Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

G8P7A0 DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU


DI RUANG PONEK RSUD KOTA MAKASSAR

NUR HAFITA, S.KEP


7121491903

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
(STIK) FAMIKA MAKASSSAR
T.A 2024
BAB I
KONSEP DASAR MEDIS
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

A. Definisi Kehamilan
Kehamilan adalah kondisi dimana seorang wanita memiliki janin yang sedang
tumbuh di dalam tubuhnya atau didalam rahim. Kehamilan pada manusia berkisar 40
minggu atau 9 bulan di hitung dari awal periode mnstrusi terakhir sampai melahirkan.
Kehamilan sendiri merupaka suatu proses yang perlu perawatan khusus agar dapat
berlangsung dengan baik. Resiko kehamilan sendiri bersifat dinamis karena pada ibu
hamil yang bersifat normal secara tiba-tiba dapat beresiko tinggi (Katmini, 2020).
Kehamilan adalah peristiwa bersatunya sel sperma dan sel telur yang
bertempat di luar atau di dalam rahim yang akan diakhiri dengan lahirnya calon bayi
dan plasenta (Desmawati & Arfiyanti, 2020).
Peristiwa kehamilan normal biasanya terjadi dalam rentang waktu 280 hari,
selama periode kehamilan seorang wanita yang sedang hamil pasti akan mengalami
perubahan fisiologi, perubahan ini terjadi untuk kebaikan perkembangan pada janin,
beberapa sistem yang berubah saat kehamilan diantaranya adalah sistem
kardiovaskuler, sistem pernafasan, sistem perkemihan, sistem endokrin dan sistem
reproduksi (Suarayasa, 2020).
B. Anatomi dan fisiologi kehamilan
1. Anatomi Kehamilan
a. Sistem reproduksi
1) Uterus
Ibu hamil uterusnya tumbuh membesar akibat pertumbuhan isi konsepsi
intrauterin. Hormon Estrogen menyebabkan hiperplasi jaringan, hormon
progesteron berperan untuk elastisitas/kelenturan uterus
2) Serviks
Satu bulan setelah konsepsi serviks akan menjadi lebih lunak dan kebiruan.
Perubahan ini terjadi akibat penambahan vaskularisasi dan terjadinya
edema pada seluruh serviks bersamaan dengan terjadinya hipertropi dan
hiperplasia pada kelenjar-kelenjar serviks.
3) Ovarium
Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan folikel baru
juga di tunda. Hanya satu korpus luteum yang dapat di temukan di ovarium.
Folikel ini akan berfungsi maksimal selama 6-7 minggu awal kehamilan
dan setelah itu akan berperan sebagai penghasil progesteron dalam jumlah
yang relatif minimal.
4) Vagina dan perineum
Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hiperemia terlihat jelas
pada kulit dan otot-otot di perineum dan vulva, sehingga pada vagina akan
terlihat berwarna keunguan yang dikenal dengan tanda Chadwick.
Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan hilangnya sejumlah jaringan
ikat dan hipertrofi dari sel-sel otot polos
5) Kulit
Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi kemerahan,
kusam dan kadang-kadang juga akan mengenai daerah payudara dan paha.
Perubahani ini dikenal dengan nama striae gravidarum. Pada multipara
selain striae kemerahan itu seringkali di temukan garis berwarna perak
berkilau yang merupakan sikatrik dan striae sebelumnya.
6) Payudara
Pada awal kehamilan perempuan akan merasakan payudaranya menjadi
lebih linak. Setelah bulan kedua payudara akan bertambah ukurannya dan
vena-vena di bawah kulit akan lebih terlihat. Puting payudara akan lebih
besar, kehitaman dan tegak. Setelah bulan pertama suatu cairan berwarna
kuning yang disebut kolostrum dapat keluar
b. Perubahan metabolik
Sebagian besar penambahan berat badan selama kehamilan berasal dari uterus
dan isinya. Kemudian payudara, volume darah, cairan ekstraseluler. Diperkiran
selama kehamilan berat badan akan bertambah (Prawirohardjo, 2018)
c. Sistem kardiovaskuler
Pada minggu ke-5 cardiac output akan meningkat dan perubahan ini terjadi
untuk mengurangi resistensi vaskular sistematik, selain itu juga terjadi
peningkatan denyut jantung. Sejak pertengahan kehamilan pembesaran uterus
akan menekan vena kava inferior dan aorta bawah ketika berada dalam posisi
terlentang. Penekanan vena kava inferior ini akan mengurangi darah balik vena
ke jantung, akibatnya terjadi penurunan preload dan cardiac output
(Prawihardjo, 2018).

d. Sistem respirasi
Pada kehamilan terjadi juga perubahan sistem respirasi, untuk dapat memenuhi
kebutuhan oksigen (O2). Di samping itu, terjadi desakan diafragma karena
dorongan rahim yang membesar pada umur kehamilan 32 minggu. Sebagai
kompensasi terjadinya desakan rahim dan kebutuhan oksigen yang meningkat,
e. Sistem endokrin
Selama kehamilan normal kelenjar hipofisis akan membesar ± 135%. Akan
tetapi kelenjar ini tidak begitu mempunyai arti penting dalam kehamilan. Pada
perempuan yang mengalami hipofisektomi persalinan dapat berjalan dengan
lancar. Hormon prolaktin akan meningkat 10x lipat pada saat kehamilan aterm.
Sebaliknya, setelah persalinan konsentrasinya pada plasma akan menurun
(Prawirohardjo, 2018)
f. Sistem muskuloskeletal
Lordosis yang progresif akan menjadi bentuk yang umum pada kehamilan.
Akibat kompensasi akibat dari pembesaran uterus ke posisi anterior, lordosis
menggeser pusat daya berat ke belakang ke arah dua tungkai. Sendi sakroiliaka,
sakrokoksigis dan pubis akan meningkat mobilitasnya, yang di perkirakan
karena pengaruh hormonal. Mobilitas tersebut dapat mengakibatkan
perubahansikap ibu pada akhirnya menyebabkan perasaan tidak enak pada
bagian bawah punggung terutama pada akhir kehamilan. (Prawirohardjo, 2018)
g. Sistem pencernaan (traktus digestivus)
Pada awal dimulanya kehamilan (pada umunya umur kehamilan 8 minggu),
terdapat perasaan mual (nausea), yang disebebkan oleh karena kadar hormon
estrogen yang meningkat. Akibat dari peningkatan hormon progesteron, tonus
otot-otot polos saluran cerna menurun, sehingga motilitas (daya gerak) seluruh
saluran cerna juga berkurang. Makanan lebih lama berada di dalam lambung
dan apa yang telah di cerna lebih lama berada dalam usus-usus. Mul muntah
biasanya terjadi pada pagi hari, yang disebut morning sickness (Setiawati,
2020).
h. Sistem perkemihan (traktus urinarius)
Pada kehamilan trimester pertama, kandung kencing tertekan oleh uterus yang
mulai membesar, sehinnga timbul sering kencing. Keadaan ini hilang dengan
makin tuanya kehamilan dan kepala janin mulai turun ke bawah pintu atas
panggul, keluhan sering kencing timbul lagi karena kandung kencing mulai
tertekan kembali (Setiawati, 2020).
2. Fisiologi Kehamilan
a. Sel telur (Ovum)
Urutan pembuahan ovum (oogenesis), yaitu oogonia-oosit pertama (primary
oocyte)-primary ovarian follicle-liquar folliculipematangan pertama ovum-
pematangan kedua ovum pada waktu sperma di buahi.
b. Sel mani (Spermatozoa)
Sperma bentuknya seperti kecebong, terdiri atas kepala berbentuk lonjong
sedikit gepeng berisi inti (nucleus). Leher yang menghubungkan kepala
dengan bagian tengah dan ekor yang dapat bergetar sehingga sperma dapat
bergerak dengan cepat. Panjang ekor kira-kira 10 kali bagian kepala.
c. Pembuahan (Konsepsi-Fertilisasi)
Pembuahan adalah suatu peristiwa penyatuan antara sel mani dengan sel telur
di tuba fallopii, yang pada umumnya terjadi di ampula tuba pada hari ke 11
sampai ke 14 siklus menstruasi. Wanita mengalami ovulasi sehingga siap
untuk di buahi.
d. Nidasi
Nidasi adalah masuknya atau tertanamnya hasil konsepsi ke dalam
endometrium. Blastula diselubungi oleh suatu yang disebut trofoblas, yang
mampu menghancurkan dan mengcairkan jaringan. Ketika blastula mencapai
rongga rahim, jaringan endometrium berada dalam masa sekresi. Jaringan
endometrium banyak mengandung sel-sel desidua yaitu sel-sel besar yang
mengandung benyak glikogen serta mudah di hancurkan oleh trofoblas.
e. Plasentasi
Pertumbuhan dan perkembangan desidua sejak terjadi konsepsi karena
pengaruh hormone terus tumbuh sehingga makin lama menjadi tebal.
Desidua adalah mukosa rahim pada kehamilan yang terbagi atas :
1) Desidua basalis, terletak anatara hasil konsepsi dan dinding rahim, disini
plasenter terbentuk
2) Desidua kapsularis, meliputi hasil konsepsi kea rah rongga rahim yang
lama-kelamaan bersatu dengan disidua vera karena obliterasi
3) Desidua versa (parietalis), meliputi lapisan dinding rahim lainnya
(Dartiwen & Yati Nurhayati)
C. Manifestasi klinis kehamilan
Tanda hamil adalah perubahan fisiologi yang timbul selama hamil. Ada tiga
tanda kehamilan, yaitu tanda dugaan hamil, tanda kemungkinan hamil dan tanda pasti
hamil.
1. Tanda diduga hamil
a. Amenorea, amenorea penting diketahui untuk memastikan hari
b. pertama haid terakhir (HPHT) dan di gunakan untuk perkiraan usia kehamilan
dan tafsiran persalinan.
c. Mual dan muntah (emesis gravidarum) terjadi pada 3 bulan pertama kehamilan
sering terjadi pada pagi hari tapi tidak terlalu
d. Mengidam
e. Mamma tegang dan membesar, disebabkan oleh pengaruh estrogen dan
progesteron yang merangsang duktuli dan alveoli di mammae
f. Sering kencing, terjadi karena pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung
kemih tertekan oleh uterus yang membesar
g. Obstipasi, terjadi karena tonus otot menurun yang di sebabkan oleh pengaruh
hormon progesterone
h. Pigmentasi kulit (kehitaman) oleh pengaruh hormon kortikosteroid plasenta
yang dijumpai pada muka, areola mammae, leher dan dinding perut
i. Epulis, hipertrofi palilla gingivae (gusi bengkak) sering terjadi pada trimester
pertama (Setiawati, 2020)
2. Tanda kemungkinan hamil (belum pasti)
a. Pembesaran perut : Terjadi akibat pembesaran uterus. Hal ini terjadi pada
bulan keempat kehamilan
b. Tanda hegar : tanda hegar adalah pelunakan dan dapat ditekannya isthimus
uteri
c. Tanda goodel : adalah pelunakan serviks. Pada wanita tidak hamil serviks
seperti ujung jidung, sedangkan pada wanita hamil melunak seperti bibir
d. Tanda chadwick : perubahan warna menjadi keunguan pada vulva dan mukosa
vagina termasuk juga portio dan serviks
e. Tanda piscaseck : merupaka pembesaran uterus yang tidak simetris. Terjadi
karena ovum berimplantasi pada daerah dekat dengan kornu sehingga daerah
tersebut berkembing lebih dulu
f. Teraba ballotement : ketukan yang mendadak pada uterus menyebabkan janin
bergerak dalam cairan ketuban yang dapat dirasakan oleh tangan pemeriksa.
Hal ini harus ada pada pemeriksaan kehamilan karena perabaan bagian seperti
bentuk janin saja tidak cukup karena dapat saja merupakan myoma uteri
g. Pemeriksaan tes biologi kehamilan (planotest) positif : pemeriksaan ini adalah
untuk mendeteksi adanya human Chorionic Gonaddotropin (hCG) yang di
produksi oleh sinsiotropblastik sel selama kehamilan, hormon direksi ini
peredaran darah ibu (pada plasma darah) dan di eksresi pada urin ibu
(Walyani, 2015)
3. Tanda pasti hamil
a. Dapat di catat dan di dengar bunyi jantung janin dengan beberapa cara
b. Dapat dirasakan gerakan janin dan ballottement
c. Pada pemeriksaan dengan sinar rontgen tampak kerangka janin
d. Dengan USG dapat diketahui ukuran kantong janin, panjangnya dan
diperkirakan tuanya kehamila
e. Tes kehamilan positif (pada kehamilan muda) (Setiawati, 2020)
D. Tanda bahaya kehamilan
Ada 10 tanda bahaya selama periode antenatal adalah :
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan tidak normal yang terjadi pada awal kehamilan (perdarahan merah,
banyak atau perdarahan dengan nyeri), kemungkinan abortus, mola atau
kehamilan ektopik.
2. Sakit kepala yang hebat, menetap yang tidak hilang.
3. Perubahan visual secara tiba – tiba (pandangan kabur)
4. Nyeri perut hebat
Nyeri yang tidak normal apabila nyeri yang hebat, menetap dan tidak hilang
setelah beristirahat, hal ini kemungkinan karena appendisitis, kehamilan ektopik,
abortus, penyakit radang panggul, gastritis, penyakit kantung empedu, abrupsio
plasenta, infeksi saluran kemih dll.
5. Bengkak pada muka atau tangan
6. Bayi bergerak kurang dari seperti biasanya
Ibu hamil akan merasakan gerakan janin pada bulan ke 5 atau sebagian ibu
merasakan gerakan janin lebih awal. Jika bayi tidur gerakannya akan melemah.
Bayi harus bergerak paling sedikit 3 x dalam periode 3 jam.
7. Demam dan kejang
8. Kenaikan berat badan tidak bertambah
Umumnya kenaikan berat badan selama hamil yaitu 11,5-16 kg selama hamil dan
selama seminggu naik 0,5 kg.
9. Mual muntah berlebihan
10. Ketuban pecah dini
11. Ketuban yang pecah sebelum usia kehamilan 37 minggu dapat mengakibatkan
kelahiran premature atau ketuban pecah setelah 37 minggu dan diperiksa belum
ada pembukaan dapat mengakibatkan infeksi intrapartum
(Fatimah & Nuryaningsih, 2016)
E. Tinjauan Teori Kehamilan ektopik
1. Definisi kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ‘ektopos’,
yang memiliki arti tidak pada tempatnya (Soliman dan Salem, 2014). Secara
sederhana, kehamilan ektopik dapat diartikan sebagai suatu kehamilan yang
terjadi di luar rongga uterus (Varma et al.,2019).
Kehamilan secara normal akan berada di kavum uteri. Kehamilan ektopik
ialah kehamilan di tempat yang luar biasa.Kehamilan ektopik terjadi setiap saat
ketika penanaman blastosit berlangsung dimanapun, kecuali di endometrium yang
melapisi rongga uterus. Tempat yang mungkin untuk kehamilan ektopik adalah
serviks, tuba fallopi, ovarium dan abdomen.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan hasil konsepsi berimplantasi
di luar endometrium rahim. Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah
kehamilan ektopik yang terganggu, dapat terjadi abortus atau pecah dan hal ini
dapat berbahaya bagi wanita tersebut (Rustam Mochtar, 2013: 159).
Kehamilan Ektopik adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi, implantasi
terjadi di luar endometrium kavum uteri. Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi
di tuba uterina kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau rupture apabila
masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi (misalnya :
tuba ) dan peristiwa ini di sebut kehamilan ektopik terganggu (Agam,dkk 2023).
Meningkatnya frekuensi kehamilan ektopik disebabkan oleh sejumlah
faktor, diantaranya riwayat kerusakan tuba, baik karena sebelumnya pernah
mengalami kehamilan ektopik maupun pembedahan tuba. Ketika kehamilan
ektopik tumbuh dalam tuba fallopii, itu dapat merusak jaringan tuba sekitarnya
(Widia sari, dkk 2021).
2. Klasifikasi kehamilan ektopik
Berikut ini merupakan klasifikasi kehamilan ektopik menurut
(Sari dan Prabowo, 2018):
a. Pertama, kehamilan ektopik pada tuba. Kehamilan ektopik pada tuba
paling sering terjadi dibandingkan yang lain. Tuba merupakan tempat
bertemunya sel telur dan sperma tetapi bukan merupakan tempat yang
tepat bagi ovum yang sudah dibuahi untuk menempel dan berkembang,
sehingga janin tidak akan tumbuh secara normal atau utuh seperti di dalam
uterus. Kehamilan tuba biasanya akan terganggu pada usia kehamilan 6-10
minggu. Berikut merupakan kemungkinan yang akan terjadi pada
kehamilan tuba, yaitu ruptur dinding tuba, hasil pembuahan mati dini dan
diresorpsi, dan abortus ke dalam lumen tuba.
b. Kedua, kehamilan pars interstisialis tuba. Pada kehamilan ini, ovum
menempel dan berkembang pada pars interstisialis tuba. hal ini jarang
terjadi, hanya 1% dari semua kehamilan tuba. Pada umur kehamilan lebih
tua, ruptur pada keadaan ini terjadi dan dapat mencapai akhir bulan
keempat. Jumlah perdarahan yang terjadi banyak dan bila tidak dioperasi
segera dapat menyebabkan kematian. Operasi yang dapat dilakukan adalah
laparatomi yang bertujuan untuk membersihkan isi kavum abdomen dari
sisa jaringan konsepsi, darah, dan menutup sumber perdarahan dengan
melakukan wegde resection pada kornu uteri tempat tuba pars interstisialis
berada.
c. Ketiga, kehamilan ektopik ganda. Kondisi langka dengan dua kehamilan
bersamaan yaitu kehamilan intrauterin (IUP) normal dan kehamilan lain
atau ektopik. Bentuk yang paling umum adalah kombinasi dari IUP
dengan kehamilan ektopik tuba. Frekuensi dari kehamilan yaitu 1:15.000-
40.000 kehamilan. Biasanya diagnosis kehamilan ektopiknya dibuat pada
waktu penatalaksanan berupa operasi kehamilan ektopik terganggu. Pada
laparotomi akan ditemukan uterus membesar sesuai dengan usia
kehamilan.
d. Keempat, kehamilan ektopik ovarial. Kehamilan ektopik ovarial mengacu
pada implantasi kantung kehamilan di dalam ovarium dan dapat
menyebabkan hingga 3% kehamilan ektopik. Diagnosis dapat ditegakkan
berdasarkan 4 kriteria dari Spiegelberg, yaitu kondisi tuba pada sisi
kehamilan harus normal, lokasi kantong janin harus pada ovarium,
kantong janin dan uterus dihubungkan oleh ligamentum ovari proprium,
dalam dinding kantong janin jaringan ovarium yang nyata harus
ditemukan. (Sotelo, 2019)
e. Kelima, kehamilan ektopik servikal. Kehamilan ektopik serviks terjadi
pada kurang dari 1% kehamilan ektopik, bila ovum menempel pada kavum
servikalis, maka akan terjadi perdarahan tetapi tidak disertai nyeri pada
kehamilan awal. Ini didiagnosis ketika kantung kehamilan divisualisasikan
dalam stroma serviks, biasanya dalam posisi eksentrik. Biasanya,
kehamilan servikal jarang melewati usia 12 minggu dan akan berakhir
operatif.
3. Etiologi Kehamilan Ektopik
Faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik diantaranya :
a. Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba
menyempit atau buntu. Kerusakan tersebut menghalangi sel telur yang telah
dibuahi untuk masuk ke rahim sehingga akhirnya menempel pada tuba fallopi.
b. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot
akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan
tumbuh di saluran tuba.
c. Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral,
dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
d. Faktor hormonal
Pil KB yang mengandung progesteron dapat mengakibatkan gerakan tuba
melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik.
e. Faktor Risiko
1) Pilihan alat kontrasepsi yaitu penggunaan kontrasepsi jenis spiral
(intrauterine device IUD) bertujuan untuk mencegah kehamilan. Namun,
apabila kehamilan tetap terjadi, kemungkinan besar kehamilan bersifat
ektopik.
2) Pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya. Wanita yang
mengalami kondisi ini memiliki risiko lebih tinggi untuk kembali
mengalaminya.
3) Mengidap infeksi atau inflamasi. Wanita yang pernah mengalami
inflamasi tuba fallopi atau penyakit radang panggul akibat penyakit
seksual menular, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kehamilan
ektopik.
4) Proses sterilisasi pada saat pengikatan tuba atau pembukaan ikatan tuba
yang kurang sempurna juga beresiko memicu kehamilan ektopik.
5) Faktor merokok.
4. Patofisiologi Kehamilan Ektopik
Patofisiologi kehamilan ektopik (ectopic pregnancy) didasari oleh adanya
cacat pada proses fisiologis organ reproduksi sehingga hasil konsepsi melakukan
implantasi dan maturasi di luar uterus. Hal ini paling sering terjadi karena sel
telur yang sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium mengalami
hambatan, sehingga embrio sudah berkembang terlebih dulu sebelum mencapai
kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar kavum uteri.
Hal lain yang juga dapat menyebabkan kehamilan ektopik walaupun jarang
terjadi adalah terjadinya pertemuan antara ovum dan sperma di luar organ
reproduksi, sehingga hasil konsepsi akan berkembang di luar uterus.
Apabila kehamilan ektopik terjadi di tuba, pada proses awal kehamilan
dimana hasil konsepsi tidak bisa mencapai endometrium untuk proses nidasi, ia
dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa proses
seperti pada kehamilan normal. Karena tuba bukan merupakan suatu media yang
baik untuk pertumbuhan embrio, maka pertumbuhan ini dapat mengalami
beberapa kemungkinan, yaitu hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi, abortus
dalam lumen tuba, ataupun terjadi ruptur dinding tuba.
5. Tanda dan Gejala Kehamilan Ektopik
a. Nyeri Tekan Abdomen
Nyeri hebat pada pemeriksaan abdomen dan vagina, terutama ketika serviks
digerakkan, dapat dilakukan pada lebih dari tiga perempat wanita dengan
kehamilan tuba yang ruptur. Namun, nyeri seperti ini dapat tidak ada sebelum
ruptur.
b. Nyeri Tekan Panggul
Lakukan pemeriksaan dengan hati-hati ketika memeriksa pasien untuk
memastikan bahwa kehamilan ektopik tidak mengalami ruptur proses
pemeriksaan.
c. Massa Adneksa
Massa adneksa adalah benjolan di jaringan dekat rahim, biasanya di indung
telur atau tuba fallopi. Lakukan palpasi bimanual dengan lembut untuk
mendapatkan adanya massa adneksa di panggul.
d. Perubahan Uterus
Karena hormon plasenta, uterus dapat membesar selama 3 bulan pertama pada
kehamilan tuba. Konsistensinya juga dapat serupa dengan kehamilan normal.
Uterus dapat terdorong ke satu sisi oleh massa ektopik dan apabila
ligamentum latum uteri terisi darah, uterus dapat tergeser dan menyebabkan
keluarnya serpihan. Serpihan tersebut dapat disertai kram dan menimbulkan
abortus spontan.
e. Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spotting atau
perdarahan vaginal.
f. Menstruasi abnormal
g. Abdomen dan pelvis yang lunak.
h. Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa
kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua pada
endometrium uterus.
i. Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi.
j. Kolaps dan kelelahan
k. Pucat
l. Nyeri bahu dan leher (iritasi diafragma)
m.Nyeri pada palpasi, perut pasien biasanya tegang dan agak gembung.
n. Gangguan kencing
o. Kadang-kadang terdapat gejala besar kencing karena
perangangan peritoneum oleh darah di dalam rongga perut
p. Pembesaran uterus
Pada kehamilan ektopik uterus membesar juga karena pengaruh hormon-
hormon kehamilan tapi pada umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan
dengan uterus pada kehamilan intrauterin yang sama umurnya
q. Perubahan darah
Dapat diduga bahwa kadar haemoglobin turun pada kehamilan tuba yang
terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut.
6. Penatalaksanaan Medik Kehamilan Ektopik
a. Laparoskopi adalah pilihan pembedahan untuk mengonfirmasi dan
memfasilitasi pengangkatan dari kehamilan ektopik tanpa laparotomi
eksplorasi, namun prosedur terbuka diindikasikan jika pasien secara
hemodinamik tidak stabil atau ukuran ektopik menentukan tindakan bedah
terbuka. Pasien harus selalu diberi KIE atau konseling tentang risiko konversi
menjadi laparotomi saat laparoskopi dilakukan. Biasanya pada manajemen
bedah akan melibatkan salpingotomi atau salpingektomi parsial
(Juneau dan Bates, 2012). Penatalaksanaan bedah sangat penting dalam
kehamilan ektopik yang ruptur.
b. Laparotomi adalah prosedur pembedahan yang paling sering dilakukan.
Prosedur laparoskopi dikaitkan dengan waktu operasi yang lebih singkat,
kehilangan darah yang lebih sedikit intraoperatif, pemulihan di rumah sakit
yang lebih cepat dan persyaratan analgesia yang lebih rendah.Laparotomi
harus dilakukan untuk pasien yang mengalami ruptur dan dalam keadaan syok
dan kompromi hipovolemik. Jika tabung kontralateral sehat, pilihan yang
sering dilakukan adalah salpingektomi, di mana seluruh tuba fallopi atau
segmen yang terkena dampak yang mengandung kehamilan ektopik
dihilangkan atau diangkat. Salpingotomi adalah prosedur pengangkatan
kehamilan ektopik, dengan membedahnya keluar dari tuba, meninggalkan tuba
Fallopi dalam upaya untuk menjaga kesuburan di sisi tempat kehamilan
ektopik (Sivalingam et al., 2012).
c. Salpingotomi, prosedurnya dimulai dari membuka, mengangkat konseptus,
lalu menstabilisasi tuba. Pada bagian atas segmen tuba yang meregang di buat
satu insisi linier. Konseptus dari kehamilan ektopik ini dikeluarkan dari lumen
tuba. Sisa sisa trofoblas dibersihkan dengan cara melakukan irigasi pada
lumen tuba dengan menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk
mencegah kerusakan pada mukosa tuba. (Sari dan Prabowo, 2018)
d. Terapi medis dengan methotrexate intramuskuler (50 mg/m2) dapat digunakan
pada kehamilan ektopik awal <3,5 cm, tidak rusak, tanpa nada jantung janin,
dan tidak ada perdarahan aktif (Juneau dan Bates, 2012). Penatalaksanaan
medis adalah pilihan yang dapat diberikan hanya untuk indikasi yang sangat
ketat, dan hanya ketika pasien dapat dengan aman diharapkan untuk mematuhi
rekomendasi dokter. Data yang memadai tersedia secara eksklusif untuk
pengobatan sistemik dengan methotrexate. Obat ini telah terbukti bermanfaat
terutama dalam pengobatan jaringan trofoblas persisten dan nilai hCG yang
terus meningkat setelah operasi konservatif. Methotrexate, antagonis asam
folat, yang aktivitasnya memanifestasikan dirinya terutama dalam sel-sel yang
berproliferasi cepat di tempat implantasi, khususnya trofoblas. Tingkat
keberhasilan dari pengobatan metotreksat bervariasi dalam literatur, dengan
tingkat mulai dari 63% hingga 97%, ini karena heterogenitas kelompok pasien
dan kriteria inklusi, perbedaan protokol dari pengobatan metotreksat, dan
berbagai definisi respon pengobatan. Dua protokol yang paling umum adalah
protokol dosis tunggal dan protokol multi-dosis. (Taran et al., 2015)
e. Tatalaksana expectant (menunggu dan waspada). Tatalaksana expectant adalah
tatalaksana tanpa intrevensi baik medikamentosa maupun intervensi bedah.
Sesuai dengan namanya tatalaksana ini dilakukan dengan cara menunggu
kehamilan ektopik berakhir sendiri tanpa terjadinya ruptur. Namun, tidak
semua pasien dapat ditatalaksana seperti ini. Pasien yang dapat menjadi
kandidat tatalaksana ini adalah pasien yang asimtomatis dan hemodinamik
stabil tanpa adanya tanda-tanda ruptur. Selain itu, pasien juga harus memiliki
bukti objektif terjadinya resolusi seperti kadar β-hCG yang menurun. Namun,
pada tatalaksana ini perlu ditekankan bahwa pasien harus selalu patuh untuk
melakukan followup rutin serta harus mau menerima bahwa risiko ruptur tetap
ada (Widianigsih,dkk.2021).
7. Komplikasi kehamilan ektopik
Selanjutnya nyeri pada abdomen dapat disebabkan oleh kehamilan ektopik yang
ruptur. Jika perdarahannya parah, maka rasa nyeri yang dirasa bisa sampai ke
abdomen. Apabila rangsangan darah dalam abdomen mencapai diafragma maka
nyeri juga dapat menjalar sampai ke bahu. Apabila darahnya membentuk
hematokel atau tertimbun di kavum douglas maka penderita akan merasakan
nyeri saat buang air besar (BAB). Perdarahan pervaginam dapat menyebabkan
syok karena terjadi gangguan pada sirkulasi umum yang dapat mengakibatkan
denyut nadi meningkat (takikardi) dan tekanan darah menurun (hipotensi). Hal
ini dikarenakan darah akan tertimbun dalam kavum abdomen dan tidak
berfungsi. (Logor, Wagey dan Loho, 2013).
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian menurut Margaretha (2017) antara lain:
1. Identitas pasien
a. Nama, sebagai identitas bagi pelayanan kesehatan/Rumah Sakit/Klinik atau
catat apakah klien pernah dirawat disini atau tidak.
b. Umur, Digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan terapi dan
tindakan, juga sebagai acuan pada umur berapa penyakit/kelainan tersebut
terjadi. Pada keterangan sering terjadi pada usia produktif 25 - 45 tahun
c. Alamat, sebagai gambaran tentang lingkungan tempat tinggal klien apakah
dekat atau jauh dari pelayanan kesehatan khususnya dalam pemeriksaan
kehamilan.
d. Pendidikan, Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga akan
memudahkan dalam pemberian penjelasan dan pengetahuan tentang gejala /
keluhan selama di rumah atau Rumah Sakit.
e. Status pernikahan, Dengan status perkawinan mengetahui berapa kali klien
mengalami kehamilan (KET) atau hanya sakit karena penyakit lain yang tidak
ada hubungannya dengan kehamilan.
f. Pekerjaan, Untuk mengetahui keadaan aktivitas sehari-hari dari klien, sehingga
memungkinkan menjadi faktor resiko terjadinya KET.
2. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan terdiri dari tempat pemeriksaan kehamilan, frekuensi,
imunisasi, keluhan selama kehamilan, pendidikan kesehatan yang diperoleh.
a. Keluhan utama
Nyeri hebat pada perut bagian bawah dan disertai dengan perdarahan selain itu
klien ammeorrhoe.
b. Riwayat kesehatan sekarang :
Awalnya wanita mengalami ammenorrhoe beberapa minggu kemudian disusul
dengan adanya nyeri hebat seperti disayat-sayat pada mulanya nyeri hanya
satu sisi ke sisi berikutnya disertai adanya perdarahan pervagina :
1) Kadang disertai muntah
2) Keadaan umum klien lemah dan adanya syok
3) Terkumpulnya darah di rongga perut :
✓ Menegakkan dinding perut nyeri
✓ Dapat juga menyebabkan nyeri hebat hingga klien pingsan
4) Perdarahan terus menerus kemungkinan terjadi syok hipovolemik
c. Riwayat kesehaatan dahulu :
Mencari faktor pencetus misalnya adanya riwayat endomatritis, addresitis
menyebabkan perlengkapan endosalping, Tuba menyempit membantu
d. Riwayat kesehatan keluarga :
Hal yang perlu dikaji kesehatan suami, apakah suami mengalami infeksi
system urogenetalia, dapat menular pada istri dan dapat mengakibatkan infeksi
pada celvix.
e. Riwayat Obstetri Ginekologi
1) Usia perkawinan, sering terjadi pada usia produktif 25 ‐ 45 tahun,
berdampak bagi psikososial, terutama keluarga yang masih mengharapkan
anak.
2) Riwayat persalinan yang lalu, Apakah klien melakukan proses persalinan
di petugas kesehatan atau di dukun
3) Grade multi
4) Riwayat penggunaan alat kontrasepsi, seperti penggunaan IUD.
5) Adanya keluhan haid, keluarnya darah haid dan bau yangmenyengat.
Kemungkinan adanya infeksi
3. Pemeriksaan fisik
a. Vital sign
1) Keadaan umum : tergantung banyaknya darah yang keluar dan tuba,
keadaan umum ialah kurang lebih normal sampai gawat dengan shock
berat dan anemi
2) Kepala
a) Rambut : rambut dapat bersih atau kotor, warna bervariasi sesuia
dengan ras, rambut rontok atau tidak.
b) Mata : penglihatan baik/ tidak, kongjungtiva anemis/tidak, sklera
ikterik/tidak. Hidung : hidung simetris / tidak, bersih/tidak, secret
ada/tidak, ada pembengkakan/tidak.
c) Telinga : ganggua pendengaran/tidak, adanya serumen / tidak, simetris
atau tidak.
d) Mulut : kebersihan mulut, mukosa bibir dan kebersihan gigi.
3) Leher dan thorax :
Tanda-tanda kehamilan ektopik tidak dapat di identifikasikan melalui
leher dan thorax, Payudara pada KET, biasanya mengalami perubahan.
Inspeksi irama nafas, dengarkan bunyi nafas dan bunyi jantung, hitung
frekuensi.
4) Abdomen
Pada abortus tuba terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah di sisi
uterus, dan pada pemeriksaan luar atau pemeriksaan bimanual ditemukan
tumor yang tidak begitu padat, nyeri tekan dan dengan batas-batas yang
tidak rata disamping uterus. Hematokel retrouterina dapat ditemukan.
Pada repture tuba perut menegang dan nyeri tekan, dan dapat ditemukan
cairan bebas dalam rongga peritoneum. Kavum Douglas menonjol karena
darah yang berkumpul ditempat tersebut baik pada abortus tuba maupun
padarupture tuba gerakan pada serviks nyeri sekali
5) Genetalia
Sebelum dilakukan tindakan operasi pada pemeriksaangenetalia eksterna
dapat ditemukan adanya perdarahan pervagina. Perdarahan dari uterus
biasanya sedikit- sedikit, berwarna merah kehitaman, Setelah dilakukan
tindakan operasi pada pemeriksaan genetaliadapat ditemukan adanya
darah yang keluar sedikit.
6) Ekstremitas
Pada ekstrimitas atas dan bawah biasanya ditemukan adanya akraldingin
akibat syok serta tanda-tanda cyanosis perifer pada tangandan kaki.
4. Eliminasi
Pengkajian eliminasi meliputi pengkajian bising usus, inspeksi dan palpasi adanya
distensi abdomen. Ibu postpartum dianjurkan untuk berkemih sesegera mungkin
untuk menghindari distensi kandung kemih. Eliminasi dikaji setiap 9 jam, kaji
juga defekasi setiap harinya.
5. Pengkajian psikososial
Pengkajian psikososial ini difokuskan pada interaksi dan adaptasi ibu, bayi
baru lahir dan keluarga. Perawat melihat status emosianal dan respon ibu terhadap
pengalaman kelahiran, interaksi dengan bayi baru lahir, menyusui bayi baru lahir,
penyesuaian terhadap peran baru, hubungan baru dalam keluarga, dan peningkatan
pemahaman dalam perawatan diri.
B. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan penunjang penting untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan
kadar hormon (β-hCG dan progesterone), hemoglobin, leukosit, ultrasonography,
kuldosintesis, dan laparoskopi. Kadar βhCG berkaitan dengan usia dan ukuran
gestasi pertumbuhan embrionik normal. Pada kehamilan ektopik peningkatan kadar
β-hCG tersebut kurang dari kehamilan normal. Kehamilan ektopik umumnya
dikaitkan dengan peningkatan hCG tidak lebih dari 66%, atau penurunan tidak
lebih dari 13% dari tingkat dasar, dalam 48 jam. Rasio terletak dalam kisaran ini,
bersama dengan nilai hCG absolut di atas 1500 IU/L tanpa adanya kehamilan
intrauterin yang dapat divisualisasikan, dapat diambil sebagai bukti untuk
kemungkinan kehamilan ektopik. Kriteria gabungan ini adalah 92% sensitif dan
84% spesifik (Taran et al., 2015). Kadar progesteron adalah salah satu cara untuk
membedakan kehamilan intrauterin dan ektopik. Pasien dengan kehamilan
intrauterin normal memiliki kadar progesteron serum lebih dari 20 ng/ml (rata-rata
= 30,9 ng/ml), sementara semua pasien dengan kehamilan ektopik memiliki kadar
progesteron kurang dari 15 ng/ml (rata-rata = 5,7 ng/ml). Berbeda dengan kadar
βhCG, kadar progesteron serum stabil untuk kehamilan 8-10 minggu pertama.
2. Pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) dan eritrosit juga dapat dilakukan untuk
mendiagnosis kehamilan ektopik yang terganggu, terlebih lagi jika ada tanda-tanda
perdarahan di dalam rongga perut. Biasanya ditemukan anemia pada kejadian yang
tidak mendadak, tetapi harus diperhatikan dan diingat bahwa penurunan Hb baru
akan terlihat setelah 24 jam. Jika dalam perhitungan leukosit secara berturut
menunjukkan leukosit meningkat maka menunjukkan adanya perdarahan. Hal ini
juga dapat digunakan untuk membedakan kehamilan ektopik dan infeksi pelvis.
Pada infeksi pelvis jumlah leukosit umumnya lebih dari 20.000.
3. USG adalah salah satu modalitas penting dalam mendiagnosis adanya kehamilan
ektopik. Pemeriksaan USG ini lebih tepatnya untuk mengonfirmasi kehamilan
intrauterin. Visualisasi kantong kehamilan intrauterin dengan atau tanpa aktivitas
jantung janin adalah cara yang adekuat untuk menduga adanya kehamilan ektopik
atau tidak. USG dapat dilakukan baik secara transvaginal atupun abdominal.
4. Kuldosintesis merupakan salah satu metode pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui kondisi dari kavum douglas apakah terdapat darah atau tidak
didalamnya. Laparoskopi biasanya menjadi pilihan terakhir yang digunakan
sebagai alat bantu diagnostik kehamilan ektopik apabila hasil metode diagnostik
yang lain masih meragukan. Kelebihan pemeriksaan ini adalah dapat dinilainya
struktur pelvis, ada tidaknya hemo-peritoneum, serta ada tidaknya keberadaan
kondisi lain seperti kista ovarium dan endometriosis yang terjadi bersamaan
dengan kehamilan intrauterin, dapat menyerupai kehamilan ektopik. Namun,
pemeriksaan ini juga memiliki kekurangan yakni hasil positif palsunya juga akan
meningkat apabila dilakukan pada kehamilan dengan usia gestasi yang lebih awal.
(widiasari,dkk. 2021)
C. Phatway
Pembuahan telur
di ovum

Perjalanan ke uterus mengalami hambatan (Endometriosis,hypoplasia uteri,


tumor, idiopati, radang pada tuba, infeksi pelvis)

Berdinasi di tuba

Kehamilan ektopik

Kehamilan ektopik
terganggu

Abortus ke dalam lumen tubas Rupture pada implantasi di


tuba dan uterus
Terjadi perdarahan karena
pembukaan pembuluh darah Hipovolemi Perdarahan abnormal
oleh villi korialis
Nyeri abdomen
Ansietas
Pelepasan tidak sempurna

Nyeri akut
Perdarahan berlangsung

Resiko infeksi

D. Kemungkinan diagnosa yang muncul


1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri, meringis (D. 0077)
2. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif d.d adanya pendarahan, turgor kulit menurun,
mukosa bibir kering (D. 0023)
3. Ansietas b.d kurang terpapar informasi d.d gelisah, cemas (D. 0080)
4. Resiko infeksi d.d adanya perdarahan (D. 0142)
E. Intervensi keperawatan
SDKI SLKI SIKI RASIONAL
Nyeri akut b.d agen pencedera Tingkat nyeri (L. 08066) Manajemen nyeri ( I.08238) Observasi
fisiologis (D.0077) Setelah dilakukan intervensi Observasi: a. untuk mengetahui lokasi,
Penyebab : keperawatan selama waktu a. Identifikasi lokasi, karakteristik, karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Agen pencedera fisiologis tertentu diharapkan tingkat nyeri durasi, frekuensi kualitas, kualitas dan intensitas nyeri
( inflamais) menurun dengan kriteria hasil : intensitas nyeri b. untuk mengetahui skala nyeri
1. Pasien melaporkan keluhan b. Identifikasi skala nyeri c. untuk mengetahui respons nyeri
nyeri berkurang c. Identifikasi respons nyeri non non verbal
2. Keluhan nyeri meringis verbal d. untuk mengetahui faktor yang
menurun d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
3. Pasien menunjukkan sikap memperberat dan memperingan nyeri
protektif menurun. nyeri e. untuk mengetahui pengaruh
4. Pasien tidak tampak gelisah e. Identifikasi pengaruh budaya budaya terhadap respon nyeri klien
terhadap respon nyeri f. untuk mengetahui pengaruh nyeri
f. Identifikasi pengaruh nyeri pada pada kualitas hidup klien
kualitas hidup g. untuk mengetahui
g. identifikasi pengetahuan dan pengetahuan dan keyakinan
keyakinan tentang nyeri tentang nyeri klien
h. Monitor keberhasilan terapi h. mengetahui keberhasilan terapi
komplementer yang sudah komplementer yang sudah
diberikan diberikan
i. Monitor efek samping i. mengetahui efek samping
penggunaan analgetik penggunaan analgetik terhadap
Terapeutik: klien
a. berikan teknik Terapeutik:
nonfarmakologis untuk a. Untuk meningkatkan kenyamanan
mengurangi rasa nyeri (misal pasca partum
TENS. Hypnosis, akupresur, b. Meningkatkan kenyamanan pasca
terapi music, biofeedback, partum
terapi pijat, aromaterapi, c. agar kebutuhan istirahat dan tidur
teknik imajinasi terbimbing, klien tercukupi
kompres hangat/ dingin, terapi d. untuk mengetahui pemilihan
bermain) strategi meredakan nyeri yang
b. kontrol lingkungan yang tepat
memperberat rasa nyeri (misal Edukasi
suhu ruangan, pencahayaan, a. agar klien mengetahui
kebisingan) penyebab, periode, dan pemicu
c. fasilitasi istirahat dan tidur nyeri
d. pertimbangkan jenis dan b. agar klien mengetahui strategi
sumber nyeri dalam pemilihan meredakan nyeri
strategi meredakan nyeri c. memberikan penjelasan agar klien
Edukasi: memonitor nyeri secara mandiri
a. jelaskan penyebab, periode, d. memberikan penjelasan agar klien
dan pemicu nyeri menggunakan analgetik secara
b. Jelaskan strategi meredakan tepat
nyeri e. memberikan penjelasan agar klien
c. Anjurkan memonitor nyeri melakukan teknik nonfarmakologis
secara mandiri untuk mengurangi rasa nyeri
d. Anjurkan menggunakan Kolaborasi :
analgetik secara tepat f. untuk mengurangi nyeri
e. Anjurkan teknik
nonfarmakologis
f. untuk megurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Hipovolemia b.d kehilangan Status cairan (L. 03028) Manajemen hipovolemia 2. periksa tanda dan gejala
cairan aktif d.d adanya Setelah dilakukan asuhan (I. 03116) hipovolemi (mis, frekuensi nadi
pendarahan, turgor kulit keperawatan diharapkan status Observasi : meningkat, nadi teraba lemah,
menurun, mukosa bibir kering cairan membaik, dengan kriteria 1. periksa tanda dan gejala tekanan darah menurun, turgotr
(D. 0023) hasil : hipovolemi (mis, frekuensi nadi kulit menurun, membran mukosa
1. membran mukosa lembab meningkat, nadi teraba lemah, kering)
2. tekanan darah membaik tekanan darah menurun, turgotr 3. berikan posisi modified
3. frekuensi nadi membaik kulit menurun, membran trendelembrug agar lebih nyaman
4. kekuatan nadi membaik mukosa kering) dan mengurangi nyeri
Terapeutik : 4. berikan asupan cairan oral
1. berikan posisi modified 3. anjurkan memperbanyak asupan
trendelembrug cairan oral
2. berikan asupan cairan oral 4. anjurkan menghindari perubahan
Edukasi : posisi mendadak dapat
1. anjurkan memperbanyak menghindari perdarahan yang
asupan cairan oral tidak diinginkan
2. anjurkan menghindari 4. kolaborasi pemberian cairan IV
perubahan posisi mendadak isotonis membantu mengebalikan
Kolaborasi : cairan tubuh
1. kolaborasi pemberian cairan 5. kolaborasi pemberian cairan IV
IV isotonis hipotonis membantu
2. kolaborasi pemberian cairan mengebalikan cairan tubuh
IV hipotonis 6. kolaborasi pemberian produk
3. kolaborasi pemberian produk darah pada hb rendah mencegah
darah terjadiya anemia berat
Ansietas b.d kurang terpapar Tingkat ansietas (L.09093) Reduksi ansietas (I. 09314) 1. identifikasi saat tingkat asnsietas
informasi d.d gelisah, cemas (D. Setelah dilakukan asuhan Observasi : berubah
0080) keperawatan diharapkan asnietas 1. identifikasi saat tingkat 2. identifikasi kemampuan
menurun, dengan kriteria hasil : asnsietas berubah mengambil keputusan
1. kebingungan menurun 2. identifikasi kemampuan 3. monitor tanda-tanda ansietas
2. perilaku gelisah menurun mengambil keputusan 4. citpakan susana terapeutik
3. konsentrasi membaik 3. monitor tanda-tanda ansietas 5. temani pasien untuk
Terapeutik : menumbuhkan kepercayaan
1. citpakan susana terapeutik 6. pahami situasi yang membuat
2. temani pasien ansietas
3. pahami situasi yang membuat 7. dengarkan dengan penuh
ansietas perhatian
4. dengarkan dengan penuh 8. jelaskan prosedur, termasuk
perhatian
Edukasi : sensasi yang mungkin di alami
5. jelaskan prosedur, termasuk 9. informasikan secara aktual
sensasi yang mungkin di alami mengenai diagnosis, pengobata,
6. informasikan secara aktual dan prognosis
mengenai diagnosis, pengobata, 10. anjurkan mengungkapkan
dan prognosis perasaan dan presepsi
7. anjurkan mengungkapkan 11. latih tehnik relaksasi
perasaan dan presepsi 12. kolaborasi pemberian
8. latih tehnik relaksasi antiansietas, jika perlu
Kolaborasi :
7. kolaborasi pemberian
antiansietas, jika perlu
Resiko infeksi d.d perdarahan Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan infeksi (I. 14539) Observasi
aktif (D.0142) Setelah dilakukan asuhan Observasi a. mengetahui tindakan yang akan
Faktor risiko : keperawatan diharapkan tingkat a. monitor tanda dan gejala dilakukan
1. ketidak adekuatan infeksi menurun dengan kriteria infeksi lokal dan sistemik Terapeutik
pertahanan tubuh primer hasil : Terapeutik a. mencegah resiko infeksi
(statis cairan tubuh) 1. Demam menurun a. Batasi jumlah pengunjung b. mencegah resiko infeksi
2. ketidakadekuatan pertahanan 2. Kemerahan menurun b. Berikan perawatan kulit pada c. cuci tangan dapat mencegah resiko
tubuh sekunder (penurunan 3. Nyeri menurun edema infeksi
hemoglobin) 4. Bengkak menurun c. Cuci tangan sebelum dan d. mencegah resiko infeksi
sesudah kontak dengan pasien Edukasi
dan lingkungan pasien a. memberikan penjelasan
d. Pertahankan teknik aseptic membuat pasien mengetahui tanda
pada pasien berisiko tinggi dan gejala infeksi
Edukasi b. memberikan penjelasan membuat
a. Jelaskan tanda dan gejala pasien mengetahui cara mencuci
infeksi tangan dengan benar
b. Ajarkan cara mencuci tangan c. memberikan penjelasan membuat
dengan benar pasien mengetahui etika batuk
c. Ajarkan etika batuk d. memberikan penjelasan agar
d. Ajarkan cara memeriksa e. pasien memriksa kondisi luka atau
kondisi luka atau operasi operasi
e. Anjurkan meningkatkan asupan f. memberikan penjelasan agar
nutrisi pasien meningkatkan asupan
f. Anjurkan menngkatkan asupan nutrisi
cairan g. memberikan penjelasan agar
Kolaborasi pasien meningkatkan asupan
a. Kolaborasi pemberian imunisasi, cairan
jika perlu Kolaborasi
a. mencegah terjadinya infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Juneau, C., & Bates, G. W. (2012). Reproductive outcomes after medical dan surgical
management of ectopic pregnancy. Clinical Obstetrics dan Gynecology, 55(2),
455–460
Logor, S. C. D., Wagey, F. W., & Loho, M. F. T. (2013). Tinjauan Kasus Kehamilan
Ektopik Di Blu Rsup Prof Dr. R. D. Kdanou Manado Periode 1 Januari 2010 –

31 Desember 2011. Jurnal E-Biomedik, 1(1), 40–44.


Marhaeni, G, A. 2016. Keputihan Pada Wanita. Jurnal Skala Husada: The Journal of
Health, 13 (1)
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI
Prawirohardjo, S. 2018. Ilmu Kebidanan. Cet. Kelima : Jakarta : PT Bina Pustaka
Rekam Medik Klinik Wirahusada Medical Center. Data Kunjungan Ibu Hamil
Tahun 2020-Mei 2021
Prawirohardjo, Sarwono. (2016). Ilmu Kebidanan (Ed. 4, Cet. 5). Jakarta : PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. ISBN 978-979-8150-25-8
Sari, R. D. P., & Prabowo, A. Y. (2018). Buku Ajar : Perdarahan pada Kehamilan
Trimester 1. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Setiawati, D. 2013. Kehamilan dan Pemeriksaan Kehamilan. Alauddin University Press
Setiawati, D. 2020. Fisio-Patologi Kehamilan, Persalinan Dan Kasih Sayang Universal;
Bagaimana Proses Setetes Sperma Menjadi Makhluk Hidup Baru?. Alauddin
University Press
Soliman, A. T., & Salem, H. A. (2014).Undisturbed tubal ectopic pregnancy. Evidence
Based Womenʼs Health Journal, 4(4), 179–183
Sotelo, C. (2019). Ovarian Ectopic Pregnancy: A Clinical Analysis. Journal for Nurse
Practitioners, 15(3), 224–227.
Sri Aravianti, N. L. (2021). Gambaran Kejadian Kehamilan Ektopik Terganggu Di
Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya Kota Denpasar. Description Of
Disrupted Ectopic Pregnancy At Wangaya Regional General Hospital
Denpasar City.
Taran, F. A., Kagan, K. O., Hubner, M., Hoopmann, M., Wallwiener, D., & Brucker, S.
(2015). Diagnosis dan Treatment of Ectopic Pregnancy. Deutsches Arzteblatt

International, 112, 693–704. Sivalingam, V. N., Duncan, W. C., Kirk, E.,

Shephard, L. a, & Danrew, W. (2012). Diagnosis dan management of ectopic


pregnancy. 37(4), 231–240
Varma, R., Parikh, B., Beyer, C., Ghosh, S., Du, D., Aaron, G., & Kamath, A. (2019).
Magnetic resonance imaging of tubal ectopic pregnancy: correlation with
intraoperative findings. Clinical Imaging, 58(May), 194–200.
Walyani, E. 2015. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Yogyakarta : Pustaka Baru
Press
Widiasari, K. R., & Lestari, N. M. S. D. (2021). Kehamilan Ektopik. Ganesha
Medicina, 1(1), 20-27.

Anda mungkin juga menyukai