Anda di halaman 1dari 8

PENGANTAR ASUHAN KEBIDANAN

“PERUBAHAN FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI PADA PASCA


PERSALINAN”

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Putu Irma Pratiwi, S.Tr.Keb., M.Keb

OLEH

NAMA : KADEK DIAN WIDIARTINI


NIM : 2006091042
KELAS : 1B/21

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN


JURUSAN KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN

SINGARAJA
TAHUN 2021
Perubahan Fisiologi Sistem Reproduksi Pada Pasca Persalinan

Perubahan fisiologis pada sistem reproduksi terjadi pada masa nifas, pada
masa ini merupakan proses kebalikan dari masa kehamilan dimana pada masa ini
terjadi proses kembalinya organ-organ reproduksi ke dalam keadaan kondisi
sebelum hamil (Bobak, et al., 2005). Pada sistem reproduksi terjadi perubahan
pada rahim, vagina dan perineum dalam waktu 6 minggu setelah melahirkan.
Berikut ini adalah perubahan fisiologi sistem reproduksi pada pasca persalinan
diantaranya:

1. Perubahan pada uterus atau rahim


Uterus akan mengalami proses involusi yang dimulai segera setelah plasenta
keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Involusi adalah pemulihan uterus
pada ukuran dan kondisi normal setelah kelahiran bayi (Bobak, Lowdermilk, dan
Jensen,2005). Involusi terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil
karena sitoplasma yang berlebihan dibuang. Involusi disebabkan oleh proses
autolysis, dimana zat protein dinding rahim pecah, diabsorbsi dan kemudian
dibuang sebagai air kencing.
Pada proses involusi uterus akan kembali ke kondisi sebelum hamil dengan
berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Dua belas jam pasca persalinan tinggi fundus
uteri mencapai kurang lebih 1 cm diatas umbilikus. Beberapa hari kemudian
perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun 1-2 cm setiap 24 jam.
Pada hari keenam postpartum, fundus normal akan berada dipertengahan antara
umbilikus dan simfisis pubis (Dewi,2009). Jika sampai dua minggu pascapartum
uterus belum masuk panggul, kemungkinan akan ada subsinvolusi. Subsinvolusi
dapat disebabkan oleh infeksi atau perdarahan lanjut atau late postpartum
haemorrage (Suherni,2009). Berikut ini adalah tinggi fundus uteri dan berat uterus
menurut masa involusi ( Saleha, Sitti, 2009 ).

Involusi Tinggi fundus uteri Berat uterus


Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Plasenta lahir 2 jari bawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat simpisis 500 gram
2 minggu Tidak teraba diatas simpisis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar norma 30 gram
Involusi Uteri

Proses dari terjadinya involusi dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Autolysis
Proses penghancuran diri sendiri dan perusakan secara langsung jaringan
hipertrofi secara berlebih yang terjadi di dalam otot uteri, enzim yang
membantu yaitu enzim proteolitik yang akan memendekan jaringan otot yang
telah sempat mengendur hingga sepuluh kali panjangnya dari semula dan lima
kali lebar dari semula selama kehamilan.
b. Atrofi jaringan
Terjadi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen terhadap
pelepasan plasenta, selain itu lapisan desidua akan mengalami atrofi dan
terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi
endometrium yang baru.
c. Efek oksitosin (kontraksi)
Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan
mengatur kontraksi uterus, kontraksi dan retraksi otot uteri akan mengurangi
suplai darah ke uterus, proses ini akan membantu mengurangi bekas luka
tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan. Involusi uterus dari
luar dapat diamati yaitu dengan memeriksa tinggi fundus uterus.

Adapun mengenai proses terjadinya involusi dapat digambarkan sebagai berikut


(Medforth, Battersby, Evans, Marsh, & Walker, 2002):

a. Iskemia: otot uterus berkontraksi dan beretraksi, membatasi aliran darah di


dalam uterus.
b. Fagositosis: jaringan elastik dan fibrosa yang sangat banyak dipecahkan.
c. Autolisis: serabut otot dicerna oleh enzim-enzim proteolitik (lisosim).
d. Semua produk sisa masuk ke dalam aliran darah dan dikeluarkan melalui
ginjal.
e. Lapisan desidua uterus terkikis dalam pengeluaran darah pervaginam dan
endometrium yang baru mulai terbentuk dari sekitar 10 hari setelah kelahiran
dan selesai pada minggu ke 6 pada akhir masa nifas.
f. Ukuran uterus berkurang dari 15 cm x 11 cm x 7,5 cm menjadi 7,5 cm x 5 cm x
2,5 cm pada minggu keenam.
g. Berat uterus berkurang dari 1000 gram sesaat setelah lahir, menjadi 60 gram
pada minggu ke-6.
h. Kecepatan involusi: terjadi penurunan bertahap sebesar 1 cm/hari. Di hari
pertama, uteri berada 12 cm di atas simfisis pubis dan pada hari ke-7 sekitar 5
cm di atas simfisis pubis. Pada hari ke-10, uterus hampir tidak dapat dipalpasi
atau bahkan tidak terpalpasi.
i. Involusi akan lebih lambat setelah seksio sesaria.
j. Involusi akan lebih lambat bila terdapat retensi jaringan plasenta atau bekuan
darah terutama jika dikaitkan dengan infeksi.

Selain mengalami proses involusi uterus juga akan mengeluarkan cairan


sekret yang disebut lokia. Warna lokia berubah seiring waktu, mula-mula
berwarna merah sampai putih. Perubahan warna dan jumlah lokia yang
dikeluarkan memberikan informasi apakah involusi uterus terjadi secara normal
atau tidak (Murray &McKinney,2007). Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama
masa nifas dan mempunyai reaksi basa (alkalis) yang dapat membuat organisme
berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina wanita
normal. Lokia mempunyai bau amis yang tidak terlalu menyengat dengan volume
yang berbeda-beda pada setiap wanita. Sekret mikroskopik lokia terdiri atas
eritrosit, peluruhan desidua, sel epitel dan bakteri.

Pada hari kedua pasca persalinan terdapat pengeluaran lokia rubra (kruenta),
cairan yang keluar bewarna merah dan mengandung darah dari robekan atau luka
pada plasenta dan serabut dari desidua dan chorion. Pada hari ke empat pasca
persalinan, cairan yang keluar berwarna kecoklatan dan berlendir disebut lokia
sanguinolenta. Kemudian cairan menjadi bewarna kuning kecoklatan disebut lokia
serosa yang mengandung serum, leukosit dan robekan atau laserasi plasenta.
Cairan berwarna putih kekuningan disebut dengan lokia alba, mengandung
leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang
mati. Lokia ini muncul selama 2-6 minggu pasca persalinan (Dewi,2009).

2. Perubahan pada servik


Serviks mengalami perubahan secara bertahap setelah melahirkan. Serviks
menjadi lunak dan memendek setelah 18 jam persalinan. Setelah bayi lahir tangan
masih bias masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan
setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari. Di akhir minggu pertama, pembukaan ini
menyempit, serviks menebal dan kanalis endoserviks kembali terbentuk. Osteum
externum tidak dapat kembali sempura ke keadaan sebelum hamil. Bagian
tersebut tetap agak lebar, dan secara khas cekungan di kedua sisi pada tempat
laserasi menjadi permanen.
Perubahan-perubahan ini merupakan karakteristik serviks ibu postpartum.
Segmen uterus bagian bawah yang menipis secara nyata mengalami kontraksi dan
retraksi, namun tidak sekuat pada corpus uteri. Selama beberapa minggu
berikutnya secara jelas merupakan substruktur tersendiri yang cukup besar untuk
mengakomodasi kepala bayi, berubah menjadi isthmus uteri yang hampir tidak
terlihat yang terletak diantara corpus dan ostium internum. Epitel servik
mengalami remodelling yang bermakna (Cunningham et al., 2012). Laserasi
mungkin terjadi pada serviks khususnya bagian ektoserviks. Hal ini menyebabkan
resiko terjadinya infeksi pada bagian tersebut dan sering terjadi edema. Serviks
yang berdilatasi 10 cm saat melahirkan akan menutup secara bertahap setiap
harinya. Hari keempat sampai keenam muara serviks berukuran lebih dari 2 cm
(Bobak, Lodermilk, Jensen & Perry, 2005).
3. Perubahan pada endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya thrombosis, degenerasi dan
nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5
mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput
janin. Setelah 3 hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut
pada bekas implantasi plasenta.

4. Perubahan pada vagina dan perineum


Vagina dan lubang vagina pada permulaan perineum merupakan suatu
saluran yang luas berdinding tipis. Secara berangsur-angsur luasnya berkurang,
tetapi jarang sekali kembali seperti ukuran seorang nulipara. Vagina juga
mengalami penekanan dan peregangan yang sangat besar selama proses
melahirkan. Hal ini mengakibatkan vagina mengalami edema dan mungkin terjadi
laserasi (Murray &McKinney,2007). Produksi estrogen menurun setelah
persalinan sehingga terjadi penipisan mukosa vagina, hilangnya ruggae(lipatan-
lipatan atau kerutan-kerutan) dan penurunan jumlah pelumas vagina. Kondisi ini
menyebabkan kekeringan local pada vagina dan rasa tidak nyaman saat koitus
menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan mulai menstruasi.
Ukuran vagina akan kembali seperti sebelum hamil pada 6-8 minggu setelah
melahirkan dan rugae akan kembali terlihat pada minggu keempat (Bobak,
Lodermilk, Jensen & Perry, 2005). Perlukaan vagina yang tidak berhubungan
dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah
persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam,
terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral
dan baru terlihat dengan pemeriksaan spekulum.
Pada perineum terjadi robekan pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi
di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin terlalu besar, sudut
arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah
dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.
Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi lakukanlah penjahitan dan
perawatan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Moudy.2018.Proses Adaptasi Fisiologi Dan Psikologi Ibu
Nifas.Tanggerang:Akademi Kebidanan Bina Husada Tanggerang.
Karjatin,Atin.2016. Keperawatan Maternitas.Jakarta Selatan:Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Puji Wahyuningsih,Heni.2018.Asuhan Kebidanan Nifas Dan
Menyusui.Bandung:Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Leniwita,Hasian.2019.Modul Keperawatan Maternitas.Jakarta:Universitas
Kristen Indonesia.
Fakultas Kedokteran Unpad. (2014).Obstetri Fisiologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi. Edisi 2.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai