Anda di halaman 1dari 15

IRK

TINGGI NORMAL TFU


DEFINISI POST PARTUN DAN BERAPA LAMA POST PARTUM
PRIODE MASA NIFAS DAN JENIS JENIS MASA NIFAS
JELASKAN PERUBAHAN PADA ORGAN REPRODUKSI IBU PADA MASA
NIFAS
Definisi Post Partum

postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil.Periode ini kadang disebut
puerperium atau trimester ke empat kehamilan (Bobak, et al., 2004).

Perubahan Fisiologis Di bagiam reproduksi ibu hamil


B. Perubahan Fisiologis Sistem Reproduksi Pada Masa Nifas
1. Perubahan Pada Vagina dan Perineum
Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina
dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara
bertahap ke ukuran sebelum hamil , 6 sampai 8 minggu setelah bayi lahir. Rugae
akan kembali terlihat pada sekitar minggu ke empat, walaupun tidak akan
semenonjol pada wanita nulipara. Pada umumnya rugae akan memipih secara
permanen. Mukosa tetap etrofik pada wanita menyusui sekurang – kurangnya
sampai menstruasi dimulai kembali . Penebalan mukosa vagina terjadi seiring
pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah
pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina . kekeringan local dan rasa tidak
nyaman saat koitus ( dispereunia ) menetap sampai fungsi ovarium kembali normal
dan menstruasi dimulai lagi. Biasanya wanita dianjurkan menggunakan pelumas
larut saat melakukan hubungan seksual untuk mengurangi nyeri.
Pada awalnya , introitus mengalami eritematosa dan edematosa , terutama pada
daerah episiotomi atau jahitan laserasi . Perbaikan yang cermat , pencegahan , atau
pengobatan dini hematoma dan hygiene yang baik selama dua minggu pertama
setelah melahirkan biasanya membuat introitus dengan mudah dibedakan dengan
introitus pada wanita nulipara.
Pada umumnya episiotomy hanya mungkin dilakukan bila wanita berbaring miring
dengan bokong diangkat atau ditempatkan pada posisi litotomi. Penerangan yang
baik diperlukan supaya episiotomy dapat terlihat jelas. Proses penyembuhan luka
episiotomy sama dengan luka operasi lain. Tanda – tanda infeki ( nyeri , panas ,
merah , bengkak atau rabas ) atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa terjadi.
Penyembuhan harus berlangsung dalam 2 sampai 3 minggu.
Hemoroid ( varises anus ) umumnya terlihat . Wanita sering mengalami gejala
terkait , seperti rasa gatal , tidak nyaman , dan perdarahan berwarna merah terang
pada waktu defecator. Ukuran hemoroid biasanya mengecil beberapa minggu
setelah bayi lahir.
2. Perubahan Pada Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan . Delapan belas jam pasca
partum , serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali
ke bentuk semula . Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa , tipis
dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan . Ektoserviks ( bagian
serviks yang menonjol ke vagina ) terlihat memar dan ada sedikit laserasi kecil –
kondisi yang optimal untuk perkembangan infeksi. Muara serviks , yang berdilatasi
10 cm seewaktu melahirkan , menutup secara bertahap. 2 jari mungkin masih dapat
dimasukkan kedalam muara serviks pada hari ke 4 sampai ke-6 pasca partum,
tetapi hanya tangkai kuret terkecil yang dapat dimasukkan pada akhir minggu ke –
2. Muara serviks eksterna tidak akan berbentuk lingkaran seperti sebelum
melahirkan , tetapi terlihat memanjang seperti suatu celah , sering disebut seperti
mulut ikan .Laktasi menunda produksi estrogen yang mempengaruhi mucus dan
mukosa.
3. Perubahan Pada Uterus
a. Perubahan Pada Pembuluh Darah Uterus
Kehamilan yang sukses membutuhkan peningkatan aliran darah uterus yang cukup
besar. Untuk menyuplainya , arteri dan vena di dalam uterus , terutama plasenta ,
menjadi luar biasa membesar , begitu juga pembuluh darah ke, dan dari uterus . Di
dalam uterus , pembentukan pembuluh – pembuluh darah baru juga menyebabkan
peningkatan aliran darah yang bermakna. Setelah pelahiran , kepiler pembuluh
darah ekstra uterin berkurang sampai mencapai atau paling tidak mendekati
keadaan sebelum hamil.
Pada masa nifas , di dalam uterus pembuluh – pembuluh darah mengalami
obliterasi akibat perubahan hialin , dan pembuluh – pembuluh yang lebih kecil
menggantikannya . Resorpsi residu hialin dilakukan melalui suatu proses yang
menyerupai proses pada ovarium setelah ovulasi dan pembentukan korpus luteum .
Namun , sisa – sisa dalam jumlah kecil dapat bertahan selama bertahun – tahun.
b. Perubahan Pada Serviks dan Segmen Bawah Uterus
Tepi luar serviks , yang berhubungan dengan os eksternum , biasanya mengalami
laserasi terutama di bagian lateral . Ostium serviks berkontraksi perlahan , dan
beberapa hari setelah bersalin ostium serviks hanya dapat ditembus oleh dua jari.
Pada akhir minggu pertama , ostium tersebut telah menyempit . Karena ostium
menyempit , serviks menebal dan anal kembali terbentuk . Meskipun involusi telah
selesai , os eksternum tidak dapat sepenuhnya kembali ke keadaan seperti sebelum
hamil. Os ini tetap agak melebar , dan depresi bilateral pada lokasi laserasi
menetap sebagai perubahan yang permanen dan menjadi ciri khas serviks para.
Harus diingat juga bahwa epitel serviks menjalani pembentukan kembali dalam
jumlah yang cukup banyak sebagai akibat pelahiran bayi. Contohnya , Ahdoot dan
rekan ( 1998 ) menemukan bahwa sekitar 50 % wanita dengan sel skuamosa
intraepithelial tingkat tinggi mengalami regresi akibat persalinan pervaginam.
Segmen bawah uterus yang mengalami penipisan cukup bermakna akan
berkontraksi dan tertarik kembali , tapi tidak sekuat pada korpus uteri. Dalam
waktu beberapa minggu , segmen bawah telah mengalami perubahan dari sebuah
struktur yang tampak jelas dan cukup besar untuk menampung hampir seluruh
kepala janin , menjadi isthmus uteri yang hampir tak terlihat dan terletak di antara
korpus uteri diatasnya dan os internum serviks di bawahnya.
c. Involusi Uteri
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut
involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot
polos uterus.
Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2
cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium
sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia
kehamilan 1 minggu (kira-kira sebesar grapefruit (jeruk asam) dan beratnya kira-
kira 1000 g.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus uteri mencapai 1 cm di atas tali
umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung
dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari
pascapartum keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilikus
dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9
pascapartum.

Uterus, yang
pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi
kira-kira 500 g, 1 minggu setelah melahirkan dan 350 g, 2 minggu setelah
melahirkan uterus berada di dalam panggul sejati lagi. Pada minggu ke enam,
beratnya sampai 60 g. Dan pada minggu ke-8, uterus memiliki berat 30 g, yaitu
sebesar uterus normal. Berikut gambaran involusi uterus.
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab untuk
prtumbuhan masif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus prenatal
tergantung pada hiperplasia, pningkatan jumlah sel-sel otot, dan hipertrofi,
pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa pascapartum penurunan kadar
hormon-homon ini menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan sacara langsung
jaringan hipertiroid yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa
hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.

d. Subinvolusi uterus
Istilah ini menggambarkan suatu keadaan menetapnya atau terjadinya retardasi
involusi , proses yang normalnya menyebabkan uterus nifas ke bentuk semula.
Proses ini disertai pemanjangan masa pengeluaran lokhia dan peradangan uterus
yang berlebihan atau irregular dan terkadang juga disertai perdarahan hebat. Pada
pemeriksaan bimanual , uterus teraba lebih besar dan lebih lunak dibandingkan
normal untuk periode nifas tertentu. Penyebab subinvolusi yang telah diakui antara
lain retensi potongan plasenta dan infeksi panggul. Karena hampir semua kasus
sub involusi disebabkan oleh penyebab local , keadaan ini biasanya dapat diatasi
dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Pemberian ergonovin ( Ergotrate ) atau
metilergonovin ( Methergine )0,2 mg setiap 3 atau 4 jam selama 24 jam sampai 48
jam direkomendasikan oleh beberapa ahli , namun efektivitasnya dipertanyakan .
Di lain pihak , metritis berespon baik terhadap terapi antibiotic oral. Wager dan
rekan ( 1980 ) melaporkan bahwa hampir sepertiga kasus infeksi uterus post
partum awitan lambat disebabkan Chlamydia trachomatis ; sehingga pengobatan
dengan tetrasiklin tampaknya sudah tepat.
Andrew dan rekan ( 1989 ) melaporkan 25 kasus perdarahan antarahari ke – 7
sampai 40 hari postpartum akibat arteri uteroplasental yang tidak berinvolusi.
Arteri – arteri abnormal ini ditandai oleh tidak adanya lapisan endotel dan
pembuluhnya yang terisi thrombus . Trofoblas periaurikular juga tampak pada
dinding pembuluh – pembuluh ini dan para peneliti tersebut mengajukan dalil
bahwa subinvolusi mungkin menggambarkan interaksi aberan antara sel –sel uterus
dengan trofoblast , setidaknya berdasarkan hasil pengamatan terhadap pembuluh –
pembuluh plasenta tersebut.
e. Kontraksi
intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah lahir, diduga
terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang terutama akibat
kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan
pembentukan bekuan. Hormon ang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan
mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu
hemostatis. Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi
uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk
mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin
(pitosin) secara intravena atau intramuskular diberikan segera stelah plasenta lahir.
Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di
payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang
pelepasan oksitosin.

f. Nyeri Pasca Melahirkan / Afterpain


Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap
kencang. Ralaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa
menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium. Rasa nyeri
setelah melahirkan ini akan lebih nyata dirasakan oleh ibu melahirkan dengan
kondisi tertentu, misalnya pada persalinan yang overdistensi / peregangan berlebih
yaitu pada kasus bayi besar (makrosomia) atau bayi kembar. Menyusui dan
oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini karena keduanya merangsang
kontraksi uterus. Biasanya nyeri ini berkurang intensitasnya dan melemah pada
hari ketiga postpartum.
g. Lokhia
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir seringkali lokia , mula - mula berwarna
merah , kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat . Rabas ini dapat
mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir , jumlah
cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar
selama menstruasi . Setelah waktu tersebut , aliran yang keluar harus semakin
berkurang.
Lokia rubra terutama mengandung darah. Aliran menyembur , menjadi merah
muda atau coklat setelah 3 sampai 4 hari ( lokia serosa ). Lokia serosa terdiri dari
darah lama ( old blood ) , serum , leukosit , dan debris jaringan . sekitar 10 hari
setelah bayi lahir , warna cairan ini menjadi kuning sampai putih ( lokia alba ).
Lokia alba mengandung leukosit , desidua , sel epitel , mucus , serum , dan
bakteri. Lokia alba bisa bertahan selama 2 sampai 6 minggu setelah bayi lahir.
Pengkajian jumlah aliran lokia berdasarkan observasi tampon perineum sulit
dilakukan. Jacobson (1985 ) menganjurkan suatu metode untuk memperkirakan
kehilangan darah pasca partum secara subyektif dengan mengkaji jumlah cairan
yang menodai tampon perineum . cara mengukur lokia yang obyektif ialah
dengann menimbang tampon perineum sebelum dipakai dan setelah dilepas. Setiap
peningkatan berat sebesar 1 gram setara dengan 1 ml darah . seluruh perkiraan
cairan lokia tidak akurat bila factor waktu tidak dipertimbangkan. Seorang wanita
yang mengganti satu tampon perineum dalam waktu 1 jam atau kurang
mengeluarkan lebih banyak darah daripada wanita yang mengganti tampon setelah
8 jam.
Apabila wanita mendapat pengobatan oksitosin , tanpa memandang cara
pemberiannya , lokia yang mengalir biasanya sedikit sampai efek obat hilang .
setelah operasi sesaria , jumlah lokia yang keluar biasanya lebih sedikit. Cairan
lokia biasanya meningkat , jika klien melakukan ambulasi dan menyusui. Setelah
berbaring di tempat tidur selama kurun waktu yang lama , wanita dapat
mengeluarkan semburan darah saat ia berdiri , tetapi hal ini tidak sama dengan
perdarahan.
Lokia rubra yang menetap pada wal periode pascapartum menunjukkan perdarah
berlanjut sebagai akibat fragmen plasenta atau membrane yang tertinggal.
Terjadinya perdarahan ulang setelah hari ke – 10 pasca partum menandakan
adanya perdarahan pada bekas tempat plasenta yang mulai memulih. Namun ,
setelah 3 sampai 4 minggu , perdarahan mungkin disebabkan oleh infeksi atau sub
involusi . Lokia serosa atau lokia alba yang berlajut bisa menandakan endometritis
, terutama jika disertai demam , rasa sakit , atau nyeri tekan pada abdomen yang
dihubungkan dengan pengeluaran cairan . Bau lokia menyerupai bau cairan
menstruasi , bau yang tidak sedap biasanya menandakan infeksi.
Perlu diingat bahwa tidak semua perdarahan pervaginam pascapartum lain ialah
laserasi vagina atau serviks yang tidak diperbaiki dan perdarahan bukan lokia.
LOKIA BUKAN LOKIA
Lokia biasanya menetes dari Apabila rabas darah
muara vagina . Aliran darah menyembur dari vagina ,
tetap keluar dalam jumlah kemungkinan terdapat robekan
yang lebih besar saat uterus pada serviks , atau vagina selain
berkontraksi. dari lokia yang normal
Semburan lokia dapat terjadi Apabila jumlah darah
akibat masasse pada uterus . berlebihan dan berwarna merah
Apabila lokia berwarna gelap terang , suatu robekan dapat
, maka lokia sebelumnya merupakan penyebab.
terkumpul di dalam vagina
yang relaksasi dan jumlahnya
segera berkurang menjadi
tetesan lokia berwarna merah
terang ( pada puerpurium
dini ).

h. Involusi Tempat Melekatnya Plasenta


Menurut Williams ( 1931 ) , ekstruksi lengkap tempat melekatnya plasenta perlu
waktu sampai 6 minggu . Proses ini mempunyai kepentingan klinis yang besar
, karena bila proses ini terganggu , dapat terjadi perdarahan nifas awitan lambat .
Segera setelah pelahiran , tempat melekatnya plasenta kira – kira berukuran
sebesar telapak tangan , tetapi dengan cepat ukurannya mengecil . Pada akhir
minggu kedua, diameternya hanya 3 cm sampai 4 cm .Dalam waktu beberapa jam
setelah pelahiran , tempat melekatnya plasenta biasanya terdiri atas banyak
pembuluh darah yang mengalami thrombosis yang selanjutnya mengalami
organisasi thrombus secara khusus.
Williams ( 1931 ) menjelaskan involusi tempat melekatnya plasenta sebagai
berikut :
Involusi tidak dipengaruhi oleh absorpsi in situ , namun oleh suatu proses
eksofilasiyang sebagian besar ditimbulkan oleh berkurangnya tempat implantasi
plasenta akibat pertumbuhan jaringan endometrium. Hal ini sebagian dipengaruhi
oleh perluasan dan pertumbuhan endometrium ke bawah dari tepi – tepi
melekatnya plasenta dan sebagian oleh perkembangan jaringan endometrium dari
kelenjar dan stroma yang tertinggal di bagian dalam desidua basalis setelah
pelepasan plasenta . Proses eksfoliasi semacam itu dianggap sebagai suatu
ketetapan yang bijaksana ; sebaliknya kesulitan besar akan dialami dalam
penyelapan arteri yang mengalami obliterasi dan thrombus yang mengalami
organisasi , yang bila menetap in situ , akan segera mengubah banyak bagian
mukosa uterus dan miometrium di bawahnya menjadi suatu massa jaringan perut.
Anderson dan Davis ( 1968 ) , menyimpulkan bahwa eksfoliasi tempat melekatnya
plasenta berlangsung sebagai akibat pengelupasan jaringan superficial yang
mengalami infark dan nekrotik yang diikuti oleh suatu proses perbaikan.
i. Perdarahan Postpartum Awitan Lambat
Perdarahan uterus yang serius kadang terjadi 1 sampai 2 minggu pada masa nifas
.Perdarahan paling sering disebabkan involusi abnormal tempat melekatnya
plasenta , namun dapat pula disebabkan oleh retensi sebagian plasenta. Biasanya
bagian plasenta yang tertinggal mengalami nekrosis tanpa deposit fibrin, dan pada
akhirnya akan membentuk polip plasenta . Apabila serpihan polip terlepas dari
miometrium , perdarahan hebat dapat terjadi.
Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lee dan rekan ( 1981 ) terhadap 3.822
wanita yang melahirkan dalam periode 1 – tahun di Henry Ford Hospital , 27
wanita ( 0,7 persen ) mengalami perdarahan uterus yang signifikan setelah 24 jam
pertama postpartum . Pada 20 diantara 27 wanita tersebut , uterusnya dinyatakan
kosong berdasarkan pemeriksaan sonografik , dan yang penting , hanya satu wanita
yang mengalami retensi jaringan plasenta.
Telah menjadi kesepakatan umum bahwa pada perdarahan uterus postpartum
awitan – lambat , diperlukan tindakan kuretase yang sesuai . Meski demikian
,kuretase setelah perdarahan nifas awitan lambat biasanya tidak mampu
mengeluarkan jaringan plasenta dalam jumlah banyak, dan perdarahan justru
sering bertambah parah . Sehingga , alih – alih mengurangi perdarahan , kuretase
lebih mungkin menyebabkan trauma pada lokasi implantasi dan menginduksi lebih
banyak perdarahan. Penatalaksanaan awal sebaiknya diarahkan untuk
mengendalikan perdarahan dengan menggunakan oksitosin , ergonovin ,
metilergonovin , atau prostaglandin intravena ( Adrinopoulus dan Mendenhall ,
1983 ) , terutama apabila terdapat alasan untuk mempertahankan uterus untuk
kehamilan berikutnya.Secara umum, kuretase dikerjakan hanya apabila terjadi
perdarahan yang menetap dalam jumlah cukup banyak atau berulang bahkan
setelah diberi penatalaksanaan awal.

j. Regenerasi Endometrium
Dalam waktu 2 atau 3 hari setelah pelahiran , setelah desidua berdiferensiasi
menjadi 2 lapisan . Stratum superficial menjadi nekrotik , dan terkelupas bersama
lokhia. Stratum basal yang bersebelahan dengan miometrium tetap utuh dan
merupakan sumber pembentukan endometrium baru. Endometrium terbentuk dari
proliferasi sisa – sisa kelenjar endometrium dan stroma jaringan ikat antarkelenjar
tersebut.
Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat , kecuali pada tempat
melekatnya plasenta. Dalam satu minggu atau lebih , permukaan bebas menjadi
tertutup oleh epitel dan seluruh endometrium pulih kembali dalam minggu ketiga.
Sharman ( 1953 ) , menemukan pemulihan endometrium lengkap pada specimen
biopsy yang diambil pada hari ke – 16 atau lebih. Yang disebut endometritis masa
nifas secara histologis hanyalah bagian dari proses perbaikan normal tersebut.
Demikian pula , pada hampir separuh wanita postpartum , tuba valopi antara hari
ke – 5 sampai ke – 15 menunjukkan perubahan peradangan mikroskopik yang
merupakan gambaran khas salfingitis akut. Namun , hal ini bukan disebabkan oleh
infeksi , melainkan hanya merupakan bagian dari proses involusi ( Andrews , 1951
)

4. Perubahan Topangan Otot Panggul


Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu melahirkan
dan masalah ginekologi dapat timbul di kemudian hari. Jaringan penopang dasar
panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan memerlukan waktu sampai
6 bulan untuk kembali ke tonus semula. Istilah relaksasi panggul berhubungan
dengan pemanjangan dan melemahnya topangan permukaan struktur panggul.
Struktur ini terdiri atas uterus , dinding vagina posterior atas , uretra , kandung
kemih , dan rectum. Walaupun relaksasi dapat terjadi pada setiap wanita , tetapi
biasanya merupakan komplikasi langsung yang timbul terlambat akibat
melahirkan.

Komplikasi pada ibu post partum


Komplikasi post partum
1. Perdarahan melalui vagina
Perdarahan melalui vagina pasca persalinan sering disebut sebagai Hemoragi Post
Partum (HPP). Terjadinya HPP dapat dipicu oleh adanya faktor risiko anemia pada
ibu hamil, yaitu kondisi hemoglobin rendah saat hamil.
2. Terjadinya infeksi
Usai persalinan, ibu harus mewaspadai akan kemungkinan terjadinya infeksi,
terutama jika ibu melahirkan melalui operasi caesar. Kondisi rumah sakit, tangan
tenaga medis, juga alat-alat yang digunakan, masih memiliki kemungkinan
mengandung bakteri. Bakteri yang biasanya menyerang adalah jenis
dari Streptococcus. Adanya infeksi ditandai dengan demam dan nyeri pada area
panggul.
Bila ibu melahirkan di rumah sakit umum (bukan khusus untuk bersalin), perlu
diwaspadai pula adanya infeksi nosocomial. Infeksi nosocomial adalah infeksi
yang didapatkan dari rumah sakit.
3. Terjadinya kelainan pada payudara
Setelah 24 hingga 48 jam pasca persalinan, biasanya muncul keluhan pada
payudara. Payudara seolah terasa penuh dan kadang berbenjol-benjol. Kondisi ini
bisa saja disebabkan oleh adanya tumpukan Air Susu Ibu (ASI) di dalam
payudara. Lalu apa yang harus dilakukan? Tentu saja dengan cara mengeluarkan
ASI dan memberikannya pada bayi . Pemberian kompres air dingin dan analgesic
juga mampu menguraangi keluhan rasa tidak nyaman pada ibu.
(baca pula artikel : manfaat daun katuk bagi ibu hamil dan manfaat madu bagi ibu
menyusui)
Bila keluhan payudara disertai dengan adanya bercak merah dan sensasi rasa
panas, perlu dicurigai adanya mastitis (inflamasi pada payudara). Maka hubungilah
dokter kandungan ibu dan biarkan dokter yang menentukan pengobatan medis
(farmakoterapi) apa yang cocok diberikan kepada ibu yang bersangkutan.
4. Munculnya ‘Postpartum Blues’
Apa itu post partum blues? Post partum blues adalah sindrom pada ibu yang baru
saja melahirkan. Sindrom tersebut membuat ibu merasa gelisah, takut, dan kurang
percaya diri atas kemampuannya sendiri dalam merawat buah hati. Ibu akan
merasa sedih dan menyalahkan dirinya sendiri atas hal-hal remeh yang terjadi pada
bayi juga kehilangan nafsu makan. Bila sampai pada tahap yang akut, ibu bahkan
tidak ingin melihat bayinya sendiri. Kondisi ini dapat juga merupakan kelanjutan
dari stress pada saat hamil dan di sinilah peran suami untuk mendampingi istri.

Pemeriksaan fisik pada ibu nifas Caesar dan ibu melahirkan normal
5.Pemeriksaan fisik pada masa nifas vagina dan sc
• Keadaan umum : Sedang
• Kesadaran : Compos mentis (Orientasi Tempat
Baik, waktu tepat, orang sekitar
sesuai kebutuhan).
• Tekanan Darah : T =110/80 mmHg
P = 86 kali/menit
R = 23 kali/menit
S = 36oC
1. Kepala
Rambut tidak berketombe, hitam, tidak rontok, distribusi merata, tidak ada lesi,
dan benjolan pada kepala.
2. Mata
Kelopak mata tidak ada oedama, keamanan menutup mata baik, replek pupil baik,
penglihatan baik, pergerakan bola mata baik, dapat membaca tanpa bantuan
kacamata.
3. Hidung
Bentuk simetris, tidak ada sekret, fungsi penciuman baik.
4. Telinga
Letak telinga simetris, tidak ada kotoran, pendengaran baik dan bisa menjawab
pertanyaan secara tepat dan benar.
5. Mulut
Bentuk simetris, lembab tidak cyanosis, tidak ada lesi, gigi bersih, rapi dan tidak
berlubang.
6. Payudara
Aerola mamae berwarna hitam, keadaan bersih, puting susu menonjol keluar tapi
Asi belum bisa keluar.
7. Intelegumen Kulit
Kulitnya putih, berminyak, kelembaban normal, turgor kulit baik.
8. Abdomen
Bising usus 8 kali/menit dan keadaan abdomen kembung, kendor dan lembut.
Pasca melahirkan cesar, ibu mulai dimotivasi untuk mulai bergerak ringan pada
48-72 jam (hari kedua). Gerakan ringan tersebut seperti miring ke kiri dan kanan
kemudian duduk. Aktivitas tersebut tentu harus dilakukan secara bertahap dengan
bantuan keluarga atau perawat. Setelah operasi caesar, ibu biasanya diperbolehkan
pulang ke rumah setelah 5 hari menjalani perawatan, dengan catatan tidak ada
seperti demam atau infeksi saluran kemih.
Akhir Minggu Pertama atau Minggu Kedua
Seminggu atau dua minggu pasca melahirkan cesar, ibu disarankan melakukan
kontrol ke dokter kandungan atau bidan untuk menjalani pemeriksaan berikut ini:
o Ukuran rahim. Dokter akan memeriksa apakah rahim sudah kembali ke ukuran
semula atau yang disebut involusi melalui pemeriksaan fisik dan ultrasonografi
(USG).
o Luka bekas jahitan. Bila ibu menjalani operasi caesar, dokter akan menilai luka
operasi, apakah sudah mengering, adakah cairan yang keluar, bila ada, apa warna
cairan dan apakah cairan tersebut berbau.
o Buang air kecil dan buang air besar. Dokter akan menanyakan apakah ibu
mengalami gangguan buang air kecil seperti tidak bisa menahan keluarnya air seni
atau gangguan buang air besar seperti konstipasi.
o Payudara. Dokter atau bidan akan memeriksa payudara untuk melihat apakah ada
pembengkakan dan infeksi karena umumnya di minggu pertama proses menyusui
masih sulit, sehingga payudara menjadi bengkak dan terjadi infeksi.
o Suasana hati. Mungkin tampak sepele, tetapi pemeriksaan kesehatan mental pun
tak kalah penting. Kejadian baby blues atau bahkan depresi pasca persalinan sering
kali terjadi dalam dua minggu pertama setelah melahirkan, sehingga pemeriksaan
mood dan emosi ibu pun penting.
Enam Minggu Pasca Melahirkan Cesar
Setelah enam minggu, ibu akan menjalani pemeriksaan darah untuk melihat apakah
ada anemia (kekurangan sel darah merah) atau tidak. Selain itu, pada waktu ini ibu
sudah bisa mendiskusikan mengenai pilihan kontrasepsi yang akan digunakan.
Itulah empat tahap pemeriksaan kesehatan pasca melahirkan cesar. Ada baiknya
ibu selalu intensif berkonsultasi dengan dokter atau bidan yang membantu dalam
melahirkan cesar. (Dr.Suprtini Limbung,2013)

Jenis Jenis Masa Nifas

1. Periode imediet post partum

Immediet post partum adalah waktu dari bayi lahir hingga 24 jam. Pada periode ini
biasanya ibu masih dalam pengawasan bidan, karena setelah proses persalinan
kemungkinan terjadinya pendarahan sangat besar, sehingga memerlukan
pengawasan intensif.
2. Periode early post partum

Early post partum adalah waktu 1 hari setelah bayi lahir sampai dengan 1 minggu
setelah bayi lahir. Pada saat ini bidan akan menganjurkan anda untuk melakukan
kunjungan ulang untuk melihat luka jahitan dan tinggi fundus apakah dalam keadaan
normal atau tidak, beberapa bidan juga akan melakukan pemeriksaan terhadap bayi
dan melakukan imunisasi.

3 Periode late post partum

Late post partum adalah waktu 1 minggu setelah bayi lahir dampai 5 minggu setelah
bayi lahir. Pada
tahapan ini bidan akan menjelaskan tentang konseling KB.

Sebagai saran, jagalah kebersihan diri untuk mencegah terjadinya infeksi pada masa

nifas. (Saleha, 2009)

Anda mungkin juga menyukai