Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KELOMPOK

MODUL IV
PERDARAHAN KONTAK

DI SUSUN

KELOMPOK 4

SISTEM ONKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2011 2012

MODUL 4
PERDARAHAN KONTAK

SKENARIO
Wanita 45 tahun, datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sedikitsedikit yang dialami terutama setelah berhubungan dengan suami, sebelumnya
penderita sering mengalami keputihan yang berbau.

KATA KUNCI

Perdarahan pervaginam pasca coitus

Leukorea berbau

PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi dan histologi organ yang berhubungan dengan skenario ?
2. Bagaimana hubungan usia dengan keluhan pada skenario?
3. Bagaimana patomekanisme perdarahan kontak pasca coitus?
4. Penyebab keputihan yang berbau ?
5. Jelaskan langkah-langkah diagnostik
6. DD pada scenario?
7. Penatalaksanaan
8. Pemeriksaan penunjang
9. Prognosis

ANATOMI ORGAN GENITALIA FEMININA

Gambar 1.genitalia feminine interna

gambar 2. Anatomi uterus

1. Uterus
Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi peritoneum
(serosa). Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat implatansi, retensi dan
nutrisi konseptus. Terdiri dari corpus, fundus, cornu, isthmus dan serviks
uteri.
2. Serviks
Cervix uterus merupakan bagian yang menghubungkan
vagina dengan tuba uterina melalui os external canalis
cervicalis yang dilapisi oleh membran mucosa yang disebut
endocervix. Bagian ini mengandung mucus yang disekresikan
oleh kelenjar tubular yang dilapisi oleh epitel kolumner dan
dipenuhi oleh sel silia.
Aktivitas sekresi kelenjar pada endocervix diregulasi oleh
estrogen dan mencapai jumlah maximal pada masa ovulasi.
Fungsi secret endocervicalis adalah memberi lubrikasi selama
hubungan seksual terjadi dan berperan sebagai sawar yang
melindungi dari invasi bakteri.
Selama ovulasi, mukus pada cervix menjadi lebih encer,
berair dan pHnya lebih alkali dibanding sebelumnya, kondisi
ini dibuat sedemikian rupa agar dapat mendukung migrasi
sperma. Selain itu terjadi pula peningkatan jumlah ion dalam
mukus sehingga terbentuk kristal kristal yang menyerupai
pakis. Secara klinis, hal ini dapat digunakan sebagai
pendeteksi
saat
yang
tepat
untuk
melakukan

3.

4.

5.
6.

fertilisasi.Setelah masa ovulasi, mukus cervix menjadi lebih


kental dan asam.
Ada sejumlah flora normal pada vagina dan cervix, namun
yang paling sering ditemui adalah Lactobacillus acidophilus.
Bakteri ini mampu memproduksi asam laktat dengan jalan
memecahkan glikogen yang berasal dari sekret vagina dan
cervix. Asam laktat ini membentuk semacam lapisan asam
(pH 3,0), yang dapat mencegah proliferasi bakteri Patologis
yang biasanya mudah hidup dan beerkembang di lingkungan
yang basa.
Corpus uteri
Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat pada
ligamentum
latum
uteri
di
intraabdomen,
tengah
lapisan
muskular/miometrium berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke dalam arah
serabut otot longitudinal, anyaman dan sirkular), serta dalam lapisan
endometrium yang melapisi dinding cavum uteri, menebal dan runtuh sesuai
siklus haid akibat pengaruh hormon-hormon ovarium. Posisi corpus
intraabdomen mendatar dengan fleksi ke anterior, fundus uteri berada di atas
vesica urinaria. Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks uterus
bervariasi selama pertumbuhan dan perkembangan wanita.
Ligamenta penyangga uterus
Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri, ligamentum cardinale,
ligamentum ovarii, ligamentum sacrouterina propium, ligamentum
infundibulopelvicum, ligamentum vesicouterina, ligamentum rectouterina.
Vaskularisasi uterus
Terutama dari arteri uterina cabang arteri hypogastrica/illiaca interna, serta
arteri ovarica cabang aorta abdominalis.
Salping / Tuba Falopii
Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri. Sepasang tuba kirikanan, panjang 8-14 cm, berfungsi sebagai jalan transportasi ovum dari
ovarium sampai cavum uteri. Dinding tuba terdiri tiga lapisan : serosa,
muskular (longitudinal dan sirkular) serta mukosa dengan epitel bersilia.
Terdiri dari pars interstitialis, pars isthmica, pars ampularis, serta pars
infundibulum dengan fimbria, dengan karakteristik silia dan ketebalan dinding
yang berbeda-beda pada setiap bagiannya
- Pars isthmica (proksimal/isthmus)
Merupakan bagian dengan lumen tersempit, terdapat sfingter uterotuba
pengendali transfer gamet.
- Pars ampularis (medial/ampula)
Tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah ampula /
infundibulum, dan pada hamil ektopik (patologik) sering juga terjadi
implantasi di dinding tuba bagian ini.
- Pars infundibulum (distal)
Dilengkapi dengan fimbriae serta ostium tubae abdominale pada ujungnya,
melekat dengan permukaan ovarium. Fimbriae berfungsi menangkap

ovum yang keluar saat ovulasi dari permukaan ovarium, dan membawanya
ke dalam tuba.
7. Ovarium
Ovarium Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga
peritoneum, sepasang kiri-kanan. Dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat
dan jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari korteks dan medula. Ovarium
berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum (dari sel
epitel germinal primordial di lapisan terluar epital ovarium di korteks), ovulasi
(pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormon-hormon steroid (estrogen
oleh teka interna folikel, progesteron oleh korpus luteum pascaovulasi).
Berhubungan dengan pars infundibulum tuba Falopii melalui perlekatan
fimbriae. Fimbriae menangkap ovum yang dilepaskan pada saat ovulasi.
Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovarii proprium, ligamentum
infundibulopelvicum dan jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang
aorta abdominalis inferior terhadap arteri renalis.
1. Vulva
Vulva Tampak dari luar (mulai dari
mons pubis sampai tepi perineum),
terdiri dari mons pubis, labia
mayora, labia minora, clitoris,
hymen,
vestibulum,
orificium
urethrae
externum,
kelenjarkelenjar pada dinding vagina.
2. Mons pubis / mons veneris
Lapisan lemak di bagian anterior
symphisis os pubis. Pada masa
pubertas
daerah
ini
mulai
ditumbuhi rambut pubis.
3. Labia mayora
Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang, banyak
mengandung pleksus vena. Homolog embriologik dengan skrotum pada pria.
Ligamentum rotundum uteri berakhir pada batas atas labia mayora. Di bagian
bawah perineum, labia mayora menyatu (pada commisura posterior).
4. Labia minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai folikel rambut.
Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung serabut saraf.
5. Clitoris Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior
vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam di dalam dinding anterior vagina.
Homolog embriologik dengan penis pada pria. Terdapat juga reseptor
androgen pada clitoris. Banyak pembuluh darah dan ujung serabut saraf,
sangat sensitif.
6. Vestibulum Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas
lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6
lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum, introitus vaginae, ductus

glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene kanan-kiri. Antara fourchet


dan vagina terdapat fossa navicularis.
7. Introitus / orificium vagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup lapisan tipis
bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan. Hymen normal
terdapat lubang kecil untuk aliran darah menstruasi, dapat berbentuk bulan
sabit, bulat, oval, cribiformis, septum atau fimbriae. Akibat coitus atau trauma
lain, hymen dapat robek dan bentuk lubang menjadi tidak beraturan dengan
robekan (misalnya berbentuk fimbriae). Bentuk himen postpartum disebut
parous. Corrunculae myrtiformis adalah sisa-sisa selaput dara yang robek yang
tampak pada wanita pernah melahirkan / para. Hymen yang abnormal,
misalnya primer tidak berlubang (hymen imperforata) menutup total lubang
vagina, dapat menyebabkan darah menstruasi terkumpul di rongga genitalia
interna.
8. Vagina muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix uteri di
bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral. Daerah di
sekitar cervix disebut fornix, dibagi dalam 4 kuadran : fornix anterior, fornix
posterior, dan fornix lateral kanan dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral
dan dinding dorsal yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah
mengikuti siklus haid.
Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid, untuk jalan
lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan). Bagian atas vagina terbentuk dari
duktus Mulleri, bawah dari sinus urogenitalis. Batas dalam secara klinis yaitu
fornices anterior, posterior dan lateralis di sekitar cervix uteri.
HISTOLOGI ORGAN FEMININA
HISTOLOGI

VAG I NA
- Saluran disebelah dalamnya , berhubungan dengan cervix, disebelah
luarnya terbuka kedalam vestibulum dan tertutup sebagian oleh selaput
dara (=hymen )

- Pada pintu masuk dis.: introitus vaginae otot skelet fungsi sebagai sphincter
- Alat fibromusculer + mucosa,
- Ddg. antero-posterior collaps.
Mikroskopik ddg. t.d. :
* Mucosa :
- berlipat-lipat disebut : rugae
- epitel berlapis gepeng tak bertanduk
-sel-sel mengandung glikogen+lemak
- infiltrasi sel-sel limfosit .
- lam.propria tanpa kelejar , kaya serat-serat elastis +sel-sel limfosit yang
kadang-kadang merupakan nodulus limfatikus
HUBUNGAN USIA DENGAN KELUHAN PADA SKENARIO
Pada skenario, nampak keluhan berupa perdarahan kontak pasca coitus.
Perdarahan kontak dapat dihubungkan dengan faktor predisposisi, salah satunya
dari segi usia. Dari segi epidemiologi, perdarahan kontak lebih sering terjadi pada
usia 35 tahun ke atas, sedangkan pada usia kurang dari 20 tahun, insiden dapat
terjadi namun masih minim. Pada usia di bawah 20 tahun, perdarahan dapat
terjadi dikarenakan struktur epitel pada daerah servix dan vagina yang masih
belum matang dan coitus yang sering dilakukan pada fase tersebut. Hal ini dapat
dihubungkan dari segi epidemiologi dimana gejala tersebut jarang ditemukan pada
biarawati yang belum menikah. Menurut Acharci dkk. (1997) melaporkan
sebelum usia 20 tahun memiliki 10 orang lebih mitra seksual sehingga resiko
dapat meningkat beberapa kali lipat.
Sedangkan pada usia yang lebih tinggi (35 tahun ke atas) seperti pada kasus di
skenario di atas, gejala dapat dihubungkan dengan riwayat dan aktivitas seharihari, salah satunya adalah aktivitas seksual. Aktivitas seksual cenderung
meningkat pada usia tersebut, sehingga infeksi yang berulang pada usia
sebelumnya dapat disalurkan pada usia ini. Sehingga dapat berlanjut menjadi
kanker pada daerah serviks yang ditularkan melalui hubungan seksual. Sedangkan
penyebab yang lain berhubungan dengan jumlah partus. Jumlah partus yang
meningkat dapat meningkatkan resiko kanker dan dapat menyebabkan perdarahan
pada daerah serviks.
PATOMEKANISME PERDARAHAN PASCA COITUS
Pendarahan kontak dapat didefinisikan sebagai perdarahan rahim abnormal
tanpa penyebab organik (sesuai dengan fisiologi organ) yang terjadi pada saat
coitus atau pasca coitus. Dengan kata lain, perdarahan tersebut terjadi disebabkan
oleh faktor-faktor yang dapat menyebabkan disfungsional dari organ itu sendiri,
seperti kanker, tumor, polip, dan lain-lain. Pada suatu waktu, seorang wanita dapat

mengalami perdarahan rahim yang abnormal, kejadian ini berkaitan dengan


pekerjaan, masalah di rumah tangga, dan kehidupan seksual.
Mekanisme dari perdarahan kontak berhubungan dengan faktor
penyebabnya. Umumnya sangat berhubungan dengan sifat epitel dari jalan lahir.
Seperti adanya erosi pada serviks dan Ca Serviks yang menyebabkan dinding dari
serviks menjadi lebih tipis sehingga jika coitus terjadi, dapat menyebabkan
perlukaan dan menyebakan perdarahan. Salah satu diagnosis yang dapat
membedakan antara perdarahan kontak dan fisiologis adalah dari gejala klinisnya.
Umumnya, perdarahan fisiologis terjadi pada masa-masa tertentu sesuai
dengan kondisi dari penderita, seperti masa menstruasi. Sedangkan perdarahan
kontak ini juga dapat terjadi dalam keadaan tertentu yang berhubungan dengn
gangguan dari struktur pada jalan lahir.
Beberapa penyebab dari perdarahan kontak adalah :
1. Cedera pada vulva atau vagina
2. Penganiayaan seksual
3. Peradangan vagina
4. Infeksi rahim
5. Kelainan darah yang menyebabkan pembekuan abnormal (misalnya leukemia
atau trombositopenia)
6. Tumor jinak maupun tumor ganas (misalnya fibroid, kista, adenomiosis)
MEKANISME KEPUTIHAN (FLOUR ALBUS)
Leukorea (white discharge,flour albus,keputihan) adalah nama gejala yang
diberikan kepada cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak berupa
darah. Mungkin leukorea merupakan gejala-gejala yang paling sering dijumpai
pada penderita ginekologik, adanya gejala ini diketahui penderita karena
mengotori celananya.
Dapat dibedakan leukorea fisiologik dan leukorea patologik, leukorea
fisiologik terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mucus yang mengandung
banyak epitel dengan leukosit yang jarang, sedang leukorea yang patologik
terdapat banyak leukosit.
Secara fisiologik keluarnya getah yang berlebihan pada vulva (biasanya
lendir) dapat dijumpai pada
a.
b.
c.
d.

Waktu ovulasi
Waktu menjelang dan setelah haid
Rangsangan seksual
Dalam kehamilan

Sekret berasal dari antara lain :


Kelenjar Bartholini yang terletak di bawah labiummajus dan bermuara di
bawah otot konstriktor vagina, kadang-kadang tertutup sebagian oleh

bulbus vestibuli. Kelenjar ini mengeluarkan sekret mukoid pada saat


gairah seks meningkat.

Duktus Skene (parauretralis) yang bermuara di meatus uretrae eksternum.


Kelenjar ini mensekresikan sekret yang mukoid.

Serviks uteri, memiliki banyak kelenjar yang mengeluarkan sekret yang


berbeda-beda sesuai dengan siklus haid.

Uterus yang terletak banyak kelenjar dari endometrium sampai ke


miometrium pada umumnya. Kelenjar-kelenjar ini mensekresi cairan alkali
yang encer.

Penyebab paling penting dari leukorea patoligik ialah infeksi. Disini cairan
mengandung banyak leukosit dan warnanya agak kuning-kuningan sampai hijau,
seringkali lebih kental dan berbau. Radang vulva,vagina,serviks dan kavum uteri
dapat menyebabkan leukorea patologik.
Etiologi keputihan patologis :
1. Infeksi
a. Jamur
Keputihan yang disebabkan oleh infeksi jamur Candida albicans umumnya
dipicu oleh faktor dari dalam maupun luar tubuh seperti :
Kehamilan

Obesitas / kegemukan

Pemakaian pil KB

Obat-obatan tertentu seperti steroid, antibiotic

Riwayat diabetes / penyakit kencing manis

Daya tahan tubuh rendah

Iklim, panas, kelembaban

Sekret yang keluar biasanya berwarna putih kekuningan, seperti kepala susu
(cottage cheese), berbau khas dan menyebabkan rasa gatal yang hebat pada
daerah intim-vulva dan sekitarnya sehingga disebut vulvovaginitis. Rasa gatal
sering merupakan keluhan yang dominan dirasakan.
b. bakteri
Pada vagina terdapat flora normal yang terdiri dari bakteri baik yang
berfungsi dalam keseimbangan ekosistem sekaligus menjaga keasaman / pH
yang normal serta beberapa bakteri lain dalam jumlah kecil seperti
Gardnerella vaginalis , mobiluncus, bacteroides dan Mycoplasma hominis.
Beberapa keadaan seperti kehamilan, penggunaan spiral / IUD (intra
uterine device), hubungan seksual, promiskuitas dapat memicu
ketidakseimbangan flora normal vagina dimana pertumbuhan bakteri jahat
menjadi berlebihan. Keputihan yang disebabkan oleh bakteri Gardnerella dsb
disebut sebagai bacterial vaginosis / BV. Sebanyak 50% dari wanita dengan

c.

bacterial vaginosis bersifat asimtomatik yaitu tidak memberikan gejala yang


berarti.
Keputihan biasanya encer, berwarna putih keabu-abuan dan berbau amis
(fishy odor). Bau tercium lebih menusuk setelah melakukan hubungan
seksual dan menyebabkan darah menstruasi berbau tidak enak. Jika
ditemukan iritasi daerah vagina seperti gatal biasanya bersifat lebih ringan
daripada keputihan yang disebabkan oleh Candida albicans atau Trichomonas
vaginalis.
Parasit
Infeksi parasit Trichomonas vaginalis termasuk dalam golongan penyakit
menular seksual (PMS) karena penularan terutama terjadi melalui hubungan
seksual namun juga dapat melalui kontak dengan perlengkapan mandi, bibir
kloset yang telah terkontaminasi.Keputihan berupa sekret berwarna kuninghijau, kental, berbusa dan berbau tidak enak (malodorous). Kadang keputihan
yang terjadi menimbulkan rasa gatal dan iritasi pada daerah intim.

2. Non-Infeksi
Biasa disebakan iritasi akibat alat kontrasepsi dan cairan antiseptik
(mengandung bahan kimia).
3. Neoplasma
Mitosis berlebihan akibat sel normal yang tidak matur.
Rasa gatal yang timbul pada kasus ini disebabkan oleh reaksi peradangan
yang ditimbulkan sel-sel proinflamasi. Sel-sel tersebut melepaskan berbagai
macam sitokin serta histamin yang memicu timbulnya pruritus pada kasus ini.
LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSIS
Anamnesis
Menggali informasi dari keluhan utama : Perdarahan pasca coitus

Onset atau sejak kapan keluar darah


Jumlah (volume) darahnya
Disertai nyeri atau tidak
Frekuensi perdarahan
Riwayat menstruasi
Kebiasaan/hiegenitas

Gejala penyerta : Keputihan

Onset atau sejak kapan


Karakteristik keputihan (warna dan bau)
Disertai gatal atau tidak
Riwayat pengobatan
Kebiasaan/hiegenitas

Anamnesis sistematis
-

Riwayat penyakit sebelumnya


Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
Riwayat perkawinan
Perilaku seksual
Riwayat pengobatan
Pemeriksaan Fisis
- Status Vitalis, status gizi, keadaan umum
- Pemeriksaan dalam Vagina
Pemeriksaan Penunjang
a. Pulasan kerokan serviks
Suatu metode pemeriksaan simple, mudah dikerjakan dan tanpa rudapaksa
jelas, digunakan untuk penapisan dan diagnosis dini karsinoma serviks
uteri.
b. Sitologi pulasan tipis (TCT)
Dibandingkan pulasan pemeriksaan sitologik serviks uteri konvensional,
TCT memiliki keunggulan jelas dalam mendeteksi kelainan epitel serviks
uteri, teknik ini menguraf semu, meningkatkan sensitivitas dan spesifitas
identifikasi. Digunakan untuk penapisan dan deteksi dini karsinoma
serviks uteri dan lesi prekanker.
c. Deteksi DNA HPV
Telah dipastikan infeksi HPV merupakan kausa utama karsinoma serviks
dan lesi prakankernya. Pemeriksaaan HPV risiko tinggi merupakan salah
satu cara menapis karsinoma serviks dan lesi prekankernya, dewasa ini
dikombinasikandengan pemeriksaan sitologik dapat memprediksi tingkat
risiko pasien yang diperiksa, menetapkan interval waktu pemeriksaan
penapis, dan untuk pemantauan pasca terapi karsinoma serviks dan CIN.
d. Pemeriksaan koloskopi
Di bawah cahaya kuat dan kaca pembesar secara visual binokluar langsung
melalui koloskop mengamati lesi di serviks uteri dan vagina merupakan
salahsatu cara penunjang penting untuk diagnosis dini kasinoma uteri dan
lesi prekankernya. Terhadap pasien dengan hasil sitologik abnormal atau
kecurigaan klinis perlu dilakukan koloskopi. Pemeriksaan ini dapat
menemukan lesi preklinis yang tak tampak mata telanjang dapat dilakukan
biopsy di lokasi mencurigai mencurigai rasio positif dan akurasi hasil
biopsy.
e. Biopsy serviks uteri dan kerokan kanalis servikalis
Tujuannya adalah memastikan diagnosis CIN dan karsinoma serviks
uteri.karsinoma serviks stadium dini lesinya tidak jelas, untuk dapat
memperoleh jaringan kanker secara akurat, haru dilakukan biopsy dari
multiple titik, secara terpisah diperiksa patologinya.
f. Konisasi serviks uteri

Mencakup dengan pisau konvensional dan konisasi dengan eksisi lisrik.


g. Petanda tumor
Dewasa ini, dari kanker serviks uteri belum berhasil dipisahkan antigen
tunggal spesifik, murni secara fisika dan kimia. Ada laporan CEA, CMA
26 dan M27 menunjukkan reaksi positif pada proporsi tertentu, tapi
spesifitasya tidak tingggi.
h. Pemeriksaan penunjang khusus
Pemeriksaan Sitoskopi: kanker serviks uteri stadium sedang dan lajut bila
disertai gejala sistem urinarius, harus dilakukan pemeriksaaan sitoskopi
untuk memastkan terkena atau tidaknya mukosa dan otot buli-buli untuk
memastikan dan menentukan stadium.
DIFFERENSIAL DIAGNOSA
1. KARSINOMA SERVIKS
A. Definisi
Karsinoma serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia
epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa
vagina dan mukosa kanalis servikalis
B. Insiden
- Wanita usia 35-40 thn
- Indonesia urutan teratas dri 10 jenis kanker ginekologi
C. Faktor resiko
Faktor yang mempengaruhi kanker serviks yaitu :
- Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim.
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya
kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia
lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah
lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin
melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.
- Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun
dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan
berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada
mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya
dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran
kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum.
Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat di
selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa
baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang
wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan
bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan
kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel
mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap
rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar

termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, selsel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu
berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya
rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga
perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa
berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks
dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi
terlalu rentan terhadap perubahan.
Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti
pasangan. Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya
penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus
ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah
menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali sehingga menjadi
kanker.
Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan
menggunakan obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan
mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker.
Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih
besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak
merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok
mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zatzat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping
meropakan ko-karsinogen infeksi virus. Nikotin, mempermudah semua
selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, baik
pada mukosa tenggorokan, paru-paru maupun serviks. Namun tidak
diketahui dengan pasti berapa banyak jumlah nikotin yang dikonsumsi
yang bisa menyebabkan kanker leher rahim.
Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia. Wanita yang terkena
penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena
virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher
rahim sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin
berisiko terkena kanker leher rahim.
Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan
banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari
berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang sering
melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk
terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang ibu
melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di
organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan
memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai
penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.
Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama. Penggunaan
kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4
tahun dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali.
Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker leher
rahim karena jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang

disukai oleh hormon steroid perempuan. Hingga tahun 2004, telah


dilakukan studi epidemiologis tentang hubungan antara kanker leher
rahim dan penggunaan kontrasepsi oral. Meskipun demikian, efek
penggunaan kontrasepsi oral terhadap risiko kanker leher rahim masih
kontroversional. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh
Khasbiyah (2004) dengan menggunakan studi kasus kontrol. Hasil
studi tidak menemukan adanya peningkatan risiko pada perempuaN
pengguna atau mantan pengguna kontrasepsi oral karena hasil
penelitian tidak memperlihatkan hubungan dengan nilai p>0,05.
D. Etiologi
- Human Papiloma Virus (HPV)
- Resiko Rendah: HPV tipe 6, 11, 42, 43 dan 44
- Resiko Menengah: HPV tipe 31, 33, 35, 51 dan 52
- Resiko Tinggi: HPV tipe 16, 18, 45 dan 56
E. Pathogenesis
- Infeksi virus diawali dengan menempelnya protein virus pada dinding
sel dan mengekstraksi semua protein sel itu kemudian semua protein
sel ditandai (berupa garis-garis) berdasarkan polaritasnya. Jika
polaritasnya sama dengan polarutas virus maka, dapat dikatakan bahwa
sel tersebut telah terinfeksi virus HPV (human pailoma virus).
- Human Papiloma Virus (HPV) terdiri dari regiom E dan L. yang dapat
menyebabkan keganasan adalah region E6 dan E7. Pada saat terjadi
integrasi (penyatuan) DNA virus dengan DNA sel tubuh maka akan
menyebabkan region E2 virus tidak berfungsi, selain itu hal ini juga
memyebabkan E6 dan E7 teraktivasi. Region E6 berfungsi untuk
menginaktifasikan gen p53 yang berfungsi sebagai supresi
pertumbuhan sel tumor, sehingga jika gen p53 terinaktifasi maka yang
terjadi adalah kegagalan pengendalian pertumbuhan sel dan sel
membelah terus tanpa terkontrol sampai terjadi dysplasia.

Gambar patomekanisme HPV


F. Manifestasi Klinik
-

Stadium dini tanpa gejala

Gejala awal : vaginal discharge berbau & perdarahan vagina pasca


kontak

Tahap lanjut : nyeri pelvik, nyeri tulang belakang (hidronefrosis),


hematuria, hematokezia, fistel rektovagina

G. Diagnosis
-

Pemeriksaan fisik
Lesi endofilik, eksofilik, serviks teraba kaku, & pembesaran kel.
Inguinal, supraklavikular, & hepar
- Pap smear
- TCT (Thinprep Cytologic Test)
- IVA (Inspeksi Visual As.asetat)
- Kolposkopi
- Biopsi
- Tumor marker tdk spesifik
Penunjang Lain : foto thoraks, IVP, limfangiografi, arteriografi,
CTscan, MRI, laparoskopi
H. Penatalaksanaan
Terapi karsinoma serviks dilakukan bila mana diagnosis telah
dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang
matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan la
njutan (tim kanker / tim onkologi). Pemilihan pengobatan kanker leher

rahim tergantung pada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia,
keadaan umum penderita, dan rencana penderita untuk hamil lagi. Lesi
tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut,
terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu
pemeriksaan biopsi. Pengobatan pada lesi prekanker bisa berupa
kriosurgeri (pembekuan), kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi),
pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa
melukai jaringan yang sehat di sekitarnya dan LEEP (loop electrosurgical
excision procedure) atau konisasi.
2. KARSINOMA ENDOMETRIUM
Karsinoma endometrium berasal dari endometrium, karena berasala dari
korpus uteri, juga disebut karsioma uteri. Dari keganasan ginekologik,
karsinoma endometrium menempati 20-30%,bersama karsinoma serviks uteri,
karsinoam ovarium merupakan 3 jenis keganasan ginekologik yang paling
sering kutemukan.
Karena kekhususan lokasi anatomisnya, kavum uteri dan vagina
berhubunagn dengan dunia luar, gejala awal karsinoma endometrium seperti
perdarahan pervaginam dapat cepat menarik perhatian dokter maupun pasien,
mudah ditemukan dini. Umumnya kasus ketika ditegakkan diagnosis lesi
masih terbatas pada uterus selain terdapat lapisan otot cukup tebal melapisi
endometrium sehingga tidak mudah mnyebar, metastasis terjadi relative
lambat, maka prognosis relative baik
A. Etiologi
Etiologi karsinoma endometrium belum jelas. Melalui survey epidemiologi
dan ekspremen etiologinya dianggap sbb.
-

Infertilitas

Menarke dini atau menopause tertunda

Kekacauan fungsi hipofisis

Penyakit ovary feminisasi

Hormone estrogen eksogen

B. Manifestasi Klinik
Pada pasien karsinoma endometrium stadium dini dapat tak memiliki
gejala. Sejalan progresi penyakit, dapat timbul gejala berikut.
-

Perdarahan abnormal per vaginam,

Ini adalah gejala paling utama dari karsinoma endometrium, insiden


mencapai 100% yang datang dengan keluhan utama ini mencapai
80%. Manifestasi dapat berupa perdarahan per vaginam pasca
menopause,kekacauan siklus haid pada wanita usia reproduksi,masa
haid memanjang,menoragia,bahkan perdarahan massif dll.
-

Sekresi abnormal per vaginam

Nyeri

Manifestasi metastasis kanker.

C. Terapi
Metode terapi karsinoma endometrium adalah operasi, radioterapi,
kemoterapi dll. Metode paling sering dilakukan adalah operasi dan
radioterapi.
3. POLIP SERVIKS
Umumnya bertangkai, berasal dari mucosa intracervikal tapi kadang-kadang
dapat pula tumbuh dari daerah portio.
A. Makroskopis
Dapat tunggal atau multipel dengan ukuran beberapa sentimeter, warna
kemerah-merahan dan rapuh. Kadang-kadang tangkainya jadi panjang
sampai menonjol dari introitus. Kalau asalnya dari portio konsistensinya
lebih keras dan pucat dengan tangkai yang tebal.
B. Tanda dan Gejala
Sering tidak memberikan gejala apa-apa dan baru diketahui pada
pemeriksaan rutin lainnya. Kalu besar dapat menyebabkan fluor dan
perdarahan intermenstrual atau perdarahan kontak setelah koitus.
Mengejan terlalu kuat seperti waktu defekasi dapat pula menyebabkan
perdarahan. Seringkali gejala-gejalanya mirip dengan carsinoma pada
stadium awal.
C. Terapi :
Ekstirpasi (+ curetase)
Cauterisasi

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai