Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL SKENARIO I

BLOK KOMUNIKASI EFEKTIF

KELOMPOK V:
1. MUHAMMAD I MADE ANNAFI ARIANTO (20180811014001)
2. GABRIEL CHRISTO TIMANG (20180811014006)
3. PASKALIA C.R SAA (20180811014011)
4. ISMAEL WANDIKBO (20180811014013)
5. ASKAR BO’NE (20180811014017)
6. DESI DWI L. RONSUMBRE (20180811014020)
7. FAUSTINA F.S.M WIGU TUKAN (20180811014023)
8. HELENA G.F KARETH (20180811014026)
9. JULIO MICHEL MIRINO (20180811014033)
10. MUHAMMAD IMAM HANAFI (20180811014038)
11. PONIA YULICE DEMONGGRENG (20180811014043)
12. SAMUEL S.K.N SUMBARI (20180811014048)
13. TISYHA FAHJIRIN RAMIN (20180811014054)

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
2018
i

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha kuasa, oleh karena berkat
dan pertolongan-Nya kami dapat menyelesaikan laporan tutorial ini dengan baik dan tepat
waktu.
Laporan ini adalah laporan hasil kerja Problem Based Learning (PBL) skenario 1 pada
blok komunikasi efektif yang fokus pada permasalahan yang diberikan dalam skenario
tersebut. Pada dasarnya, pokok permasalahan yang terdapat dalam skenario ini dan menjadi
pokok pembahasan laporan ini yaitu komunikasi antara dokter dan pasien.
Dalam pembuatan laporan ini, ada banyak pihak yang telah membantu kami sehingga
laporan ini dapat selesai dengan baik oleh karena itu, atasnya kami mengucapkan terima kasih.
Secara khusus kami sampaikan terima kasih kepada dr. Eka Dian Agustina Fatem, M.Epid
yang telah menuntun kami saat melakukan Problem Based Learning sebagai tutor,serta
memberikan masukan dalam penulisan laporan ini, terima kasih juga kami sampaikan kepada
rekan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih Angkatan 2018, serta pihak
yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah memberikan kami support dalam
penulisan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca serta menambah
wawasan kepada pembaca yang berkaitan dengan pembahasan dalam laporan ini namun kami
menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan baik dari segi
penulisan maupun penyajian isi dari laporan ini sendiri. Oleh karena itu, kami memohon kritik
dan saran kepada pembaca sebagai masukan kepada kami untuk menjadi tolak ukur kami pada
penulisan laporan selanjutnya.

Jayapura, November 2018

Kelompok V
ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2 Manfaat ................................................................................................................................... 2
1.3 Sistematika Penulisan ................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
2.1 Skenario .................................................................................................................................. 3
2.2 Klarifikasi Istilah .................................................................................................................... 4
2.3 Identifikasi masalah ................................................................................................................ 4
2.4 Analisis masalah (Brainstorming) ........................................................................................... 5
2.5 Learning Object ( LO)............................................................................................................. 5
2.6 Dasar Teori.............................................................................................................................. 5
2.6.1. Pengertian Komunikasi Dokter-Pasien ........................................................................... 5
2.6.2. Bentuk-bentuk komunikasi dokter pasien terdiri atas ..................................................... 6
2.6.3. Manfaat dan Tujuan Komunikasi dokter-pasien ............................................................. 8
2.6.4. Langkah-Langkah komunikasi Dokter-Pasien ................................................................ 9
2.6.5. Cara komunikasi efektif dokter pasien .......................................................................... 10
BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 13
Kesimpulan ....................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... Error! Bookmark not defined.
1

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan salah satu kompetensi
yang sangat penting dan harus dikuasai oleh dokter. Kompetensi komunikasi menentukan
keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Komunikasi yang
efektif dapat mengurangi keraguan pasien, serta menambah kepatuhan dari pasien. Dokter
dan pasien sama-sama memperoleh manfaat dari saling berbagi dalam hubungan yang erat.
Setiap pihak merasa dimengerti, Pasien merasa aman dan terlindungi jika dokter yang
menanganinya melakukan yang terbaik untuk pasiennya. Ketika saling terhubung, sang
dokter dapat mengerti dan bereaksi lebih baik pada perubahan perilaku dan perhatiannya
pada pasien setiap saat. Komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien sangatlah
diperlukan untuk memperoleh hasil yang optimal, berupa masalah kesehatan yang dapat
diselesaikan dan kesembuhan pasien.
Menurut Yusa (2006), komunikasi efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalam
pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya, sedangkan komunikasi tidak
efektif akan mengundang masalah. Perlu dibangun komunikasi efektif yang dilandasi
keterbukaan, kejujuran dan pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-
masing. Dengan terbangunnya komunikasi yang efektif, pasien akan memberikan keterangan
yang benar dan lengkap sehingga dapat membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien
secarabaik dan memberi obat yang tepat bagi pasien. Komunikasi yang baik dan berlangsung
dalam kedudukan setara sangat diperlukan agar pasien mau dan dapat menceritakan sakit serta
keluhanyang dialaminya secara jujur dan jelas.
Aplikasi definisi komunikasi dalam interaksi antara dokter dan pasien diartikan sebagai
tercapainya pengertian dan kesepakatan yang dibangun dokter bersama pasien pada setiap
langkah penyelesaian masalah pasien. Untuk sampai pada tahap tersebut, diperlukan berbagai
pemahaman seperti pemanfaatan jenis komunikasi (lisan, tulisan), menjadi pendengar yang
baik, adanya penghambat proses komunikasi, pemilihan alat penyampai pikiran atau informasi
yang tepat, dan mengekspresikan perasaan dan emosi. Selanjutnya definisi tersebut menjadi
dasar model proses komunikasi yang berfokus pada pengirim pikiran-pikiran atau informasi,
saluran yang dipakai untuk menyampaikan pikiran-pikiran atau informasi, dan penerima
pikiran-pikiran atau informasi.
2

1.2 Manfaat
Berdasarkan latar belakang di atas dapat ditentukan manfaat penulisan laporan sebagai berikut:
1) Melatih penulis dalam pembuatan laporan
2) Menambah wawasan mengenai komunikasi dokter dengan pasien.

1.3 Sistematika Penulisan


Penulisan laporan ini terbagi dalam beberapa bagian yaitu;
o BAB I PENDAHULUAN
BAB I berisi mengenai Latar belakang, manfaat serta sistematika penulisan
o BAB II PEMBAHASAN
BAB II berisi tentang skenario, identifikasi masalah, analisis masalah, learning
object, dan dasar teori.
o BAB III PENUTUP
BAB III berisi tentang kesimpulan dan saran.
3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Skenario
Dokter AB adalah dokter spesialis Obsgyn ( Sp.OG) yang menangani seseorang
pasien berusia 22 tahun yang bernama Cinta. Cinta datang dengan keluhan amenore
primer hinggan usianya saat ini. Cinta saat ini dengan keadaannya karena akan segera
menikah akan waktu dekat secara fisik cinta merupakan wanita yang sangat cantik
dengan bentuk tubuh yang sempurna, akan tetapi kondisi ini membuatnya merasa
belum sempurna sebagai seorang wanita. Orang tua dan keluarga cinta pun dibuat
cemas atas apa yang dialami putri tunggalnya ini.
Setelah melalui anamnesis serangkaian pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan
darah) serta pemindaian Ultrasonografi (USG) dan MRI, diketahui CINTA tidak
memiliki rahim (serviks) sehingga didiagnosis mengalami penyakit langkah yaitu
kelainan bawaan lahir yang disebut sindrom MRKH (Mayer Rokintansky Kuster
Hauser). Sebagai seorang dokter yang profesional dokter AB tentu harus siap
menyampaikan hal ini kepada pasien dan keluarganya. Sekalipun mungkin ia akan
berhadapan dengan reaksi emosional dan penolakan dari pasien dan pihak keluarga atas
hasil diagnosa tersebut karena bagaimana pun berita ini tentu saja akan mengguncang
kondisi psikolagis pasien yang akan menghadapi pernikahannya dalam waktu dekat.
Tiba saatnya dokter menyampaikan hasil diagnosis kepada pasien dan keluarga, dan
seperti dugaan, orang tua pasien sangat terkejut dengan penyampaian dokter AB.
Mereka menolak hasil tersebut dan menyangkal anaknya memiliki kelainan karena
selama ini tidak ada tanda gejala aneh yang ditunjukkan anaknya selain keluhan yang
disampaikan, bahkan anaknya tumbuh dengan sehat. Menurut mereka, hasil
pemeriksaan dan diagnosis tersebut bisa salah sehingga mereka menuntut penjelasan
yang lebih rinci dari dokter AB tentang kondisi anaknya. Sementara itu, CINTA sangat
terpuruk, karena tidak tau bagaimana cara menjelaskan hal tersebut kepada kekasih dan
juga keluarga besarnya. Oleh karena itu CINTA dan orang tuanya terus mendatangi dan
mendesak dokter AB untuk mencarikan solusi bagi permasalahan anaknya serta
membantu menjelaskan hal tersebut kepada pasangan CINTA. Bagi dokter AB, hal ini
tentu saja merupakan tantangan bagi “capacity building”nya dalam hal komunikasi
dokter-pasien dan dalam mempertahankan partnership (kemiteraan) di antara
keduanya.
4

2.2 Klarifikasi Istilah


 Amenore primer : Tertundanya menarke pada usia 14 tahun tanpa ditandai seks
sekunder atau tidak adanya mensturasi pada usia 16 tahun dengan adanya
pertumbuhan normal seks sekunder atau pertumbuhan pubertas (1).
 Ultrasonografi (USG): teknik pencitraan diagnostik yang menggunakan
ultrasonik yaitu gelombang suara dengan frekuensi melebihi kisaran
pendengaran manusia dan merambat melalui suatu medium (2)

 MRI: suatu alat kedokteran di bidang pemeriksaan diagnostik radiologi , yang


menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh / organ manusia
dengan meng-gunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 – 1,5 tesla (1
tesla = 1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen (3).
 Sindrom MRKH (Mayer Rokintansky Kuster Hauser): sindroma tidak
terbentuknya vagina, uterus dan saluran telur(tuba) yang berasal dari ductus
Muller, genitalia eksterna, ciri kelamin sekunder dan sitogenetik normal wanita
(4).
2.3 Identifikasi masalah
Berdasarkan skenario di atas, ada beberapa masalah yang ditemukan adalah sebagai
berikut:

1) Hasil anamnesis dan serangkaian pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan darah)


serta pemindaian Ultrasonografi (USG) dan MRI, diketahui CINTA tidak memiliki
rahim (serviks) sehingga didiagnosis mengalami penyakit langkah yaitu kelainan
bawaan lahir yang disebut sindrom MRKH (Mayer Rokintansky Kuster Hauser).
2) Saat dokter menyampaikan hasil diagnosis kepada pasien dan keluarga, orang tua
pasien sangat terkejut dengan penyampaian dokter AB. Mereka menolak hasil
tersebut dan menyangkal anaknya memiliki kelainan karena selama ini tidak ada
tanda gejala aneh yang ditunjukkan anaknya selain keluhan yang disampaikan,
bahkan anaknya tumbuh dengan sehat.
3) Cinta dan orang tuanya terus mendatangi dan mendesak dokter AB untuk
mencarikan solusi bagi permasalahan anaknya serta membantu menjelaskan hal
tersebut kepada pasangan CINTA. Bagi dokter AB, hal ini tentu saja merupakan
tantangan bagi “capacity building”nya dalam hal komunikasi dokter-pasien dan
dalam mempertahankan partnership (kemiteraan) di antara keduanya.
5

2.4 Analisis masalah (Brainstorming)


1. Apa yang dari amenore primer dan bagaimana ciri-cirinya?
Amenore primer merupakan suatu kondisi dimana tidak terjadinya menstruasi
pertama kali, terjadi sebelum usia 10 tahun
2. Mengapa pasien menolak diagnosa dari dokter?
Alasan orang tua pasien menolak hasil diagnosa dokter tersebut karena orang
tua dari pasien tersebut merasa selama ini tidak ada tanda atau gejala aneh yang
ditunjukkan anaknya selain keluhan yang disampaikan, bahkan anaknya tumbuh
dengan sehat.
3. Bagaimana cara dokter untuk menjelaskan kepada pasien dan keluarganya ?
Dokter tersebut sedianya menjelaskan dengan baik mengenai apa yang sedang
diderita oleh pasien, mulai dari apa yang dimaksud dengan sindrom MRKH,
penyebab, ciri-cirinya, beserta menjelaskan bukti dan arti dari setiap pemeriksaan
laboratorium seperti tes darah, USG, dan MRI.
4. Bagaimana sikap dokter dalam menghadapi penolakan pasien atas penjelasannya?
Sikap dokter dalam menghadapi penolakan pasien atas diagnosanya adalah
dengan merespon dengan baik. Tidak memojokkan pasien dan keluarga tetapi
sedianya mejelaskan dengan rinci, menggunakan bahasa yan mudah dimengerti
oleh pasien serta memberikan pilihan jalan keluarga yang dapat diambil untuk
penyelesaian masalah pasien tersebut.

2.5 Learning Object ( LO)


Tujuan pembelajaran dari skenario di atas adalah:
 Pengertian komunikasi dokter-pasien
 Bentuk-bentuk komunikasi dokter-pasien
 Manfaat dan tujuan komunikasi dokter-pasien
 Langkah-langkah komunikasi dokter pasien
 Cara komunikasi dokter pasien

2.6 Dasar Teori


2.6.1. Pengertian Komunikasi Dokter-Pasien
Secara umum, definisi komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran-
pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu
6

sehingga orang lain tersebut mengerti apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-
pikiran atau informasi (5).
Elemen-elemen yang terdapat dalam komunikasi menurut Gorden (1978) :
1. Komunikator: orang yang menyampaikan pesan
2. Pesan: ide atau informasi yang disampaikan
3. Media: sarana komunikasi
4. Komunikan: pihak yang menerima pesan
5. Umpan Balik: respon dari komunikan terhadap pesan yang diterimanya (5).
Komunikasi efektif Dokter-Pasien adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan
oleh individu baik dokter maupun pasien dengan tujuan saling menyampaikan
pesannya satu sama lain.Jika pesan yang dimaksudkan tersebut tidak sesuai dengan
penangkapan lawan bicara, maka kemungkinan besar akan menyebabkan terjadinya
miskomunikasi, sehingga berdasarkan hal tersebut dibutuhkan suatu bentuk
komunikasi yang efektif. Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan
dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti
dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu
(5).

2.6.2. Bentuk-bentuk komunikasi dokter pasien terdiri atas


1. Menyampaikan kabar buruk
Menyampaikan kabar buruk adalah setiap informasi yang merugikan dan
berpotensi serius untuk mempengaruhi individu terhadap pandangan pada
dirinya dan atau masa depannya dan atau menempatkan mereka pada situasi
akan perasaan tidak adanya harapan, putus asa, ancaman terhadap
kesejahteraan mental atau fisik seseorang, berisiko mengganggu kemapanan,
atau di mana suatu pesan yang diberikan menimbulkan suatu pilihan yang
sempit bagi individu dalam hidupnya. (6).
Menyampaikan berita buruk pada pasien adalah salah satu tanggung jawab
seorang petugas medis yang harus dikerjakan dalam praktek pelayanan
kesehatan. Menyampaikan berita buruk merupakan keterampilan komunikasi
yang penting dan menantang. Terdapat kewajiban secara sosial dan moral bagi
petugas medis untuk bersikap sensitif dan tepat dalam menyampaikan berita
buruk. Secara medikolegal petugas medis berkewajiban menyampaikan atau
menginformasikan diganosis yang secara potensial berakibat fatal. Jika
7

petugas medis tidak menyampaikan dengan tepat, komunikasi tentang berita


buruk akan berakibat pada munculnya perasaan ketidak percayaan, kemarahan,
ketakutan, kesedihan atau pun rasa bersalah pada diri pasien. Hal-hal tersebut
dapat berefek konsekuensi emosional jangka panjang pada keluarga pasien.
Terdapat hubungan yang kuat antara persepsi pasien yang menerima informasi
adekuat tentang penyakit dan pengobatannya dengan penyesuaian psikologis
pasien dalam jangka waktu yang lebih lama. Pasien yang menyadari mereka
menerima terlalu banyak atau terlalu sedikit informasi mempunyai risiko lebih
besar untuk mengalami stress atau berkembang menjadi cemas dan atau
depresi (6).
Petugas medis sering merasa kesulitan dalam menyampaikan berita buruk
terutama untuk penyakit yang mengancam jiwa. Alasannya antara lain merasa
tidak siap dan tidak mempunyai pengalaman dalam menyampaikan berita
buruk, khawatir berita tersebut akan membuat stress dan memberi efek negatif
pada pasien dan keluarganya, serta akan mengganggu hubungan terapetik.
Petugas medis merasakan bahwa tugas tersebut tidak menyenangkan dan tidak
nyaman; Petugas medis tidak ingin menghilangkan harapan pasien, khawatir
dengan reaksi emosional pasien dan atau keluarganya, atau merasa tidak yakin
bagaimana menghadapi respon emosi yang sangat dalam. Hal-hal tersebut
sering dijadikan alasan dokter untuk menunda menyampaikannya. Padahal
hasil penelitian menunjukkan 50-90% pasien di Amerika menginginkan
mendapatkan informasi yang lengkap mengenai diagnosis terminal yang
mungkin terjadi pada mereka (6).
Mengingat bahwa menyampaikan berita buruk merupakan salah satu bagian
dari komunikasi, maka dengan mempelajari dan melatih keterampilan
berkomunikasi petugas medis akan mampu menyampaikan berita buruk
dengan cara yang dapat mengurangi ketidak nyamanan dan lebih memuaskan
pasien dan keluarganya. Penyampaian berita buruk dengan sikap dan cara yang
tepat dapat meningkatkan penerimaan pasien dan keluarga tentang
penyakitnya dan rencana terapi lebih lanjut, pendorong pencapaian tujuan
terapi yang realistis, memberi dukungan mental serta menguatkan hubungan
pada pasien (6).
2. Konseling
adalah suatu hubungan profesional antara konselor dengan klien, untuk
membantu klien memahami dan memperjelas pandangan hidupnya, belajar
8

mencapai tujuan yang ditentukan sendiri melalui pilihan-pilihan yang


bermakna. Konseling merupakan proses membantu seseorang atau
kelompok untuk belajar menyelesaikan masalah interpersonal, emosional
dan atau memutuskan hal tertentu. Hubungan ini biasanya dilakukan orang
per orang maupun per kelompok. Konseling adalah salah satu pendekatan
yang bisa digunakan dalam pendidikan kesehatan untuk menolong individu
dan keluarga/ kelompok.
3. Menyampaikan Kabar baik
Menyampaikan kabar baik adalah setiap informasi yang baik dan
merupakan kabar gembira bagi pendengar.
4. Edukasi
Edukasi adalah upaya untuk memberikan informasi dan pemahaman
kepada pasien, keluarga dan masyarakat agar mempunyai pandangan,
sikap, dan perilaku yang lebih sehat
5. Permintaan Persetujuan Tindakan Medis

2.6.3. Manfaat dan Tujuan Komunikasi dokter-pasien


Tujuan komunikasi yang relevan dengan profesi dokter menurut konsil kedokteran
indonesia adalah:

1. Memfasilitasi terciptanya pencapaian tujuan kedua pihak (dokter dan pasien).


2. Membantu pengembangan rencana perawatan pasien bersama pasien, untuk
kepentingan pasien dan atas dasar kemampuan pasien, termasuk kemampuan
finansial.
3. Membantu memberikan pilihan dalam upaya penyelesaian masalah kesehatan
pasien.
4. Membimbing pasien sampai pada pengertian yang sebenarnya tentang
penyakit atau masalah yang dihadapinya.
5. Membantu mengendalikan kinerja dokter dengan acuan langkah-langkah atau
hal-hal yang telah disetujui pasien (7).
Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk
mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter,
lebih memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan
efisien bagi keduanya .
9

Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (7), berdasarkan hari penelitian,


manfaat komunikasi efektif dokter-pasien adalah:
1. Meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima pelayanan medis dari
dokter atau institusi pelayanan medis.
2. Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter yang merupakan dasar
hubungan dokter-pasien yang baik.
3. Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.
4. Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal
dalam menghadapi penyakitnya .

2.6.4. Langkah-Langkah komunikasi Dokter-Pasien


Berdasarkan hasil Konsil Kedoteran Indonesia (2006), yang perlu diperhatikan dalam
meningkatkan komunikasi efektif antara dokter dan pasien adalah :
1. Sikap profesional dokter, sikap yang menunjukkan kemampuan dokter dalam
menyelesaikan tugas-tugas sesuai peran dan fungsinya, mampu mengatur diri
sendiri seperti ketepatan waktu, dan mampu menghadapi berbagai tipe pasien, serta
mampu bekerja sama dengan profesi kesehatan yang lain. Di dalam proses
komunikasi dokter-pasien, sikap profesional penting untuk membangun rasa
nyaman, aman, dan percaya pada dokter, yang merupakan landasan bagi
berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998).
2. Pengumpulan informasi, yang di dalamnya terdapat proses anamnesis yang akurat,
dan sesi penyampaian informasi.
3. Penyampaian informasi yang akurat.
4. proses langkah-langkah komunikasi, yang terdiri dari salam, ajak bicara,
menjelaskan, dan mengingatkan pasien.
Sementara itu dalam buku konsil kedokteran indonesia tentang komunikasi dokter-
pasien terdapat juga 4 lankah yang terankum dalam satu kata untuk melakukan
komunikasi yaitu SAJI
S= Salam
A= Ajak Bicara
J=Jelaskan
I=Ingatkan
 Salam:
10

Beri salam, sapa dia, tunjukan bahwa anda bersedia meluangkan waktu untuk
berbicara dengannya.
 Ajak Bicara
Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri. Dorong agar pasien
mau dan dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya. Tunjukkan bahwa dokter
menghargai pendapatnya, dapat memahami kecemasannya, serta mengerti
perasaannya. Dokter dapat menggunakan pertanyaan terbuka maupun tertutup dalam
usaha menggali informasi.
 Jelaskan
Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang ingin diketahui
dan yang akan dijalani/dihadapinya agar ia tidak terjebak oleh pikirannya sendiri.
Luruskan persepsi yang keliru. Berikan penjelasan mengenai penyakit, terapi, atau
apapun secara jelas dan detil
 Ingatkan:
Percakapan yang dokter lakukan bersama pasien mungkin memasukkan berbagai
materi secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali. Dibagian akhir percakapan,
ingatkan dia untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk persepsi yang keliru.
Selalu melakukan klarifikasi apakah pasien telah telah mengerti benar, maupun
klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua belah pihak serta
mengulang kembali akan pesan-pesan kesehatan yang penting (7).
2.6.5. Cara komunikasi efektif dokter pasien
Komunikasi yang efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang dialami oleh
kedua belah pihak. Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak
memerlukan waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu
karena dokter terampil mengenali kebutuhan pasien. Dalam pemberian pelayanan
medis, adanya komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan kondisi
yang diharapkan sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah
kesehatan bersama pasien, berdasarkan kebutuhan pasien. Menurut Kurzt (1998),
dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi yang digunakan (5):

1. Disease centered communication style atau doctor centered communication style.

Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan


diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan
gejala-gejala.
2. Illness centered communication style atau patient centered communication style.
11

Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang


secara individu merupakan pengalaman unik. Keberhasilan komunikasi antara
dokter dan pasien dan pada umumnya akan melahirkan kenyamanan dan
kepuasan bagi kedua belah pihak.

Secara ringkas ada 6 hal yang perlu diperhatikan oleh dokter dengan pasien
agar berkomunikasi dengan efektif dengan pasien yaitu (7):
1. Materi Informasi apa yang disampaikan
1. Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak
nyaman/sakit saat pemeriksaan).
2. Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.
3. Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan
diagnosis, termasuk manfaat, risiko, serta kemungkinan efek
samping/komplikasi.
4. Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk
menegakkan diagnosis.
5. Diagnosis, jenis atau tipe.
6. Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan
masing-masing cara).
7. Prognosis.
8. Dukungan (support) yang tersedia.
2. Siapa yang diberi informasi
1. Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan.
2. Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.
3. Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan
bertanggung jawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak
memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara langsung.
3. Berapa banyak atau sejauh mana
a. Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa
perlu untuk disampaikan, dengan memerhatikan kesiapan mental
pasien.
b. Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan
sebanyak yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan
selanjutnya.

4. Kapan menyampaikan informasi


12

Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan.


5. Di mana menyampaikannya
a.Di ruang praktik dokter.
b.Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.
c.Di ruang diskusi.
d.Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga
dan dokter.
6. Bagaimana menyampaikannya
a. informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak
melalui telpon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang
dikirim melalui pos, faksimile, sms, internet.
b. Persiapan meliputi:
o materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis,
prognosis sudah disepakati oleh tim);
o ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu
orang lalu lalang, suara gaduh dari tv/radio, telepon;
o waktu yang cukup;
o mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemani
oleh keluarga/orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang
hadir sebaiknya lebih dari satu orang).
c. Jajaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan
dibicarakan.
d. Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang
diinginkan dan amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi
yang akan diberikan.
13

BAB III PENUTUP


Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut;
1. Komunikasi efektif Dokter-Pasien adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh individu
baik dokter maupun pasien dengan tujuan saling menyampaikan pesannya satu sama lain.
2. Komunikasi dokter pasien dapat berupa penyampaian kabar baik, penyampaian kabar buruk,
permintaan persetujuan medik, edukasi dan konseling.
3. Langkah-langkah dalam komunikasi dokter pasien yaitu 1). Salam; 2) ajak bicara; 3)Jelaskan; 4)
Ingatkan.
14

DAFTAR PUSTAKA
1. Arifiandi MD, Wiyasa IWA. Laporan Kasus : Amenore Primer Et causa Hiperplasia
Adrenal Kongenital Non Klasik. Journal Of Issues In Midwifery. 2018 April; II(30-36).

2. Sudarsih K, Budi WS, Suryono. Analisis Keseragaman Citra Pada Pesawat


Ultrasonografi. Berkala Fisika. 2014 Januari; XVII(33-38).

3. Notosiswoyo M, Suswati S. PEMANFAATAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING


(MRI) SEBAGAI SARANA DIAGNOSA PASIEN. Media Litbang Kesehatan. 2014;
XIV.

4. IW AW, Mukminah A. PENATALAKSANAAN SINDROMA MAYER ROKITANSKY


KUSTER HAUSER (SINDROMA MRKH) DENGAN SINDROMA KLIPPEL FEIL.
Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2004 Agustus; XX(2).

5. Fouriaanalistyawati E. Komunikasi yang relevan dan efektif antara dokter dan pasien.
Jurnal Psikogenesis. 2017 Desember; 1(1).

6. Wahyuliati T. Ketrampilan Komunikasi – Menyampaikan Berita Buruk. 2016


Agustus;(8).

7. KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien Ali M, Sidi


IPS, editors. Jakarta; 2006.

Anda mungkin juga menyukai