
Guguk Panjang Bukit Tinggi . Afiyah Vol 1 No 1 , 1.

Indonesia, T. p. (2014). Diagnosis dan pengelolaan Artritis Rematoid . Jakarta: Perhimpunan


Rematologi Indonesia.

22

Anda mungkin juga menyukai