Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO 2017 oksigen merupakan salah satu kebutuhan yang
di perlukan dalam proses kehidupan karena oksigen sangat berperan dalam
proses metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpenuhi
karena apabila berkurang maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak
dan apabila berlangsung lama akan menjadi kematian (Ficka, 2018).
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling
mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,
mempertahankan hidup, dan aktivitas berbagai organ dan sel. Sistem tubuh
yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia
dalam pemenuhan oksigen yang digunakan untuk kelangsungan
metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktifitas berbagai organ
atau sel (Kemenkes RI, 2017).
Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur
vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahakan kelangsungan
hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara
menghirup oksigen (O2) setiap kali bernapas dari atmosfer. Oksigen untuk
kemudian diedarkan keseluruh jaringan oksigenasi yaitu saluran pernafasan
bagian bawah dan paru (Andarmoyo,2012).
Gangguan kebutuhan oksigenasi menjadi masalah penting pada
pasien gagal jantung kongestif. Untuk itu, sebaiknya masalah tersebut segera
ditangani agar tidak memperparah kondisi tubuh pasien. Intervensi
keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan oksigenasi bisa dilakukan
dengan pemberian oksigen, memberikan posisi semi fowler, auskultasi suara
nafas, dan memonitor respirasi dan status O 2. Kebutuhan oksigenasi
merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan
metabolisme sel tubuh dalam mempertahankan hidup dan aktivitas sebagian
organ atau sel (Hidayat, 2016).
2

Menurut Suratinoyo (2016) pada pasien gagal jantung kongestif


sering kesulitan mempertahankan oksigenasi sehingga mereka cenderung
sesak nafas. Seperti yang kita ketahui bahwa jantung dan paru-paru
merupakan organ tubuh penting manusia yang sangat berperan dalam
pertukaran oksigen dan kerbondioksida dalam darah, sehigga apabila paru-
paru dan jantung tersebut mengalami gangguan maka hal tersebut akan
berpengaruh dalam proses pernapasan. Gagal jantung kongestif
menyebabkan suplai darah ke paru-paru menurun dan darah tidak masuk ke
jantung. Keadaan ini menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru, sehigga
menurunkan perukaran oksigen dan karbondioksida.
Gagal jantung kongestif merupakan keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Gejala yang muncul
sesuai dengan gejala gagal jantung kiri diikuti gagal jantung kanan, terjadi di
dada karena peningkatan kebutuhan oksigen (Mansjoer, 2013).
Data tahun 2018 menunjukkan bahwa 70% kematian didunia
disebabkan oleh penyakit tidak menular yaitu sebanyak 39,5 juta dari 56,4
juta kematian. Dari seluruh kematian akibat penyakit tidak menular (PTM)
tersebut, 45% disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah dengan
total 17,7 juta dari 39,5 juta kematian (WHO, 2018).
Hasil riset kesehatan dasar Kementerian kesehatan, data
menunjukkan prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di
Indonesia yaitu sebesar 1,5% dari total penduduk. Data riskesdas 2018
mengungkapkan tiga provinsi dengan prevalensi penyakit jantung tertinggi
yaitu Provinsi Kalimantan Utara 2,2%, Daerah Istimewa Yogyakarta 2%,
dan Gorontalo 2%. Selain itu 8 provinsi lain juga memiliki prevalensi lebih
tinggi dibandingkan prevalensi nasional, salah satunya Provinsi Kalimantan
Timur yaitu 1,8% (Kemenkes RI, 2018).
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi
penyakit gagal jantung berdasarkan diagnosis dokter sebesar 0,13% atau
sekitar 229.696 orang (Kemenkes RI, 2013). Angka tersebut meningkat pada
tahun 2018 menjadi 1,5% atau sekitar 1.017.290 orang (Kemenkes RI,
3

2019). Peningkatan prevalensi penyakit gagal jantung juga terjadi di


provinsi Sumatera Selatan dari 0,07% atau sekitar 3.836 orang di tahun 2013
menjadi 1,2% atau sekitar 33.566 orang (Kemenkes, 2019).
Gagal jantung diklasifikasikan menjadi gagal jantung kronik dan
akut, gagal jantung kiri dan kanan, dan gagal jantung berdasarkan
derajatnya. Tanda dan gejala yang sering muncul adalah sesak nafas, batuk,
dan disfungsi ventrikel.
Pada pasien gagal jantung kongestif dengan pola nafas tidak efektif
terjadi karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang dating dari
paru-paru sehingga terjadi peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru yang
menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru (Nugroho, 2016).
Salah satu intervensi keperawatan pada penderita gagal jantung
dengan gangguan kebutuhan oksigenasi adalah pemberian oksigen.
Pemberian oksigen adalah bagian integral dari pengelolaan untuk pasien
yang dirawat dirumah sakit, khususnya pasien yang sedang mengalami
gangguan pernapasan yaitu mempertahankan oksigenasi dalam tubuh.
Pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari udara ruangan
digunakan untuk mengatasi atau mencegah hipoksia (Syandi, 2016).
Pemberian oksigen yaitu memasukan oksigen tambahan dari luar ke
dalam paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat. Oksigen
merupakan komponen gas yang sangat berperan dalam proses metabolisme
tubuh utuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh secara
normal. Banyak cara yang bisa digunakan untuk memberikan oksigen
dengan berbagai konsentrasi oksigen yaitu lebih dari 21% sampai 100%
tergantung pada alat atau metode pemberian oksigen yang digunakan
(Rosdahl, 2015).
Dari pembahasan diatas maka sangat penting untuk melakukan
asuhan keperawatan pada pasien CHF di ruangan al amin Rumah Sakit Siti
Aisyah Kota Lubuklinggau.
4

B. Rumusan Masalah
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan dengan masalah pada
oksigenisasi di ruangan Al-Amin RSUD Siti Aisyah Tahun 2022.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan masalah
oksigenisasi pada penyakit CHF di ruang Al-Amin RSUD Siti Aisyah
Tahun 2022.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
masalah oksigenisasi pada penyakit CHF di ruang Al-Amin RSUD Siti
Aisyah Tahun 2022.
c. Mampu menyusun intervensi keperawatan pada pasien dengan
masalah oksigenisasi pada penyakit CHF di ruang Al-Amin RSUD Siti
Aisyah Tahun 2022.
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan
masalah oksigenisasi pada penyakit CHF di ruang Al-Amin RSUD Siti
Aisyah Tahun 2022.
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan masalah
oksigenisasi pada penyakit CHF di ruang Al-Amin RSUD Siti Aisyah
Tahun 2022.

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Laporan asuhan keperawatan ini berguna untuk menambah
wawasan dan sebagai bekal ilmu bagi penulis untuk memberikan
pendidikan kesehatan kepada masyarakat terkait dengan masalah-
masalah yang tertentunya berhubungan dengan masalah oksigenisasi.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan
datang. Sebagai masukan bagi institusi pendidikan dalam proses belajar
mengajar, khusunya tentang Laporan asuhan keperawatan dan
5

memberikan sumbangan pikiran yang kiranya dapat berguna sebagai


informasi awal.

3. Bagi Institusi Rumah Sakit


Untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan demi membantu petugas rumah sakit dalam memberikan asuhan
keperawatan dasar sesuai dengan ilmu dan keterampilan yang terus
dipenuhi serta di jadikan bahan diskusi antar perawat di ruangan
perawatan Al-Amin.
6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Oksigenisasi


1. Pengertian Oksigenasi
Oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
lengsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan, dan aktivitas
berbagai atau sel (Carpenito, Lynda Juall, 2012). Oksigen merupakan
kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup, dan
aktivitas berbagai organ dan sel. Sistem tubuh yang berperan dalam
kebutuhan oksigenasi yaitu saluran pernafasan bagian bawah dan paru
(Hidayat, 2015).
Kebutuhan Oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia dalam
pemenuhan oksigen yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel
tubuh, mempertahankan hidup dan aktifitas berbagai organ atau sel (Potter
& Perry,2009). Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas
dan unsur vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahkan
kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini
diperoleh dengan cara menghirup oksigen (O2) setiap kali bernapas dari
atmosfer. Oksigen untuk kemudian di edarkan keseluruh jaringan
(Andarmoyo,2012).

2. Anatomi dan fisiologis


Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri dari
saluran pernapasan bagian atas, bagian bawah, dan paru.
a. Saluran Pernapasan Bagian Atas
Saluran pernapasan bagian atas berfungsi menyaring,
menghangatkan, dan melembabkan udara yang terhirup. Saluran
pernapasan ini terdiri dari:
1) Hidung, terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang
hidung) yang memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang
7

kasar dan bermuara ke rongga hidung, dan rongga hidung yang


dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses
oksigenasi di awali dengan penyaringan udara yang masuk melalui
hidung oleh bulu yang ada dalam vestibulum (bagian rongga
hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
2) Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari
dasar tengkorak sampai esofagus yang terletak di belakang
nasofaring (di belakang hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di
belakang laring (laringo faring).
3) Laring (Tenggorokan) merupakan saluran pernapasan setelah
faring yang terdiri atas bagian dari tulang rawan yang diikat
bersama ligamen dan membran, terdiri atas dua lamina yang
bersambung di garis tengah.
4) Epiglotis Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas
membantu menutup laring pada saat proses menelan.
b. Saluran Pernapasan Bagian Bawah
Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara
dan memproduksi surfaktan. Saluran ini terdiri dari:
1) Trakea, atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki panjang
kurang lebih 9cm yang dimulai dari laring sampai kira-kira ketinggian
vetebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas 16 sampai 20
lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput lendir yang
terdiri atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda
asing.
2) Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari
trakea yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian
kanan lebih pendek dan lebar dari pada bagian kiri yang memiliki
tiga lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih
panjang dari bagian kanan yang berjalan dari lobus atas dan bawah.
3) Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkus.
c. Paru Paru
Merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru terletak
8

dalam rongga torak setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma.


Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis
dan pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura yang berisi
cairan surfaktan. Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas
dua bagian, yaitu paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ
ini terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk
kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki
jaringan yang bersifat elastis, berpori, serta berfungsi sebagai tempat
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. (Alimul, 2006).

3. Proses Fisiologis Oksigenasi


Proses fisiologis oksigen terdiri dari:
a) Ventilasi
Masuknya oksigen (O2) atmosfer kedalam alveoli dan keluarnya
CO2 dari alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi (inspirasi dan
ekspirasi).
b) Difusi Gas
Difusi adalah bergeraknya gas O2 dan CO2 atau partikel lain dari
area yang bertekanan rendah. Dalam difusi gas ini, organ pernafasan
yang berperan penting adalah alveoli dan darah.
c) Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan
dan dari jaringan keparu dengan bantuan aliran darah (Mutaqin,2012).

4. Nilai normal
Tekanan Parsial Oksigen(PaO2):75-100mmHg,
Tingkat penyerapan oksigen (SaO2):94-100%.

5. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi


1. Faktor Fisiologi
a. Penurunan kapasitas pembawa oksigen
b. Penurunan kapasitas oksigen yang diinspirasi
9

c. Hipovolemia
d. Peningkatan laju metabolism (infeksi, demam, ibu hamil, luka)
e. Kondisi yang mempengaruhi gerakan dinding dada (kehamilan,
besitas, muskuloskeletal yang abnormal, serta penyakit kronis seperti
TB paru (Tarwoto & Wartonah, 2010)
2. Faktor Perkembangan
a. Bayi prematur
b. Bayi dan todler
c. Anak usia sekolah dan remaja
d. Dewasa muda dan dewasa pertengahan
e. Lansia (Perry&Potter, 2009)
3. Saraf otonomik
4. Hormon dan obat, semua hormon termasuk derivat catecholamine
dapat melebarkan saluran pernapasan. Obat yang tergolong
parasimpatis, seperti sulfas atropin dan ekstrak belladona, dapat
melebarkan saluran pernapasan, sedangkan obat yang menghambat
adrenergik tipe beta (khusunya beta-2), seperti obat yang menghambat
penyakit beta nonselektif, dapat mempersempit saluran napas
(bronkhokontriksi)
5. Alergi pada saluran napas, seperti faktor yang dapat menimbulkan
alergi, antara lain serbuk benang sari bunga, kapuk, makanan dan lain-
lain
6. Perilaku, dapat mempengaruhui kebuthan oksigenasi adalah perilaku
dalam mengonsumsi makanan (status nutrisi), sebagai contoh, obesitas
dapat mempengaruhi proses perkembagan paru, aktivitas dapat
mempengaruhi proses peningkatan kebutuhan oksigenasi, merokok
dapat menyebabkan proses penyempitan pada pembuluh darah,
(Alimul, 2006).
10

6. Etiologi Oksigenisasi

a. Hipoksemia
Kekurangan oksigen merupakan keadaan di mana terjadi
penurunan konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi
O2 arteri (SaO2) dibawah normal (normal PaO285-100 mmHg,
SaO295%). Keadaan ini disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi,
difusi, pirau (shunt), atau berada pada tempat yang kurang oksigen.
Pada keadaan hipoksemia, tubuh akan melakukan kompensasi dengan
cara meningkatkan pernapasan, meningkatkan stroke volume,
vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkatan nadi. Tanda dan gejala
hipoksemia diantaranya sesak napas, frekuensi napas dapat mencapai
35 kali per menit, nadi cepat dan dangkal, serta sianosis
b. Hipoksia
Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak
adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi
oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada
tingkat seluler. Tanda dan gejala hipoksia diantaranya kelelahan,
kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat,
pernapasan cepat dan dalam, sianosis, sesak napas, serta jari tabuh
(clubbingfinger).

7. Manifestasi Klinis
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi menjadi tanda
gangguan oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaan otot
nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cuping
hidung), dispnea, ortpnea, penyimpangan dada, nafas pendek, posisi
tubuh menunjukan posisi 3 poin, nafas dengan bibir, ekspirasi
memanjang, peningkatan diameter anterior-posterior, frekuensi nafas
kurang, penurunan kapasitas vital menjadi gangguan oksigenasi
(NANDA, 2015). Beberapa tanda dan gejala dari masalah oksigenisasi
diantarnya:
11

1. Suara napas tidak normal:


a) Crakckles fine crackles/crackles halus dan kasar
b) Wheezing (mengi)
c) Ronchi:kering dan basah
d) Stridor
e) Pleura frictub rub (NANDA, 2015).
2. Perubahan jumlah pernapasan
Normal:16-24x/menit,trachypnea:>24x/menit.
Bradipnea:<16x/menit
3. Batuk disertai dahak
4. Penggunaan otot tambahan pernapasan (retraksi) yaitu penarikan
pada dinding dada bagian bawah dalam keadaan benapas
5. Dispnea yaitu, merupakan sensasi yang dirasakan ketikan
bernapasan tetapi rasanya tidak cukup (sesak)
6. Takipnea adalah kondisi ketika sesorang bernapas dengan sangat
cepat dan dangkal karena ketidakseimbangan antara karbondioksida
di dalam tubuh
12
13

9. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Potter&Perr, 2009, pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan oksigenasi yaitu:
a. Pemeriksaan fungsi paru, untuk mengetahui paru-paru dan untuk
menentukan apakah paru-paru terserang penyakit tertentu, adapun
contohnya adalah:
1) Spirometry
2) Tes difusi gas
3) Plestimografi tubuh
4) Tes latihan tekanan
5) Tes pencucian napas
b. Pemeriksaan gas darah arteri, untuk memberi informasi tentang
difusi gas melalui membran kapiler alveolar dan keadekuatan
oksigenasi
c. Oksimetri, untuk mengukur saturasi oksigen kapiler. Normal saturasi
oksigen 90-100%
d. Pemeriksaan sinar X dada, untuk mengetahui adanya cairan, massa,
fraktur, dan proses abnormal
e. Bronkoskopi, untuk memperoleh sampel bipsy dan cairan atau
sampel spuntum/benda asing yang menghambat jalan napas
f. Endoskopi, untuk melihat lokasi kerusakan adanya lesi mengetahui
radioplumonal, misalnya:kerja jantung. Kontraksi paru
g. Ct Scan, mengidentifikasi adanya massa abnormal

10. Penatalaksanaan terapi oksigen


Menurut mutaqin 2015, menyatakan bahwa indikasi utama pemebrian
terapi O2 sebagai berikut:

1. Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah

2. Klien dengan peningkatan kerja napas, dimana berespon terhadap


keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya
14

pernapasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernapasan

3. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha


untuk mengetasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa
jantung yang adekuat

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Masalah Kebutuhan Oksigenasi


Pengkajian keperawatan merupakan proses pengumpulan data, verifikasi
serta komunikasi data yang mengenai pasien secara sistematis. Pada fase ini
meliputi pengumpulan data dari sumber primer (pasien), sekunder (keluarga
pasien, tenaga kesehtan), dan analisis data sebagai dasar perumusan diagnose
keperawatan (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010).
1. Pengkajian Keperawatan
a) Masalah pada pernapasan (dulu dan sekarang)
b) Riwayat penyakit atau masalah pernapasan
1) Nyeri
2) Paparan lingkungan
3) Batuk
4) Bunyi napas
5) Ronchi basah, kasar,nyaring.
6) Hipersonor/tympani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberikan suara umforik.
7) Pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi intercostal, dan
fibrosis.
8) Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memverikan
suara pekak).
9) Pola kebiasaan sehari-hari
10) Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak
nafas (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil,
berkeringat pada malam hari.
Objektif takikardi, takipnea/dyspnea saat kerja, irritable,
sesak (tahap lanjut ; infiltrasi radang sampai setengah paru),
15

demam subfebris (40-41 ºC)yang terjadi hilang timbul.

c). Pola nutrisi


Subjektif: anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat
badan.
Objektif : turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak
sub kutan.
d) Respirasi
Subjektif : batuk produktif/non produktif, sesak nafas, sakit dada.
Objektif : mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mucoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks
paru, takipnea (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru pleural),
sesak nafas, pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi pleura),
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi
trakeal (penyebaran bronkogenik).
e) Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Objektif : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura
sehingga timbul pleuritis.
1) Adanya batuk dan penanganan
2) Kebiasaan merokok
3) Masalah pada fungsi sitem kardiovaskuler (kelemahan, dispnea)
4) Faktor risiko yang memperberat masalah oksogenisasi
5) Stresor yang dialami
6) Status atau kondisi kesehatan (Hidayat, 2013).
f) Pemeriksaan fisik pada masalah oksigenisasi
1) Inspeksi Mengamati tingkat kesadaran klien, penampilan
umum, postur tubuh, kondisi kulit dan membrane mukosa,
dada, pola napas, (frekuensi, kedalaman pernapasan, durasi
inspirasi dan ekspirasi), ekspansi dada secara umum, adanya
16

sianosis, deformitas dan jaringan parut pada dada.


2) Palpasi Dilakukan dengan meletakkan tumit tangan
pemeriksa mendatar diatas dada pasien. Saat palpasi perawat
menilai adanya fremitus taktil pada dada dan punggung
pasien dengan memintanya menyebutkan “tujuh- tujuh”
secara berulang. Perawat akan merasakan adanya getaran
pada telapak tangan nya. Normalnya fremitus taktil akan terasa
pada individu yang sehat dan akan meningkat pada kondisi
kosolidasi. Selain itu, palpasi juga dilakukan untuk mengkaji
temperature kulit, pengembangan dada, adanya nyeri tekan, titik
impuls maksimum abnormalitas massa dan kelenjar sirkulasi
perifer, denyut nadi, serta pengisian kapiler.
3) Perkusi Dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ
dalam serta untuk mengkaji adanya abnormalitas, cairan, atau
udara didalam paru,. Perkusi sendiri dilakukan dengan jari
tengah (tangan non-dominan) pemeriksa mendatar diatas dada
pasien. Kemudian jari tersebut diketuk-ketuk dengan
menggunakan ujung jari tengah atau jari telunjuk tangan
sebelahnya. Normalnya dada menghasilkan bunyi resonan
atau gaung perkusi. Pada penyakit tertentu adanya udara
pada dada atau paru menimbulkan bunyi hipersonan atau bunyi
drum. Sedangkan bunyi pekak atau kempis terdengar apabila
perkusi dilakukan di atas area yang mengalami atelektasis.
4) Auskultasi Auskultasi dilakukan langsung dengan
menggunakan stetoskop. Bunyi yang terdengar digambarkan
berdasarkan nada, intensitas durasi, atau kualitasnya. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih valid atau akurat, auskultasi
sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali. Pada pemeriksaan
fisik paru, auskultasi dilakukan untuk mendengar bunyi napas
vasikuler, bronchial, bronkovasikular, ronkhi, juga untuk
mengetahui adanya perubahan bunyi napas serta lokasi dan
waktu terjadinya (Iqbal, 2005).
17

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah tahap kedua dalam proses
keperawatan dimana merupakan penialain klinis terhadap kondisi
individu, keluarga, atau komunitas baik yang bersifat actual, resiko, atau
masih merupakan gejala.
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik berlangsung actual maupun potensial (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2016). Penilaian ini berdasarkan pada hasil analisis data
pengkajian dengan cara berpikir kritis. Diagnosa yang ditegakkan dalam
masalah ini ialah ketidakpatuhan pengobatan (Debora, 2017). Berikut
diagnosa yang terkait dengan penyakit tuberculosis adalah:
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
bronkospasme
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru
3) Hipertermi berhubungan dengan reaksiinflamasi
4) Deficit pengetahuan keluarga tentang kondisi, pengobatan,
pencegahan, berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan
5) Deficit nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan factor
psikologis
6) Risiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun,
fungsi silia menurun, secret yang menetap
7) Keidakpatuhan Program Pengobatan berhubungan dengan program
terapi kompleks dan atau lama

3. Rencana Keperawatan
Intervensi atau perencanaan adalah tahap ketiga dari proses
keperawatan. Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang
dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai luaran(outcome) yang diharapkan (Tim
Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
18

(SLKI) adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman


penentuan luaran keperawatan dalam rangka memberikan asuhan
keperawatan yang aman, efektif, dan etis (Tim Pokja SLKI DPP PPNI,
2018). Ada empat elemen penting yang harus diperhatikan pada saat
membuat perencanaan keperawatan yaitu membuat prioritas,
menetapkan tujuan dan membuat kriteria hasil (Moorhead, 2015).
Merencanakan intervensi keperawatan yang akan diberikan (termasuk
tindakan mandiri dan kolabirasi dengan tenaga kesehatan lainnya), dan
melakukan pendokumentasian (Bulechek,2015).
No SDKI SLKI SIKI Rasionalisasi

1 Bersihan jalan nafas tidak Setelah di lakukan tindakan Latihan batuk efektif 1. Untuk memantau kesehatan
efektif b.d sekresi yang asuhan keperawatan selama Observasi klien
tertahan
3x24 jam di harapkan bersihan 1. Identifikasi kemampuan
2. Trapeutik
jalan nafas efektif dapat batuk 1. Agar pasien rileks dan mudah
teratasi dengan kriteria hasil : 2. Monitor adanya retensi untuk bernafas
SLKI:Bersihan jalan napas sputum 2. Untuk mengetahui jumlah dan
(Ekspektasi:meningkat), Trapeutik warna sputum
dengan kriteria hasil 1. Atur posisi semifowler dan
Edukasi
Indikator Awa Target fowler 1. Untuk pasien mengetahui
l 2. Buang sekret di tempat batuk efektif mandiri
Batuk 3 5 sputum 2. Untuk mempermudah sputum
efektif Edukasi keluar
Ket Skala: 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
Kolaborasi
1:menurun batuk efektif 1. Agar mempercepat
2:cukup memburuk 2. Anjurkan tariknafas dalam penyembuhan
3:sedang melalui hidung lalu tahan
4:cukup membaik selama 4 detik
5:meningkat Kolaborasi
(Ekspektasi:menurun) kriteria 1. Kolaborasi pemberian
hasil mukolitik/ekspektoran jika
Indikator Awa Target perlu
l
Dispnea 3 5
Produksi 3 5
sputum
Ket Skala:
1:meningkat
2:cukup memburuk
3:sedang
4:cukup membaik
5:menurun
(Ekspektasi:membaik) kriteria
hasil
Indikator Awa Target
l
Frekuensi 3 5
napas
Ket Skala:
1:memburuk
2:cukup memburuk
3:sedang
4:cukup membaik
5:membaik
2 Pola nafas tidak efektif b.d Setelah di lakukan tindakan Managemen jalan nafas Observasi
hambatan upaya nafas asuhan keperawatan selama Observasi 1. Agar pasien rileks
3x24 jam di harapkan pola 1. Monitor pola nafas 2. Untuk memantau adanya
nafas tidak efektif efektif dapat 2. Monitor bunyi nafas bunyi nafas tambahan
teratasi dengan kriteria hasil : tambahan Trapeutik
SLKI:Pola napas Trapeutik 1. Untuk membuat pasien
(Ekspektasi:menurun), dengan 1. Pertahankan kepatenan mudah bernafas
kriteria hasil jalan nafas 2. Agar jalan nafas efektif
2. Berikan air minum hangat 3. Mempermudah pasien untuk
3. Berikan oksigen bernafas
Indikator Awa Target Kolaborasi Kolaborasi
l 1. Kolaborasi pemberian 1. Mempercepat penyembuhan
Dispnea 3 5 broncodilator ekspektoran, pada pasien
Pengguna 3 5 minokolitik
an otot
bantu
napas
Ket Skala:
1:meningkat
2:cukup meningkat
3:sedang
4:cukup menurun
5:menurun
(Ekspektasi:membaik) kriteria
hasil
Indikator Awa Target
l
Frekuensi 3 5
napas
Ket Skala:
1:memburuk
2:cukup memburuk
3:sedang
4:cukup membaik
5:membaik
23

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan.
Tahap ini muncul jika perencanaan yang dibuat di aplikasikan pada
klien. Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan
yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang digunakan untuk
melaksanakan intervensi. Tindakan yang dilakukan mungkin sama,
mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah dibuat pada
perencanaan. Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan
kreativitas dimana aplikasi yang akan dilakukan pada klien akan
berbeda, disesuaikan dengan kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang
paling dirasakan oleh klien (Debora,2017).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada
tahap ini perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan
dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah
masalah yang terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya sebagian, atau
bahkan belum teratasi semuanya. Evaluasi adalah proses berkelanjutan
yaitu proses yang digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi
klien untuk mengetahui (1) kesesuaian tindakan keperawatan, perbaikan
tindakan keperawatan, (3) kebutuhan klien saat ini, (4) perlunya dirujuk
pada tempat kesehatan lain, dan (5) apakah perlu menyusun ulang
prioritas diagnose supaya kebutuhan klien bisa terpenuhi. Selain
digunakan untuk mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah
dilakukan, evaluasi juga digunakan untuk memeriksa sumua proses
keperawatan (Debora,2017).
Evaluasi keperawatan terhadap pasien tuberculosis dengan masalah
ketidakpatuhan program pengobatan diantaranya :
a. Pasien melakukan pengobatan sesuai dengan yang sudah diresepkan.
b. Pasien mengonsumsi obat sesuai interval yang ditentukan.
24

c. Pasien mematuhi pengobatan dengan berpartisipasi dalam terapi


yang diberikan.
d. Pasien dan keluarga mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
pemberi pelayanan kesehatan.
25

Anda mungkin juga menyukai