Anda di halaman 1dari 88

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A
BLOK 26

Disusun oleh:

KELOMPOK 1

Tutor: dr. Achmad Ridwan, MO, MSc


Syahirah Gunawan 04011181621001

Muhammad Adib Dwi Tamma Putra 04011181621002

Mayalisna Prihatiningrum 04011181621003

Julius Akbar 04011181621004

Selvia Rahayu 04011181621014

Sherly Malakiano 04011181621032

Nanda Maharani Saqadifa 04011181621034

Nopiah Syari 04011181621042

Furqan Indah 04011181621043

Izzah Atqa 04011281621110

Fahira Anindita 04011281621132

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya Laporan
Tutorial A Blok 26 ini dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tak lupa tim mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan tutorial A ini.
Tim menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, tim
mohon maaf apabila terdapat maksud atau penulisan kata yang salah ataupun yang kurang
berkenan dalam laporan ini. Maka dari itu, pendapat, kritik, dan saran akan sangat membantu
dalam penyempurnaan laporan ini.

Palembang, 18 September 2019

Tim penyusun,

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 3
KEGIATAN TUTORIAL ................................................................................................. 4
HASIL TUTORIAL DAN BELAJAR MANDIRI ......................................................... 6
I. Klarifikasi Istilah ..................................................................................................... 7
II. Identifikasi Masalah................................................................................................. 8
III. Analisis Masalah ..................................................................................................... 9
IV. Sintesis .....................................................................................................................41
A. Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas …………………………………….... 41
B. Kesehatan Keselamata Kerja …………………………………………………….. 58
C. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat ………………………………….. 67
D. Pelayanan Kesehatan …………………………………………………………….. 73
V. Kerangka Konsep.................................................................................................... 86
VI. Kesimpulan ............................................................................................................. 87

3
KEGIATAN TUTORIAL

Moderator : Syahirah Gunawan


Sekretaris 1 : Nanda Maharani Saqadifa
Sekretaris 2 : Selvia Rahayu
Peraturan selama tutorial:
1. Jika mau berbicara, angkat tangan terlebih dahulu.
2. Saling mendengarkan pendapat satu sama lain.
3. Izin ke toilet maksimal dua orang dalam satu waktu.
4. Diperbolehkan minum selama tutorial berlangsung.
5. Diperbolehkan membuka gadget selama masih berhubungan dengan tutorial.

Prosedur tutorial:
1. Tutorial tahap 1

4
a. Semua anggota kelompok masuk ruang tutorial dan duduk di kursi yang telah
disediakan.
b. Sekretaris papan menyalakan layar LCD dan mempersiapkan laptop untuk mengetik
ide selama tutorial.
c. Moderator memimpin do’a sebelum tutorial.
d. Moderator menyebutkan peraturan selama tutorial.
e. Moderator membacakan skenario.
f. Anggota mengklarifikasi istilah dalam scenario.
g. Anggota menentukan fakta dan masalah dalam skenario, lalu menentukan prioritas
masalahnya disertai dengan alasan yang logis.
h. Anggota saling mengajukan pertanyaan di analisis masalah.
i. Anggota mendiskusikan mengenai kaitan antar masalah.
j. Anggota menentukan learning issues dan moderator membagi LI ke masing-masing
anggota kelompok.
k. Tutorial ditutup oleh moderator.
2. Belajar mandiri
3. Tutorial tahap 2
a. Semua anggota kelompok masuk ruang tutorial dan duduk di kursi yang telah
disediakan.
b. Sekretaris papan menyalakan layar LCD dan mempersiapkan laptop untuk mengetik
ide selama tutorial.
c. Moderator memimpin doa sebelum tutorial.
d. Moderator mempersilakan kepada masing-masing anggota untuk memaparkan hasil
belajarnya. Moderator mengatur diskusi yang meliputi mempersilakan anggota lain
menambahkan ide dan sesi tanya-jawab.
e. Anggota merancang kerangka konsep bersama-sama dan membuat resume dari
kerangka konsep.
f. Anggota menjawab pertanyaan yang ada di analisis masalah.
g. Anggota menarik kesimpulan dari LI dan skenario yang ada.
h. Tutorial ditutup oleh moderator.
4. Penyusunan laporan pleno.

5
HASIL TUTORIAL DAN BELAJAR MANDIRI
SKENARIO A BLOK 26 TAHUN 2019

Dr. Santi telah bertugas sebagai Kepala Puskesmas “Sumber Sehat” di kecamatan
Waras selama 3 tahun. Kecamatan Waras mempunyai luas wilayah 375 Ha dengan jumlah
penduduk sebanyak 38.000 jiwa yang terdiri dari 4 desa. Pada setiap Desa terdapat Bidan
Desa, 3 Posyandu, 2 SD, 2 SMP dan Poskesdes. Penduduk di wilayah kerja Puskesmas
“Sumber Sehat” terdiri dari 56% pria yang mayoritas bekerja sebagai petani Karet. Jumlah
ibu hamil saat ini di wilayah kerja Puskesmas “Sumber Sehat” sebanyak 135 orang dan tahun
yang lalu tercatat 4 ibu meninggal karena melahirkan.

Di wilayah kecamatan “Waras” terdapat pabrik pengolahan kayu, dimana pabrik


memproduksi bahan olahan kayu setiap hari sehingga masyarakat di sekitar pabrik terpapar
debu. Pernah dilakukan pemeriksaan kadar debu PM2.5 diatas nilai ambang batas normal
sebesar 80 ug/m3 per 24 jam di lingkungan rumah dan 40 ug/m3 di dalam rumah penduduk.

Seminggu yang lalu, Poliklinik KIA Puskesmas “Sumber Sehat” kedatangan Ny. Ani,
berumur 27 tahun, untuk ANC (Ante Natal Care) kehamilan yang ke-2, dengan usia
kehamilan 32 minggu. Pada saat ANC, Ny. A terdiagnosa Herpes Simplex, sehingga dr. santi
memutuskan untuk merujuk Ny. A ke RSUD BUGAR untuk mencegah penularan kepada
anak. Di RSUD BUGAR, Ny. A ditangani oleh dokter spesialis. Dokter spesialis yang
menangani Ny. A kebetulan sedang melakukan sebuah penelitian yang bertujuan untuk
menilai efektivitas terapi IVIG (Intravenous Immunoglobulin) dalam mencegah penularan
virus kepada anak yang dikandung. Pada saat ke Puskesmas, Ny Ani juga membawa nina,
anak perempuannya yang berumur 3,5 tahun dengan riwayat tidak mendapat ASI Eksklusif.
Riwayat kelahiran nina, anak nina, berlangsung normal di rumah, cukup bulan dan dibantu
oleh bidan. Dan karena kesibukannya, Ny Ani sangat jarang membawa Ninan ke posyandu,
pada kunjungan terakhirnya di Posyandu Nina dinyatakan Stunting oleh petugas Dinas
Kesehatan provinsi.

Sebagai dokter Santi, apa yang akan anda lakukan untuk meningkatkan derajat
kesehatan pada wilayah kerja puskesmas “Sumber Sehat” tersebut.

6
I. Klarifikasi Istilah

No Istilah Klarifikasi
1. Posyandu Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya masyarakat
dalam bentuk UKBM yang dikelola diselenggarakan dari, oleh,
untuk dan bersama masyarakat dalam pelenggaraan
pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan
memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan dasar atau sosial dasar untuk mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi.
Posyandu dibentuk melalui musyawarah mufakat di desa atau
kelurahan dan dikelola oleh pengelola posyandu, yang
dikukuhkan oleh kepala desa atau lurah.
2. Poskesdes Poskesdes adalah singkatan dari pos kesehatan desa yaitu upaya
kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dibentuk
di desa dalam rangka mendekatkan atau menyediakan
pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa (Kemenkes)
3. Puskesmas Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan
upaya kesehatan perorangan (UKP) tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
di wilayah kerjanya.
4. Pabrik Bangunan dengan perlengkapan mesin tempat membuat atau
memproduksi barang tertentu dalam jumlah besar untuk
diperdagangkan (KBBI)
5. Debu PM2.5 PM (Particulate Mater) partikel debu yang berukuran kurang
dari 2,5 mikron. Jenis particulate ini bersifat dapat menembus
sampai bagian paru paling dalam dan kandungannya yang dapat
beredar dalam aliran darah juga berhubungan dengan terjadinya
infeksi pernafasan. (BMKG dan UI)
6. ANC Ante Natal Care perawatan yang diberikan professional
kesehatan yang terampil kepada wanita hamil untuk
memastikan kondisi kesehatan terbaik untuk ibu dan janin
selama kehamilan yang terdiri dari komponen identifikasi
resiko pencegahan dan menejemen penyakit yang berhubungan

7
dengan kehamilan, edukasi kesehatan dan promosi kesehatan
7. Herpes simplex Infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simplex virus ( HSV)
tipe 1 atau 2 yang ditandai adanya vesikel yang sembab dan
erimatosa pada daerah dekat mukokutan.
8. IVIG Substansi yang terbuat dari antibodi yang diambil dari darah
pendonor sehat yang diberikan ke pasien melalui jarum atau
tube yang di insersikan melalui vena.
9. Stunting Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan
oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama
sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak
yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek dari standar
usianya. (depkes)

II. Identifikasi Masalah

Dr. Santi telah bertugas sebagai Kepala Puskesmas “Sumber Sehat”


di kecamatan Waras selama 3 tahun. Kecamatan Waras mempunyai
luas wilayah 375 Ha dengan jumlah penduduk sebanyak 38.000 jiwa Data Demografi
yang terdiri dari 4 desa. Pada setiap Desa terdapat Bidan Desa, 3
Posyandu, 2 SD, 2 SMP dan Poskesdes. Penduduk di wilayah kerja
Puskesmas “Sumber Sehat” terdiri dari 56% pria yang mayoritas
bekerja sebagai petani Karet. Jumlah ibu hamil saat ini di wilayah
kerja Puskesmas “Sumber Sehat” sebanyak 135 orang dan tahun yang
lalu tercatat 4 ibu meninggal karena melahirkan.
Di wilayah kecamatan “Waras” terdapat pabrik pengolahan kayu,
dimana pabrik memproduksi bahan olahan kayu setiap hari sehingga
masyarakat di sekitar pabrik terpapar debu. Pernah dilakukan
pemeriksaan kadar debu PM2.5 diatas nilai ambang batas normal Data Lingkungan
sebesar 80 ug/m3 per 24 jam di lingkungan rumah dan 40 ug/m3 di
dalam rumah penduduk.

Seminggu yang lalu, Poliklinik KIA Puskesmas “Sumber Sehat”


kedatangan Ny. Ani, berumur 27 tahun, untuk ANC (Ante Natal
Care) kehamilan yang ke-2, dengan usia kehamilan 32 minggu. Pada
saat ANC, Ny. A terdiagnosa Herpes Simplex, sehingga dr. santi Data

8
memutuskan untuk merujuk Ny. A ke RSUD BUGAR untuk Masalah
mencegah penularan kepada anak. Di RSUD BUGAR, Ny. A Kesehatan
ditangani oleh dokter spesialis. Dokter spesialis yang menangani Ny.
A kebetulan sedang melakukan sebuah penelitian yang bertujuan
untuk menilai efektivitas terapi IVIG (Intravenous Immunoglobulin)
dalam mencegah penularan virus kepada anak yang dikandung.
Pada saat ke Puskesmas, Ny Ani juga membawa nina, anak
perempuannya yang berumur 3,5 tahun dengan riwayat tidak
mendapat ASI Eksklusif. Riwayat kelahiran nina, anak nina, Data
berlangsung normal di rumah, cukup bulan dan dibantu oleh bidan. Masalah
Dan karena kesibukannya, Ny Ani sangat jarang membawa Nina ke Kesehatan
posyandu, pada kunjungan terakhirnya di Posyandu Nina dinyatakan
Stunting oleh petugas Dinas Kesehatan provinsi.

III. Analisis Masalah


1. Dr. Santi telah bertugas sebagai Kepala Puskesmas “Sumber Sehat” di kecamatan
Waras selama 3 tahun. Kecamatan Waras mempunyai luas wilayah 375 Ha dengan
jumlah penduduk sebanyak 38.000 jiwa yang terdiri dari 4 desa. Pada setiap Desa
terdapat Bidan Desa, 3 Posyandu, 2 SD, 2 SMP dan Poskesdes. Penduduk di wilayah
kerja Puskesmas “Sumber Sehat” terdiri dari 56% pria yang mayoritas bekerja sebagai
petani Karet. Jumlah ibu hamil saat ini di wilayah kerja Puskesmas “Sumber Sehat”
sebanyak 135 orang dan tahun yang lalu tercatat 4 ibu meninggal karena melahirkan.
a. Bagaimana struktur dan fungsi kepengurusan puskesmas?
Jawab:
Struktur organisasi puskesmas dalam permenkes 75 tahun 2014 dibagi menjadi 3
(tiga) macam sesuai dengan kategori puskesmas. Walaupun secara umum
memiliki kesamaan, namun terdapat beberapa bagian yang berbeda dari masing-
masing kategori puskesmas.
Struktur Organisasi Puskesmas Perkotaan
Adapun struktur organisasi puskesmas perkotaan adalah sebagai berikut:
- Kepala Puskesmas
Kriteria Kepala Puskesmas yaitu tenaga kesehatan dengan tingkat pendidikan
paling rendah sarjana, memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat,

9
masa kerja di Puskesmas minimal 2 (dua) tahun, dan telah mengikuti pelatihan
manajemen Puskesmas.
- Kasubag Tata Usaha
Membawahi beberapa kegiatan diantaranya Sistem Informasi Puskesmas,
kepegawaian, rumah tangga, dan keuangan.
- Penanggungjawab UKM esensial dan keperawatan kesehatan masyarakat
Membawahi:
1. pelayanan promosi kesehatan termasuk UKS
2. pelayanan kesehatan lingkungan
3. pelayanan KIA-KB yang bersifat UKM
4. pelayanan gizi yang bersifat UKM
5. pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
6. pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat

- Penanggungjawab UKM Pengembangan


Membawahi upaya pengembangan yang dilakukan Puskesmas, antara lain:
1. pelayanan kesehatan jiwa
2. pelayanan kesehatan gigi masyarakat
3. pelayanan kesehatan tradisional komplementer
4. pelayanan kesehatan olahraga
5. pelayanan kesehatan indera
6. pelayanan kesehatan lansia
7. pelayanan kesehatan kerja
8. pelayanan kesehatan lainnya
- Penanggungjawab UKP, kefarmasian, dan laboratorium
Membawahi beberapa kegiatan, yaitu:
1. pelayanan pemeriksaan umum
2. pelayanan kesehatan gigi dan mulut
3. pelayanan KIA-KB yang bersifat UKP
4. pelayanan gawat darurat
5. pelayanan gizi yang bersifat UKP
6. pelayanan persalinan
7. pelayanan rawat inap untuk Puskesmas
yang menyediakan pelayanan rawat inap

10
8. pelayanan kefarmasian
9. pelayanan laboratorium
- Penanggungjawab jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan
kesehatan
Membawahi:
1. Puskesmas Pembantu
2. Puskesmas Keliling
3. Bidan Desa
4. Jejaring fasilitas pelayanan kesehatan

b. Apa saja tugas kepala puskesmas?


Jawab:
I. Tugas Pokok
Mengusahakan agar fungsi puskesmas dapat diselenggarakan dengan baik.
II. Fungsi
1. Sebagai seorang Dokter
2. Sebagai Manajer

11
III. Kegiatan pokok
1. Melaksanakan fungsi-fungsi manajemen.
2. Melakukan pemeriksaan dan pengobatan pasien dalam rangka rujukan
menerima menerima konsultasi.
3. Mengkoordinir kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat.
4. Mengkoordinir pengembangan PKMD.
5. Membina karyawan/karyawati puskesmas dalam pelaksanaan tugas sehari-
hari.
6. Melakukan pengawasan melekat bagi seluruh pelaksanaan kegiatan/program.
7. Mengadakan koordinasi dengan Lintas Sektoral dalam upaya pembangunan
kesehatan diwilayah kerja Puskesmas.
8. Menjalin kemitraan dengan berbagai pihak dan masyarakat dalam rangka
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
9. Menyusun perencanaan kegiatan Puskesmas dengan dibantu oleh staf
Puskesmas.
10. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Puskesmas.
11. Melaporkan hasil kegiatan program ke Dinas Kesehatan Kabupaten, baik
berupa laporan rutin maupun khusus.
12. Membina petugas dalam meningkatkan mutu pelayanan.
13. Melakukan supervisi dalam pelaksanaan kegiatan di Puskesmas, Pustu, PKD,
Puskesling, Posyandu dan di masyarakat.
14. Sebagai dokter (fungsional) melaksanakan tugas pelayanan pemeriksaan dan
pengobatan pasien Puskesmas.

IV. Kegiatan Lain

Menerima konsultasi dari semua kegiatan Puskemas.

c. Bagaimana kecamatan yang ideal berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah
dengan fasilitas kesehatan (posyandu, poskesdes, bidan desa)?
Jawab:

12
Peningkatan jumlah Puskesmas tersebut menggambarkan upaya pemerintah dalam
pemenuhan akses terhadap pelayanan kesehatan primer. Pemenuhan kebutuhan pelayanan
kesehatan primer dapat dilihat secara umum dari rasio Puskesmas terhadap kecamatan. Rasio
Puskesmas terhadap kecamatan pada tahun 2018 sebesar 1,39. Hal ini menggambarkan bahwa
rasio ideal Puskesmas terhadap kecamatan yaitu minimal 1 Puskesmas di 1 kecamatan, secara
nasional sudah terpenuhi, tetapi perlu diperhatikan distribusi dari Puskesmas tersebut di
seluruh kecamatan.

13
Rasio Puskesmas per 100.000 penduduk menurut provinsi di Indonesia menunjukkan
nilai yang bervariasi. Rata-rata di Indonesia 1 Puskesmas dapat melayani sebesar 25,730
penduduk. Rasio puskesmas per 100.000 penduduk tertinggi terdapat di Provinsi Papua Barat
dan rasio puskesmas per 100.000 penduduk terendah terdapat di Provinsi Banten (Kemenkes,
2013).

Grafik ini menggambarkan rasio Puskesmas per 30000 penduduk di Indonesia pada
tahun 2011-2015. Pada grafik terlihat sejak tahun 2011 jumlah Puskesmas mengalami

14
peningkatan, tahun 2011 sebanyak 9321 unit menjadi 9754 unit pada tahun 2015.
Peningkatan jumlah Puskesmas tidak secara langsung menggambarkan pemenuhan pelayanan
kesehatan. Rasio Puskesmas terhadap 30.000 penduduk meningkatkan pada tahun 2011
sampai dengan tahun 2013, namun menurun pada tahun 2014 sebesar 1.16 dan tahun 2015
kembali turun sebesar 1.15. Hal ini disebabkan laju pertumbuhan jumlah Puskesmas lebih
rendah dibandingkan laju pertumbuhan jumlah penduduk.

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK


INDOMESIA NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG KRITERIA DAERAH
KABUPATEN/KOTA PEDULI HAK ASASI MANUSIA

15
Kepadatan penduduk berdasarkan struktur administrasi pemerintah adalah :

Kepadatan penduduk = Jumlah Penduduk / Luas Wilayah

Contoh Keadaan jumlah penduduk adalah sebagai berikut di Kecamatan Jambe:


1. 1 Rukun Tetangga (RT) : kurang lebih 150 - 20 orang
2. 1 Rukun Warga (RW) : kurang lebih 10 RT (kurang lebih 2.500 orang)
3. 1 Desa/Kelurahan : kurang lebih 12 RW (kurang lebih 30.000 orang)
4. 1 Kecamatan : kurang lebih 6 Desa/Kelurahan (kurang lebih 125.000 orang)
5. 1 Kabupaten/Kota : kurang lebih 16 Kecamatan (kurang lebih 1.920.000 orang)
Kepadatan penduduk yang ideal adalah, bila luas dalam suatu daerah sesuai dengan jumlah
penduduk per Ha. Dalam satu RW kepadatan ideal adalah 100 - 400 orang tiap Ha dan bila
diperhitungkan fasilitas lain seperti infrastruktur, maka kepadatan yang ideal adalah 80 - 300
orang per Ha.

d. Bagaimana puskesmas yang ideal berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah
dengan fasilitas kesehatan (posyandu, poskesdes, bidan desa)?
Jawab:

Kondisi Ideal Pada Kasus Interpretasi


Ada 1 puskesmas setiap 30000 Ada 1 puskesmas untuk Tidak ideal (tidak sesuai
penduduk 38.000 penduduk harapan)
Satu desa terdapat satu sarana Pada setiap desa terdapat Tidak ideal (pada setiap
kesehatan meliputi satu bidan desa, 2 Posyandu, 2 desa hanya ada 1 bidan
Pokesdes, satu bidan desa dan SD, 2 SMP, dan Poskesdes desa dan 1 Poskesdes,
satu perawat belum ada satupun
perawat)
Rasio posyandu terhadap Tidak ada data -
jumlah balita idealnya adalah 1
: 50
Poskesdes minimal memiliki Terdapat satu bidan desa Tidak ideal (pada setiap

16
tenaga kesehatan yaitu satu desa hanya ada 1 bidan,
bidan dan dua orang kader belum ada satupun kader
kesehatan kesehatan)
PERATURAN MENTERI 2 SD, 2 SMP Ideal
KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 75
TAHUN 2014 TENTANG
PUSAT KESEHATAN
MASYARAKAT Pasal 23
Ayat (1) huruf b tentang
kriteria
kawasan pedesaan sebagai
berikut: memiliki fasilitas
antara lain sekolah radius lebih
dari 2,5 km, pasar dan
perkotaan radius lebih dari 2
km, rumah sakit radius lebih
dari 5 km, tidak memiliki
fasilitas berupa bioskop atau
hotel;

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN


2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT

e. Bagaimana hubungan antara fasilitas pelayanan kesehatan dengan kasus kematian


ibu melahirkan?
Jawab:
Pelayanan kesehatan belum optimal karena angka kematian ibu masih meningkat.
Hubungan pelayanan tingkat sekunder belum optimal karena banyak di dapatkan
kasus angka kematian ibu, kondisi lingkungan yang buruk, kesehatan ibu hamil
yang masih belum optimal.
Pelayanan primer juga terganggu di dalam kasus ini karena dilihat dari banyaknya
bayi yang tidak dibawa ke posyandu/puskesmas.

17
Tidak adanya fasilitas kesehatan yang memadai untuk memberikan pelayanan
maternal menjadi faktor risiko kematian ibu melahirkan.
(Fibriana, Ika, 2007)

f. Apa saja kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan di puskesmas?


Jawab:
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat, Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan
perorangan (UKP) tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif
dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun
2014 menegaskan adanya dua fungsi Puskesmas sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama, yakni kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah
kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat.
2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama, yakni kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan,
penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan
memulihkan kesehatan perseorangan.
 Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Esensial
a. Pelayanan promosi kesehatan
b. Pelayanan kesehatan lingkungan
c. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana
d. Pelayanan gizi
e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit (baik penyakit menular
maupun penyakit tidak menular)
f. Puskesmas keliling
 Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Pengembangan
a. Upaya Kesehatan Olah Raga
b. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
c. Upaya Kesehatan Jiwa
d. Upaya Kesehatan Mata
 Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)

18
a. Rawat jalan
b. Pelayanan Gawat Darurat
c. Pelayanan satu hari (one day care)
d. Home care.
e. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.

g. Apa makna dari 4 ibu meninggal karena melahirkan dari sebanyak 135 orang ibu
hamil?
Jawab:

Dari gambar diatas di dapatkan target untuk AKI pada tahun 2020-2024 adalah
232/100.000 (0,2%) kelahiran hidup, sedangkan pada kasus terdapat data bahwa
AKI sebesar 4/135 KH (3%), jadi berdasarkan data tersebut dapat di simpulkan
bahwa kematian ibu di kasus ini masih sangat tinggi dan tidak sesuai dengan target
AKI Indonesia yang ingin dicapai pada tahun 2020-2024.

h. Jelaskan angka kematian ibu di Indonesia?


Jawab:
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN. Berdasarkan data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012, Angka Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran

19
hidup. Jumlah kematian ibu tahun 2017 di Kota Palembang berdasarkan laporan sebanyak
7 orang dari 27.876 kelahiran hidup (Profil Pelayanan Kesehatan Dasar, 2017).
Penyebabnya kematian terbanyak adalah hipertensi dalam kehamilan 72% (5 orang), dan
terendah adalah perdarahan 14% (1 orang). Sedangkan penyebab kematian ibu lainnya
adalah gangguan metabolik (DM) yaitu sebanyak 1 (satu) orang. Sedangkan target
RPJMD adalah 100/100.000 kelahiran hidup

20
2. Di wilayah kecamatan “Waras” terdapat pabrik pengolahan kayu, dimana pabrik
memproduksi bahan olahan kayu setiap hari sehingga masyarakat di sekitar pabrik
terpapar debu. Pernah dilakukan pemeriksaan kadar debu PM2.5 diatas nilai ambang
batas normal sebesar 80 ug/m3 per 24 jam di lingkungan rumah dan 40 ug/m3 di
dalam rumah penduduk.
a. Apa upaya yang perlu dilakukan kepala puskesmas untuk menghadapi masalah
kesehatan lingkungan di kecamatan Waras?
Jawab:
Program kesehatan kerja puskesmas merupakan pemberdayaan untuk pekerja
informal yang meliputi kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
a. Pelayanan promotif yaitu berupa penyuluhan kesehatan tentang gangguan
kesehatan ditempat kerja yang dilakukan oleh beberapa tenaga kerja dari
Puskesmas terhadap pekerja informal.
b. Pelayanan preventif yaitu pembagian alat pelindung diri (APD) berupa masker
pada pekerja informal tukang kayu dengan tujuan agar pada saat melakukan
pekerjaan mereka tidak mudah terhirup debu kayu.
c. Monitoring yang dilakukan oleh pihak dinas kesehatan dilaksanakan setiap 1
bulan sekali dilakukan langsung oleh tenaga kerja yang mengelolah program
tersebut, dan untuk monitoring dari pihak puskesmas telah dilakukan setiap
bulan oleh tenaga medis yang bertugas.
Dan melakukan sosialisasi tentang peraturang undang-undang kesehatan, terlebih
khusus mengenai Program Kesehatan Kerja.

 Pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan dan penanggulangan


pencemaran, serta pemulihan mutu udara dengan melakukan inventarisasi mutu
udara ambien, pencegahan sumber pencemar, baik dari sumber bergerak
maupun sumber tidak bergerak termasuk sumber gangguan serta
penanggulangan keadaan darurat.
 Penanggulangan pencemaran udara sumber tidak bergerak meliputi pengawasan
terhadap penaatan baku mutu emisi yang telah ditetapkan, pemantauan emisi
yang keluar dari kegiatan dan mutu udara ambien di sekitar lokasi kegiatan, dan
pemeriksaan penaatan terhadap ketentuan persyaratan teknis pengendalian
pencemaran udara.

21
 Penanggulangan pencemaran udara dari sumber bergerak meliputi pengawasan
terhadap penaatan ambang batas emisi gas buang, pemeriksaan emisi gas buang
untuk kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor lama, pemantauan
mutu udara ambien di sekitar jalan, pemeriksaan emisi gas buang kendaraan
bermotor di jalan dan pengadaan bahan bakar minyak bebas timah hitam serta
solar berkadar belerang rendah sesuai standar internasional.
 Penanggulangan pencemaran udara dari kegiatan sumber gangguan meliputi
pengawasan terhadap penaatan baku tingkat gangguan, pemantauan gangguan
yang keluar dari kegiatannya dan pemeriksaan penaatan terhadap ketentuan
persyaratan teknis pengendalian pencemaran udara.

(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang


Pengendalian Pencemaran Udara Bab III)

 Penggunaan masker merupakan salah satu upaya mencegah dampak kesehatan


akibat pencemaran udara. Ada dua jenis masker yang bisa digunakan, yaitu
masker biasa (masker bedah) dan masker N95. Baik masker bedah maupun
maske N95 sama-sama berguna dalam mengurangi dampak pencemaran udara.
Hanya saja maske N95 dapat menyaring partikel-partikel lebih kecil seperti PM
10, sementara masker bedah biasa hanya dapat menyaring partikel debu besar,
diatas PM 10.
 Penggunaan masker N95 tidak disarankan pada anak-anak, ibu hamil, lansia,
pasien penyakit kardiovaskular dan pasien penyakit paru kronikserta pada
penggunaan di dalam ruangan karena berisiko menghambat pernafasan. Ukuran
pori-pori masker N95 yang kecil menyebabkan partikel debu, baik kecil maupun
besar, menempel di masker, dan akhirnya justru akan mempersulit bernapas.
 Penggunaan masker harus diganti setiap 8 jam, karena setelah 8 jam, debu dan
partikel yang sudah terfiltrasi menumpuk dan menempel di pori-pori masker
sehingga membuat masker tidak berfungsi dengan baik.

b. Apa interpretasi dan dampak yang dapat ditimbulkan apabila pemeriksaan kadar
debu pm2.5 diatas ambang batas normal?
Jawab:

22
kadar debu PM 2.5 atau Particullar Matter 2,5 merupakan partikel udara yang
sangat halus ( <2,5 mikron) dan dapat menembus paru tanpa tersaring oleh rambut
di dalam hidung. Efek pajanan jangka pendek didefinisikan rentang waktu jam
sampai hari, dan efek pajanan jangka Panjang didefinisikan dalam rentang tahun.
Berikut efek pajanan PM2,5 menurut WHO tahun 2004.

Polutan Efek terkait pajanan jangka Efek terkait pajanan jangka


pendek Panjang
Particulat Reaksi inflamasi paru Peningkatan gejala gangguan pada
e Matter sistem pernapasan bagian bawah
Gejala gangguan pernapasan Penurunan fungsi paru pada anak-
Anak
Efek perlawanan pada sistem Peningkatan penyakit paru obstruktif
kardiovaskular kronis
Peningkatan penggunaan obat Penurunan fungsi paru pada orang
dewasa
Peningkatan kunjungan rumah sakit Penurunan angka harapan hidup,
terutama akibat kematian yang
Peningkatan angka kematian disebabkan penyakit
cardiopulmonary dan kemungkinan
besar oleh kanker paru
Berkurangnya aktivitas harian Gangguan pertumbuhan dan
akibat sakit perkembangan janin
Jumlah absensi (pekerjaan ataupun
sekolah)

Perubahan fisiologis (seperti fungsi


paru dan tekanan darah)
(Malkin, 1999)XMalkin, J. E. (1999). Herpes simplex virus infection in pregnancy. Herpes,
6(2), 50–54. https://doi.org/10.1155/2012/385697

23
Partikel-partikel tersebut diyakini oleh para pakar lingkungan dan kesehatan
masyarakat sebagai pemicu timbulnya infeksi saluran pernapasan, karena partikel
padat PM10 dan PM2,5  dapat mengendap pada bronkus dan  alveolus, sedang
TSP tidak dapat terhirup ke dalam paru, tetapi hanya sampai pada bagian saluran
pernapasan atas.
Baik dampak jangka pendek maupun jangka panjang berhubungan dengan
morbiditas dan mortalitas dari penyakit kardiovaskular dan respiratori. Paparan
jangka panjang dihubungkan dengan terjadinya efek buruk pada masa perinatal
dan kejadian kanker paru.

24
Pada tahun 2013, particulate matter diklasifikasikan sebagai penyebab kanker
paru oleh WHO’s International Agency for Research on Cancer (IARC).

c. Bagaimana kesehatan lingkungan dan kesehatan keselamatan kerja untuk pekerja


pabrik pengolahan kayu?
Jawab:
Kondisi kesehatan lingkungan di pabrik pengolahan kayu ini buruk karena terjadi
polusi udara sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya gangguan pernapasan
pada para pekerja.
Standar Prosedur Penggunaan Mesin
1. Gunakan selalu pelindung mata atau google
2. Gunakan masker untuk melindungi pernafasan. Khususnya pada operator
mesin amplas dan bor.

25
3. Periksa tingkat kebisingan mesin yang akan di gunakan dan pilih earplug atau
pelindung telinga dari kebisingan yang sesuai.
4. Gunakan sarung tangan bila bekerja di mesin yang besar. Harus tetap berhati-
hati agar tidak terlalu dekat dengan bagian mesin yang berputar.
5. Pastikan bahwa semua alat keselataman mesin telah terpasang dan bekerja
dengan baik. Misalnya penutup pisau, pelindung lemparan balik dan
sebagainya.
6. Mesin dan meja kerja mesin harus bebas dari alat-alat bantu yang digunakan
pada saat penyetelan mesin.
7. Gunakan alat bantu pendorong apabila benda kerja terlalu kecil atau apabila
benda kerja tidak memungkinkan untuk dipegang secara langsung. Hal ini
untuk menghindari kecelakaan kerja pada jari tangan.
8. Gunakan clamp/alat pengikat lainnya untuk menjaga benda kerja dari getaran.
Misalnya pada saat pengeboran atau pembuatan lubang alur.
9. Bersihkan lingkungan sekitar mesin yang akan digunakan dari serpihan-
serpihan atau benda lainnya yang bisa mengganggu keselamatan kerja.

Tindakan Preventif

- Lepaskan semua pernik-pernik pada tangan atau bagian tubuh lainnya (cincin,
jam tangan atau kalung). Semua pernik tersebut berpotensi menimbulkan
bahaya.
- Usahakan untuk memiliki potongan rambut pendek atau ikat rambut anda
sedemikian rupa sehingga tidak tergerai.
- Jangan membersihkan debu atau tatal mesin langsung dengan tangan, terutama
pada saat mesin berjalan. Gunakanlah alat bantu lain seperti sebatang kayu
atau sapu.
- Jangan gunakan pistol angin (udara bertekanan) untuk membersihkan debu
dari badan atau mesin. Dorongan angin hanya akan membuat debu
beterbangan tidak beraturan dan ini membahayakan mata dan pernafasan dan
operator mesin yang lain. Lebih baik gunakan penyedot debu (dust collector)
- Jangan pernah meninggalkan mesin yang sedang berjalan tanpa pengawasan
- Hindari berbicara atau berinteraksi dengan operator yang sedang menjalankan
mesin kayu
 Kesehatan Lingkungan Kerja Industri

26
Berdasarkan Permenkes RI nomor 70 tahun 2016 tentang standar dan persyaratan
kesehatan lingkungan kerja industri.
1. Kebisingan

Nilai ambang batas kebisingan merupakan nilai yang mengatur tentang tekanan bising
rata-rata atau level kebisingan berdasarkan durasi pajanan bising yang mewakili
kondisi dimana hampir semua pekerja terpajan bising berulang-ulang tanpa
menimbulkan gangguan pendengaran dan memahami pembicaraan normal. NAB
kebisingan untuk 8 jam kerja per hari adalah sebesar 85 dBA. Sedangkan NAB
pajanan kebisingan untuk durasi pajanan tertentu dapat dilihat pada Tabel 4. Pajanan
bising tidak boleh melebihi level 140 dBC walaupun hanya sesaat. Beberapa hal yang
diperhatikan dalam menginterpretasikan NAB kebisingan adalah sebagai berikut:

 NAB kebisingan merupakan dosis efektif pajanan kebisingan dalam satuan dBA
yang diterima oleh telinga (organ pendengaran) dalam periode waktu tertentu yang
tidak boleh dilewati oleh pekerja yang tidak menggunakan alat pelindungtelinga.
 Apabila seorang pekerja terpajan bising di tempat kerja tanpa menggunakan alat
pelindung telinga selama 8 jam kerja per hari, maka NAB pajanan bising yang
boleh diterima oleh pekerja tersebut adalah 85 dBA.
 Pengukuran tekanan bising lingkungan kerja industri dilakukan dengan
menggunakan sound level meter mengikuti metode yang standar.

27
2. Getaran (NAB getaran tangan dan lengan)

Nilai ambang batas pajanan getaran pada tangan dan lengan sebagaimana tercantum
pada Tabel 5 merupakan nilai rata-rata akselerasi pada frekuensi dominan
(meter/detik2) berdasarkan durasi pajanan 8 jam per hari kerja yang mewakili kondisi
dimana hampir semua pekerja terpajan getaran berulang-ulang tanpa menimbulkan
gangguan kesehatan atau penyakit. Pekerja dapat terpajan getaran tangan dan lengan
pada saat menggunakan alat kerja seperti gergaji listrik, gerinda, jack hammer dan
lain-lain. NAB getaran tangan dan lengan untuk 8 jam kerja per hari adalah sebesar 5
meter/detik2. Sedangkan NAB getaran tangan dan lengan untuk durasi pajanan tertentu
dapat dilihat pada Tabel 5.

28
Beberapa hal yang diperhatikan dalam menginterpretasikan NAB getaran tangan dan
lengan adalah sebagai berikut.

 Pengukuran getaran tangan dan lengan dilakukan dengan menggunakan vibrasi meter
sesuai metode yang standar.
 NAB getaran tangan dan lengan nilai merupakan nilai rata-rata akselerasi pajanan
getaran tangan dan lengan dalam satuan meter/detik2 yang diterima oleh tangan dan
lengan pekerja dalam periode waktu tertentu yang tidak boleh dilewati.

3. Pencahayaan di dalam gedung industri

Persyaratan pencahayaan lingkungan kerja dinyatakan dalam satuan Lux.

29
 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk Pekerja Pabrik

Menggunakan alat pelindung diri (APD) yang terdiri dari beberapa jenis
berdasarkan fungsinya, antara lain:

1. Topi Pelindung (Safety Helmet)


Helm (helmet) sangat penting digunakan sebagai pelindug kepala, dan sudah
merupakan keharusan bagi setiap pekerja konstruksi untuk mengunakannya
dengar benar sesuai peraturan.
2. Pelindung Mata (safety Glasses)
Kacamata pengaman digunakan untuk melidungi mata dari debu kayu, batu,
atau serpih besi yang beterbangan di tiup angin.Mengingat partikel-partikel
debu berukuran sangat kecil yang terkadang tidak terlihat oleh mata.
3. Masker Pelindung (safety Mask)
Pelindung bagi pernapasan sangat diperlukan untuk pekerja konstruksi
mengingat kondisi lokasi proyek itu sediri. Berbagai material konstruksi
berukuran besar sampai sangat kecil yang merupakan sisa dari suatu kegiatan,

30
misalnya serbuk kayu sisa dari kegiatan memotong, mengampelas, mengerut
kayu.
4. Penutup Telinga
Alat ini digunakan untuk melindungi telinga dari bunyi-bunyi yang
dikeluarkan oleh mesin yang memiliki volume suara yang cukup keras dan
bising. Terkadang efeknya buat jangka panjang, bila setiap hari mendengar
suara bising tanpa penutup telinga ini.
5. Sarung Tangan
Sarung tanga sangat diperlukan untuk beberapa jenis pekerjaan. Tujuan utama
penggunaan sarung tangan adalah melindungi tangan dari benda-benda keras
dab tajam selama menjalankan kegiatannya.

 Pekerja pada umumnya harus menggunakan sarung tangan katun min. 8 benang
(gamb. 1).
 Pekerjaan yang lebih kasar, seperti tukang besi, baja, bekisting, penanganan tali
baja, kawat, dll, harus menggunakan sarung tangan kombinasi (gamb. 2).
 Pekerjaan pengelasan, pemotongan, dan gerinda harus menggunakan sarung
tangan kulit (gamb. 3).
 Pekerjaan dengan bahan kimia dan beracun harus menggunakan sarung tangan
tahan kimia (bahan vynil, PVC, nitril, dll.) (gamb. 4).
 Teknisi listrik harus menggunakan sarung tangan tahan listrik min. 5KV (gamb. 5)

6. Sepatu kerja (safety shoes)


Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap kaki. Setiap
pekerja konstruksi perlu memakai sepatu dengan sol yang tebal supaya bisa
bebas berjalan dimana-mana tanpa terluka oleh benda-benda tajam atau
kemasukan oleh kotoran dari bagian bawah.

31
7. Pakaian kerja
Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia terhadap
pengaruh-pengaruh yang bisa melukai badan.

3. Seminggu yang lalu, Poliklinik KIA Puskesmas “Sumber Sehat” kedatangan Ny. Ani,
berumur 27 tahun, untuk ANC (Ante Natal Care) kehamilan yang ke-2, dengan usia
kehamilan 32 minggu. Pada saat ANC, Ny. A terdiagnosa Herpes Simplex, sehingga
dr. Santi memutuskan untuk merujuk Ny. A ke RSUD BUGAR untuk mencegah
penularan kepada anak. Di RSUD BUGAR, Ny. A ditangani oleh dokter spesialis.
Dokter spesialis yang menangani Ny. A kebetulan sedang melakukan sebuah
penelitian yang bertujuan untuk menilai efektivitas terapi IVIG (Intravenous
Immunoglobulin) dalam mencegah penularan virus kepada anak yang dikandung.
a. Bagaimana sistem rujukan dari puskesmas ke pelayanan kesehatan yang lebih
tinggi?
Jawab:
Asas Rujukan
Dalam menyelenggarakan program kerjanya, puskesmas harus melaksanakan asas
rujukan. Artinya, jika tidak mampu menangani suatu masalah kesehatan harus
merujuknya ke sarana kesehatan yang lebih mampu. Untuk pelayanan kedokteran
jalur rujukannya adalah Rumah Sakit. Sedangkan untuk pelayanan kesehatan
masyarakat jalur rujukannya adalah berbagai ‘kantor’ kesehatan.

32
Pedoman Sistem Rujukan Nasional (Kemenkes, 2012)

33
b. Bagaimana pemeriksaan ANC yang sebaiknya dilakukan kepada ibu hamil?
Jawab:
Menurut standar WHO, seorang ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal
dengan minimal 4 kali selama kehamilannya, yaitu 1 kali pada trimester pertama,
1 kali pada trimester ke dua, dan 2 kali pada trimester ke tiga untuk memantau
keadaan ibu dan janin secara seksama sehingga dapat mendeteksi secara dini dan
dapat memberikan intervensi secara tepat (WHO, 2007).

34
Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Depkes.

Pelayanan/asuhan standar minimal termasuk 7 T


a. (Timbang) berat badan
b. Ukur (Tekanan) darah
c. Ukur (Tinggi) fundus uteri
d. Pemberian imunisasi (Tetanus Toxoid)
e. Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan
f. Tes terhadap penyakit menular sexual
g. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.

c. Bagaimana menilai efektivitas terapi pada ibu hamil yang sesuai prosedur?
Jawab:
a. Tepat diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat.
Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa
mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga
tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya
b. Tepat Indikasi Penyakit

35
Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik Antibiotik, misalnya
diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya
dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri.
c. Tepat Pemilihan Obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan
dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi
sesuai dengan spektrum penyakit.
d. Tepat Dosis
Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi
obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan
rentang terapi yang sempit, Kurikulum Pelatihan Penggunaan Obat Rasional (POR
akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil
tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan.
e. Tepat Cara Pemberian Obat
Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik
tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk ikatan, sehingga
menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektivtasnya.
f. Tepat Interval Waktu Pemberian
Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar
mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari
(misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang
harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum
dengan interval setiap 8 jam.
g. Waspada terhadap efek samping
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, karena itu muka
merah setelah pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping sehubungan
vasodilatasi pembuluh darah di wajah. Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan
pada anak kurang dari 12 tahun, karena menimbulkan kelainan pada gigi dan
tulang yang sedang tumbuh. h. Tepat penilaian kondisi pasien Respon individu
terhadap efek obat sangat beragam.

d. Bagaimana epidemiologi herpes simplex?


Jawab:
World Health Organization (WHO) melaporkan prevalensi herpes di negara-
negara berkembang lebih tinggi dibandingkan dengan di negara maju (Looker et
al., 2008). Dari 8 macam HHV, HHV tipe 1 atau herpes simplex virus (HSV) tipe
1 dan HHV tipe 2 atau HSV tipe 2 yang paling sering diteliti. Kedua virus ini
menimbulkan manifestasi klinis serta dampak epidemiologi yang berbeda. Kasus
herpes yang paling mendapat perhatian adalah kasus herpes simpleks genital

36
(HSV-2) yang mengancam kehidupan janin dan neonatus. Virus ini dapat
ditularkan ibu kepada janin, baik melalui plasenta maupun pada saat proses
persalinan. Tanpa pengobatan yang adekuat, 80% bayi yang lahir terinfeksi HSV-
2 akan meninggal, dan bayi yang dapat bertahan hidup biasanya mengalami
kerusakan otak (Brown et al., 1997).
Hasil penelusuran awal dengan pendekatan data sekunder oleh peneliti
menemukan bahwa selama kurun waktu 2004-2011, penderita herpes simpleks di
wilayah Puskesmas Purwosari (2011) Kabupaten Gunungkidul mengalami
peningkatan setiap tahunnya dan setiap tahun ditemukan penderita baru. Sebagian
besar penderita yang datang berobat ke Puskesmas Purwosari adalah pasien
kambuhan dengan penderita terbanyak pada perempuan kelompok usia 20-44
tahun. Dari 4 desa yang ada di Kecamatan Purwosari, penderita herpes simpleks
paling banyak dilaporkan berasal dari Desa Giripurwo.
Kasus herpes simpleks di Kecamatan Purwosari tahun 2004-2011

Jumlah penderita Jumlah pasien yang berobat Persentase penderita herpes


Tahun
herpes simpleks ke Puskesmas Purwosari simpleks dari total pasien/tahun
2004 11 10375 0,106%
2005 14 10327 0,136%
2006 16 7545 0,212%
2007 12 11835 0,101%
2008 31 12769 0,243%
2009 59 16359 0,361%
2010 99 18943 0,523%
2011 94 19159 0,491%
TOTA
336 107312 2,17%
L
Sumber: Data Pasien Puskesmas Purwosari 2004-2011

Menurut Kepala Puskesmas Purwosari, angka tersebut jauh dari angka


sebenarnya, karena masih banyak penderita yang menganggap penyakit tersebut
akan hilang begitu saja tanpa perlu diobati. Adanya anggapan penderita bahwa
penyakit herpes merupakan penyakit yang umum dan biasa saja menjadi bukti
awal adanya pemahaman tersendiri oleh penderita terhadap penyakit ini. Lebih
lanjut disampaikan bahwa ada beberapa penderita yang karena alasan malu
diketahui warga lain saat ingin berobat, mencari pengobatan di tempat lain seperti
rumah sakit atau praktik swasta. Hal ini menunjukkan adanya stigmatisasi
terhadap penyakit herpes. Terlihat ada permasalahan sosial berkaitan dengan
penyakit herpes yang ditemukan di masyarakat.

37
Masyarakat tradisional yang homogen potensial menghasilkan pemahaman-
pemahaman yang sempit dalam merespon berbagai perbedaan yang dimiliki
anggota masyarakatnya. Nilai-nilai konservatif dan norma-norma sosial dapat
menyebabkan munculnya stigma. Penderita sudah terisolir secara sengaja dan
terstruktur terhadap sumber-sumber dukungan psikologis, individu terisolir
bahkan dari lingkungan sosialnya, sehingga memunculkan reaksi negatif seperti
depresi, stres, atau menarik diri dari lingkungan sosial.

e. Bagaimana pencegahan dan edukasi pada ibu hamil agar tidak terinfeksi herpes
simplex?
Jawab:
1. Pencegahan transmisi HSV secara horizontal
a) Higiene Personal
- Sering membersihkan diri dengan mandi menggunakan air yang bersih. Idealnya
saat musim panas mandi 2 kali pagi dan sore.
- Ganti pakaian satu hari minimal 2 kali sehabis mandi agar tubuh tetap terjaga
kebersihannya.
- Cucilah seprai, handuk dan pakaian yang dipakai dengan air yang bersih dan
menggunakan deterjen.
- Pencegahan kontak dengan saliva penderita HSV dapat dilakukan dengan
menghindari berciuman dan menggunakan alat-alat makan penderita serta
menggunakan obat kumur yang mengandung antiseptik yang dapat membunuh
virus sehingga menurunkan risiko tertular.
b) Sanitasi lingkungan
- Menjaga lingkungan agar tetap bersih
- Menggunaan air bersih yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan.

2. Pencegahan transmisi HSV secara vertikal dapat dilakukan dengan deteksi ibu
hamil dengan screning awal di usia kehamilan 14-18 minggu, selanjutnya
dilakukan kultur servik setiap minggu mulai dari minggu ke-34 kehamilan pada
ibu hamil dengan riwayat infeksi HSV serta pemberian terapi antivirus supresif
(diberikan setiap hari mulai dari usia kehamilan 36 minggu dengan acyclovir
400mg 3×/hari atau 200mg 5×/hari) yang secara signifikan dapat mengurangi
periode rekurensi selama proses persalinan (36% VS 0%). Namun apabila sampai
menjelang persalinan, hasil kultur terakhir tetap positif dan terdapat lesi aktif di
daerah genital maka kelahiran secara sesar menjadi pilihan utama. Periode
postnatal bertanggungjawab terhadap 5-10% kasus infeksi HSV pada neonatal.
Infeksi ini terjadi karena adanya kontak antara neonatus dengan ibu yang
terinfeksi HSV (infeksi primer HSV-I 100%, infeksi primer HSV-II 17%, HSV-I
rekuren 18%, HSV-II rekuren 0%) dan juga karena kontak neonatus dengan
tenaga kesehatan yang terinfeksi HSV.[3] Pemilihan metode pencegahan yang

38
tepat sesuai dengan model transmisinya dapat menurunkan angka kejadian dan
penularan infeksi HSV.

4. Pada saat ke Puskesmas, Ny Ani juga membawa nina, anak perempuannya yang
berumur 3,5 tahun dengan riwayat tidak mendapat ASI Eksklusif. Riwayat kelahiran
nina, anak nina, berlangsung normal di rumah, cukup bulan dan dibantu oleh bidan.
Dan karena kesibukannya, Ny Ani sangat jarang membawa Nina ke posyandu, pada
kunjungan terakhirnya di Posyandu Nina dinyatakan Stunting oleh petugas Dinas
Kesehatan provinsi.
a. Bagaimana hubungan riwayat tidak mendapat ASI Ekslusif dengan stunting?
Jawab:
Terdapat hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting. ASI
merupakan asupan gizi yang sesuai dengan dengan kebutuhan akan membantu
pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi yang tidak mendapatkan ASI dengan
cukup berarti memiliki asupan gizi yang kurang baik dan dapat menyebabkan
kekurangan gizi salah salah satunya dapat menyebabkan stunting. (Indrawati &
Warsiti, 2016)
Salah satu manfaat ASI eksklusif adalah mendukung pertumbuhan bayi terutama
tinggi badan karena kalsium ASI lebih efisien diserap dibanding susu pengganti
ASI atau susu formula. Sehingga bayi yang diberikan ASI Eksklusif cenderung
memiliki tinggi badan yang lebih tinggi dan sesuai dengan kurva pertumbuhan
dibanding dengan bayi yang diberikan susu formula. ASI mengandung kalsium
yang lebih banyak dan dapat diserap tubuh dengan baik sehingga dapat
memaksimalkan pertumbuhan terutama tinggi badan dan dapat terhindar dari
resiko stunting. ASI juga memiliki kadar kalsium, fosfor, natrium, dan kalium
yang lebih rendah daripada susu formula, sedangkan tembaga, kobalt, 8 dan
selenium terdapat dalam kadar yang lebih tinggi. Kandungan ASI ini sesuai
dengan kebutuhan bayi sehingga dapat memaksimalkan pertumbuhan bayi
termasuk tinggi badan. Berdasarkan hal tersebut dapat dipastikan bahwa
kebutuhan bayi terpenuhi, dan status gizi bayi menjadi normal baik tinggi badan
maupun berat badan jika bayi mendapatkan ASI Eksklusif. (Indrawati & Warsiti,
2016)

39
b. Bagaimana hubungan kunjungan ke posyandu dengan stunting?
Jawab:
Posyandu berupaya mencegah stunting pada balita melalui pemantauan
pertumbuhan dan perkembangan yang dilakukan satu bulan sekali dengan
pengisian kurva KMS. Balita yang mengalami permasalahan pertumbuhan dapat
dideteksi sedini mungkin sehingga tidak jatuh pada permasalahan pertumbuhan
kronis atau stunting. Jadi semakin jarang balita berkunjung ke posyandu maka
pertumbuhan dan perkembangan anak tidak terpantau sehingga tidak dapat
diketahuinya masalah pertumbuhan balita.
Pada skenario Nina yang sangat jarang dibawa ke posyandu mengakibatkan
tumbuh kembangnya menjadi tidak normal, karena ibu tidak teredukasi mengenai
kondisi yang ideal untuk tumbuh kembang anak. Kunjungan ke posyandu
dilakukan 1x setiap bulannya. Dan pada kunjungan tersebut Ibu akan mendapat
edukasi berupa pemberian ASI, pola makan yang sesuai, anak akan mendapatkan
pemeriksaan tumbuh kembang, pemberian kapsul vitamin A, imunisasi lengkap
untuk bayi, apa-apa saja yang harus dilakukan bila anak sakit, dan cara merawat
gigi anak .

c. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh dokter sebagai kepala puskesmas untuk
meningkatkan kesadaran ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan ANC dan pada
ibu yang memiliki anak balita dalam melakukan kunjungan rutin ke posyandu?
Jawab:
Upaya yang dapat dilakukan menurut clark:
1. Mempromosikan mengenai pemeriksaan ANC
2. Spesific protection: usaha memberikan perlindungan khusus pada ibu dan anak
3. Early Diagnosis and Prompt Treatment mengenal penyakit sedini mungkin
serta memberikan pengobatan yg tepat contohnya seperti kunjungan ke
posyandu
4. Usaha untuk membatasi cacat (disability limitation). Dilakukan dengan
pengobatan tindak lanjut, untuk mencegah komplikasi dan cacat, perbaikan
fasilitas kesehatan, kurangi beban non medis
5. Rehabilitation,  dengan kegiatan penyuluhan paska sembuh, work therapy,
rehabilitasi sosial, dukungan moral dan lembaga masyarakat

40
d. Apa saja tugas Dinas Kesehatan Provinsi?
Jawab:
Dinas Kesehatan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Tipe A
Tugas:
Dinas kesehatan Provinsi mempunyai tugas membantu Gubernur melaksanakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan yang menjadi kewenangan Daerah dan
Tugas Pembantuan yang ditugaskan kepada Daerah provinsi. Dinas kesehatan
Kabupaten/Kota mempunyai tugas membantu Bupati/Wali Kota melaksanakan
Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan yang menjadi kewenangan Daerah dan
Tugas Pembantuan yang diberikan kepada Daerah Kabupaten/Kota.
Fungsi:
1. Perumusan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan
pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) serta sumber daya kesehatan;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan
pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) serta sumber daya kesehatan;
3. Pelaksanaan evalusasi dan pelaporan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan
dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) serta sumber daya kesehatan;
4. Pelaksanaan administrasi dinas sesuai dengan lingkup tugasnya
5. Pelaksanaan fungsi lain yang di berikan oleh Kepala Daerah terkait dengan
bidang kesehatan.

IV. Sintesis
1. Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas
a. Latar Belakang

Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang


bertanggungjawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas
berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang
optimal. Dengan demikian Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan

41
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat serta pusat pelayanan
kesehatan strata pertama.

Upaya kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas terdiri dari Upaya Kesehatan


Wajib dan Upaya Kesehatan Pengembangan. Upaya Kesehatan Wajib merupakan upaya
kesehatan yang dilaksanakan oleh seluruh Puskesmas di Indonesia. Upaya ini memberikan
daya ungkit paling besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan melalui peningkatan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta merupakan kesepakatan global maupun nasional.

Yang termasuk dalam Upaya Kesehatan Wajib adalah Promosi Kesehatan, Kesehatan
Lingkungan, Kesehatan Ibu Anak dan Keluarga Berencana, Perbaikan Gizi Masyarakat,
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular serta Pengobatan. Sedangkan Upaya
Kesehatan Pengembangan adalah upaya kesehatan yang ditetapkan berdasarkan permasalahan
kesehatan yang ditemukan di masyarakat setempat serta disesuaikan dengan kemampuan
Puskesmas.

Upaya Kesehatan Pengembangan ditetapkan bersama Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan masukan dari masyarakat melalui perwakilan
masyarakat dalam bentuk Badan Penyantun Puskesmas/Konsil Kesehatan Kecamatan (bagi
yang sudah terbentuk). Apabila Puskesmas belum mampu menyelenggarakannya, tetapi telah
menjadi kebutuhan masyarakat, maka Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota wajib
menyelenggarakan-nya. Upaya Kesehatan Pengembangan, antara lain : Upaya Kesehatan
Sekolah, Upaya Kesehatan Olah Raga, Upaya Kesehatan Kerja, Upaya Kesehatan Gigi dan
Mulut, Upaya Kesehatan Jiwa, Upaya Kesehatan Mata, Kesehatan Usia Lanjut, Pembinaan
Pengobatan Tradisional, Perawatan Kesehatan Masyarakat, dan sebagainya.

Upaya laboratorium (medis dan kesehatan masyarakat) dan upaya pencatatan-


pelaporan tidak termasuk pilihan karena merupakan pelayanan penunjang dari setiap Upaya
Kesehatan Wajib dan Upaya Kesehatan Pengembangan Puskesmas. Adapun perawatan
kesehatan masyarakat merupakan bagian integral dari berbagai upaya pelayanan yang ada,
sehingga diharapkan pelayanan Puskesmas bersifat menyeluruh.

Upaya Kesehatan Pengembangan Puskesmas dapat pula bersifat upaya inovasi, yakni upaya
lain di luar upaya Puskesmas tersebut di atas yang sesuai dengan kebutuhan.

42
Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan
pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan Puskesmas secara terpadu yaitu azas
pertanggungjawaban wilayah, pemberdayaan masyarakat, keterpaduan dan rujukan.

Agar upaya kesehatan terselenggara secara optimal, maka Puskesmas harus


melaksanakan manajemen dengan baik. Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan
yang dilaksanakan secara sistematik untuk menghasilkan luaran Puskesmas secara efektif dan
efisien. Manajemen Puskesmas tersebut terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban. Seluruh kegiatan di atas merupakan
satu kesatuan yang saling terkait dan berkesinambungan.

Perencanaan tingkat Puskesmas disusun untuk mengatasi masalah kesehatan yang ada
di wilayah kerjanya, baik upaya kesehatan wajib, upaya kesehatan pengembangan maupun
upaya kesehatan penunjang. Perencanaan ini disusun untuk kebutuhan satu tahun agar
Puskesmas mampu melaksanakannya secara efisien, efektif dan dapat
dipertanggungjawabkan. Diharapkan buku ini dapat digunakan sebagai salah satu pedoman
dalam penyusunan perencanaan di Puskesmas.

b. Tujuan dan Manfaat


1. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kemampuan manajemen di Puskesmas dalam menyusun
perencanaan kegiatan tahunan berdasarkan fungsi dan azas
penyelenggaraannya.
b. Tujuan Khusus
1) Tersusunnya Rencana Usulan Kegiatan (RUK) Puskesmas
untuk tahun berikutnya dalam upaya mengatasi masalah atau
sebagian masalah kesehatan masyarakat.
2) Tersusunnya Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) setelah
diterimanya alokasi sumber daya untuk kegiatan tahun berjalan dari
berbagai sumber.
2. Manfaat
a. Perencanaan dapat memberikan petunjuk untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan secara efektif dan efisien demi mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.

43
b. Perencanaan memudahkan pengawasan dan pertanggungjawaban.
c. Perencanaan dapat mempertimbangkan hambatan, dukungan dan potensi
yang ada.

c. Pengertian
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan yang urut yang harus dilakukan untuk
mengatasi permasalahan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan
memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara berhasil guna dan berdaya guna.
Perencanaan Tingkat Puskesmas diartikan sebagai proses penyusunan rencana
kegiatan Puskesmas pada tahun yang akan datang yang dilakukan secara sistematis
untuk mengatasi masalah atau sebagian masalah kesehatan masyarakat di wilayah
kerjanya.

d. Ruang Lingkup
Perencanaan Tingkat Puskesmas mencakup semua kegiatan yang termasuk dalam
Upaya Kesehatan Wajib, Upaya Kesehatan Pengembangan dan upaya kesehatan
penunjang. Perencanaan ini disusun oleh Puskesmas sebagai Rencana Tahunan
Puskesmas yang dibiayai oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat serta sumber dana
lainnya.

Perencanaan Tingkat Puskesmas disusun melalui 4 tahap yaitu:

1. Tahap persiapan
2. Tahap Analisa Situasi
3. Tahap penyusunan Rencana Usulan Kegiatan
4. Tahap penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan

MEKANISME PERENCANAAN TINGKAT PUSKESMAS

Langkah pertama dalam mekanisme Perencanaan Tingkat Puskesmas adalah dengan


menyusun Rencana Usulan Kegiatan yang meliputi Usulan Kegiatan Wajib dan Usulan
Kegiatan Pengembangan.

Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas harus memperhatikan berbagai


kebijakan yang berlaku baik secara global, nasional maupun daerah sesuai dengan hasil kajian

44
data dan informasi yang tersedia di Puskesmas. Puskesmas perlu mempertimbangkkan
masukan dari masyarakat melalui Konsil Kesehatan Kecamatan/ Badan Penyantun
Puskesmas. Rencana Usulan Kegiatan harus dilengkapi pula dengan usulan pembiayaan
untuk kebutuhan rutin, sarana, prasarana dan operasional Puskesmas. RUK yang disusun
merupakan RUK tahun mendatang (H+1). Penyusunan RUK tersebut disusun pada bulan
Januari tahun berjalan (H) berdasarkan hasil kajian pencapaian kegiatan tahun sebelumnya
(H-1), dan diharapkan proses penyusunan RUK telah selesai dilaksanakan di Puskesmas pada
akhir bulan Januari tahun berjalan (H).

Rencana Usulan Kegiatan yang telah disusun dibahas di dinas kesehatan


kabupaten/kota, diajukan ke Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui dinas kesehatan
kabupaten/kota.

Selanjutnya RUK Puskesmas yang terangkum dalam usulan dinas kesehatan


kabupaten/kota akan diajukan ke DPRD untuk memperoleh persetujuan pembiayaan dan
dukungan politis.

Setelah mendapat persetujuan dari DPRD, selanjutnya diserahkan ke Puskesmas


melalui dinas kesehatan kabupaten/kota. Berdasarkan alokasi biaya yang telah disetujui
tersebut, Puskesmas menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan. Sumber pembiayaan
Puskesmas selain dari anggaran Daerah (DAU) adalah dari Pusat dan pinjaman/bantuan luar
negeri yang dialokasikan melalui dinas kesehatan kabupaten/kota. RPK disusun dengan
melakukan penyesuaian dan tetap mempertimbangkan masukan dari masyarakat. Penyesuaian
ini dilakukan, olehkarena RPK yang disusun adalah persetujuan atas RUK tahun yang lalu
(H-1), alokasi yang diterima tidak selalu sesuai dengan yang diusulkan, adanya perubahan
sasaran kegiatan, tambahan anggaran (selain DAU) dan lain-lainnya. Penyusunan RPK
dilaksanakan pada bulan Januari tahun berjalan, dalam forum Lokakarya Mini yang pertama.

45
Untuk memudahkan pemahaman terhadap mekanisme Perencanaan Tingkat
Puskesmas, dapat dilihat pada alur berikut ini:

TAHAP PENYUSUNAN PERENCANAAN TINGKAT PUSKESMAS

Penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas dilakukan melalui 4 (empat) tahap


sebagai berikut :

A. TAHAP PERSIAPAN

Tahap ini mempersiapkan staf Puskesmas yang terlibat dalam proses penyusunan
Perencanaan Tingkat Puskesmas agar memperoleh kesamaan pandangan dan pengetahuan
untuk melaksanakan tahap-tahap perencanaan. Tahap ini dilakukan dengan cara :

1. Kepala Puskesmas membentuk Tim Penyusun Perencanaan Tingkat Puskesmas


yang anggotanya terdiri dari staf Puskesmas.
2. Kepala Puskesmas menjelaskan tentang pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas
kepada tim agar dapat memahami pedoman tersebut demi keberhasilan
penyusunan Perencanaaan Tingkat Puskesmas.

46
3. Puskesmas mempelajari kebijakan dan pengarahan yang telah ditetapkan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, Dinas Kesehatan Propinsi dan Departemen
Kesehatan.

B. TAHAP ANALISIS SITUASI

Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan dan


permasalahan yang dihadapi Puskesmas melalui proses analisis terhadap data yang
dikumpulkan. Tim yang telah disusun oleh Kepala Puskesmas melakukan pengumpulan data.
Ada 2 (dua) kelompok data yang perlu dikumpulkan yaitu data umum dan data khusus.

1. Data Umum :
a) Peta Wilayah Kerja serta Fasilitas Pelayanan (Format-1) Data wilayah
mencakup luas wilayah, jumlah desa/ dusun/ RT/ RW, jarak desa
dengan Puskesmas, waktu tempuh ke Puskesmas. Data ini dapat
diperoleh di kantor Kelurahan/ Desa atau Kantor Kecamatan.
b) Data Sumber Daya
Data sumber daya Puskesmas (termasuk Puskesmas Pembantu dan Bidan di Desa,
mencakup :

1) Ketenagaan (Format - 2a)


2) Obat dan bahan habis pakai (Format – 2b)
3) Peralatan (Format – 2c)
4) Sumber pembiayaan yang berasal dari pemerintah (Pusat dan
Daerah), masyarakat, dan sumber lainnya (Format – 2d)
5) Sarana dan prasarana, antara lain gedung, rumah dinas, komputer, mesin tik,
meubelair, kendaraan (Format – 2e)
c) Data Peran Serta Masyarakat (Format - 3)
Data ini mencakup jumlah Posyandu, kader, dukun bayi dan tokoh masyarakat.

d) Data Penduduk dan Sasaran Program ( Format - 4) Data penduduk dan


sasaran program mencakup : jumlah penduduk seluruhnya berdasarkan
jenis kelamin, kelompok umur (sesuai sasaran program), sosio
ekonomi pekerjaan, pendidikan, keluarga miskin (persentase di tiap
desa/ kelurahan). Data ini dapat diperoleh di kantor Kelurahan/ Desa,

47
Kantor Kecamatan, dan data estimasi sasaran di Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota.
e) Data sekolah ( Format - 5)
Data sekolah dapat diperoleh dari dinas pendidikan setempat, mencakup jenis
sekolah yang ada, jumlah siswa, klasifikasi sekolah UKS, jumlah dokter kecil,
jumlah guru UKS , dll.

f) Data Kesehatan Lingkungan wilayah kerja Puskesmas (Format- 6)


Data kesehatan lingkungan mencakup rumah sehat, tempat pembuatan makanan/
minuman, tempat-tempat umum , tempat pembuangan sampah, sarana air bersih,
jamban keluarga dan sistem pembuangan air limbah.

2. Data Khusus (hasil penilaian kinerja Puskesmas)


a) Status Kesehatan terdiri dari :
- data kematian (Format -7),
- Kunjungan Kesakitan (Format - 8),
- Pola Penyakit yaitu 10 penyakit terbesar yang ditemukan (Format - 9).
b) Kejadian Luar Biasa (Format – 10), dapat dilihat pada Laporan W1 (Simpus).
c) Cakupan Program Pelayanan Kesehatan 1 (satu) tahun terakhir di tiap desa/
kelurahan, dapat dilihat dari Laporan Penilaian Kinerja Puskesmas (Format - 11).
d) Hasil survey (bila ada), dapat dilakukan sendiri oleh Puskesmas atau pihak lain
(Format - 12).

C. TAHAP PENYUSUNAN RENCANA USULAN KEGIATAN (RUK)

Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK), dilaksanakan dengan memperhatikan


hal-hal sebagai berikut :

a. Menyusun Rencana Usulan Kegiatan bertujuan untuk mempertahankan kegiatan


yang sudah dicapai pada periode sebelumnya dan memperbaiki program yang
masih bermasalah.
b. Menyusun rencana kegiatan baru yang disesuaikan dengan kondisi kesehatan di
wilayah tersebut dan kemampuan Puskesmas.
Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan ini terdiri dari 2 (dua) langkah, yaitu Analisa
Masalah dan penyusunan Rencana Usulan Kegiatan.

1. Analisa Masalah

48
Analisa masalah dapat dilakukan melalui kesepakatan kelompok Tim Penyusun
Perencanaan Tingkat Puskesmas dan Konsil Kesehatan Kecamatan/ Badan Penyantun
Puskesmas melalui tahapan :

a) Identifikasi masalah,
Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Identifikasi masalah
dilaksanakan dengan membuat daftar masalah yang dikelompokkan menurut
jenis program, cakupan, mutu, ketersediaan sumber daya.

Contoh tabel identifikasi masalah

No Program Target Pencapaian Masalah

Dst

b) Menetapkan urutan prioritas masalah


Mengingat adanya keterbatasan kemampuan mengatasi masalah secara
sekaligus, ketidak tersediaan teknologi atau adanya keterkaitan satu masalah
dengan masalah lainnya, maka perlu dipilih masalah prioritas dengan jalan
kesepakatan tim. Bila tidak dicapai kesepakatan dapat ditempuh dengan
menggunakan kriteria lain. Dalam penetapan urutan prioritas masalah dapat
mempergunakan berbagai macam metode seperti kriteria matriks, MCUA,
Hanlon, CARL dsb. Penetapan penggunaan metode tersebut diserahkan kepada
masing-masing Puskesmas.

Contoh Kriteria matriks.

Masing-masing kriteria ditetapkan dengan nilai 1 – 5.

Nilai semakin besar jika tingkat urgensinya sangat mendesak, atau tingkat
perkembangan dan tingkat keseriusan semakin memprihatinkan apabila tidak diatasi.

49
Kemudian kalikan tingkat urgensi (U) dengan tingkat perkembangan (G) dan tingkat
keseriusan (S).

Prioritas masalah diurutkan berdasarkan hasil perkalian yang paling besar dari ketiga
hal tersebut dan disusun dalam bentuk matriks.

Penggunaan kriteria penilaian tidak harus terpaku pada contoh di atas, akan tetapi
dapat disesuaikan dengan tingkat pemahaman petugas, situasi dan kondisi setempat.

c) Merumuskan masalah
Hal ini mencakup apa masalahnya, siapa yang terkena masalahnya, berapa
besar masalahnya, dimana masalah itu terjadi dan bila mana masalah itu terjadi
(what, who, when, where and how).

d) Mencari akar penyebab masalah


Mencari akar masalah dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan metode:

1) diagram sebab akibat dari Ishikawa (disebut juga diagram tulang ikan karena
digambarkan membentuk tulang ikan),
2) pohon masalah (problem trees)
Kemungkinan penyebab masalah dapat berasal dari :

1) Input (sumber daya) : jenis dan jumlah alat, obat, tenaga serta prosedur kerja
manajemen alat, obat dan dana.
2) Proses (Pelaksana kegiatan) : frekwensi, kepatuhan pelayanan medis dan non
medis.
3) Lingkungan.
Kategori yang dapat digunakan antara lain adalah :

1) man, money, material, methode


2) apa, bagaimana, mengapa, dimana

50
Penyebab masalah agar dikonfirmasi dengan sumber data primer (survey) dan data
sekunder yaitu SP2TP (kartu pasien, buku register, LPLPO, dsb) ataupun data
lainnya.

Contoh :

1. Mencari penyebab masalah dengan menggunakan diagram sebab akibat dari


Ishikawa (fishbone). Masalah:
Cakupan persalinan tenaga kesehatan rendah.
Langkah-langkah :
- Tuliskan “masalah” pada bagian kepala ikan.
- Buat garis horizontal dengan anak panah menunjuk ke arah kepala ikan.
- Tetapkan kategori utama dari penyebab.
- Buat garis dengan anak panah menunjuk ke garis horizontal.
- Lakukan “brainstorming” (curah pendapat) dan fokuskan pada masing-
masing kategori.
- Setelah dianggap cukup, dengan cara yang sama lakukan untuk kategori
utama yang lain.
- Untuk masing-masing kemungkinan penyebab, coba membuat daftar sub
penyebab dan letakkan pada cabang yang lebih kecil.
- Setelah semua ide/ pendapat dicatat, lakukan klarifikasi (data) untuk
menghilangkan duplikasi, ketidaksesuaian dengan masalah, dll.
Yang perlu diperhatikan :

- Fishbone diagram hanya menggambarkan tentang kemungkinan suatu


penyebab, bukan fakta/ penyebab yang sesungguhnya, untuk itu diperlukan
pengumpulan data untuk memastikannya.
- Efek (masalah) perlu diidentifikasi dan dipahami dengan jelas sehingga
tidak terjadi kerancuan dalam mencari kemungkinan penyebabnya.
- Alat ini merupakan cara terbaik untuk mengidentifikasi kemungkinan
penyebab secara terfokus sehingga dapat dihindari kemungkinan
terlewatnya penyebab yang penting yang mungkin terjadi.
- Pastikan bahwa setiap anggota tim dapat terlibat secara penuh dalam proses
penyusunan fishbone diagram tersebut.

51
2. Mencari penyebab masalah dengan menggunakan
“pohon masalah (problem trees)” Langkah-langkah :
- Tuliskan masalah pada kotak di puncak pohon masalah.
- Buat garis panah vertikal menuju kotak tersebut.
- Tetapkan kategori utama dari penyebab dan tuliskan pada kotak di
bawahnya dengan arah panah menuju ke kotak masalah.
- Lakukan “brainstorming” (curah pendapat) dan fokuskan pada
masing-masing kategori.
- Setelah dianggap cukup, dengan cara yang sama lakukan untuk
ketegori utama yang lain.
- Untuk masing-masing kemungkinan penyebab, coba membuat
daftar sub penyebab dan letakkan pada kotak yang ada di
bawahnya .
- Setelah semua pendapat tercatat, lakukan klarifikasi data untuk
menghilangkan duplikasi, tidak sesuai dengan masalah, dll.

e) Menetapkan cara-cara pemecahan masalah


Untuk menetapkan cara pemecahan masalah dapat dilakukan dengan
kesepakatan di antara anggota tim. Bila tidak terjadi kesepakatan dapat
digunakan kriteria matriks. Untuk itu harus dicari alternatif pemecahan
masalahnya.

52
Contoh tabel Cara Pemecahan Masalah

No Prioritas Penyebab Alternatif Pemecahan Ket


Masalah Masalah Pemecahan Masalah
Masalah terpilih

Dst

Brain storming (curah pendapat)

Adalah suatu metode untuk dapat membangkitkan ide/ gagasan/ pendapat tentang
suatu topik atau masalah tertentu dari setiap anggota tim dalam periode waktu yang singkat
dan bebas dari kritik.

a. Manfaat dari brain storming adalah untuk :


1) Mendapatkan ide/pendapat/gagasan sebanyak-banyaknya
2) Pengembangan kreatifitas berpikir dari anggota tim
3) Memacu keterlibatan seluruh peserta (anggota tim)3
b. Tipe :
1) Terstruktur, tiap anggota tim menyampaikan ide/ gagasan bergiliran.
2) Tidak terstruktur, tiap peserta yang mempunyai ide/ gagasan dapat langsung
menyampaikannya.
c. Langkah-langkah :
1) Tetapkan suatu topik/ masalah sejelas mungkin .
2) Beri waktu beberapa saat kepada anggota untuk memahami dan memikirkannya.
3) Tetapkan waktu yang akan digunakan untuk curah pendapat, misalnya 30-45 menit.

53
4) Anggota tim menyampaikan ide/gagasan/pendapat (secara terstruktur atau tidak
terstruktur).
5) Apabila terdapat beberapa anggota yang mendominasi, gunakan curah pendapat
terstruktur sehingga seluruh anggota mempunyai kesempatan yang sama. Bila yang
dipilih secara terstruktur, anggota yang tidak menyampaikan pendapat pada gilirannya
harus mengucapkan “Pass”, dan kesempatan diberikan pada anggota berikutnya.
6) Beri dorongan/rangsangan agar anggota berani memberikan/mengajukan pendapat.

7) Selama brainstorming berjalan, tidak dibenarkan menanggapi pendapat anggota yang


sedang berbicara. Bila ini terjadi, pimpinan sidang harus segera menegur dengan kata-
kata : “ no comment please”

C. Tuliskan setiap ide/gagasan tersebut pada flipchart/papan tulis sehingga dapat dilihat
oleh seluruh anggota.
D. Teruskan brainstorming sampai waktu yang telah ditetapkan habis.
E. Lakukan klarifikasi, hilangkan sesuatu yang menyimpang dari topik atau duplikasi
yang terjadi.
F. Buat list pendek yang sangat dekat /berhubungan dengan topik yang dibahas.

c) Rekapitulasi Rencana Usulan Kegiatan dan sumber daya yang dibutuhkan ke dalam
format RUK Puskesmas.

2. Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK)


Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan meliputi upaya kesehatan wajib, upaya
kesehatan pengembangan dan upaya kesehatan penunjang, yang meliputi :
a) Kegiatan tahun yang akan datang (meliputi kegiatan rutin, sarana/prasarana,
operasional dan program hasil analisis masalah).

b) Kebutuhan Sumber Daya berdasarkan ketersediaan sumber daya yang ada pada
tahun sekarang.

c) Rekapitulasi Rencana Usulan Kegiatan dan sumber daya yang dibutuhkan ke dalam
format RUK Puskesmas.

Rencana Usulan Kegiatan disusun dalam bentuk matriks dengan memperhatikan


berbagai kebijakan yang berlaku, baik kesepakatan global, nasional, maupun daerah

54
sesuai dengan masalah yang ada sebagai hasil dari kajian data dan informasi yang
tersedia di Puskesmas.

2.1. Rencana Usulan Kegiatan Upaya Kesehatan Wajib

a) Menyusun Rencana Usulan Kegiatan Upaya Kesehatan Wajib ke dalam matriks

Catatan :

- Kegiatan diisi dengan kegiatan dari paket program yang diusulkan dalam upaya
mencapai tujuan program.
- Tujuan diisi dengan tujuan dari setiap kegiatan program
- Sasaran adalah jumlah populasi atau area di wilayah kerja yang akan dicakup dalam
kegiatan
- Target adalah jumlah bagian dari sasaran/ area yang akan diberikan pelayanan oleh
Puskesmas dihitung berdasarkan faktor koreksi kondisi geografis, jumlah sumber daya
dan target pasar serta pencapaian tahun lalu
- Besar biaya mengacu pada peraturan daerah yang ada
- Sumber pembiayaan dapat berasal dari pemerintah, swasta, masyarakat atau pendapatan
fungsional Puskesmas.

b) Mengajukan Rencana Usulan Kegiatan Upaya Kesehatan Wajib


Rencana Usulan Kegiatan Upaya Kesehatan Wajib diajukan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota untuk mendapat pembahasan pembiayaannya. Apabila
sumber pembiayaan berasal dari non pemerintah maka diusulkan kepada institusi
yang bersangkutan.

c) Waktu penyusunan Rencana Usulan Kegiatan

55
Jadwal penyusunan Rencana Usulan Kegiatan dilaksanakan dengan
memperhatikan siklus perencanaan kabupaten/ kota, yaitu jadwal pembahasan yang
dilakukan kabupaten/ kota sehingga RUK tersebut harus sudah selesai atau sudah
diterima oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum dilakukan pembahasan,
demikian pula dengan Rencana Usulan Kegiatan untuk mitra kerja Puskesmas.

2.2 Rencana Usulan Kegiatan Upaya Kesehatan Pengembangan

a) Identifikasi Upaya Kesehatan Pengembangan Telah disebutkan bahwa Upaya


Kesehatan Pengembangan dapat dipilih dari daftar upaya kesehatan
Puskesmas yang telah ada atau dapat berupa inovasi yang dikembangkan
sesuai dengan permasalahan kesehatan yang terjadi di wilayah kerja
Puskesmas.
Apabila Puskesmas mempunyai kemampuan, identifikasi masalah dapat
dilakukan bersama masyarakat (Konsil Kesehatan Kecamatan / Badan
Penyantun Puskesmas) melalui pengumpulan data secara langsung di
lapangan (Survey Mawas Diri). Tetapi apabila kemampuan tersebut tidak
dimiliki oleh Puskesmas, maka identifikasi dilakukan melalui kesepakatan
kelompok (Delbecq Technique) oleh petugas Puskesmas dengan melibatkan
Konsil Kesehatan Kecamatan/ Badan Penyantun Puskesmas (lihat langkah
analisis masalah).
Dari hasil identifikasi ini kemungkinan akan muncul usulan Puskesmas
yang sangat beragam. Dengan pertimbangan kondisi sumber daya yang ada,
baik tenaga, sarana maupun biaya, maka perlu dibuat penyusunan prioritas.

Apabila Puskesmas belum mampu menyelenggara-kan upaya kesehatan


pengembangan tersebut tetapi telah menjadi kebutuhan masyarakat setempat
maka dinas kesehatan kabupaten/ kota yang wajib menyelenggarakannya.

Catatan :

Survey Mawas Diri adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengenali


keadaan dan masalah yang dihadapi, serta potensi yang dimiliki untuk mengatasi
masalah tersebut. Tahapannya dimulai dari pengumpulan data primer dan data
sekunder, pengolahan dan penyajian data masalah dan potensi yang ada.

56
Delbecq Technique adalah perumusan dan identifikasi potensi melalui
sekelompok orang yang memahami masalah tersebut. Tahapan pelaksanaannya
dimulai dengan pembentukan tim, menyusun daftar masalah, menetapkan kriteria
penilaian masalah dan menetapkan urutan prioritas masalah berdasarkan kriteria
penilaian .

b) Menyusun Rencana Usulan Kegiatan Upaya Kesehatan Pengembangan ke dalam


matriks.

c) Mengajukan Rencana Usulan Kegiatan Upaya Kesehatan Pengembangan.


Rencana Usulan Kegiatan Upaya Kesehatan Pengembangan diajukan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota bersama-sama dengan Upaya Kesehatan Wajib
untuk pembahasan lebih lanjut. Rencana Usulan Kegiatan ini dapat juga diajukan
pembiayaannya kepada pihak non pemerintah.
Puskesmas dapat melibatkan potensi yang ada di wilayahnya untuk ikut serta
dalam pembiayaan tersebut. Penggalangan dana dapat dilakukan kepada
masyarakat, perusahaan, swasta, atau LSM melalui advokasi dan sosialisasi
rencana kegiatan yang telah disusun dengan didukung oleh data yang telah di
olah, sehingga dapat dipahami oleh masyarakat dan mitra kerja Puskesmas.
Potensi lainnya dapat pula berasal dari pendapatan fungsional Puskesmas atau
sumber pembiayaan lainnya.32
D. TAHAP PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN
(RPK)
Tahap penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan baik untuk upaya kesehatan
wajib, upaya kesehatan pengembangan, upaya kesehatan penunjang maupun

57
upaya inovasi dilaksanakan secara bersama, terpadu dan terintegrasi. Hal ini
sesuai dengan azas penyelenggaraan Puskesmas yaitu keterpaduan.

Langkah-langkah penyusunan RPK adalah :

a. Mempelajari alokasi kegiatan dan biaya yang sudah disetujui.


b. Membandingkan alokasi kegiatan yang disetujui dengan Rencana
Usulan Kegiatan (RUK) yang diusulkan dan situasi pada saat
penyusunan RPK.
c. Menyusun rancangan awal, rincian dan volume kegiatan yang akan
dilaksanakan serta sumber daya pendukung menurut bulan dan lokasi
pelaksanaan.
d. Mengadakan Lokakarya Mini Tahunan untuk membahas kesepakatan
RPK
e. Membuat RPK yang telah disusun dalam bentuk matriks.

2. Kesehatan Kerja

Ilmu kesehatan kerja mendalami masalah hubungan dua arah antara pekerjaan dan
kesehatan. Ilmu tidak hanya menyangkut hubungan antara efek lingkungan kerja dengan
kesehatan pekerja, tetapi hubungan antara status kesehatan pekerja dengan kemampuan untuk
melakukan tugas yang harus dikerjakan.

Menurut International Labor Organization ( ILO) salah satu upaya dalam


menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja adalah dengan
penerapan peraturan perundangan antara lain melalui :
a. Adanya ketentuan dan syarat-ayarat K3 yang selalu mengikuti perkembangan ilmu

58
pengetahuan, teknik dan teknologi ( up to date )
b. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap rekayasa.
c. Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaan-pemeriksaan
langsung di tempat kerja.
ILO dan WHO (1995) menyatakan kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan
pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja
disemua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan
oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat
faktor yang merugikan kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.
Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap
manusia kepada pekerjaan atau jabatannya. Selanjutnya dinyatakan bahwa fokus utama
kesehatan kerja, yaitu:
1) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pekerja dan kapasitas kerja
2) Perbaikan lingkungan kerja dan pekerjaan yang mendukung keselamatan dan
kesehatan
3) Pengembangan organisasi kerja dan budaya kerja kearah yang mendukung
kesehatan dan keselamatan di tempat kerja juga meningkatkan suasana sosial
yang positif dan operasi yang lancar serta meningkatkan produktivitas
perusahaan.
Dalam Permenaker No.3 tahun 1982 disebutkan tugas pokok kesehatan kerja
antara lain:
1. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga
kerja
2. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
3. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitasi
4. Pembinaan danpengawasan perlengkapan kesehatan kerja
5. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja,
pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan
makanan ditempat kerja
6. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada
pengurus
7. Memberikan saran dan masukan kepada manajemen dan fungsi terkait

59
terhadap permasalahan yang berhubungan dengan aspek kesehatan kerja

A. KAPASITAS KERJA, BEBAN KERJA, LINGKUNGAN KERJA

Kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen
utama dalam system kesehatan kerja. Dimana hubungan interaktif dan serasi antara
ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan
optimal.

Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang
baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar pekerja dapat melakukan
pekerjaannya dengan baik. Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental.
Akibat beban kerja terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat
mengakibatkan seseorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja.
Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan lingkungan tempat kerja pada saat bekerja,
misalnya panas,debu,zat kimia dan lain-lain, dapat merupakan bebam tambahan
trhadap pekerja. Beban beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau
bersama sama menjadi gangguan atau penyakit akibat kerja.

Perhatian yang baik pada kesehatan kerja dan perlindungan risiko bahaya di
tempat kerja menjadikan pekerja dapat lebih nyaman dalam bekerja. Dalam
Undang-undang No. 36 tahun 2009 dinyatakan bahwa kesehatan kerja
diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh
produktivitas kerja yang optimal sejalan dengan program perlindungan tenaga
kerja

B. KEBIJAKAN UPAYA KESEHATAN KERJA (UKK)


Di Indonesia kebanyakan yang dilakukan dalam pelayanan upaya kesehatan
kerja di tempat pelayanan kerja yaitu :
1. UKK dilaksanakan secara paripurna, berjenjang dan terpadu.
2. Pelayanan kesehatan kerja merupakan kegiatan integral dari pelayanan
kesehatan pada kesehatan tingkat primer maupun rujukan.
3. Pelayanan kesehatan kerja diperkuat dengan sistem informasi, surveilans &

60
standar pelayanan sesuai dengan peraturan undang-undang dan IPTEK.
4. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan kerja paripurna
5. Promosi K3 dilaksanakan secara optimal
6. Peningkatan koordinasi pelaksanaan UKK pada Tingkat
Nasional, Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan & Kelurahan/Desa.
7. Memberdayakan Puskesmas sebagai jejaring pelayanan yang efektif di
bidang kesehatan kerja pada masyarakat pekerja utamanya di sektor
informal.
8. Pengembangan wadah partisipatif kalangan pekerja informal (Pos UKK)
sebagai mitra kerja PKM dalam rangka membudayakan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3)

C. STRATEGI UPAYA KESEHATAN KERJA


1) Pembinaan Program
 Perluasan jangkauan pelayanan ke seluruh lapisan masyarakat pekerja formal &
informal melalui sistem yankes yang sudah berjalan & potensi pranata sosial yang
sudah ada.
 Peningkatan mutu pelayanan dengan standardisasi, akreditasi & SIM (Sistem
Informasi Manajemen)
 Promosi K3 dilaksanakan dengan pendekatan Advokasi, Bina Suasana, dan
Pemberdayaan & Pembudayaan K3 dikalangan dunia usaha & keluarganya serta
masyarakat sekelilingnya.
 Pengembangan program Upaya Kesehatan Kerja melalui Kabupaten/Kota Sehat

2) Pembinaan Institusi
 Pengembangan jaringan yankesja yg meliputi Pos UKK, Klinik Perusahaan,
Puskesmas, BKKM (Balai Kesehatan Kerja Masyarakat) & Rumah Sakit

61
 Pengembangan jaringan kerjasama & penunjang yankesja, baik lintas program
maupun lintas sektor
 Pelembagaan K3 di tempat kerja yang merupakan wahana utama penerapan
program K3
 Memperjelas peran manajemen & serikat pekerja dalam program K3.

3) Peningkatan Profesionalisme
 Penambahan tenaga ahli K3 di tingkat Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota.
 Peningkatan Kemampuan & Keterampilan K3 petugas kesehatan melalui Diklat.
 Pengembangan profesionalisme K3 bekerjasama dengan ikatan profesi terkait.

D. PELAYANAN KESEHATAN KERJA


Pelayanan kesehatan kerja adalah pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
di tempat kerja dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap tenaga kerja yang berdampak positif
bagi peningkatan produktifitas kerja.
Syarat pengadaan pelayanan kesehatan kerja, didasarkan pada :
 UU NO.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
 Kepmenkes No. 920 tahun 1986 tentang upaya pelayanan swasta di bidang medik.
 Permenakertrans RI No.03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan kerja dimana
Pelayanan Kesehatan kerja diadakan tergantung pada jumlah tenaga kerja &
tingkat bahayanya

RUANG LINGKUP KEGIATAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA


 Pemeriksaan dan seleksi calon pekerja & pekerja
 Pemeliharaan kesehatan (promotif, preventif, kuratif & rehabilitatif)
 Peningkatan mutu & kondisi tempat kerja
 Penyerasian kapasitas kerja, beban kerja & lingkungan kerja
 Pembentukan & pembinaan partisipasi masyarakat pekerja dalam pelayanan
kesehatan kerja
JENIS PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN KERJA

Program Pelayanan kesehatan kerja lebih ditekankan pada pelayanan:

62
 Promotif
 Preventif
 Kuratif
 Rehabilitatif dan
 Pelayanan Rujukan

1. Pelayanan Kesehatan Kerja Promotif, meliputi :


 Pendidikan dan penyuluhan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
 Pemeliharaan berat badan yang ideal
 Perbaikan gizi, menu seimbang & pemilihan makanan yang sehat & aman, Higiene
Kantin.
 Pemeliharaan lingkungan kerja yang sehat (Hygiene & sanitasi)
 Kegiatan fisik : Olah raga, kebugaran
 Konseling berhenti merokok /napza
 Koordinasi Lintas Sektor
 Advokasi

2. Pelayanan Kesehatan Kerja Preventif, meliputi :


 Pemeriksaan kesehatan (awal, berkala, khusus)
 Imunisasi
 Identifikasi & pengukuran potensi risiko
 Pengendalian bahaya (Fisik, Kimia, Biologi, Psikologi, Ergonomi)
 Surveilans Penyakit Akibat Kerja (PAK), Penyakit Akibat Hubungan Kerja
(PAHK), Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) & penyakit lainnya.
 Monitoring Lingkungan Kerja .

3. Pelayanan Kesehatan Kerja Kuratif, meliputi :


 Pertolongan pertama pada kasus emergency.
 Pemeriksaan fisik dan penunjang
 Melakukan rujukan
 Pelayanan diberikan pada pekerja yang sudah mengalami gangguan kesehatan.
 Pelayanan diberikan meliputi pengobatan terhadap penyakit umum maupun

63
penyakit akibat kerja.
 Terapi Penyakit Akibat Kerja (PAK) dengan terapi kasual/utama & terapi
simtomatis

4. Pelayanan Kesehatan Kerja Rehabilitatif, meliputi :


 Rehabilitasi medik
 Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan kemampuannya yang
masih ada secara maksimal.
 Penempatan kembali pekerja yang cacat secara selektif sesuai kemampuannya.

5. Pelayanan Kesehatan Kerja Rujukan yaitu Rujukan pasien /penderita ke sarana


kesehatan yang lebih tinggi.
 RUJUKAN MEDIK –> pengobatan & rehabilitasi –> Pos UKK –> Puskesmas –>
BKKM –> RSU/RS.Khusus
 RUJUKAN KESEHATAN :
1. Sampel Lingkungan –> Balai Teknik Kesehatan Lingkungan/Balai Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
2. Sampel Laboratorium –> Balai Latihan Kerja
3. Kasus Pencemaran –> Kabupaten/Kota
Program Kesehatan Kerja di Indonesia

Dalam rangka mewujudkan pekerja sehat, Kementerian Kesehatan melalui Direktorat


Kesehatan Kerja dan Olahraga telah mewujudkan berbagai upaya dalam mendorong
penerapan kesehatan kerja di semua tempat kerja. Adapun program kesehatan kerja;

1. Peningkatan kapasitas kesehatan pekerja


a. Gerakan pekerja perempuan sehat produktif
Untuk meningkatkan kapasitas kesehatan pekerja pada sector formal, telah
dikembangkan Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif (GP2SP) yang
dicanangkan pada tanggal 13 November 2012. GP2SP merupakan upaya dari
pemerintah, masyarakat, maupun pemberi kerja dan serikat pekerja/serikat
buruh untuk menggalang dan berperan serta guna meningkatkan kepedulian
dan mewujudkan upaya perbaikan kesehatan pekerja/buruh perempuan

64
sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja dan kualitas generasi
penerus.
Tujuan gerakan ini adalah dalam rangka meningkatkan status kesehatan
pekera perempan untuk mencapai produktivitas kerja yang optimal. Fokus
kegiatan yang dilaksanakan dalam GP2SP antara lain; Pengelolaan ASI
ditempat kerja, gizi pekerja, kelas ibu hamil dll.

b. Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)


Penerapan upaya kesehatan kerja pada pekerja sektor informal dikembangkan
melalui pemberdayaan masyarakat pekerja melalui Pos Upaya Kesehatan
Kerja (Pos UKK). Puskemas sebagai pelaksana upaya kesehatan masyarakat di
wilayahnya memiliki tanggung dalam pembinaan Pos UKK.

c. Pembinaan Kesehatan Calon Tenaga Kerja Indonesia

65
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan pekerja yang akan bekerja di luar
negeri. TKI sektor informal merupakan salah satu kelompok pekerja rentan
yang perlu dipersiapkan kondisi kesehatannya agar dapat bekerja secara baik
di negara penempatannya. Untuk itu diperlukan upaya penguatan fasilitas
pelayanan kesehatan pemeriksaan calon TKI dalam menentukan kelaikan kerja
bagi calon TKI.

2. Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan Kerja


Agar pekerja tetap sehat dan produktif dilakukan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan bagi pekerja. Penguatan kompetensi SDM Puskesmas dan rumah sakit
dalam bidang Kesehatan Kerja dan Diagnosis Penyakit akibat kerja dilakukan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan dapat melayani kesehatan pekerja secara holistik
baik promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Untuk meningkatkan pelayanan
preventif dan promotif kesehatan kerja pada masyarakat pekerja baik formal dan
informal, sejak tahun 2013 juga telah dibuka pemangku Jabatan Fungsional
Pembimbing Kesehatan Kerja (Jafung PKK) sesuai dengan Permenpan Nomor 13
Tahun 2013. Jabatan Fungsional (Jafung) PKK adalah petugas kesehatan aparat
pemerintah yang bertugas dalam melakukan upaya preventif dan promotif serta
rehabilitatif bagi masyarakat.

3. Pengendalian Faktor Risiko K3 di Lingkungan Kerja


a. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fasyankes (K3RS dan K3 Puskemas)
Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu tempat kerja dengan risiko
tinggi keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk itu Fasyankes wajib
menerapakan K3. Berdasarkan data PPSDM tahun 2019 jumlah SDM
Kesehatan di Indonesia 1.149.437 orang. Dengan penerapan K3 di Fasyankes
diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan SDM kesehatan sehingga K3
di Fasyankes diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan SDM kesehatan
sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu. Penerapan
K3 di RS dan Puskesmas telah masuk dalam penilaian akreditasi RS dan
Puskesmas, sehingga diharapkan fasilitas pelayanan kesehatan yang telah
terakreditasi sudah mulai melaksanakan program K3.
b. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Perkantoran (K3)

66
Meningkatkan penyakit tidak menular pada penduduk Indonesia, penyebabnya
diantara adalah kurangnya aktivitas fisik dan pola makan yang tidak sehat.
Dengan semakin meningkatkan tingkat pendidikan dan professional pekerja di
Indonesia, jumlah pekerja perkantoran juga semakin meningkat. Pekerja
perkantoran identik dengan perlaku sedentary (kurang aktivitas fisik) sehingga
dikembangkan terobosan program kesehatan kerja melalui Peningkatan
Implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran dimana telah
diperkuat dengan keluarnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 tentang
GERMAS dan Permenkes Nomor 48 Tahun 2016 tentang K3 Perkantoran.
Penerapan program K3 Perkantoran dimulai dari kantor kementerian/lembaga
dan kantor aparat pemerintah lainnya, baik di Pusat maupun di daerah,
sehingga diharapkan terwujud ASN (Apartur Sipil Negara) yang sehat, bugar
dan produktif dalam melayani masyarakat Indonesia.
Peningkatan upaya kesehatan kerja akan terus ditingkatkan dalam rangka
mendukung Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

3. UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat)


UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan yang dibentuk
atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk, dan bersama masyarakat,
dengan pembinaan sektor kesehatan, lintas sektor dan pemangku kepentingan terkait
lainnya.

Jenis-jenis UKBM di bidang kesehatan:

1. UKBM dalam Pemeliharaan Kesehatan


 Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)
 Pos UKK
 Pos Kesehatan Pesantren
 Dana Sehat
 Dokter Kecil
 Kader
 Kelompok Donor Darah
 Ambulan desa, suami siaga

67
2. UKBM di Kesehatan Ibu dan Anak
 BKB (Bina Kesehatan Balita)
 KP – KIA (Kelompok Peminat Kesehatan Ibu dan Anak)
 PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)
 GSI (Gerakan Sayang Ibu)

3. UKBM di Bidang Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan


 Pokmair (Kelompok Pemakai Air)
 Jumantik
 Kader Kesehatan Lingkungan
 Kelompok Siaga Bencana
 Kelompok Pengelola Sampah dan Limbah
 Kelompok pengamat dan pelaporan
4. UKBM di Bidang Farmasi dan Gizi
 Posyandu
 Posyandu Usila
 POD/WOD
 Taman Obat Keluarga (TOGA)

I. Posyandu
a. Pengertian
Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dimana masyarakat dapat
sekaligus memperoleh pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan antara
lain : gizi, imunisasi, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan penanggulangan diare.
Definisi lain Posyandu adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan Angka
Kematian Ibu dan Bayi.
b. Tujuan Posyandu

68
Tujuan penyelenggaraan posyandu adalah untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan bayi, balita, ibu dan pasangan usia subur. Posyandu
direncanakan dan dikembangkan oleh kader bersama Kepala Desa dan Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) serta penyelenggaraannya dilakukan oleh kader
yang terlatih dibidang KB-Kes, berasal dari PKK, tokoh masyarakat, pemuda dengan
bimbingan tim pembina LKMD tingkat kecamatan. Kader adalah anggota masyarakat
yang dipilih dari dan oleh masyarakat setempat yang disetujui oleh LKMD dengan
syarat; mau dan mampu bekerja secara sukarela, dapat membaca dan menulis huruf
latin dan mempunyai cukup waktu untuk bekerja bagi masyarakat. Posyandu dapat
melayani semua anggota masyarakat, terutama ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan
anak balita serta Pasangan Usia Subur (PUS). Biasanya dilaksanakan satu kali sebulan
ditempat yang mudah didatangi oleh masyarakat dan ditentukan masyarakat sendiri.
c. Kedudukan Posyandu
Menurut lokasinya Posyandu dapat berlokasi di setiap desa atau kelurahan
atau nagari. Bila diperlukan dan memiliki kemampuan, dapat berlokasi di tiap RW,
dusun, atau sebutan lain yang sesuai. Kedudukan Posyandu adalah :

a. Terhadap pemerintah desa atau kelurahan, adalah sebagai wadah pemberdayaan


masyarakat di bidang kesehatan yang secara kelembagaan dibina oleh pemerintah
desa atau kelurahan.

b. Terhadap Pokja Posyandu, sebagai satuan organisasi yang mendapat binaan aspek
administrasi, keuangan dan program Pokja.

c. Terhadap berbagai UKBM, adalah sebagai mitra.

d. Terhadap Konsil Kesehatan Kecamatan, adalah sebagai satuan organisasi yang


mendapat arahan dan dukungan sumberdaya dari Konsil Kesehatan Kecamatan.

e. Terhadap Puskesmas, adalah sebagai wadah pemberdayaan masyarakat di bidang


kesehatan yang secara teknis medis dibina oleh Puskesmas.

d. Tugas dan Tanggung Jawab Pihak-pihak yang Terkait


Beberapa pihak yang terkait dengan kegiatan Posyandu memiliki tugas dan tangung
jawab sebagai berikut :

a. Kader Kesehatan

69
1) Menyiapkan tempat pelaksanaan, peralatan, sarana dan prasarana Posyandu.

2) Melaksanakan pendaftaran.

3) Melaksanakan penimbangan balita dan ibu hamil yang berkunjung ke Posyandu.

4) Mencatat hasil penimbangan di KMS atau buku KIA dan mengisi buku register
Posyandu.

5) Melaksanakan penyuluhan kesehatan dan gizi sesuai dengan hasil penimbangan


serta memberikan PMT.

6) Memberikan pelayanan kesehatan dan KB sesuai dengan kewenangannya,


misalnya memberikan vitamin A, tablet besi, oralit, pil KB, kondom. Bila ada petugas
kesehatan maka kegiatan kesehatan dilakukan bersama dengan petugas kesehatan.

7) Setelah selesai penimbangan bersama petugas kesehatan melengkapi pencatatan


dan membahas hasil kegiatan serta tindak lanjut.

b. Petugas Kesehatan

1) Membimbing kader dalam penyelenggaraan Posyandu.

2) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan keluarga berencana di meja 5 (lima).

3) Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan, gizi dan KB kepada pengunjung


Posyandu dan masyarakat luas.

4) Menganalisa hasil kegiatan Posyandu dan melaporkannya kepada Kepala


Puskesmas serta menyusun rencana kerja dan melaksanakan upaya perbaikan sesuai
kebutuhan.

c. Camat

1) Mengkordinasikan hasil kegiatan dan tindak lanjut kegiatan Posyandu.

2) Memberi dukungan dalam upaya meningkatkan kinerja Posyandu.

3) Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan Posyandu secara teratur.

d. Lurah atau Kepala Desa

70
1) Memberkan dukungan kebijakan, sarana dan dana untuk penyelenggaraan
Posyandu.

2) Mengkordinasikan penggerakan masyarakat untuk dapat hadir pada hari buka


Posyandu.

3) Mengkordinasikan peran kader Posyandu, pengurus Posyandu dan tokoh


masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan Posyandu.

4) Menindaklanjuti hasil kegiatan Posyandu bersama LKMD atau LPM atau LKD
atau sebutan lainnya.

e. Kegiatan Posyandu
Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan atau
pilihan, yaitu :
I. Kegiatan Utama
i. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
 Ibu hamil
Pelayanan meliputi :

i. Penimbangan berat badan dan pemberian tablet besi yang dilakukan


oleh kader kesehatan.
ii. Bila ada petugas Puskesmas ditambah dengan pengukuran tekanan
darah, pemeriksaan hamil bila ada tempat atau ruang periksa dan
pemberian imunisasi Tetanus Toxoid. Bila ditemukan kelainan maka
segera dirujuk ke Puskesmas.
iii.Bila dimungkinkan diselenggarakan kelompok ibu hamil pada hari
buka Posyandu yang kegiatannya antara lain : penyuluhan tentang
tanda bahaya kehamilan, persalinan, persiapan menyusui, KB dan
gizi ibu hamil, perawatan payudara dan pemberian ASI, peragaan
perawatan bayi baru lahir dan senam ibu hamil.
 Ibu nifas dan menyusui
Pelayanannya meliputi :

i. Penyuluhan kesehatan, KB, IMD, ASI, dan gizi, perawatan jalan


lahir.

71
ii. Pemberian vitamin A dan tablet besi. Pemberian 2 kapsul vitamin
A warna merah 200.000 SI (1 kapsul segera setelah melahirkan
dan 1 kapsul lagi 24 jam setelah pemberian kapsul pertama).
iii. Perawatan payudara
iv. Senam ibu nifas
v. Dilakukan pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan payudara,
pemeriksaan tinggi fundus uteri (rahim) dan pemeriksaan lochia
oleh petugas kesehatan. Apabila ditemukan kelainan, segera
dirujuk ke Puskesmas.
 Bayi dan anak balita
Jenis pelayanan untuk bayi dan balita mencakup :

i. Penimbangan
ii. Penentuan status gizi
iii. Penyuluhan tentang kesehatan bayi dan balita
iv. Jika ada petugas kesehatan dapat ditambahkan pemeriksaan
kesehatan, imunisasi, dan deteksi dini tumbuh kembang. Bila
ditemukan adanya kelainanakan dirujuk ke Puskesmas.
ii. Keluarga Berencana
Pelayanan KB di Posyandu yang diselenggarakan oleh kader adalah
pemberian pil dan kondom. Bila ada petugas keehatan maka dapat dilayani
KB suntik dan konseling KB.

iii. Imunisasi
Pelayanan imunisasi di Posyandu hanya dilaksanakan bila ada petugas
kesehatan Puskesmas. Jenis pelayanan imunisasi yang diberikan yang
sesuai program, baik untuk bayi, balita maupun untuk ibu hamil, yaitu :
BCG, DPT, hepatitis B, campak, polio, dan tetanus toxoid.

iv. Gizi
Pelayanan gizi di Posyandu dilakukan oleh kader. Bentuk pelayanannya
meliputi penimbangan berat badan, deteksi dini gangguan pertumbuhan,
penyuluhan gizi, pemberian PMT, pemberian vitamin A dan pemberian
sirup besi (Fe). Untuk ibu hamil dan ibu nifas diberikan tablet besi dan
yodium untuk daerah endemis gondok.

72
v. Pencegahan dan Penanggulangan Diare
Pelayanan diare di Posyandu dilakukan antara lain dengan penyuluhan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Penanggulangan diare antara lain
dengan cara penyuluhan tentang diare dan pemberian oralit atau larutan
gula garam.

II. Kegiatan Pengembangan


Dalam keadaan tertentu Posyandu dapat menambah kegiatan baru, misalnya:
perbaikan kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular dan berbagai
program pembangunan masyarakat desa lainnya. Posyandu demikian disebut dengan
Posyandu Plus. Penambahan kegiatan baru tersebut dapat dilakukan bila cakupan
kegiatan utamanya di atas 50%, serta tersedianya sumberdaya yang mendukung.
Kegiatan bulanan di Posyandu mengikuti pola keterpaduan KB-Kesehatan dengan
sistem lima meja :
Meja I : Pendaftaran.
Meja II : Penimbangan bayi dan anak balita.
Meja III : Pengisian KMS.
Meja IV : Penyuluhan perorangan
Meja V : Pelayanan oleh tenaga profesional meliputi pelayanan KIA, KB, Imunisasi
dan pengobatan, serta pelayanan lain sesuai dengan kebutuhan.

4. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan dasar yang juga disebut basic health services terdiri dari
beberapa jenis pelayanan kesehatan yang dianggap esensial (sangat penting) untuk
menjaga kesehatan seseorang, keluarga dan masyarakat agar hidup produktif secara
sosial dan ekonomi. World Health Organization (WHO) (Technical Brief, 2008)
menyatakan bahwa jenis-jenis pelayanan tersebut ditetapkan atas dasar kondisi
epidemiologi suatu negara. WHO juga menyarankan bahwa jenis pelayanan tersebut
harus sudah terbukti cost effective, affordable, dan praktis untuk dilaksanakan. Di
Indonesia, jenis pelayanan dalam pelayanan kesehatan dasar mengalami perubahan
sesuai dengan perkembangan masalah kesehatan. Terdapat dua ketentuan yang
menetapkan jenis-jenis pelayanan dasar, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan 43/2014
tentang Standar Pelayanan Minimum dan Peraturan Menteri Kesehatan 75/2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jenis-jenis pelayanan kesehatan dasar tersebut

73
memerlukan pelayanan promotif, preventif, skrining, kuratif, dan rehabilitatif yang
harus diberikan secara komprehensif dan holistik baik kepada kelompok masyarakat
maupun individu, tidak bisa parsial (upaya kesehatan masyarakat/UKM saja atau
upaya kesehatan perorangan/UKP saja).
1.1. Konsep Pelayanan Kesehatan Dasar
Dalam rangka mengatasi ketidakmerataan derajat kesehatan dan akses
pelayanan kesehatan di dunia, World Health Organization (WHO) dalam
Deklarasi Alma Ata tahun 1978 merekomendasikan dua strategi, yaitu agar setiap
negara (i) melakukan pendekatan pelayanan primer (Primary Health Care); dan
(ii) menyusun suatu Sistem Kesehatan Nasional. Dalam deklarasi tersebut,
Primary Health Care (PHC) diterjemahkan sebagai sejumlah “pelayanan
kesehatan esensial yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan, dapat
diterima secara sosial, dapat diakses oleh setiap individu/keluarga,
diselenggarakan dengan peran serta masyarakat, secara ekonomis dapat
ditanggung oleh masyarakat dan negara, disertai dengan semangat kemandirian
(self reliance and self-determintation).” Primary Health Care merupakan tingkat
pertama kontak individu, keluarga, dan masyarakat dengan sistem kesehatan
nasional sehingga membawa pelayanan kesehatan sedekat mungkin dengan
tempat tinggal maupun tempat kerja.

Beberapa definisi terkait pelayanan kesehatan dasar adalah sebagai berikut (Laura
K. Muldoon, William E. Hogg dan Miriam Levitt, 2006):

1. Pelayanan kesehatan dasar merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama dan


merupakan kontak pertama penduduk dengan sistem pelayanan kesehatan, mencakup
kegiatan promotif dan preventif, penilaian kesehatan (assessments), diagnosis dan
pengobatan untuk kondisi akut dan kronis, serta pelayanan rehabilitasi (Ontario
Health Services Restructuring Commission, Primary Health Care Strategy (OHSRC),
1999).

2. Pelayanan kesehatan dasar didefinisikan sebagai seperangkat layanan tingkat


pertama yang dapat diakses secara universal yang mempromosikan kesehatan,
pencegahan penyakit, dan memberikan layanan diagnostik, kuratif, rehabilitatif,
suportif, dan paliatif (Canadian Health Services Research Foundation (CHSRF),
2003).

3. Pelayanan kesehatan dasar mengacu pada pendekatan terhadap kesehatan dan


spektrum layanan di luar sistem pelayanan kesehatan tradisional, mencakup semua
layanan yang berperan dalam kesehatan, seperti pendapatan, perumahan, pendidikan,
dan lingkungan (Health Canada (HC)).

4. Pelayanan kesehatan dasar terdiri dari banyak komponen yang mencakup 1)


kombinasi pelayanan kesehatan berkualitas tinggi dan layanan kesehatan lainnya
seperti pencegahan penyakit dan pendidikan kesehatan; 2) layanan disediakan tidak

74
hanya untuk individu, tetapi juga untuk masyarakat secara keseluruhan, termasuk
program kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan epidemi, memperbaiki
kualitas air atau udara, atau program promosi kesehatan yang dirancang untuk
mengurangi risiko yang berkaitan dengan tembakau, alkohol, dan penyalahgunaan
material; 3) layanan diatur sedemikian sehingga memenuhi kebutuhan dan
karakteristik populasi yang dilayani, baik sekelompok orang yang tinggal di wilayah
tertentu (pendekatan teritorial) atau sekelompok orang yang termasuk dalam
kelompok sosial atau budaya tertentu (pendekatan populasi); 4) kerja sama tim dan
kolaborasi antar-disiplin ilmu diharapkan dari penyedia layanan kesehatan, baik yang
bekerja di organisasi pelayanan kesehatan primer atau berpartisipasi dalam jaringan
penyedia layanan; 5) pelayanan tersedia selama 24 jam dalam sehari dan tujuh (7) hari
dalam seminggu; dan 6) pengambilan keputusan didesentralisasikan ke organisasi
berbasis masyarakat untuk memastikan bahwa layanan disesuaikan dengan kebutuhan
dan karakteristik populasi yang dilayani dan bahwa masyarakat dapat dimobilisasi
untuk mencapai sasaran kesehatan yang secara langsung mempengaruhi komunitas
mereka. Tujuan utama pelayanan kesehatan dasar adalah untuk secara signifikan
meningkatkan pentingnya pelayanan pertama dan mereka yang memberikan layanan
tersebut (Commission on the Future of Health Care in Canada, 2002).

Dengan banyaknya definisi terkait pelayanan kesehatan dasar, definisi yang menjadi
acuan global adalah definisi yang dikeluarkan oleh WHO. Berdasarkan definisi
tersebut, kata kunci dalam definisi pelayanan kesehatan dasar (primary health
care/PHC) adalah

(1) Ilmiah;
(2) Acceptable secara sosial;
(3) Accessible (terjangkau);
(4) Peran serta masyarakat;
(5) Affordable secara ekonomis; dan
(6) Semangat kemandirian (self reliance).

Sejumlah “pelayanan kesehatan esensial” tersebut sering juga disebut


“pelayanan dasar (juga disebut basic health services) yang terdiri dari beberapa jenis
pelayanan kesehatan yang dianggap esensial (sangat penting) untuk menjaga
kesehatan seseorang, keluarga dan masyarakat agar hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Esensial berarti (i) kalau pelayanan tersebut disediakan akan memberikan
daya ungkit maksimum meningkatkan derajat kesehatan dan sebaliknya; dan (ii) kalau
tidak disediakan akan memberikan dampak paling negatif terhadap status kesehatan
penduduk.

World Health Organization (Technical Brief, 2008) menyatakan bahwa jenis-


jenis pelayanan tersebut ditetapkan atas dasar kondisi epidemiologi suatu negara.
WHO juga menyarankan bahwa jenis pelayanan tersebut harus sudah terbukti cost

75
effective, affordable, dan praktis untuk dilaksanakan. Jenisjenis yang disarankan
termasuk sebagai berikut:

1) Pengobatan penyakit-penyakit umum dan cedera;

2) Pelayanan gigi;

3) Penyediaan obat esensial;

4) Laboratorium dasar dan radiologi;

5) Upaya kesehatan sekolah;

6) Vaksinasi: TBC, hepatitis-B, polio, difteri, tetanus, pertusis, dan campak;

7) Antenatal care (ANC);

8) Penimbangan balita dan penanganan kurang gizi;

9) Pengobatan diare pada anak;

10) Pengendalian penyakit menular;

11) Pendidikan kesehatan;

12) Kesehatan lingkungan; dan

13) Keamanan makanan (food safety).

Pelayanan kesehatan dasar dalam perkembangannya, baik di tingkat nasional


maupun global, bukanlah suatu konsep yang statis. Penetapan pelayanan kesehatan
dasar didasarkan pada kebutuhan pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh
dinamika masalah kesehatan (the dynamic of health needs). Masalah kesehatan
berkembang dan berubah mengikuti perubahan epidemiologi kesehatan penduduk.
Sementara itu, epidemiologi kesehatan penduduk berubah menurut dinamika interaksi
host-agent-environment. Dari perspektif host (penduduk), terjadi transisi epidemiologi
yang dipengaruhi struktur umur penduduk (semakin tua) dan perilaku hidup (life
style). Dari perspektif agent, terjadi perubahan terus menerus penyebab gangguan
kesehatan yaitu kuman, virus, parasit, bahan beracun atau berbahaya dan rudapaksa
(cedera). Demikian juga, perspektif environment juga terus berubah: perubahan iklim
(climate change), lingkungan biologis (vektor penyakit) dan lingkungan sosial budaya
(ketahanan keluarga, sosial dan budaya). Oleh sebab itu, pelayanan kesehatan dasar
senantiasa perlu di-review untuk menjaga relevansinya dengan interaksi host-agent-
environment tersebut di atas.

Namun, Laevel and Clark (1968) menegaskan bahwa apapun perubahan


tersebut, pelayanan kesehatan dasar haruslah komprehensif, mulai dari (1) pelayanan
promotif; (2) pelayanan preventif; (3) pelayanan skrining (diagnosis dini dan
pengobatan segera); (4) pengobatan dan perawatan (kuratif); dan (5) rehabilitatif,

76
yang dilaksanakan secara holistik-eklektik (Kusumanto Setyonegoro, 1968). Menurut
Laevel & Clark, tidak ada satu penyakit pun (gangguan kesehatan) yang tidak
memerlukan kelima jenis atau jenjang pelayanan tersebut. Tidak ada fragmentasi
dan/atau dikotomi antara kelima jenjang pelayanan tersebut dalam mengatasi masalah
kesehatan.

Pelayanan Kesehatan Dasar di Indonesia Di Indonesia, pelayanan kesehatan


dasar mengalami perkembangan yang dinamis dari waktu ke waktu. Pertama adalah
“18 program pokok” yang harus dilaksanakan oleh Puskesmas. Beberapa di antara
program pokok tersebut adalah pelayanan dasar. Kedelapan belas program pokok
tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Program kesehatan ibu dan anak (KIA);


(2) Program keluarga berencana (KB);
(3) Program gizi;
(4) Program pengobatan;
(5) Program pemberantasan penyakit;
(6) Program kesehatan lingkungan;
(7) Program perawatan kesehatan masyarakat;
(8) Program usaha kesehatan sekolah (UKS);
(9) Program usia lanjut (Usila);
(10)Program kesehatan kerja;
(11) Program kesehatan gigi dan mulut;
(12) Program kesehatan jiwa;
(13) Program kesehatan mata;
(14)Program penyuluhan kesehatan masyarakat;
(15) Program penanganan gawat darurat;
(16)Program kesehatan olahraga;
(17) Program laboratorium sederhana; dan
(18) Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP).
Ke-18 pelayanan tersebut dikelompokkan menjadi tiga (3), yaitu (i) pelayanan
pengobatan; (ii) pelayanan kesehatan masyarakat; dan (iii) sistem informasi untuk
menunjang pelayanan. Kedua, adalah lima jenis pelayanan yang diselenggarakan oleh
Puskesmas secara terpadu dalam mendukung kegiatan Posyandu. Lima pelayanan
tersebut adalah 1) KB; 2) KIA (antenatal care, imunisasi tetanus toksoid (TT), pil besi
dan nasihat gizi); 3) Imunisasi bayi/balita; 4) Gizi (distribusi kartu menuju sehat
(KMS)), penimbangan, pemberian makanan tambahan (PMT) penyuluhan dan PMT
pengobatan; dan 5) pengobatan diare, utamanya pemberian oralit. Ketiga, dalam
Permenkes No.75/2014 ditetapkan 23 jenis pelayanan yang dilakukan oleh
Puskesmas, terdiri dari enam (6) pelayanan kesehatan masyarakat (PKM) esensial,
delapan (8) PKM pengembangan dan sembilan (9) pelayanan kesehatan perorangan
(PKP). Tidak semua jenis pelayanan tersebut bersifat esensial dasar.

77
Gambar. Rincian Kegiatan PKM dan PKP

Keempat, dalam UU No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, ditetapkan


bahwa daerah bertanggung jawab melaksanakan sejumlah pelayanan dasar yang
disebut Standar Pelayanan Minimal (SPM). Standar Pelayanan Minimal meliputi
enam bidang dan untuk bidang kesehatan ada 12 pelayanan yang dimasukkan sebagai
SPM kesehatan. Sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.2/2018
tentang Standar Pelayanan Minimal, SPM bidang kesehatan tersebut ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 43/2016 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan. Sebagian besar kegiatan dalam SPM adalah upaya kesehatan
masyarakat yang dilaksanakan di luar gedung dan memerlukan keterlibatan aparat
kecamatan dan desa, serta keterlibatan masyarakat.

Kelima, dalam rangka menerapkan paradigma pendekataan keluarga,


Kemenkes menetapkan kebijakan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan
Keluarga (PISPK). Bentuk pelaksanaan program ini adalah kunjungan rumah oleh staf
Puskesmas dan melakukan pencatatan tentang beberapa masalah kesehatan penting
yang terdiri dari 12 indikator sebagai berikut:

(1) PUS dalam rumah tangga tersebut sudah menjadi akseptor KB;
(2) Persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan;
(3) Balita sudah mendapat imunisasi lengkap;
(4) Bayi diberikan ASI ekslusif;
(5) Anak balita ditimbang untuk pemantauan gizi dan pertumbuhannya;
(6) Penderita TBC diobati;
(7) Penderita hipertensi diobati;
(8) Penderita gangguan jiwa dipelihara oleh keluarga tersebut;
(9) Tidak ada anggota keluarga yang merokok;
(10)Mempunyai akses terhadap air bersih;

78
(11) Memiliki jamban; dan
(12) Menjadi peserta JKN.
Dengan melaksanakan PISPK, Puskesmas mendapat peta masalah kesehatan
di tingkat keluarga. Informasi ini berguna bagi Puskesmas untuk perencanaan dan
pelaksanaan pelayanan kesehatan.

Beberapa negara mengakui pentingnya peranan pelayanan kesehatan dasar


untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat dan telah melakukan upaya untuk
mereformasi pelayanan kesehatan dasar. Di Turki, reformasi kesehatan mulai
dilakukan pada tahun 2003 dan membawa perubahan signifikan dalam pelayanan
kesehatan primer (Cevik, Sozmen, Kilic, 2017). Negara Tiongkok dalam Roadmap
Kesehatan Nasional Tiongkok 2030 menekankan pentingnya peranan pelayanan
kesehatan primer yang harus didukung komitmen politik untuk memperkuat sistem
pelayanan kesehatan dasar (Xi Li dkk, 2017). Thailand memiliki derajat kesehatan
penduduk yang baik dengan biaya relatif rendah karena cakupan pelayanan kesehatan
primer yang komprehensif (Pongpisut Jongudomsuk, dkk., 2015). Pelayanan
kesehatan dasar adalah cara efektif untuk 1) mengurangi disparitas sosial dan eksklusi
dalam hal kesehatan; 2) meningkatkan pemerataan; 3) memenuhi kebutuhan dan
harapan penduduk; 4) mengurangi kemiskinan; 5) mengintegrasikan kesehatan
dengan sektorsektor lain; 6) mendorong kepemimpinan yang mengutamakan kerja
sama dan dialog; 7) meningkatkan efektivitas anggaran kesehatan; 8) meningkatkan
akuntabilitas fasilitas pelayanan kesehatan; dan 9) meningkatkan akuntabilitas
penyelenggara Negara (WHO).

Dalam Deklarasi Alma Ata (1978), lima (5) prinsip dasar pemenuhan
pelayanan kesehatan primer mencakup 1) pemerataan upaya kesehatan; 2) penekanan
pada upaya preventif; 3) penggunaan teknologi tepat guna dalam upaya kesehatan; 4)
peran serta masyarakat dalam semangat kemandirian; dan 5) kerjasama lintas sektoral
dalam membangun kesehatan. Selain itu, empat pilar reformasi pelayanan kesehatan
dasar yang telah dicetuskan WHO (2008) terdiri dari:
1. Reformasi pembiayaan kesehatan Pembiayaan pemerintah lebih diarahkan pada
upaya kesehatan masyarakat (public goods) dan pelayanan kesehatan bagi orang
miskin.
2. Reformasi kebijakan kesehatan Kebijakan kesehatan harus berbasis fakta (evidence
based public health policy).
3. Reformasi kepemimpinan kesehatan Kepemimpinan kesehatan harus bersifat
inklusif, partisipatif, dan mampu menggerakkan lintas sektor melalui kompetensi
advokasi.
4. Reformasi pelayanan kesehatan Pelayanan kesehatan dasar harus mengembangkan
sistem yang kokoh dalam konteks Puskesmas dengan jejaringnya serta dengan
suprasistemnya (Dinkes kabupaten/kota, dan RS kabupaten/kota).
Dalam Sistem Kesehatan Nasional (Perpres No.72/2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional), pendekatan revitalisasi pelayanan kesehatan dasar (primary health care)
meliputi:

79
1) Cakupan pelayanan kesehatan yang adil dan merata;
2) Pemberian pelayanan kesehatan berkualitas yang berpihak kepada kepentingan dan
harapan rakyat; dan
3) Kebijakan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan dan melindungi kesehatan
masyarakat, kepemimpinan, serta profesionalisme dalam pembangunan kesehatan.

FISH BONE MASALAH ANC

MANUSIA

-pengetahuan dan kesadaran ibu hamil


tentang pentingnya ANC kurang
METODE
-kurangnya pengetahuan kader
-cara penyampaian penyuluhan
pentingnya ANC
kurang menarik
-kurang peran aktif kader memotivasi
-kurang kerja sama antar sektor
ibu hamil untuk ANC
-metode konseling kurang
-kurangnya penyuluhan oleh tenaga
menarik
kesehatan

MASALAH ANC

SARANA DANA LINGKUNGAN


-masih kurangnya -dana -tingkat pendidikan
sarana penyuluhan penyuluhan rendah
kurang
-kurangnya poster -tingkat ekonomi
tentang ANC rendah

80
ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

NO. MASALAH PENYEBAB MASALAH ALTERNATIF PEMECAHAN


PEMECAHAN MASALAH
MASALAH TERPILIH
1 Masalah Manusia -pengetahuan dan -Memberikan -Memberikan
ANC kesadaran ibu penyuluhan kepada penyuluhan kepada
hamil tentang ibu ibu
pentingnya ANC hamil tentang ANC hamil tentang ANC
kurang - Meningkatkan - Meningkatkan
-kurangnya peranan tenaga peranan tenaga
pengetahuan kader kesehatan dan kader kesehatan dan
pentingnya ANC dalam memberikan kader dalam
-kurang peran aktif penyuluhan memberikan
kader memotivasi pentingnya ANC penyuluhan
ibu hamil untuk pentingnya ANC
ANC
-kurangnya
penyuluhan oleh
tenaga kesehatan

Metode -cara penyampaian -Metode yang -Metode yang


penyuluhan kurang efektif untuk efektif untuk
menarik penyuluhan penyuluhan
-kurang kerja sama -kerja sama lintas -kerja sama lintas
lintas sektor sektor ditingkatkan sektor ditingkatkan
-metode konseling
kurang menarik

Dana dana penyuluhan -Dana untuk -Dana untuk


kurang penyuluhan penyuluhan
ditingkatkan ditingkatkan
Sarana -masih kurangnya -tempat harus sesuai -tempat harus
sarana penyuluhan untuk kebutuhan sesuai untuk
-kurangnya poster penyuluhan kebutuhan
tentang ANC penyuluhan

Lingkungan -tingkat pendidikan -perlunya dukungan -perlunya dukungan


rendah pemerintah untuk pemerintah untuk
-tingkat ekonomi mengatasi masalah mengatasi masalah
rendah pendidikan dan pendidikan dan
ekonomi penduduk ekonomi penduduk

81
FISH BONE MASALAH KESEHATAN LINGKUNGAN

MANUSIA METODE

1. peran lintas sektor kurang 1. metode penyuluhan


2. koordinasi lintas program kurang
masih kurang 2. media promosi kurang
3. peran kader kesling 3. data dasar kesling belum
masih kurang akurat
4. keterbatasan tenaga 4. kerja sama kader kesling
kesling dan petugas kesling
kurang

MASALAH
KESEHATAN
LINGKUNGAN
SARANA DANA

1. sarana 1. dana LINGKUNGAN


penyuluhan penyuluhan
kurang kurang 1.tingkat pendidikan rendah

2. tingkat ekonomi rendah


3. pabrik yang kurang
memerhatikan lingkungan

82
ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

NO. MASALAH PENYEBAB MASALAH ALTERNATIF PEMECAHAN


PEMECAHAN MASALAH TEPILIH
MASALAH
1 Masalah Manusia 1. peran lintas -Menambah -Menambah tenaga kesling
Kesehatan sektor kurang tenaga kesling -Meningkatkan peranan
Lingkungan 2. koordinasi -Meningkatkan tenaga kesling
lintas program peranan tenaga -meningkatkan koordinasi
masih kurang kesling lintas sektor
3. peran kader -meningkatkan
kesling masih koordinasi lintas
kurang sektor
4. keterbatasan
tenaga kesling

Metode 1. metode -Meningkatkan -Meningkatkan penyuluhan


penyuluhan penyuluhan mengenai kesehatan
kurang mengenai lingkungan
2. media promosi kesehatan
kurang lingkungan
3. data dasar
kesling belum
akurat
4. kerja sama
kader kesling
dan petugas
kesling kurang

Dana 1. dana penyuluhan -meningkatkan -meningkatkan dana


kurang dana penyuluhan
penyuluhan

Sarana 1. sarana -menyediakan -menyediakan sarana yang


penyuluhan sarana yang memadai untuk kebutuhan
kurang memadai untuk penyuluhan
kebutuhan
penyuluhan

Lingkunga 1. tingkat -perlunya -perlunya dukungan


n pendidikan dukungan pemerintah untuk
rendah pemerintah mengatasi masalah
2. tingkat ekonomi untuk mengatasi pendidikan dan ekonomi
rendah masalah penduduk
3. pabrik yang pendidikan dan -perlu tenaga ahli
kurang ekonomi kesehatan lingkungan di
memerhatikan penduduk pabrik
lingkungan -perlu tenaga
ahli kesehatan
lingkungan di
pabrik

83
FISH BONE MASALAH STUNTING

MANUSIA

-Pengetahuan dan kesadaran


METODE
akan stunting di masyarakat
rendah -cara penyampaian penyuluhan
kurang menarik
-tenaga kesehatan kurang untuk
memberikan penyuluhan - kerja sama lintas sektor kurang

MASALAH
STUNTING

SARANA DANA LINGKUNGAN


-masih kurangnya -dana -tingkat pendidikan
sarana penyuluhan penyuluhan rendah
kurang
-poster masalah -tingkat ekonomi rendah
stunting kurang

84
V. Kerangka Konsep

Masalah Kesehatan

KIA: K3 & Kesling:

-Kematian ibu melahirkan Polusi udara akibat debu


-Herpes Simplex pabrik kayu
-Stunting

dr. Santi

(Kepala Puskesmas)

SDM Puskesmas Posyandu, Kepala Camat Dinkes


Desa Provinsi
(Dokter, Bides) Poskesdes

Internal Eksternal
Puskesmas Puskesmas

Program Kesehatan

Peningkatan Peningkatan Kualitas Penanggulangan limbah Penyuluhan


Pelayanan KIA SDM Puskesmas pabrik sesuai standar K3 Kesehatan

Perubahan sikap/perilaku masyarakat & peningkatan


derajat kesehatan masyarakat wilayah kerja

85
VI. Kesimpulan

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat disuatu wilayah kerja suatu puskesmas


memerlukan kajian secara komprehensif dan membutuhkan peran serta semua pemangku
kepentingan.

86
DAFTAR PUSTAKA

Depkes (2019) ‘Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Keselamatan
dan Kesehatan Kerja’.
Fibriana, Ika, A. (2007). Faktor – Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kematian Maternal.
203. Retrieved from
http://eprints.undip.ac.id/16634/1/ARULITA_IKA_FIBRIANA.pdf
Harington. 2005. Buku Saku Kesehatan Kerja, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Indrawati, S., & Warsiti. (2016). KEJADIAN STUNTING PADA KEJADIAN STUNTING
ANAK USIA 2-3 TAHUN DI DESA KARANGREJEK WONOSARI GUNUNGKIDUL.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Diakses di:
http://www.depkes.go.id/article/print/19031200002/kemenkes-dorong-pembangunan-sdm-
era-4-0.html. Diakses pada tanggal 17 september 2019

Kementrian PPN/BAPPENAS. Penguatan Pelayanan Kesehatan Dasar di Puskesmas. 2017.


https://www.bappenas.go.id/files/1715/3974/8326/Buku_Penguatan_Pelayanan_Kesehatan_D
asar_di_Puskesmas-_Direktorat_Kesehatan_dan_Gizi_Masyarakat_Bappenas.pdf . Diakses
pada tanggal 17 September 2019

Looker KJ et al. Global and Regional Estimates of Prevalent and Incident Herpes Simplex
Virus Type 1 Infections in 2012. PLoS One. 2015; 10(10): e0140765. Available
from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4624804/

Looker KJ et al. Global estimates of prevalent and incident herpes simplex virus type 2
infections in 2012. PLoS One. 2015 Jan 21;10(1):e114989. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25608026

Mongilala, F.W. dkk. 2018. Analisis Pelaksanaan Program Kesehatan Kerja di Puskesmas
Sonder Kabupaten Minahasa. Vol. 7 No. 5, 2018. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sam Ratulangi)Suma’mur. 2009. Keselamatan Kerja & Pencegahan
Kecelakaan. Jakarta: PT Toko Gunung Agung.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Pemberdayaan Masyarakat


Bidang Kesehatan. Diakses dari
http://www.kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/PMK-
No.-8-Th-2019-ttg-Pemberdayaan-Masyarakat-Bidang-Kesehatan_1309.pdf pada 17
September 22.40

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 39 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyelenggaran


Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Diakses dari

87
file:///C:/Users/ASUS/Downloads/PMK-No.39-ttg-PIS-PK.pdf pada 17 September
11.50

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 70 Tahun 2016 Tentang Standar dan Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Industri. Diakses dari
C:/Users/ASUS/Downloads/PMK-No.-70-ttg-Standar-Kesehatan-Lingkungan-Kerja-
Industri-.pdf pada 17 September 11.20

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat. http://www.depkes.go.id/resources/download/peraturan/PMK-
No-75-Th-2014-ttg-Puskesmas.pdf

Redjeki, S. (2016) Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Edited by Warsito. Jakarta Selatan:
Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi.

88

Anda mungkin juga menyukai