Laporan Kasus
FAKULTAS KEDOKTERAN
Oktober 2019
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
“PITIRIASIS VERSICOLOR”
Disusun Oleh :
Pembimbing :
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat (Kedokteran Keluarga)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
1
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Kulit
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan
Pitiriasis Versicolor Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam
Namun berkat bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-
teman sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Penulis sampaikan terima kasih
pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari yang
diharapkan oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima
kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus.
Penulis
3
DAFTAR ISI
LEMBARAN PENGESAHAN................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
C. Epidemiologi ............................................................................ 7
D. Patogenesis ............................................................................... 8
G. Diagnosa .................................................................................. 9
I. Pengobatan ............................................................................... 11
A. Identitas Pasien......................................................................... 13
4
B. Resume ..................................................................................... 13
F. Diagnosis .................................................................................. 15
G. Penetalaksanaan ....................................................................... 15
H. Prognosis .................................................................................. 16
5
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi non-dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada kulit yang paling luar.
Hal ini disebabkan jenis jamur ini tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat
mencerna keratin kulit dan tetap hanya menyerang lapisan kulit yang paling luar.
Pertumbuhannya pada kulit (stratum korneum) berupa kelompok sel-sel bulat,
bertunas, berdinding tebal dan memiliki hifa yang berbatang pendek dan bengkok,
biasanya tidak menyebabkan tanda-tanda patologik selain sisik halus sampai
kasar. Bentuk lesi tidak teratur, berbatas tegas sampai difus dan ukuran lesi dapat
milier,lentikuler, numuler sampai plakat.
Pitiriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi disebabkan
oleh Malasezia furfur. Mallasezia furfur, merupakan organisme saprofit pada kulit
normal. Bagaimana perubahan dari saprofit menjadi patogen belum diketahui.
Penyakit jamur kulit ini adalah penyakit yang kronik dan asimtomatik ditandai
oleh bercak putih sampai coklat yang bersisik. Kelainan ini umumnya menyerang
badan dan kadang- kadang terlihat di ketiak, sela paha,tungkai atas, leher, muka
dan kulit kepala. Di Indonesia mungkin lebih dikenal sebagai penyakit kulit
karena jamur yang disebut “panu”, Pitiriasis versicolor adalah infeksi jamur
umum yang sering ditemukan pada dewasa dan remaja. Sebutan versicolor berasal
dari fakta bahwa infeksi ini menyebabkan kulit yang terlibat mengalami
perubahan warna, baik menjadi lebih gelap maupun menjadi lebih terang,
daripada area kulit sekitarnya.
Pitiriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan mempunyai
kelembapan tinggi. Walaupun kelainan kulit lebih terlihat pada orang berkulit
gelap, namun angka kejadian tinea versikolor sama di semua ras. Angka kejadian
sebelum pubertas atau setelah usia 65 tahun jarang ditemukan. Di negara tropis,
penyakit ini lebih sering terjadi pada usia 10-19 tahun. Beberapa faktor dapat
meningkatkan angka terjadinya pitiriasis versikolor, diantaranya adalah turunnya
kekebalan tubuh, faktor temperature, kelembapan udara, hormonal dan keringat.
6
BAB II
PEMBAHASAN
C. Epidemiologi
PV merupakan penyakit universal, terutama di daerah tropis. Tidak
terdapat perbedaan berdasarkan jenis kelamin tetapi terdapat perbedaab
7
kerentanan berdasarkan usia, yakni lebih banyak ditemukan pada remaja dan
dewasa muda jarang pada anak dan orang tua. Di indonesia kelainan ini
merupakan penyakit yang banyak ditemukan diantara berbagai penyakit kulit
akibat jamur.
D. Patogenesis
Malassezia spp. Yang semula berbentuk ragi saprofit akan berubah bentuk
menjadi bentuk miselia yang menyebabkan kelainan kulit PV. Kondisi atau faktor
predisposisi yang diduga dapat menyebabkan perubahan tersebut berupa suhu,
kelembaban lingkungan yang tinggi dan tagangan CO2 yang tinggi permukaan
kulit akibat oklusi, faktor genetik, hiperhidrosis, kondisi imunosupresif, dan
malnutrisi.
Variasi warna lesi pada penyakit ini tergantung pada pigmen normal kulit
penderita, papasinar matahari, dan lamanya penyakit. Kadang-kadang warna lesi
8
sulit dilihat, tetapi skuamanya dapat dilihat dengan pemeriksaan goresan pada
permukaan lesi dengan kuret atau kuku jari tangan (coupd’angle dari Beisner)
F. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan dengan lampu Wood dapat memperlihatkan fluoresensi
kekuningan akibat metabolit asam karboksilat, yang digunakan sebagai petunjuk
lesi PV dan mendeteksi sebaran lokasi lesi. Perlu diwaspadai pemeriksaan
fluoresensi positif palsu yang anatara lain dapat karena penggunaan salap yang
mengandung asam salisilat, tetrasiklin. Negatif palsu dapat terjadi pada orang
yang rajin mandi.
G. Diagnosis
Dugaan diagnosis PV jika ditemukan gambaran klinis adanya lesi di daerah
predileksi berupa makula berbatas tegas dab berwarna putih, kemerahan, sampai
dengan hitam berskuama halus. Pemeriksaan dengan lampu WOOd untuk melihat
fluoresensi kuning keemasan membantu dignosis klinis. Konfirmasi diagnosis
dengan didapatnya hasil positif pada pemeriksaan mikologis kerokan kulit.
H. Diagnosis Banding
1. Pitiriasia alba
Defenisi
9
Pitiriasis alba adalah dermatitis yang tidak spesifik, sering di
jumpai pada anak dan remaja terutama mengenai daerah wajah
dan leher. Penyebabnya diduga jumlah pajana sinar matahari
dan tidak memakai tabir surya.
Kriteria Diagnostik Klinis
o Didahului plak eritematosa ringan dengan tepi sedikit
meninggi, yang memudar setelah beberapa pekan
menjadi makula/plak berwarna merah muda/pucat
dengan skuama putih halus diatasnya (powdery white
scale). Lesi kemudian berkembang menjadi makula dan
patch hipopigmentasi tanpa skuama yang menetap
sampai beberapa bulan atau tahun.
o Tempat predileksi: wajah, lengan sisi ekstensor,
punggung dan badan.
o Plak hipopigmentasi atau sewarna kulit dengan skuama
halus, bentuk bulat-oval tak beraturan, batas agak tegas,
ukuran lentikular, numular, sampai plakat.
o Pitiriasis Alba pigmented merupakan variab dari klasik
dengan infeksi dermatofit superfisial, hampir mengenai
wajah. Secara klinis ditandai oleh hiperpigmentasi yang
dikelilingi daerah hipopigmentasi berskuama.
10
2. Pitiriasis rosea
Defenisi
Pitiriasis alba adalah erupsi kulit yang akut dan sering
dijumpai, bersifat hilang sendiri, secara khas di mulai sebagai
plak oval dan skuama halus pada badan (herald pacth).
Berhubungan degan reaktivasi HHV7 dan HHV6 bersifat
asimtomatik, kadang flu like symptoms
Kriteria Diagnostik Klinis
o Lesi ini berbatas tegas diameter 2-4 cm berbentuk oval
atau bulat berwarna salmon/eritematosa atau
hiperpigmentasi terutama pada pasien dengan warna
kulit gelap. Jarang pada wajah dan penis.
o Lesi primer terdapat pada bagian badan tertutup baju,
leher atau ekstremitas proksimal. Lesi sekunder terbagi
atas 2 yaitu : (1) plak kecil menyerupai plak primer
tetapi berukuran lebih kecil dengan distribusi pola
seperti pohon cemara, (2) papul kecil, kemerahan
biasanya tanpa skuama yang secara bertahap bertambah
jumlah dan menyebar keperifer.
11
3. Dermatitis seboroik
Defenisi
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering
terdapat pada daerah tubuh berambut, terutama pada kulit
kepala, alis mata dan muka.
Gejala klinis
o Distribusi biasanya bilateral berupa bercak atau pun
plakat dengan batas yang tidak jelas, eritem ringan dan
sedang, skuama bemiyak dan kekuningan
o Dermatitis seboroik ringan hanya di dapati skuama pada
kulit kepala, skuama berwarna putihdan merata tanpa
eritem.
o Dermatitis seboroik berat dapat mengenai alis mata,
kening pangkal hidung, sulcus nasolabialis, belakang
telinga, dan daerah diantara skapula.
I. Pengobatan
1. Non medika mentosa
Hindari suasana lembab, panas, dan keringatan berlebih
2. Medika mentosa
Topikal
12
o Obat pilihan : sampo selenium sulfida 2,5% atau sampo
zinc pyrithone dioleskan di seluruh daerah yang
terinfeksi/seluruh badan, 7-10 menit sebelum mandi,
sekali/hari atau 3-4 kali sepekan. Khusus untuk daerah
wajah dan genitalia di gunakan vehikulum solution atau
golongan azol topikal (krim mikonazol 2x/hari)
o Alternatif : sampo ketokanazole 2% dioleskan pada
daerah yang terinfeksi seluruh badan, 5 menit sebwlum
mandi, selama 3 hari berturut-turut, atau terbinafin 1%
di oleskan pada daerah yang terinfeksi, 2x/hari selama 7
hari
Untuk lesi luas atau jika sulit di sembuhkan dapat digunakan
ketokanazole oral 200 mg/hari selama 10 hari
o Alternatif : itrakanazol 200-400 mg/hari selama 7 hari
dan flukanazol 400 mg single dose
Obat dihentikan bila pemeriksaan klinis, lampu wood
dan pemeriksaan mikologis landsung berturut-turut
selang sepekan telah negatif
Pada kasus kronik berulang terapi pemeliharaan dengan topikal
tiap 1-2 pekan atau sistemik ketokanazol 2x200 mg/hari sekali
sebulan.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
13
Umur : 35 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Nomor RM : 030643
B. Resume
C. Status Presens
Pemeriksaan Klinik:
14
D. Status Dermatologi
Distribusi : regional
batas tegas, tepi tidak menimbul dan tidak aktif, ukuran variatif di
Pemeriksaan KOH
Pada pemeriksaan mikologik kerokan kulit dilakukan pada area punggung dengan
KOH 20 % didapatkan hasil : Hifa (+) dan Spora (+).
15
E. Diagnosis Banding
Dermatitis seboroik
Pitiriasis Rosea
Pitiriasis Alba
F. Diagnosis
Pitiriasis Versicolor
G. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
o Menyarankan kepada pasien agar menghindari faktor pencetus
terjadinya pitiriasis versicolor.
o Pasien dinasehatkan supaya tidak berada di lingkungan yang panas
dan lembab supaya tidak kambuh setelah pengobatan
Medikamentosa
o Itraconazol cap 2 x 100mg selama 5-7 hari
16
o Lucio selenium sulfide 2,5% dioles setiap hari 15-30 menit
kemudian dibilas. Seminggu 2 kali.
H. Prognosis
17
BAB IV
KESIMPULAN
Infeksi non-dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada kulit yang paling
luar. Hal ini disebabkan jenis jamur ini tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat
mencerna keratin kulit dan tetap hanya menyerang lapisan kulit yang paling luar.
Bentuk lesi tidak teratur, berbatas tegas sampai difus dan ukuran lesi dapat
milier,lentikuler, numuler sampai plakat.
Penderita pitiriasis versicolor biasanya datang dengan keluhan timbul
bercak putih pada daerah tubuh dan terasa sangat gatal ketika sedang berkeringat.
Pitiriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan mempunyai
kelembapan tinggi.
Pitiriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi disebabkan
oleh Malasezia furfur. Di negara tropis, penyakit ini lebih sering terjadi pada usia
10-19 tahun. Beberapa faktor dapat meningkatkan angka terjadinya pitiriasis
versikolor, diantaranya adalah turunnya kekebalan tubuh, faktor temperature,
kelembapan udara, hormonal dan keringat.
Keluhan timbul bercak putih pada daerah punggung dan perut di sertai
dengan makula hipopigmentasi di region abdominalis dan lumbalis, dengan lesi
multipel, diskret, bentuk anular, bentuk lesi teratur dengan batas tegas, tepi tidak
menimbul dan tidak aktif, ukuran variatif di mana yang terbesar ukuran lentikular
dan terkecil ukuran miliar.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
10.Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in general
medicine. Edisi ke-8. New York : Mc Graw-Hill, 2012;2307
11.Lange DS, et all/ Ketokonazol 2 % shampoo in the treatment of tinea
versicolor: A multicentre randomized, double blind, placebo controlled
trial. J A A D,1998; 39 ( 6 ): 944-950
20