Hernia Inguialis
Oleh :
Santi Dwi R. (1102013262)
Bimasena Arya Yudha (1102013060)
Annisa Yunita Rani (1102014035)
Nurhayati (1102014201)
Dokter Pembimbing
I. IDENTITAS
Nama :Tn. D
Usia : 47 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Bayalangu Lor
Pekerjaan : angkat batu
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal masuk RS : 11 juli 2019
II. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Sakit di kemaluan sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit
Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : hitam putih keabu-abuan
Mata : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)
Telinga : normal, tidak ada secret
Hidung : normal , tidak ada septum deviasi
Mulut :
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : dinding dada simetris kanan kiri
Palpasi : fremitus vocal dan taktil simetris, krepitasi (-)
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesicular, rhonki dan wheezing (-/-)
Abdomen
Insepksi : cembung simetris, massa -
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba ICS V linea midstrernalis sinistra
Perkusi : batas kanan jantung ICS II linea parasternalis dextra
Batas kiri Jntung ICS V linea midstrenalis sinistra
Auskultasi : BJ 1-2 normal, gallop (-), murmur (-)
Ekstremitas
Superior : edema (-/-), akral hangat (+/+), refleks fisiologis (+/+), CRT
<2detik
Inferior : edema (-/-), akral hangat (+/+),refleks fisiologis (+/+), CRT <2detik
b. Status Lokalis
Inspeksi : Tampak pembengkakan pada lipat paha kiri dan scrotum kiri
Palpasi : Teraba benjolan, tegang
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 11 juli 2019
Nama test Hasil Satuan Nilai rujukan
Darah lengkap
Hemoglobin 15,6 g/dl 13.2-17.3
Leukosi H 14.3 10^3/uL 3.8-10.6
Trombosit 236 10^3/uL 150-440
Hematocrit 44.5 % 40-52
Eritrosit 5.20 10^6/uL 4.4-5.9
MCV 85.7 fl 80-100
MCH 30.0 pg 26-34
MCHC 35.0 g/dl 32-36
RDW 10.7 % 11.5-14.5
MPV 8.4 Fl 7.0-11.0
Segmen 75.1 % 28.0-78.0
Limfosit L 17,4 % 25-40
Monosit 3.4 % 2-8
Eosinophil 3.3 % 2-4
Basophil 0.8 % 0-1
Luc 0.0 % 3-6
GDS 102 Mg/dl 75-140
IV. DIAGNOSIS
Hernia ingunalis lateralis sinistra irreponible
V. DIAGNOSIS BANDING
Hernia scrotalis
Hidrokel
Varicocel
VI. TATALAKSANA
Herniotomi
Medikamentosa
IVFD RL 20tpm
Inj tramadol drip
Inj ranitidine 2x1 ampul IV
Inj ketorolac extra
VII. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Hernia berasal dari kata latin yang berarti rupture. Hernia didefinisikan adalah suatu
penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah (defek) yang diliputi
oleh dinding (Townsend, 2004).
Hernia ingunalis dibagi menjadi dua yaitu Hernia Ingunalis Lateralis (HIL) dan
Hernia Ingunalis Medialis. Hernia inguinalis lateralis mempunyai nama lain yaitu hernia
indirecta yang artinya keluarnya tidak langsung menembus dinding abdomen. Selain hernia
indirek nama yang lain adalah hernia oblique yang artinya kanal yang berjalan miring dari
lateral atas ke medial bawah. Hernia ingunalis lateralis sendiri mempunyai arti pintu
keluarnya terletak disebelah lateral vasa epigastrica inferior. Hernia inguinalis lateralis (HIL)
dikarenakan kelainan kongenital meskipun ada yang didapat. Hernia inguinalis medialis
(HIM) atau hernia direk hampir selalu disebabkan oleh peninggian tekanan intraabdomen
kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach (Sjamsuhidajat, 2010).
2.2. Epidemiologi
Hernia inguinalis merupakan kasus bedah digestif terbanyak setelah appendicitis.
Sampai saat ini masih merupakan tantangan dalam peningkatan status kesehatan masyarakat
karena besarnya biaya yang diperlukan dalam penanganannya dan hilangnya tenaga kerja
akibat lambatnya pemulihan dan angka rekurensi. Dari keseluruhan jumlah operasi di
Perancis tindakan bedah hernia sebanyak 17,2 % dan 24,1 % di Amerika Serikat.
Hernia inguinalis sudah dicatat sebagai penyakit pada manusia sejak tahun 1500 sebelum
Masehi dan mengalami banyak sekali perkembangan seiring bertambahnya pengetahuan
struktur anatomi pada regio inguinal (Townsend, 2004).
Hampir 75 % dari hernia abdomen merupakan hernia ingunalis. Untuk memahami
lebih jauh tentang hernia diperlukan pengetahuan tentang kanalis inguinalis. Hernia
inguinalis dibagi menjadi hernia ingunalis lateralis dan hernia ingunalis medialis dimana
hernia ingunalis lateralis ditemukan lebih banyak dua pertiga dari hernia ingunalis. Sepertiga
sisanya adalah hernia inguinalis medialis.Hernia lebih dikarenakan kelemahan dinding
belakang kanalis inguinalis. Hernia ingunalis lebih banyak ditemukan pada pria daripada
wanita, untuk hernia femoralis sendiri lebih sering ditemukan pada wanita. Sedangkan jika
ditemukan hernia ingunalis pada pria kemungkinan adanya hernia ingunalis atau
berkembangnya menjadi hernia ingunalis sebanyak 50 % Perbandingan antara pria dan
wanita untuk hernia ingunalis 7 : 1. Prevalensi hernia ingunalis pada pria dipengaruhi oleh
umur (Townsend, 2004).
2.3. Klasifikasi
a. Menurut waktu
1) Hernia kongenital
2) Hernia akuisita/didapat
b. Secara klinis
1) Hernia reponibilis : bila isi hernia dapat keluar masuk. Keluar saat berdiri atau
mengedan, masuk ketika berbaring atau bila didorong masuk perut
2) Hernia ireponibilis : bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam
rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh pelekatan isi kantong kepada
peritoneum kantong hernia.
3) Hernia strangulasi : hernia ireponibel yang disertai gangguan vaskularisasi
4) Hernia inkarserata : hernia ireponibel yang disertai gangguan pasasse
(Amrizal, 2015)
c. Klasifikasi hernia inguinalis yaitu:
1. Hernia inguinalis indirek
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis, diduga
mempunyai penyebab kongenital. Kantong hernia merupakan sisa prosesus vaginalis
peritonei sebuah kantong peritoneum yang menonjol keluar, yang pada janin berperan
dalam pembentukan kanalis inguinalis. Oleh karena itu kantong hernia masuk
kedalam kanalis inguinalis melalui anulus inguinalis internus yang terletak di sebelah
lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis nguinalis dan keluar ke rongga
perut melalui anulis inguinalis eksternus. lateral dari arteria dan vena epigastrika
inferior. Hernia ini lebih sering dijumpai pada sisi kanan. Hernia inguinalis indirek
dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Merupakan sisa prosessus vaginalis dan oleh karena itu bersifat kongenital.
b. Angka kejadian hernia indirek lebih banyak dibandingkan hernia inguinalis
direk.
c. Hernia indirek lebih sering pada pria daripada wanita.
d. Hernia indirek lebih sering pada sisi kanan.
e. Sering di temukan pada anak-anak dan dewasa muda.
f. Kantong hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis melalui anulus inguinalis
profundus dan lateral terhadap arteria dan vena epigastrika inferior.
g. Kantong hernia dapat meluas melalui anulus inguinalis superficialis, terletak di
atas dan medial terhadap tuberkulum pubikum.
h. Kantong hernia dapat meluas ke arah bawah ke dalam kantong skrotum atau
labium majus.
(Amrizal, 2015)
2. Hernia inguinalis direk
Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis. Hernia ini melalui
dinding inguinal posteromedial dari vasa epigastrika inferior di daerah yang dibatasi
segitiga Hasselbach.5 Hernia inguinalis direk jarang pada perempuan, dan sebagian
bersifat bilateral. Hernia ini merupakan penyakit pada laki-laki lanjut usia dengan
kelemahan otot dinding abdomen (Amrizal, 2015).
Gilbert membagi hernia menjadi 5 tipe. Tipe 1, 2, and 3 merupakan hernia indirek,
sedangkan tipe 4 and 5 merupakan hernia direk.
mempunyai kantung peritoneal yang melewati cincin interna yang
Hernia tipe 1
berdiameter
(hernia indirek yang paling sering) mempunyai kantung peritoneal yang
Hernia tipe 2
melewati cincin interna yang berdiameter ≤ 2 cm
hernia mempunyai kantung peritoneal yang melewati cincin interna yang
Hernia tipe 3 berdiameter > 2 cm
menjadi hernia komplit dan sering menjadi slidinhernia.
Hernia tipe 4 mempunyai robekan dinding posterior atau defek posterior multipel.
Cincin interna yang intak dan tidak ada kantung peritoneal.
merupakan hernia divertikuler primer. Pada hernia ini tidak terdapat
Hernia tipe 5 kantung peritoneal.
(Arthur, 2005).
Nyhus membuat klasifikasi berdasarkan ukuran cincin interna dan integritas dinding
posterior, meliputi:3
Tipe 1 adalah hernia indirek dengan cincin interna yang normal.
Tipe 2 adalah hernia indirek dengan cincin interna yang membesar.
Tipe 3a adalah hernia inguinalis indirek.
Tipe 3b adalah hernia indirek yang menyebabkan kelemahan dinding posterior.
Tipe 3c adalah hernia femoralis.
Tipe 4 memperlihatkan semua hernia rekuren.
(Arthur, 2005).
2.4. Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang
didapat. Lebih banyak terjadi pada lelaki daripada perempuan. Berbagai faktor penyebab
berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar
sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu, diperlukan faktor yang dapat
mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar. Pada orang sehat ada
tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis
yang berjalan miring, adanya struktur otot oblikus internus abdominis yang menutup anulus
inguinalis internus ketika berkontraksi, dan adanya fasia transversa yang kuat sehingga
menutupi trigonum hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot (Amrizal, 2015).
Proses mekanisme ini meliputi saat otot abdomen berkontraksi terjadi peningkatan
intraabdomen lalu m. oblikus internus dan m. tranversus berkontraksi, serabut otot yang
paling bawah membentuk atap mioaponeurotik pada kanalis inguinalis. Konjoin tendon yang
melengkung meliputi spermatic cord yang berkontraksi mendekati ligamentum inguinale
sehingga melindungi fasia transversalis. Kontraksi ini terus bekerja hingga ke depan cincin
interna dan berfungsi menahan tekanan intraabdomen (Amrizal, 2015).
2.6. Patofisiologi
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 dari
kehamilan, terjadinya desensus testikulorum melalui kanalis inguinalis. Penurunan testis itu
akan menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi tonjolan peritoneum yang
disebut dengan prosesus vaginalis peritonea. Bila bayi lahir umumnya prosesus ini telah
mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Tetapi
dalam beberapa hal sering belum menutup, karena testis yang kiri turun terlebih dahulu dari
yang kanan, maka kanalis inguinalis yang kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal,
kanal yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka sebagian, maka
akan timbul hidrokel. Bila kanal terbuka terus, karena prosesus tidak berobliterasi maka akan
timbul hernia inguinalis lateralis kongenital. Biasanya hernia pada orang dewasa ini terjadi
karena lanjut usia, karena pada umur yang tua otot dinding rongga perut dapat melemah.
Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi.
Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup, namun karena daerah ini merupakan lokus
minoris resistansi, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat
seperti, batuk kronik, bersin yang kuat dan mengangkat barang-barang berat dan mengejan,
maka kanal yang sudah tertutup dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis
karena terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut. Akhirnya
menekan dinding rongga yang telah melemas akibat trauma, hipertropi prostat, asites,
kehamilan, obesitas, dan kelainan kongenital (Amrizal, 2015).
Terjadi bila penutupan processus vaginalis peritonei hanya pada suatu bagian saja.
Sehingga masih ada kantong peritoneum yang berasal dari processus vaginalis yang tidak
menutup pada waktu bayi dilahirkan. Sewaktu-waktu kantung peritonei ini dapat terisi
dalaman perut, tetapi isi hernia tidak berhubungan dengan tunika vaginalis propria testis.
(Sjamsuhidajat, 2010).
Arthur. 2005. Inguinal Hernia: Anatomy and Management. Accesed on 12nd July 2019
Available at https://www.medscape.org/viewarticle/420354_5
Drake, R.L., Wayne-Vogl, A. and Mitchell, A.W.M. 2010. Gray’s anatomy for students, 2nd
edition, Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier Inc.
Rasjad C. Hernia. Dalam : Sjamsuhidajat R, Jong WD. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; hal. 619-29