Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN KULIT DAN KELAMIN

Laporan Kasus
FAKULTAS KEDOKTERAN
Oktober 2019
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

“PITIRIASIS VERSICOLOR”

Disusun Oleh :

Nur Fitri Syam, S.Ked.

(1055 0540 2119)

Pembimbing :

dr. Muji Iswanty, S.H,.M.H, Sp.KK, M.Kes

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat (Kedokteran Keluarga)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nur Fitri Syam, S.Ked

Judul Laporan Kasus : Pitiriasis Versicolor

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Kulit

dan Kelamin Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Oktober 2019

Pembimbing

dr. Muji Iswanty, S.H,.M.H, Sp.KK, M.Kes

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan

hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan

hamba-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan kasus dengan judul

Pitiriasis Versicolor Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam

menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Kulit dan Kelamin

Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas laporan kasus.

Namun berkat bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-

teman sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Penulis sampaikan terima kasih

banyak kepada dr. Muji Iswanty, S.H,.M.H, Sp.KK, M.Kes, selaku

pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam

membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas

ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari yang

diharapkan oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima

kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga laporan

kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus.

Makassar, Oktober 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................. 1

LEMBARAN PENGESAHAN................................................................ 2

KATA PENGANTAR .............................................................................. 3

DAFTAR ISI ............................................................................................. 4

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang .......................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Pitiriais Versicolor ..................................................... 7

B. Etiologi Pitiriasis Versicolor ................................................... 7

C. Epidemiologi ............................................................................ 7

D. Patogenesis ............................................................................... 8

E. Tanda dan Gejala Klinis ........................................................... 8

F. Pemeriksaan Laboratorium ...................................................... 9

G. Diagnosa .................................................................................. 9

H. Diagnosis Banding .................................................................. 9

I. Pengobatan ............................................................................... 11

BAB III LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien......................................................................... 13

4
B. Resume ..................................................................................... 13

C. Status Presens ........................................................................... 14

D. Status Dermaatologi ................................................................. 14

E. Diagnosis Banding .................................................................. 15

F. Diagnosis .................................................................................. 15

G. Penetalaksanaan ....................................................................... 15

H. Prognosis .................................................................................. 16

BAB IV KESIMPULAN ........................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 19

5
BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi non-dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada kulit yang paling luar.
Hal ini disebabkan jenis jamur ini tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat
mencerna keratin kulit dan tetap hanya menyerang lapisan kulit yang paling luar.
Pertumbuhannya pada kulit (stratum korneum) berupa kelompok sel-sel bulat,
bertunas, berdinding tebal dan memiliki hifa yang berbatang pendek dan bengkok,
biasanya tidak menyebabkan tanda-tanda patologik selain sisik halus sampai
kasar. Bentuk lesi tidak teratur, berbatas tegas sampai difus dan ukuran lesi dapat
milier,lentikuler, numuler sampai plakat.
Pitiriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi disebabkan
oleh Malasezia furfur. Mallasezia furfur, merupakan organisme saprofit pada kulit
normal. Bagaimana perubahan dari saprofit menjadi patogen belum diketahui.
Penyakit jamur kulit ini adalah penyakit yang kronik dan asimtomatik ditandai
oleh bercak putih sampai coklat yang bersisik. Kelainan ini umumnya menyerang
badan dan kadang- kadang terlihat di ketiak, sela paha,tungkai atas, leher, muka
dan kulit kepala. Di Indonesia mungkin lebih dikenal sebagai penyakit kulit
karena jamur yang disebut “panu”, Pitiriasis versicolor adalah infeksi jamur
umum yang sering ditemukan pada dewasa dan remaja. Sebutan versicolor berasal
dari fakta bahwa infeksi ini menyebabkan kulit yang terlibat mengalami
perubahan warna, baik menjadi lebih gelap maupun menjadi lebih terang,
daripada area kulit sekitarnya.
Pitiriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan mempunyai
kelembapan tinggi. Walaupun kelainan kulit lebih terlihat pada orang berkulit
gelap, namun angka kejadian tinea versikolor sama di semua ras. Angka kejadian
sebelum pubertas atau setelah usia 65 tahun jarang ditemukan. Di negara tropis,
penyakit ini lebih sering terjadi pada usia 10-19 tahun. Beberapa faktor dapat
meningkatkan angka terjadinya pitiriasis versikolor, diantaranya adalah turunnya
kekebalan tubuh, faktor temperature, kelembapan udara, hormonal dan keringat.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Pitiriasis Versicolor

Pitiriasi Versikolor (PV) adalah infeksi kulit superfiacial kronik yang


disebabkan oleh ragi genus Malassezia, umumnya tidak memberikan gejala
subjektif, ditandai oleh area depigmentasi atau dikolorasi berskuama halus,
tersebar diskret dan konfluen terutama terdapat pada bagian atas yaitu muka,
leher, badan lengan atas, ketiak paha dan lipatan paha.

B. Etiologi Pitiriasis Versicolor


PV disebabkan oleh Malessezia spp. Ragi yang bersifat lipofilik yang
merupakan flora normal pada kulit. Jamur ini juga bersifat dimorfik, bentuk
ragi dapat berubah menjadi hifa. Dahulu ragi ini digolongkan sebagai genus
Pityrosporum (terdiri atas Pityrosporum ovale dan Pityrosporum orbiculare)
kemudianmengalami reklasifikasi sebagai genus Malessezia.

Berdasarkan analisis genetik dididentifikasi 6 spesies lipofilik pada kulit


manusia yakni M.furfur, M.sympodialis, M.globosa, M.restricta, Msloofiae,
M.obtusadan satu spsies kurang lipofilikdan biasa terdapat pada kulit hewan,
M.pachydermatis. selajutnya dilaporkan spesies lain M.dermatis, M.yaponica,
M.nana, M.caprae, M.equine. sifat lipofilik menyebabkan ragi ini banyak
berkolonisasi pada daerah yang kaya sekret kelenjar sebasea. Beberapa studi
terpisah menujukkan bahwa M.globosa banyak berhubungan dengan PV tetapi
studi lain menujukkan bahwa M.sympodialisndan M.furfur yang predominan
pada PV

C. Epidemiologi
PV merupakan penyakit universal, terutama di daerah tropis. Tidak
terdapat perbedaan berdasarkan jenis kelamin tetapi terdapat perbedaab

7
kerentanan berdasarkan usia, yakni lebih banyak ditemukan pada remaja dan
dewasa muda jarang pada anak dan orang tua. Di indonesia kelainan ini
merupakan penyakit yang banyak ditemukan diantara berbagai penyakit kulit
akibat jamur.

D. Patogenesis
Malassezia spp. Yang semula berbentuk ragi saprofit akan berubah bentuk
menjadi bentuk miselia yang menyebabkan kelainan kulit PV. Kondisi atau faktor
predisposisi yang diduga dapat menyebabkan perubahan tersebut berupa suhu,
kelembaban lingkungan yang tinggi dan tagangan CO2 yang tinggi permukaan
kulit akibat oklusi, faktor genetik, hiperhidrosis, kondisi imunosupresif, dan
malnutrisi.

Beberapa mekanisme di anggap merupan penyebab perubahan warna pada


lesi kulit, yakni Malessezia spp. Memproduksi asam dikarboksilat (a.l.asam
azeleat) yang mengganggu pembentukan pigmen melanin, dan memproduksi
metabolit (pitiryacitrin) yang mempunyai kemampuan absorsi sinar ultraviolet
sehingga menyebabkan lesi hipopigmentasi. Mekanisme terdinya lesi
hiperpigmentasi belum jelas, tetapi satu studi menujukkan pada pemeriksaan
mikroskopik elektron didapati ukuran melanosom yang lebih besar dari normal.
Lapisan keratin yang lebih tebal juga dijumpai pada lesi hiperpigmentasi.

E. Tanda dan Gejala Klinis


Lesi PV terutama terdapat pada badan bagian atas, leher dan perut ektremitas
sisi proksimal. Kadang ditemukan pada wajah skalp dapat juga ditemukan pada
aksilla, lipatan paha, genitalia. Lesi berupa makula berbatas tegas, dapat
hipopigmentasi, hiperpigmentasi, kadan eritematosa, terdiri atas berbagai
ukurandan berskuama halus (pitirisiaformis). Umumnya tidak di sertai gejala
subjektif, hanya berupa kosmetis, meskipun kadaang ada pruritus ringan.

Variasi warna lesi pada penyakit ini tergantung pada pigmen normal kulit
penderita, papasinar matahari, dan lamanya penyakit. Kadang-kadang warna lesi

8
sulit dilihat, tetapi skuamanya dapat dilihat dengan pemeriksaan goresan pada
permukaan lesi dengan kuret atau kuku jari tangan (coupd’angle dari Beisner)

F. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan dengan lampu Wood dapat memperlihatkan fluoresensi
kekuningan akibat metabolit asam karboksilat, yang digunakan sebagai petunjuk
lesi PV dan mendeteksi sebaran lokasi lesi. Perlu diwaspadai pemeriksaan
fluoresensi positif palsu yang anatara lain dapat karena penggunaan salap yang
mengandung asam salisilat, tetrasiklin. Negatif palsu dapat terjadi pada orang
yang rajin mandi.

Pemeriksaan mikologis langsung sediaan kerokan kulit akan menujukkan


kumpulan hifa pendek dan sel ragi yang bulat, kadang oval. Gambaran demikan
menyebabkan sebutan berupa ‘spaghetti and meatballs’ atau ‘bananas and
grapes’ .Sediaan diambil dengan kerokan ringa kulit mengunakkan skalpel atau
dengan merekatkan selotip. Pemeriksaan menggunakan larutan KOH 20% dan
dapat ditambahkan sedikit tinta-biru hitam untuk memperjelas gambaran elemen
jamur.

G. Diagnosis
Dugaan diagnosis PV jika ditemukan gambaran klinis adanya lesi di daerah
predileksi berupa makula berbatas tegas dab berwarna putih, kemerahan, sampai
dengan hitam berskuama halus. Pemeriksaan dengan lampu WOOd untuk melihat
fluoresensi kuning keemasan membantu dignosis klinis. Konfirmasi diagnosis
dengan didapatnya hasil positif pada pemeriksaan mikologis kerokan kulit.

H. Diagnosis Banding
1. Pitiriasia alba
 Defenisi

9
Pitiriasis alba adalah dermatitis yang tidak spesifik, sering di
jumpai pada anak dan remaja terutama mengenai daerah wajah
dan leher. Penyebabnya diduga jumlah pajana sinar matahari
dan tidak memakai tabir surya.
 Kriteria Diagnostik Klinis
o Didahului plak eritematosa ringan dengan tepi sedikit
meninggi, yang memudar setelah beberapa pekan
menjadi makula/plak berwarna merah muda/pucat
dengan skuama putih halus diatasnya (powdery white
scale). Lesi kemudian berkembang menjadi makula dan
patch hipopigmentasi tanpa skuama yang menetap
sampai beberapa bulan atau tahun.
o Tempat predileksi: wajah, lengan sisi ekstensor,
punggung dan badan.
o Plak hipopigmentasi atau sewarna kulit dengan skuama
halus, bentuk bulat-oval tak beraturan, batas agak tegas,
ukuran lentikular, numular, sampai plakat.
o Pitiriasis Alba pigmented merupakan variab dari klasik
dengan infeksi dermatofit superfisial, hampir mengenai
wajah. Secara klinis ditandai oleh hiperpigmentasi yang
dikelilingi daerah hipopigmentasi berskuama.

10
2. Pitiriasis rosea
 Defenisi
Pitiriasis alba adalah erupsi kulit yang akut dan sering
dijumpai, bersifat hilang sendiri, secara khas di mulai sebagai
plak oval dan skuama halus pada badan (herald pacth).
Berhubungan degan reaktivasi HHV7 dan HHV6 bersifat
asimtomatik, kadang flu like symptoms
 Kriteria Diagnostik Klinis
o Lesi ini berbatas tegas diameter 2-4 cm berbentuk oval
atau bulat berwarna salmon/eritematosa atau
hiperpigmentasi terutama pada pasien dengan warna
kulit gelap. Jarang pada wajah dan penis.
o Lesi primer terdapat pada bagian badan tertutup baju,
leher atau ekstremitas proksimal. Lesi sekunder terbagi
atas 2 yaitu : (1) plak kecil menyerupai plak primer
tetapi berukuran lebih kecil dengan distribusi pola
seperti pohon cemara, (2) papul kecil, kemerahan
biasanya tanpa skuama yang secara bertahap bertambah
jumlah dan menyebar keperifer.

11
3. Dermatitis seboroik
 Defenisi
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering
terdapat pada daerah tubuh berambut, terutama pada kulit
kepala, alis mata dan muka.
 Gejala klinis
o Distribusi biasanya bilateral berupa bercak atau pun
plakat dengan batas yang tidak jelas, eritem ringan dan
sedang, skuama bemiyak dan kekuningan
o Dermatitis seboroik ringan hanya di dapati skuama pada
kulit kepala, skuama berwarna putihdan merata tanpa
eritem.
o Dermatitis seboroik berat dapat mengenai alis mata,
kening pangkal hidung, sulcus nasolabialis, belakang
telinga, dan daerah diantara skapula.

I. Pengobatan
1. Non medika mentosa
Hindari suasana lembab, panas, dan keringatan berlebih
2. Medika mentosa
 Topikal

12
o Obat pilihan : sampo selenium sulfida 2,5% atau sampo
zinc pyrithone dioleskan di seluruh daerah yang
terinfeksi/seluruh badan, 7-10 menit sebelum mandi,
sekali/hari atau 3-4 kali sepekan. Khusus untuk daerah
wajah dan genitalia di gunakan vehikulum solution atau
golongan azol topikal (krim mikonazol 2x/hari)
o Alternatif : sampo ketokanazole 2% dioleskan pada
daerah yang terinfeksi seluruh badan, 5 menit sebwlum
mandi, selama 3 hari berturut-turut, atau terbinafin 1%
di oleskan pada daerah yang terinfeksi, 2x/hari selama 7
hari
 Untuk lesi luas atau jika sulit di sembuhkan dapat digunakan
ketokanazole oral 200 mg/hari selama 10 hari
o Alternatif : itrakanazol 200-400 mg/hari selama 7 hari
dan flukanazol 400 mg single dose
Obat dihentikan bila pemeriksaan klinis, lampu wood
dan pemeriksaan mikologis landsung berturut-turut
selang sepekan telah negatif
 Pada kasus kronik berulang terapi pemeliharaan dengan topikal
tiap 1-2 pekan atau sistemik ketokanazol 2x200 mg/hari sekali
sebulan.

BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Munzyir Marans

Jenis kelamin : Laki-laki

13
Umur : 35 tahun

Pekerjaan : Buruh harian Lepas

Status : Menikah

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Alamat : Jln Abdul Kadir II

Nomor RM : 030643

B. Resume

Seorang laki-laki berumur 35 tahun, menikah, beragama Islam


pekerjaan sebagai buruh, datang dengan keluhan utama bercak-bercak
keputihan pada pipi punggung dan perut yang terasa gatal, yang semakin
lama makin bertambah bercaknya dengan ukuran yang variatif, gatal
terutama jika di tengah panas dan berkeringat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan dan yang lain-lain dalam batas
normal. Pada pemeriksaan dermatologikus, didapatkan effloresensi makula
hipopigmentasi di region abdominalis dan lumbalis, dengan lesi multipel,
diskret, bentuk anular, bentuk lesi teratur dengan batas tegas, tepi tidak
menimbul dan tidak aktif, ukuran variatif di mana yang terbesar ukuran
lentikular dan terkecil ukuran miliar.

Pada pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit di punggung dengan larutan


KOH 20% ditemui hifa dan spora.

C. Status Presens

Pemeriksaan Klinik:

Keadaan Umum : Sakit (Ringan, sedang, berat)

: Kesadaran (Composmentis, uncomposmentis)

14
D. Status Dermatologi

 Distribusi : regional

 Ad regio : regio abdominalis dan lumbalis.

 Lesi : multipel, diskret, bentuk anular, bentuk lesi teratur dengan

batas tegas, tepi tidak menimbul dan tidak aktif, ukuran variatif di

mana yang terbesar ukuran lentikular dan terkecil ukuran miliar.

 Efloresensi : makula hipopigmentasi.

 Regio Abdominalis dan Lumbalis.

Pemeriksaan KOH

Pada pemeriksaan mikologik kerokan kulit dilakukan pada area punggung dengan
KOH 20 % didapatkan hasil : Hifa (+) dan Spora (+).

15
E. Diagnosis Banding

 Dermatitis seboroik

 Pitiriasis Rosea

 Pitiriasis Alba

F. Diagnosis

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosa dengan

Pitiriasis Versicolor

G. Penatalaksanaan

 Non Medikamentosa
o Menyarankan kepada pasien agar menghindari faktor pencetus
terjadinya pitiriasis versicolor.
o Pasien dinasehatkan supaya tidak berada di lingkungan yang panas
dan lembab supaya tidak kambuh setelah pengobatan
 Medikamentosa
o Itraconazol cap 2 x 100mg selama 5-7 hari

16
o Lucio selenium sulfide 2,5% dioles setiap hari 15-30 menit
kemudian dibilas. Seminggu 2 kali.
H. Prognosis

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad function : Bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

17
BAB IV

KESIMPULAN

Infeksi non-dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada kulit yang paling
luar. Hal ini disebabkan jenis jamur ini tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat
mencerna keratin kulit dan tetap hanya menyerang lapisan kulit yang paling luar.
Bentuk lesi tidak teratur, berbatas tegas sampai difus dan ukuran lesi dapat
milier,lentikuler, numuler sampai plakat.
Penderita pitiriasis versicolor biasanya datang dengan keluhan timbul
bercak putih pada daerah tubuh dan terasa sangat gatal ketika sedang berkeringat.
Pitiriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan mempunyai
kelembapan tinggi.
Pitiriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi disebabkan
oleh Malasezia furfur. Di negara tropis, penyakit ini lebih sering terjadi pada usia
10-19 tahun. Beberapa faktor dapat meningkatkan angka terjadinya pitiriasis
versikolor, diantaranya adalah turunnya kekebalan tubuh, faktor temperature,
kelembapan udara, hormonal dan keringat.
Keluhan timbul bercak putih pada daerah punggung dan perut di sertai
dengan makula hipopigmentasi di region abdominalis dan lumbalis, dengan lesi
multipel, diskret, bentuk anular, bentuk lesi teratur dengan batas tegas, tepi tidak
menimbul dan tidak aktif, ukuran variatif di mana yang terbesar ukuran lentikular
dan terkecil ukuran miliar.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan


dengan KOH 10 % menemukan adanya spora dan hifa. Pemeriksaan dengan
lampu Wood dapat memperlihatkan fluoresensi kekuningan akibat metabolit asam
karboksilat, yang digunakan sebagai petunjuk lesi PV dan mendeteksi sebaran
lokasi lesi. Penatalaksanaan pitiriasis versicolor berupa pengobatan yang bersifat
sistemik dan juga topikal.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Bramono.K, Budimulja.U. Pitiriasis Versicolor. In: Djuanda A, editor.


Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 7th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia 201
2. Ruiz-Maldonado R. Hypomelanotic conditions of the newborn and infant.
Dermatol Clin 2007; 25: 373-82.
3. Lin RL, Janniger CK. Pityriasis alba. Cutis 2005; 76: 21- 4.
4. Lapeere H, Boone B, De Schepper S, et al. Hypomelanoses and
hypermelanoses. Dalam: Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.
Edisi ke-8. Editor: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ. Mc Grew Hill: New York, 2012 p. 807-8.
5. Blauvelt A. Pityriasis Rosea. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. 8th. New York: Mc Graw Hill Companies Inc; 2012. p.
458-63.
6. Wood GS, Reizner GT. Other papulosquamous disorders. In: Bolognia JL,
Jorizzo JL, Schaffer JV. Dermatology. 3rd ed. New York: Elsevier; 2013.
p. 165- 7.
7. Paller AS, Mancini AJ. Papulosquamous and related disorders. Hurwitz
Clinical Pediatric Dermatology. 4th ed. Edinburgh: Elsevier; 2011. p. 86-7.
8. Sterling JC. Virus infections. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths
C. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. United Kingdom: Willey
Blackwell; 2010. p.33.78-81.
9. Bramono K, Suyoso S, Indriatmi W, Ramali LM, Widaty S, Ervianty
E, editor. Dalam Dermatomikosis Superfisialis edisi ke 2. Jakarta : BP
FKUI, 2013; 24-34

19
10.Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in general
medicine. Edisi ke-8. New York : Mc Graw-Hill, 2012;2307
11.Lange DS, et all/ Ketokonazol 2 % shampoo in the treatment of tinea
versicolor: A multicentre randomized, double blind, placebo controlled
trial. J A A D,1998; 39 ( 6 ): 944-950

20

Anda mungkin juga menyukai