Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT DENGUE HEMORRAGIC FEVER

APLIKASI KLINIS KEPERAWATAN

oleh :
Marda Aditya Suphardiyan
NIM 1623101011184

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT DENGUE HEMORRAGIC FEVER

APLIKASI KLINIS KEPERAWATAN

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Aplikasi Klinis Keperawatan


Dosen pengampu : Ns. Fitrio Deviantony, M.Kep

Oleh :
Marda Aditya Suphardiyan
NIM 162310101184

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB 1. KONSEP PENYAKIT
1.1 Definisi (Dengue Hemoragic Fever)
Menurut World Health Organization (WHO), demam berdarah dengue
(DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang
terinfeksi salah satu dari empat tipe virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada demam berdarah
dengue terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah
penyakit demam akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini
cenderung polanya berubah ke orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan
manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang dapat
menimbulkan kematian. (Depkes, 2015)
Dengue Hemoragic Fever (DHF) atau demam berdarah dengue adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes Aegypti (Susilaningrum, 2013).
Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
karena virus dengue yang termasuk golongan Arbovirus melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti betina. Penyakit ini lebih dikenal dengan sebutan
Demam Berdarah (DBD) (Hidayat, 2006).
Demam dengue / DF dan DBD atau DHF adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan
nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diathesis hemoragik (Sudoyo, 2010).
1.2 Etiologi DHF
Dengue Hemoragic Fever disebabkan oleh virus Dengue, yang
termasuk dalam genus Flavirus, keluarga Flafiviridae. Virus ini masuk ke
dalam tubuh melalui vector berupa nyamuk Aedes Aegypti dan beberapa
spesies lainnya seperti Aedes Albopictus dan Aedes Polynesiensis (Hidayat,
2006).
Seseorang yang digigit oleh nyamuk yang membawa virus ini akan
tertulari dan akan mengalami viremia yang menunjukkan tanda-tanda khas
seperti demam, nyeri otot dan atau sendi yang disertai leucopenia, ruam,
limfadenopati, trombositipenia, dan diathesis hemoragik (Sudoyo, 2010).
2.3 Klasifikasi DHF
Pembagian Derajat menurut (Soegijanto, 2012):
a. Derajat I : Demam dengan uji torniquet positif.
b. Derajat II : Demam dan perdarahan spontan, pada umumnya
dikulit
atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak
disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala
kegagalan
sirkulasi meliputi nadi yang cepat dan lemah,
tekanan nadi
menurun (<20mmHg)/ hipotensi disertai
ekstremitas dingin,
dan anak gelisah.
d. Derajat IV : demam, perdarahan spontan disertai atau tidak
disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala
renjatan hebat (nadi tak teraba dan tekanan darah tak
terukur).

1.4 Patofisiologi DHF


Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan ( pelepasan zat bradikinin, serotinin,
trombin, Histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia
menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang
menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat dari,
penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibody melawan virus
(Murwani, dalam andriani, 2014).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik
kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan
adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis
secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak
tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15
hari, rata-rata 5-8 hari (Soegijanto, 2012).
Menurut Ngastiyah (2014) virus akan masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan nyamuk aedes aeygypty. Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang
mengakibatkan penderita menalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot
pegal-pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit,
hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar
getah bening, pembesaran hati (hepatomegali).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus
antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi system komplemen. Akibat
aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk
melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibtkan terjadinya
pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta
seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Meningginya nilai hematocrit (> 20 %) menimbulkan dugaan bahwa renjatan
terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler
yang rusak.
1.5 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada klien dengan DHF yaitu:
a) Demam atau riwayat demam akut antar 2-7 hari,
b) Keluhan pada saluan pencernaan, mual, muntah, anoreksia, diare,
konstipasi.
c) Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada
otot, tulang
d) nyeri sendi, nyeri ulu hati, dan lain-lain.
e) Temuan-temuan laboratorium yang mendukung adanya trombositopenia
(kurang atau sama dengan 100.000/mm3.
f) Muka kemerahan (facial flushing) , anoreksi, mialgia dan artralgia.
g) Faring dan konjungtiva yang kemerahan.
h) Dapat disertai kejang demam.
Menurut WHO (2012) demam dengue memiliki tiga fase diantaranya fase
demam, fase kritis dan fase penyembuhan. Pada fase demam, penderita akan
mengalami demam tinggi secara mendadak selama 2-7 hari yang sering dijumpai
dengan wajah kemerahan, eritema kulit, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital,
rasa sakit di seluruh tubuh, fotofobia dan sakit kepala serta gejala umum seperti
anoreksia, mual dan muntah. Tanda bahaya (warning sign) penyakit dengue
meliputi nyeri perut, muntah berkepanjangan, letargi, pembesaran hepar >2 cm,
perdarahan mukosa, trombositopeni dan penumpukan cairan di rongga tubuh
karena terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler.
Pada waktu transisi yaitu dari fase demam menjadi tidak demam, pasien
yang tidak diikuti dengan peningkatan pemeabilitas kapiler tidak akan berlanjut
menjadi fase kritis. Ketika terjadi penurunan demam tinggi, pasien dengan
peningkatan permeabilitas mungkin menunjukan tanda bahaya yaitu yang
terbanyak adalah kebocoran plasma. Pada fase kritis terjadi penurunan suhu
menjadi 37.5-38°C atau kurang pada hari ke 3-8 dari penyakit. Progresivitas
leukopenia yang diikuti oleh penurunan jumlah platelet mendahului kebocoran
plasma. Peningkatan hematocrit merupakan tanda awal terjadinya perubahan
pada tekanan darah dan denyut nadi.
Fase terakhir adalah fase penyembuhan. Setelah pasien bertahan selama
24-48 jam fase kritis, reabsorbsi kompartemen ekstravaskuler bertahap terjadi
selama 48-72 jam. Fase ini ditandai dengan keadaan umum membaik, nafsu makan
kembali normal, gejala gastrointestinal membaik dan status hemodinamik stabil.
1.6 Pemeriksaan Penunjang DHF
Menurut Susilaningrum (2013) pada pemeriksaan darah pasien DHF
akan dijumpai hasil sebagai berikut:
a. Hb dan PCV meningkat (>20 %)
b. Trombositopenia (< 100.000/ml)
c. Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)
d. Ig D dengue Positif
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hipokloremia, hiponatremia
f. Asidosis metabolic : pCO2 < 35-40 mmHg, HCO3 rendah
g. SGOT/SGPT mungkin meningkat

1) Pemeriksaan hematokrit (Ht) : ada kenaikan bisa sampai 20%, normal:


pria 40-50%; wanita 35-47%
2) . Uji torniquet: caranya diukur tekanan darah kemudian diklem antara tekanan
systole dan diastole selama 10 menit untuk dewasa dan 3-5 menit untuk
anak-anak. Positif ada butir-butir merah (petechie) kurang 20 pada diameter
2,5 inchi.
3) Tes serologi (darah filter) : ini diambil sebanyak 3 kali dengan memakai
kertas saring (filter paper) yang pertama diambil pada waktu pasien masuk
rumah sakit, kedua diambil pada waktu akan pulang dan ketiga diambil 1-3
mg setelah pengambilan yang kedua. Kertas ini disimpan pada suhu kamar
sampai menunggu saat pengiriman.
4) Isolasi virus: bahan pemeriksaan adalah darah penderita atau
jaringan-jaringan untuk penderita yang hidup melalui biopsy sedang
untuk penderita yang meninggal melalui autopay. Hal ini jarang
dikerjakan.

1.7 Penatalaksanaan
Ngastyah (2014), menyebutkan bahwa penatalaksanaan pasien DBD
ada penantalaksanaan medis dan keperawataan diantaranya : a.
Penatalaksanaan Medis
1) DBD tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia, dan sering muntah menyebabkan pasien
dehidrasi dan haus. Orang tua dilibatkan dalam pemberian minum pada anak
sedikt demi sedikit yaitu 1,5-2 liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia
diatasi dengan obat antipiretik dan kompres hangat. Jika anak mengalami
kejang-kejang diberi luminal dengan dosis : anak yang berumur 1 tahun 75mg.
atau antikonvulsan lainnya. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan
apabila pasien teruss menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancan terjadinya dehidrasi atau hematokrit yang cenderung meningkat.
2) DBD disertai renjatan
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segara dipasang infus
sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang
biasanya diberikan Ringer Laktat. Pada pasien dengan renjatan berat pemberian
infus harus diguyur. Apabila renjatan sudah teratasi, kecepatan tetesan
dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam. Pada pasien dengan renjatan berat atau
renjatan berulang perlu dipasang CVP (central venous pressure) untuk
mengukur tekanan vena sentral melalui safena magna atau vena jugularis, dan
biasanya pasien dirawat di ICU. b. Penatalaksanaan keperawatan
3) Perawatan pasien DBD derajat I
Pada pasien ini keadaan umumya seperti pada pasien influenza biasa
dengan gejala demam, lesu, sakit kepala, dan sebagainya, tetapi terdapat juga
gejala perdarahan. Pasien perlu istirahat mutlak, observasi tanda vital setiap 3
jam, periksa Ht, Hb dan trombosit secara periodik (4 jam sekali). Berikan
minum 1,5-2 liter dalam 24 jam. Obat-obatan harus diberikan tepat waktunya
disamping kompres hangat jika pasien demam.
4.) Perawatan pasien DBD derajat II
Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang dirawat sudah
dalam keadaan lemah, malas minum dan tidak jarang setelah dalam perawatan
baru beberapa saat pasien jatuh kedalam keadaan renjatan. Oleh karena itu,
lebih baik jika pasien segera dipasang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah
infus lebih baik dipasang pada dua tempat. Pengawasan tanda vital,
pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin serta trombosit.
3) Perawatan pasien DBD derajat III (DSS)
Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan penanganan
yang cepat dan tepat akan menjadi fatal sehingga memerlukan perawatan yang
intensif. Masalah utama adalah kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini
mencapai puncaknya dengan ditemuinya tubuh pasien sembab, aliran darah sangat
lambat karena menjadi kental sehingga mempengaruhi curah jantung dan
menyebabkan gangguan saraf pusat. Akibat terjadinya kebocoran plasma pada
paru terjadi pengumpulan cairan didalam rongga pleura dan menyebabkan pasien
agak dispnea, untuk meringankan pasien dibaringkan semi-fowler dan diberikan
O2. Pengawasan tanda vital dilakukan setiap 15 menit terutama tekanan darah,
nadi dan pernapasan. Pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit tetap dilakukan secara
periodik dan semua tindakan serta hasil pemeriksaan dicatat dalam catatan khusus.
BAB 2. Clinical Pathway

Anda mungkin juga menyukai