Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan, khususnya
perawatan pada anggota keluarga yang menderita penyakit, salah satunya
penyakit hipertensi. Hipertensi adalah kondisi penting di antara orang dewasa,
yang mempengaruhi hampir satu miliar orang di seluruh dunia dan
menyebabkan sekitar 7,1 juta kematian per tahun (Osamor & Owumi, 2011).
Studi penelitian Framingham Heart melaporkan risiko hipertensi menjadi
sekitar 90% untuk pria dan wanita yang nonhipertensif pada usia 55 atau 65
tahun dan selamat sampai usia 80-85 (Chobanian, 2011). Menurut WHO, 20–
50% dari keseluruhan kematian pada penyakit kardiovaskuler disebabkan
komplikasi hipertensi. Laporan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan Indonesia didapatkan angka kejadian
hipertensi pada golongan usia 45–54 tahun adalah 19,5% yang meningkat
menjadi 30,6% di atas umur 55 tahun (Suprianto, dkk, 2012).
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah stroke
dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,7% dari populasi kematian pada
semua umur di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar menunjukkan
prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% (Kemenkes, 2013).
Pengobatan hipertensi umumnya dilakukan seumur hidup atau
pengobatan jangka panjang sehingga kebanyakan pasien tidak meminum obat
antihipertensi sesuai dengan yang diresepkan dan menghentikannya setelah 1
tahun (Manurung, 2011). Hasil penelitian di Amerika Serikat
mengungkapkan bahwa pengobatan jangka panjang selalu menjadi masalah
dalam setiap kondisi penyakit kronis, termasuk hipertensi. Banyak pasien
yang bersikap negatif terhadap minum obat, terutama jika mereka merasa
baik (Osamor & Owumi, 2011).
Salah satu strategi untuk mengatasi ketidakpatuhan adalah dengan
memanfaatkan keluarga. Keluarga merupakan sistem pendukung utama
terhadap masalah-masalah yang terjadi pada anggota keluarganya. Secara
umum orangorang yang merasa menerima penghiburan, perhatian dan
pertolongan yang mereka butuhkan dari seseorang atau sekelompok orang
biasanya cenderung lebih mudah mengikuti nasehat medis dari pada mereka
yang kurang merasa mendapat dukungan (Suprianto, dkk, 2011).

B. Tujuan
1. Mengidentifikasi dukungan keluarga terhadap pasien hipertensi .
2. Mengidentifikasi kepatuhan menjalankan pengobatan pada pasien
hipertensi.
3. Menganalisis pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan
menjalankan pengobatan pada pasien hipertensi.

C. Manfaat
1. Dapat menambah pengetahuan dalam memberikan intervensi keperawatan
keluarga pada penderita hipertensi.
2. Dapat bermanfaat sebagai sumber informasi untuk pengembangan
keperawatan keluarga dan hipertensi.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Keluarga.
1) Pengertian Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama

melalui ikatan perkawinan dan kedekatan emosi yang masing-masing

mengidentifikasi diri sebagai bagian dari keluarga (Ekasari, 2011).

Menurut Duval, 2009 (dalam Supartini, 2010) mengemukakan bahwa

keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan

perkawinan, adopsi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan

mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,

mental, emosional dan sosial setiap anggota.

Bailon, 2008 (dalam Achjar, 2010) berpendapat bahwa keluarga

sebagai dua atau lebih individu yang berhubungan karena hubungan darah,

ikatan perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga,

berinteraksi satu sama lain dalam peranannya dan menciptakan serta

mempertahankan budaya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan dua orang

atau lebih yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, hubungan

darah, hidup dalam satu rumah tangga, memiliki kedekatan emosional, dan

berinteraksi satu sama lain yang saling ketergantungan untuk menciptakan

atau mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, mental,

emosional, dan sosial setiap anggota dalam rangka mencapai tujuan

bersama.
2) Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga

Tahap dan siklus tumbuh kembang keluarga menurut Duval 2009 dan

Friedman 2011, ada 8 tahap tumbuh kembang keluarga, yaitu :

a. Tahap I : Keluarga Pemula

Keluarga pemula merujuk pada pasangan menikah/tahap pernikahan.

Tugas perkembangan keluarga saat ini adalah membangun perkawinan

yang saling memuaskan, menghubungkan jaringan persaudaraan secara

haramonis, merencanakan keluarga berencana.

b. Tahap II : Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi sampai

umur 30 bulan)

Tugas perkembangan keluarga pada tahap II, yaitu membentuk keluarga

muda sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan perkawinan

yang memuaskan, memperluas persahabatan dengan keluarga besar

dengan menambahkan peran orang tua kakek dan nenek dan

mensosialisasikan dengan lingkungan keluarga besar masing-masing

pasangan.

c. Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua berumur

2-6 tahun)

Tugas perkembangan keluarga pada tahap III, yaitu memenuhi

kebutuhan anggota keluarga, mensosialisasikan anak, mengintegrasikan

anak yang baru sementara tetap memenuhi kebutuhan anak yang

lainnya, mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga dan luar

keluarga, menanamkan nilai dan norma kehidupan, mulai mengenalkan


kultur keluarga, menanamkan keyakinan beragama, memenuhi

kebutuhan bermain anak.

d. Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia 6

13tahun)

Tugas perkembangan keluarga tahap IV, yaitu mensosialisasikan anak

termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan

hubungan dengan teman sebaya, mempertahankan hubungan

perkawinan yang memuaskan, memenuhi kebutuhan kesehatan fisik

anggota keluarga, membiasakan belajar teratur, memperhatikan anak

saat menyelesaikan tugas sekolah.

e. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13-20 tahun)

Tugas perkembangan keluarga pada tahap V, yaitu menyeimbangkan

kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan

mandiri, memfokuskan kembali hubungan perkawinan, berkomunikasi

secara terbuka antara orang tua dan anak-anak, memberikan perhatian,

memberikan kebebasan dalam batasan tanggung jawab,

mempertahankan komunikasi terbuka dua arah.Tahap VI : Keluarga

yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup anak pertama sampai

anak terakhir yang meninggalkan rumah)

f. Tahap VI : Tahap ini adalah tahap keluarga melepas anak dewasa muda

dengan tugas perkembangan keluarga antara lain :

Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga

baru yang didapat dari hasil pernikahan anak-anaknya, melanjutkan


untuk memperbaharui dan menyelesaikan kembali hubungan

perkawinan, membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari

suami dan istri.

g. Tahap VII : Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan atau pensiunan)

Tahap keluarga pertengahan dimulai ketika anak terakhir meninggalkan

rumah dan berakhir atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini juga

dimulai ketika orang tua memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir pada

saat pasangan pensiun. Tugas perkembangannya adalah menyediakan

lingkungan yang sehat, mempertahankan hubungan yang memuaskan

dan penuh arah dengan lansia dan anak-anak, memperoleh hubungna

perkawinan yang kokoh.

h. Tahap VIII : Keluarga dalam tahap pensiunan dan lansia

Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa

pensiun terutama berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal

dan berakhir dengan pasangan lain meninggal. Tugas perkembangan

keluarga adalah mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan,

menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun, mempertahankan

hubungan perkawinan, menyesuaikan diri terhadap kehilangan

pasangan dan mempertahankan ikatan keluarga antara generasi.

3. Tipe Keluarga

Menurut Maclin, 2011 (dalam Achjar, 2013) pembagian tipe keluarga,

yaitu:
a. Keluarga Tradisional

1) Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan

anak-anak yang hidup dalam rumah tangga yang sama.

2) Keluarga dengan orang tua tunggal yaitu keluarga yang hanya

dengan satu orang yang mengepalai akibat dari perceraian, pisah,

atau ditinggalkan.

3) Pasangan inti hanya terdiri dari suami dan istri saja, tanpa anak atau

tidak ada anak yang tinggal bersama mereka.

4) Bujang dewasa yang tinggal sendiri

5) Pasangan usia pertengahan atau lansia, suami sebagai pencari

nafkah, istri tinggal di rumah dengan anak sudah kawin atau

bekerja.

6) Jaringan keluarga besar, terdiri dari dua keluarga inti atau lebih

atau anggota yang tidak menikah hidup berdekatan dalam daerah

geografis.

b. Keluarga non tradisional

1) Keluarga dengan orang tua yang mempunyai anak tetapi tidak

menikah (biasanya terdiri dari ibu dan anaknya).

2) Pasangan suami istri yang tidak menikah dan telah mempunyai

anak.

3) Keluarga gay/ lesbian adalah pasangan yang berjenis kelamin sama

hidup bersama sebagai pasangan yang menikah.


4) Keluarga kemuni adalah rumah tangga yang terdiri dari lebih satu

pasangan monogamy dengan anak-anak, secara bersama

menggunakan fasilitas, sumber dan mempunyai pengalaman yang

sama.

Menurut Allender dan Spradley (2011)

a. Keluarga tradisional

1) Keluarga Inti (Nuclear Family) yaitu keluarga yang terdiri dari

suami, istri, dan anak kandung atau anak angkat

2) Keluarga besar (extended family) yaitu keluarga inti ditambah

dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah,

misalnya kakek, nenek, paman, dan bibi

3) Keluarga dyad yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri

tanpa anak.

4) Single parent yaitu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua

dengan anak kandung atau anak angkat, yang disebabkan karena

perceraian atau kematian.

5) Single adult yaitu rumah tangga yang hanya terdiri dariseorang

dewasa saja

6) Keluarga usia lanjut yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami

istri yang berusia lanjut.

b. Keluarga non tradisional

1) Commune family yaitu lebih dari satu keluarga tanpa pertalian

darah hidup serumah


2) Orang tua (ayah/ ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan

anak hidup bersama dalam satu rumah

3) Homoseksual yaitu dua individu yang sejenis kelamin hidup

bersama dalam satu rumah tangga

Menurut Carter dan Mc Goldrick (2008) dalam Setiawan dan

Darmawan (2011)

a. Keluarga berantai (sereal family) yaitu keluarga yang terdiri

dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan

merupakan satu keluarga inti.

b. Keluarga berkomposisi yaitu keluarga yang perkawinannya

berpoligami dan hidup secara bersama-sama.

c. Keluarga kabitas yaitu keluarga yang terbentuk tanpa

pernikahan.

4. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur

keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarganya :

Fungsi keluarga menurut Friedman (2009) dalam Setiawati dan

Darmawan (2011), yaitu:

a. Fungsi afektif

Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan

pemeliharaan kepribadian anggota keluarga.


b. Fungsi sosialisasi

Fungsi sosialisasi bercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi

pada anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak,

memberikan batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak,

meneruskan nilai-nilai budaya anak.

c. Fungsi perawatan kesehatan

Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam

melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta

menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental, dan

spiritual, dengan cara memelihara dan merawat anggota keluarga serta

mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarga.

d. Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang,

pangan, dan papan, dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber

daya keluarga.

e. Fungsi biologis

Fungsi biologis bukan hanya ditujukan untuk meneruskn keturunan

tetapi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan

generasi selanjutnya.

f. Fungsi psikologis

Fungsi psikologis terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih saying

dan rasa aman/ memberikan perhatian diantara anggota keluarga,


membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan

identitas keluarga.

5. Tugas Keluarga

Tugas keluarga merupakan pengumpulan data yang berkaitan dengan

ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan. Asuhan

keperawatan keluarga mencantumkan lima tugas keluarga sebagai paparan

etiologi/ penyebab masalah dan biasanya dikaji pada saat penjajagan tahap

II bila ditemui data malaadapti pada keluarga. Lima tugas keluarga yang

diaksud adalah:

a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, termasuk bagaimana

persepsi keluarga terhadap tingkat keparahan penyakit, pengertian,

tanda dan gejala, factor penyebab dan persepsi keluarga terhadap

masalah yang dialami keluarga.

b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, termasuk sejauh

mana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah,

bagaimana masalah dirasakan keluarga, bagaimana keluarga

menanggapi masalah yang dihadapi, adakah rasa takut terhadap akibat

atau adakah sifat negative dari keluarga terhadap masalah kesehatan,

bagaimana system pengambilan keputusan yag dilakukan keluarga

terhadap anggota keluarga yang sakit.

c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit,

seperti bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakitnya, sifat, dan

perkembangan perawatan yang diperlukan, sumber-sumber yang ada


dalam keluarga serta sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang

sakit.

d. Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan seperti pentingnya

hygiene sanitasi bagi keluarga, upaya pencegahan penyakit yang

dilakukan keluarga. Upaya pemeliharaan lingkungan yang dilakukan

keluarga, kekompakan anggota keluarga dalam menata lingkungan

dalam dan lingkungan luar rumah yang berdampak terhadap kesehatan

keluarga.

e. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan, seperti kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan dan

fasilitas pelayanan kesehatan, keberadaan fasilitas kesehatan yang ada,

keuntungan keluarga terhadap penggunaan fasilitas kesehatan, apakah

pelayanan kesehatan terjangkau oleh keluarga, adakah pengalaman

yang kurang baik yang dipersepsikan keluarga.

B. Konsep Penyakit
1. Definisi Hipertensi
Darah tinggi yang lebih dikenal sebagai hipertensi merupakan suatu
keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas
normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan
angka kematian (mortalitas) (Muttaqin. Arif, 2009).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90
mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Wijaya, 2016).
Menurut WHO (World Health Organitation), batas normal adalah 120-
140 mmHg sistolik dan 80-90 mmHg diastolik. Jadi seseorang, disebut
mengidap hipertensi jika tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥ 95 mmHg, dan tekanan darah perbatasan bila tekanan
darah sistolik antara 140 mmHg-160 mmHg dan tekanan darah diastolik
antara 90 mmHg-95 mmHg (Poerwati, 2014).

2. Etiologi
Menurut Sunardi (2012), penyebab hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
a. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa
kelainan dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan
hipertensi essensial. Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan
lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium,
kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap
vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang
termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress
emosi, obesitas dan lain-lain.
Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan
dan gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam
menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat
badan yang berlebih dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan
bahwa kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko
65-70 % untuk terkena hipertensi primer.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang dipicu oleh penyakit lainnya.
Sekitar 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau
penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering.
Obat-obat tertentu baik secara langsung ataupun tidak, dapat
menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan
tekanan darah. Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering
berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung
koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat.
3. Klasifikasi
Menurut Sugihartono (2011), hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga
golongan yaitu :
a. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) merupakan
peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik
dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan
dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi
(denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum dalam
arteri dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan
atas yang nilainya lebih besar.
b. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan
tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya
ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik
terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal,
sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya
dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik
berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam keadaan
relaksasi di antara dua denyutan.
c. Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan
diastolik.

Pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang merupakan


salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi. Menurut American
Society of Hypertension and the International Society of Hypertension
(2013), tekanan darah dibagi dalam berbagai tingkatan, yaitu (Tabel 1)
Klasifikasi Sistolik Diastolik Satuan
Optimal <120 <80 mmHg
Normal 120 – 129 80 – 84 mmHg

Normal tinggi 130 – 139 84 – 89 mmHg

Hipertensi derajat 1 140 – 159 90 – 99 mmHg

Hipertensi derajat 2 160 – 179 100 – 109 mmHg

Hipertensi derajat 3 ≥180 ≥110 mmHg

Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 <90 MmHg

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah menurut American Society of Hypertension


and the International Society of Hypertension (2013).
4. Patofisiologi
Tekanan sistolik dan diastolik dapat bervariasi pada tingkat individu.
Namun disepakati bahwa hasil pengukuran tekanan darah yang lebih besar
dari 140/90 mmHg adalah hipertensi (WHO, 2010 dan JNC, 2011). Tabel
pengklasifikasian hipertensi dapat dilihat dibawah ini : Tabel 1 Klasifikasi
Hipertensi menurut WHO
Diastol
Kategori Sistol (mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90
Tabel 2 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC7 (Joint National Committee 7)
Sistol Diastole
Kategori (mmHg) Dan/atau (mmHg)

Normal <120 Dan <80


Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

5. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan
darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina,
seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada
kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema pada diskus optikus).
Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang,
kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas,
sesak nafas, berkeringat dan pusing (Price, 2011).
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu
sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak
nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan
sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang
pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal
dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan
pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan
kesadaran hingga koma (Cahyono, 2013).
Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah
mengalami hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat terjaga,
kadang kadang disertai mual dan muntah yang disebabkan peningkatan
tekanan darah intrakranial (Corwin, 2009).
6. Faktor Resiko
a. Faktor yang dapat dikendalikan atau dimodifikasi
1) Keturunan/ genetic
2) Usia
3) Jenis kelamin
4) Ras/ etnis
5) Tipe Kepribadian
b. Faktor yang dapat dikendalikan atau dimodifikasi
1) Makan berlebihan
2) Obesitas
3) Tidak berolahraga
4) Merokok
5) Minum alkohol
7. Komplikasi
a. Penyakit ginjal
Pembuluh darah kecil di kedua ginjal anda dapat rusak karena hipertensi,
jadi akan menghalangi oragan ginjal dalam menjalankan fungsinya
dengan normal. Keadaan tersebut bisa menyebabkan berbagai gejala,
contoh gejalanya kulit gatal, sesak nafas, kecing lebih sering, darah pada
urine, kelelahan, pergelangan tangan, atau kaki membengak.
b. Penyakit arteri koronaria
Darah tinggi biasanya juga termasuk faktor penyebab utama dari
penyakit arteri koronaria. Penggumpalan yang terbentuk di percabangan
arteri, yang menuju arah koronaria kanan dan kiri, serta agak jarang di
arteri sirromflex. Aliran darah menuju distal bisa mengalami obstruksi
permanen atau sementara, yang diakibatkan karena akumulasi plaque.
Perkembangan sirkulasi kolateral disekitar obstruksi arteromasus
menghambat pertukaran dari nutrisi dan gas menuju miokardium. Dan
kegagalan sirkulasi kolateral dalam menyediakan suplai oksigen adekuat
menuju sel-sel, akan menyebabkan seseorang terkena penyakit arteri
koronaria.
c. Stroke
Gangguan aliran darah juga bisa menyebabkan penyakit stroke. Ini
berarti terjadi gangguan pembuluh darah di otak. Saat aliran darah
menuju otak terganggu, area otak yang juga terlibat akan menjadi rusak.
Terkadang stroke disebabkan karena pembuluh darah yang tersumbat
serta darah tak bisa mengalir. Tekanan darah tinggi juga bisa
menyebabkan pembuluh darah kecil pada otak pecah, disebut juga stroke
hemoragic, aliran berkurang di sebabkan oleh kebocoran darah yang
keluar melalui darah.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1) Diet pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Garam dapur
mempunyai kandungan 40% natrium. Sumber sodium lainnya antara
lain makanan yang mengandung soda kue, baking powder, MSG
(monosodium glutamat), pengawet makanan atau natrium benzoat
biasanya terdapat dalam saos, kecap, selai, makanan yang terbuat dari
mentega. Penderita tekanan darah tinggi yang sedang menjalani diet
garam harus memperhatikan hal sebagai berikut:
a) Jangan menggunakan garam dapur.
b) Hindari makanan awetan seperti kecap, margarin, mentega, keju,
terasi, petis, sosis, ikan asin, dan lain-lain.
c) Hindari makanan yang di olah dengan menggunakan bahan
makanan tambahan atau penyedap rasa seperti saos.
d) Hindari menggunakan baking soda atau obat-obatan yang
mengandung sodium.
e) Batasi minumn yang bersoda seperti cocacola, fanta, sprit.
2) Diet rendah kolesterol / lemak
Di dalam tubuh terdapat 3 bagian lemak yaitu kolesterol, trigliserida,
dan pospolipid. Sekitar 25-50% kolesterol berasal dari makan yang
dapat di absorbsi oleh tubuh sisanya akan di buang lewat feses.
Beberapa makanan yang mengandung kolesterol tinggi yaitu daging,
jeroan, keju keras, susu, kuning telur, kepiting. Tujuan diet rendah
kolesterol adalah menurunkan kadar kolesterol serta menurunkan
berat badan bila gemuk. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
mengatur nutrisi pada hipertensi adalah :
a) Hindari penggunaan minyak kelapa, lemak, margarin, dan
mentega.
b) Batasi konsumsi daging, hati, limpa, dan jenis jeroan.
c) Gunakan susu full cream.
d) Batasi konsumsi kunig telur, paling banyak tiga butir/minggu.
e) Lebih sering mengkonsumsi tahu, tempe, dan kacang lainnya.
f) Batasi penggunaan gula dan makanan yang manis-manis seperti
sirup, dan dodol.
g) Lebih banyak mengkonsumsi sayur dan buah-buahan.
3) Contoh menu untuk penderita hipertensi:
- 1 piring nasi (100g)
- 1 potong daging (50g)
- 1 mangkok sup (130g)
- 1 potong tempe (50g)
- 1 potong pepaya (100g)
4) Aktivitas, klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan
disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan
seperti berjalan, bersepeda, dan berenang.
5) Pencegahan Hipertensi dapat dilakukan sendiri dengan :
- Hindari Obesitas
- Hindari merokok
- Usahakan pikiran selalu tenang dan santai
- Berolahraga secara teratur
- Sering memakan buah-buahandansayuran
- Kurangi minuman yang mengandung kafein (Kopi)
- Hindari minuman beralkohol
- Kurangi makanan yang banyak mengandung garam (Asin)
- Rutin Kontrol ke tenaga kesehatan terdekat jika memang
mempunyai riwayat hipertensi.
b. Penatalaksanaaan farmakologis
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemeberian atau pemulihan obat anti hipertensi yaitu :
1) Mempunyai efektifitas yang tinggi.
2) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4) Tidak menimbulkan intoleransi.
5) Harga obat relative murah dan terjangkau.
6) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.

Golongan obat-obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti


golongan diuretik, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium dan
golongan penghambat konvensi renin angiotensin.

Anda mungkin juga menyukai