Anda di halaman 1dari 23

PENDAHULUAN

Fungsi utama paru adalah untuk memberikan oksigenasi darah yang


memadai dan mengeluarkan karbondioksida (CO2). Proses pertukaran gas melalui
tiga tahapan yaitu ventilasi paru yang akan menentukan kadar oksigen (O2) dan
CO2 alveolar, penyimpanan serta transportasi gas dalam darah, dan proses
keseimbangan antara gas alveolar dan arteri.1 Efektifitas pertukaran gas secara
klinis dapat dinilai dengan menghitung kadar O2 dan CO2 di dalam darah arteri.
Penghitungan dapat dilakukan secara sederhana dengan menusukkan sebuah
jarum ke dalam arteri radialis, arteri brakhialis, atau arteri perifer lainnya dan
mengukur kadar tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) dan tekanan parsial
karbondioksida arteri (PaCO2). Nilai tekanan parsial oksigen alveolar (PAO2)
dapat diperhitungkan dengan mengetahui tekanan barometrik (PB), tekanan
oksigen di dalam udara inspirasi (PiO2), tekanan uap air (PH2O), CO2 alveolar
yang setara dengan CO2 arterial, dan respiratory quotient (R). Perbedaan antara
PAO2 dan PaO2 yang terukur adalah alveolar-arterial oxygen difference
(AaDO2).2
Alveolar-arterial oxygen difference dibentuk berdasarkan hubungan antara
PAO2 dan PaO2. Tekanan parsial oksigen alveolar sama dengan PaO2 jika
ventilasi sesuai dengan perfusi. Gradien menggambarkan efisiensi penyerapan O2
dari gas alveolar ke kapiler paru.3 Alveolar-arterial oxygen difference adalah salah
satu cara untuk menilai integritas unit alveolar-kapiler dan membantu menentukan
penyebab rendahnya PaO2 seseorang.4
Hubungan antara PaO2 dan AaDO2 bermanfaat dalam menentukan
penyebab suatu abnormalitas PaO2 dan untuk memperkirakan respons terapi
terutama pemberian suplemen O2 sehingga AaDO2 harus diukur sebagai bagian
dari setiap analisis gas darah. Niai AaDO2 yang didapatkan selanjutnya dapat
digunakan untuk menentukan penyebab suatu abnormalitas O2 arterial.2

1
MEMBRAN RESPIRATORIUS

Membran respiratorius atau membran paru atau membran alveolokapiler


adalah jaringan yang memisahkan kapiler darah dari alveoli udara.5 Pertukaran
gas antara alveoli dan peredaran darah paru terjadi melalui membran di seluruh
bagian terminal paru, tidak hanya dalam alveoli itu sendiri. Membran ini secara
bersama-sama dikenal sebagai membran respiratorius.6

Anatomi Dan Fisiologi Membran Respiratorius.


Membran respiratorius secara ultrastruktur, terdiri dari 6 lapisan. Lapisan
pertama adalah surfaktan paru dan cairan yang melapisi alveolar, lapisan kedua
sel epitel alveolar, lapisan ketiga membrana basalis sel epiltel alveolar, lapisan
keempat berupa ruang interstitial tipis antara epitel dan sel endotel, lapisan kelima
adalah membrana basalis sel endotel kapiler, dan lapisan keenam adalah sel
endotel kapiler.6 Ketebalan membran respiratorius secara keseluruhan di beberapa
tempat adalah 0,2 mikrometer dan rata-rata sekitar 0,6 mikrometer kecuali pada
tempat dimana terdapat inti sel yaitu sekitar 2,5 mikrometer. Keseluruhan area
permukaan membran respiratorius secara histologik kira-kira 70 m2 pada dewasa
normal.5-7
Fungsi utama membran respiratorius adalah untuk pertukaran antara gas
darah dan gas alveolar, mengatur aliran zat terlarut dan cairan antara permukaan
alveolar, interstitium dan darah, serta untuk meningkatkan bersihan cairan aktif
dari alveolar ke ruang interstitial.8 Pertukaran gas hanya melibatkan CO2 dan O2,
tidak melibatkan nitrogen serta gas inert lainnya. Pertukaran CO2 dan O2 melalui
membran alveolar kapiler dengan cara difusi pasif dari daerah yang bertekanan
gas tinggi ke tekanan gas rendah.9 Molekul gas di paru harus berdifusi melewati
membran kapiler-alveolar seperti pada gambar 1 yang terdiri dari cairan yang
membatasi membran intraalveolar, sel epitel alveolus, membran basal alveolus,
ruang interstitium, membran basal endotel kapiler, endotel kapiler, plasma darah
di kapiler, membran eritrosit, dan cairan intraselular dalam eritrosit sampai
bertemu dengan molekul hemoglobin.7

2
Gambar 1. Potongan melintang ultrastruktur membran respiratorius
Dikutip dari (6)
Fungsi biologis membran respiratorius saling terkait oleh konfigurasi
anatomis khas dari barier darah dan gas yang terdiri dari tiga lapisan yaitu epitel
alveolar, endotel kapiler dan lamina densa. Penampakan ultrastruktur barier darah-
gas seperti terlihat pada gambar 1 menunjukkan satu sisi membran lebih tipis dari
yang lain. Perbedaan ini terutama terkait dengan komposisi interstitium. Bagian
membran tipis ini terutama terlibat dalam proses difusi gas dinamis. Bagian tebal
merupakan membran basalis antara lapisan endotel dan kapiler, berfungsi sebagai
pengontrol aliran cairan dan regulasi permeabilitas membran respiratorius serta
memberikan ketahanan yang lebih tinggi terhadap tekanan hidrostatik mekanik
dan pembengkakan cairan.8

3
Keadaan Yang Menyebabkan Kelainan Membran Respiratorius
Membran respiratorius terlibat dalam proses difusi gas dinamis. Kelainan
membran respiratorius akan mempengaruhi difusi gas. Difusi gas di seluruh
membran respiratorius dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:5,6,10
1. Tebal membran respiratorius. Rata-rata difusi (Vgas) melalui membran
berbanding terbalik dengan ketebalan membran (d) seperti yang terlihat pada
persamaan berikut:

Vgas = 1 Persamaan (i)


d
Setiap faktor yang meningkatkan ketebalan membran lebih dari dua sampai
tiga kali normal dapat menghalangi pertukaran gas secara bermakna. Laju
perpindahan gas akan menurun dengan meningkatnya ketebalan membran
respiratorius karena gas membutuhkan waktu lebih lama untuk menyebar.
Edema paru, peradangan paru atau gagal jantung kongestif kiri akan
menyebabkan terjadinya akumulasi kelebihan cairan interstial antara alveoli
dan kapiler paru sehingga gas tidak hanya berdifusi melalui membran namun
juga melalui cairan interstial. Kondisi tersebut akan meningkatkan ketebalan
membran respiratorius. Ketebalan beberapa bagian membran respiratorius
bertambah pada fibrosis paru karena pergantian jaringan paru yang halus
dengan jaringan fibrotik dan pada pneumonia akibat akumulasi cairan
inflamasi di dalam atau sekitar alveoli.
2. Luas permukaan membran respiratorius. Normalnya luas permukaan membran
respiratorius sekitar 70 m2. Rata-rata difusi berbanding lurus dengan luas
permukaan (A) seperti terlihat pada persamaan berikut:

Vgas = A Persamaan (ii)

Luas permukaan membran respiratorius dapat sangat berkurang pada beberapa


keadaan. Pengangkatan seluruh paru mengurangi luas permukaan total sampai
setengah dari normal. Penghancuran sebagian dinding alveolus menyebabkan
beberapa alveoli bersatu pada kondisi emfisema sehingga ruangan yang

4
terbentuk jauh lebih besar daripada alveoli sebenarnya. Hilangnya dinding
alveolus mengakibatkan jumlah total permukaan membran respiratorius
seringkali berkurang sampai lima kali lipat. Pertukaran gas melalui membran
sangat terganggu bahkan dalam keadaan istirahat sekalipun apabila jumlah
total luas permukaan dikurangi sampai mendekati sepertiga atau sepermpat
normal.
3. Koefisien difusi. Koefisien difusi untuk transfer masing-masing gas melalui
membran respiratorius tergantung pada kelarutan gas dalam membran.
Koefisien difusi berbanding terbalik dengan akar pangkat dua berat molekul
gas sedangkan rata-rata difusi berbanding lurus dengan koefisien difusi gas (D)
seperti yang terlihat pada persamaan berikut:

Vgas = D Persamaan (iii)

Kecepatan difusi dalam membran respiratorius hampir sama dengan dalam air.
Kecepatan difusi CO2 melalui membran kira-kira 20 kali kecepatan O2 pada
berbagai tekanan. Kecepatan difusi O2 kira-kira dua kali kecepatan nitrogen.
4. Perbedaan tekanan parsial gas. Perbedaan tekanan melalui membran
respiratorius adalah suatu perbedaan antara tekanan parsial gas di alveoli
dengan tekanan parsial gas di kapiler darah paru. Tekanan parsial menyatakan
jumlah total molekul gas yang membentur suatu satuan luas permukaan
membran alveolus pada satu satuan waktu sedangkan tekanan gas dalam darah
menyatakan jumlah molekul yang membentur luas membran yang sama dari
sisi berlawananan. Rata-rata difusi melalui membran respiratorius berbanding
lurus dengan perbedaan tekanan antara tekanan parsial gas di alveoli (pA) dan
di kapiler paru (pC) seperti yang terlihat pada persamaan berikut ini:
Vgas = (pC-pA) Persamaan (iv)
Dari persamaan (i), (ii), (iii) and (iv) didapatkan bahwa:
Vgas = pC-pA DA
d
Rumus ini dikenal sebagai hukum Fick. Rata-rata difusi gas di paru
misalnya volume gas yang melewati membran respiratorius per menit ditentukan
oleh beberapa faktor seperti yang ditentukan oleh hukum Fick.5
5
ALVEOLAR-ARTERIAL OXYGEN DIFFERENCE (AaDO2)

Perbedaan tekanan parsial oksigen antara dua tingkat disebut sebagai


gradien.11 Perbedaan antara PAO2 dan PaO2 disebut dengan AaDO2.2 Selisih antara
PAO2 dan PaO2 umumnya disebut sebagai gradien A-a. Gradien merupakan
istilah yang kurang tepat karena perbedaan tidak terjadi akibat gradien difusi.
Perbedaan terjadi akibat ketidaksesuaian V-Q dan/atau pirai darah dari kanan ke
kiri melalui alveoli yang mengalami ventilasi sehingga selisih O2 A-a merupakan
istilah yang lebih tepat.12

Tekanan Parsial Oksigen Arteri


Tekanan parsial oksigen arteri mencerminkan pertukaran gas di paru dan
menentukan keadaan oksigenasi darah arteri. 13 Tekanan parsial oksigen arteri
ditentukan hanya oleh PiO2, PaCO2, dan arsitektur paru. Gangguan fisiologis
arsitektur paru paling banyak adalah kelainan ventilasi perfusi, jarang oleh karena
blok difusi dan pirai anatomis kanan ke kiri.12 Tekanan parsial oksigen arteri
biasanya menurun sesuai dengan usia karena penurunan elastisitas paru pada
orang tua sehingga menghasilkan ketidaksesuaian V/Q yang lebih besar. Nilai
PaO2 yang diharapkan saat bernapas dengan udara di permukaan laut dapat
dihitung dengan persamaan: 13
PaO2 = 100 - (usia x 0,25)
Nilai PaO2 kurang dari yang diharapkan menunjukkan hipoksemia yang
dapat disebabkan oleh hipoventilasi atau ketidaksesuaian V/Q.13 Hipoksemia
arterial terjadi apabila PaO2 arterial berada di bawah rentang normal. Kadar PaO2
kurang dari 80 mmHg pada orang dewasa yang bernapas dengan udara kamar
umumnya dianggap abnormal.2
Nilai PaO2 turun sebesar 3 mmHg untuk setiap ketinggian 300 meter di
atas permukaan laut. Kenaikan (atau penurunan) suhu setiap derajat celcius, nilai
PaO2 akan meningkat (atau menurun) sebesar 5%. Tekanan parsial oksigen arteri
juga akan meningkat (atau menurun) sebesar 10% untuk tiap 0,1 penurunan (atau
peningkatan) pH.14
Tekanan parsial oksigen arteri merupakan penentu utama saturasi oksigen

6
arteri (SaO2). Hubungan antara PaO2 dan SaO2 ditunjukkan dengan kurva
disosiasi oksigen yang khas berbentuk sigmoid. Saturasi oksigen arteri adalah
persentase lokasi ikatan hemoglobin dengan oksigen dalam darah arteri. Kurva
disosiasi O2 dipengaruhi oleh PaCO2, suhu tubuh, pH dan berbagai faktor lain.
Anemia tidak mempengaruhi SaO2 karena SaO2 tidak terpengaruh oleh kandungan
hemoglobin.12 Kurva disosiasi oksihemoglobin seperti yang terlihat pada gambar
2, memperlihatkan ciri-ciri yang menarik. Kurva meninggi pada PO2 sekitar 50
mmHg dan mendatar pada PO2 sebesar 70 mmHg, pada tekanan parsial di bawah
60 mmHg O2 siap berikatan dengan Hb sehingga PO2 mengalami peningkatan
(bagian linear dari kurva). Hemoglobin tersaturasi 90% pada PO2 sebesar 60
mmHg, peningkatan PO2 di atas nilai ini akan memberikan sedikit pengaruh
terhadap saturasi Hb dan peningkatan PO2 dari 60-100 mmHg akan meningkatkan
saturasi Hb sebesar 7%.15

Gambar 2. Kurva disosiasi oksihemoglobin dan pergeseran aksis pada keadaan


fisiologis.
Dikutip dari (16)

7
Tekanan Parsial Oksigen Alveolar (PAO2)
Oksigen terus diabsorpsi ke dalam darah paru dan O2 baru terus memasuki
alveolar dari atmosfer. Konsentrasi dan PO2 alveolar diatur oleh keseimbangan
absorpsi ke dalam darah dan proses ventilasi. Tekanan parsial O2 normal dalam
alveolar adalah 104 mmHg dan perbedaan tekanan gas tersebut dapat dilihat pada
tabel 1.17
Tabel 1. Komposisi gas di alveoli dan udara atmosfir
Udara atmosfir Udara yang dilembabkan Udara alveolus
(mmHg) (mmHg) (mmHg)

N2 597 (78,62%) 563,4 (74,69%) 569 (74,9%)


O2 159,0 (20,84%) 149,3 (19,67%) 104 (13,6%)
CO2 0,3 (0,04%) 0,3 (0,04) 40 (5,3%)
H2O 3,7 (0,50%) 47,0 (6,20%) 47 (6,2%)
Total 760 (100%) 760 (100%) 760 (100%)

Dikutip dari (17)


Nilai PAO2 dapat diperhitungkan dengan menggunakan persamaan udara
alveolar. Bentuk paling umum persamaan gas alveolar untuk menghitung
konsentrasi O2 alveolar adalah sebagai berikut:18,19

PAO2 = PiO2 PaCO2 (Persamaan 1)


R

Tekanan parsial gas dalam gas campuran sama seperti saat gas tersebut
menempati ruang sendiri sehingga tekanan parsial akan berbanding lurus dengan
konsentrasi fraksional dari gas. Gas dalam saluran pernapasan di bawah glotis
akan dihangatkan sampai mencapai suhu tubuh dan dilembabkan sepenuhnya.
Konsentrasi fraksional dinyatakan dalam bentuk gas kering maka perlu
dipertimbangkan tekanan uap air. Tekanan parsial oksigen akhir inspirasi dalam
trakea adalah:20

PiO2 = FiO2 (PB PH2O) (Persamaan 2)

8
Kombinasi persamaan 1 dan persamaan 2 didapatkan:18,19

PAO2 = FiO2 (PB PH2O) - PaCO2 (Persamaan 3)


R

Persamaan 1 mendefinisikan hubungan antara PAO2, PiO2, dan R.18,19


Respiratory quotient adalah rasio dari karbondioksida yang diekskresi (VCO2)
terhadap O2 yang masuk (VO2) dalam paru. Respiratory quotient mendefinisikan
tingkat relatif dari pertukaran O2 dan CO2 di seluruh permukaan alveolar kapiler.
Nilai R dalam keadaan metabolisme asam lemak eksklusif adalah 0,7 sedangkan
dalam keadaan metabolisme karbohidrat eksklusif adalah 1,0. Variasi dari R dapat
dilihat pada tabel 4. Normalnya, sekitar 200 ml/menit CO2 berpindah ke alveoli
dan 250 mL/menit O2 berpindah kedalam kapiler paru sehingga rasio pertukaran
pernapasan sekitar 0.8.7,18,20,21
Tabel 4. Konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida dalam menentukan
Respiratory quotient (R)

Karbohidrat C6H12O6+6O2 6CO2+6H2O+36ATP

R=1.0

Lemak C16H32O6+23O2 16CO2+16H2O+130ATP

R=0.71
Dikutip dari (21)
Tekanan parsial oksigen arterial yang diharapkan dapat ditentukan dengan
menghitung PAO2. Tekanan parsial oksigen alveolar lebih besar daripada PaO2
bahkan pada orang normal sekalipun oleh suatu jumlah yang disebut AaDO2.25
Oksigen masuk ke dalam kapiler paru dengan cara difusi sehingga PAO2 harus
menjadi penentu utama dari PaO2 dan kapiler paru. Tekanan parsial oksigen
alveolar menentukan batas atas dari PaO2 sehingga nilai PaO2 tidak dapat lebih
tinggi daripada PAO2.9
Tekanan parsial oksigen alveolar dapat diperkirakan dengan cepat
menggunakan rumus praktis sebagai berikut: 14

9
Bernapas dengan udara ruang,
PAO2 = 145 PaCO2
Bernapas dengan oksigen tambahan,
PAO2 = 6 x %O2
atau
PAO2 = (7 x %O2) PaCO2

Kepentingan Menilai AaDO2


Alveolar-arterial oxygen difference adalah suatu cara sederhana untuk
mengukur perubahan antara alveolus dan pembuluh darah arteri.22 Pengukuran
AaDO2 memiliki kegunaan tinggi untuk memprediksi mortalitas jangka pendek. 23
Alveolar-arterial oxygen difference juga sering digunakan dalam mengevaluasi
penyakit paru.22 Hasil pemeriksaan AaDO2 serial bermanfaat untuk menunjukkan
progresifitas penyakit paru, digunakan sebagai petunjuk untuk memberikan
bantuan pernapasan dan memulai penyapihan ventilator.20
Gagal napas disebut sebagai tipe I apabila terdapat hipoksemia tanpa
retensi CO2 dan tipe II apabila terdapat hiperkapnea. Penghitungan AaDO2 pada
gagal napas tipe II akan membantu menentukan apakah pasien mempunyai
penyakit paru atau karena berkurangnya usaha pernapasan.24 Gambar 3
menjelaskan algoritma pendekatan kondisi hipoksemia. Alveolar-arterial oxygen
difference merupakan dasar untuk memahami hipoksemia arterial. 11
Abnormalitas PaO2 dapat terjadi dengan atau tanpa disertai oleh AaDO2
abnormal. Hubungan antara PaO2 dan AaDO2 bermanfaat untuk menentukan
penyebab abnormalitas PaO2 dan memperkirakan respons terhadap terapi terutama
pemberian suplementasi oksigen. Nilai AaDO2 harus diukur sebagai bagian dari
setiap analisis gas darah. Informasi ini selanjutnya dapat digunakan untuk
menentukan penyebab dari suatu abnormalitas O2 arterial.2 Penyebab penurunan
PaO2 dan pengaruhnya terhadap AaDO2 ditunjukkan pada tabel 2.

10
Ya Tidak
Apakah PACO2 meningkat?

Hipoventilasi Apakah PAO2-PaO2 meningkat?

Ya Tidak
Apakah PAO2-PaO2 meningkat

Tidak Ya Apakah PaO2 yang rendah dapat Penurunan


dikoreksi dengan O2 PiO2

1. Di
Hanya Hipoventilasi ditambah Tidak Ya ketinggian
hipoventilasi mekanisme lain 2. FiO2
menurun
1. Penurunan
respiratory drive Shunt ketidaksesuaian V/Q
2. Penyakit
neuromuskular 1. Kolaps alveolar (atelektasis) 1. Penyakit saluran napas
2. Intraalveolar filling (asma, PPOK)
(pneumonia, edema paru) 2. Penyakit interstitial paru
3. Pintas intrakardiak 3. Penyakit alveolar
4. Pintas intraparu 4. Penyakit pembuluh darah
paru

Gambar 3. Alur diagram pendekatan gagal napas hipoksemia


Keterangan: PACO2 = tekanan parsial karbondioksida alveolar;
PaO2 = tekanan parsial oksigen arteri; PAO2 = tekanan parsial oksigen
alveolar; PiO2 = tekanan oksigen di dalam udara inspirasi;
FiO2 = fraksi oksigen yang dihirup; V/Q = ventilasi perfusi;
PPOK = penyakit paru obsturktif kronik.
Dikutip dari (18)
Tabel 2. Sebab-sebab Hipoksemia
PaO2 PaO2 , RESPONS
PENYEBAB AaDO2
ARTERIAL TERHADAP 02 100%

Pintas anatomis Turun naik Tidak ada perubahan PaO2


Penurunan FIO2 Turun normal PaO2 meningkat
Pintas fisiologis Turun naik PaO2 meningkat
Rasio ventilasi-perfusi
Turun naik PaO2 meningkat
rendah
Hipoventilasi Turun normal PaO2 meningkat

Dikutip dari (2)

11
Nilai Normal AaDO2
Perbedaan PAO2 dan PaO2 pada orang muda yang menghirup udara
ruangan normalnya 5 sampai 15 mmHg. Nilai ini meningkat sekitar 3 mmHg
setiap dekade sepanjang hidup sehingga AaDO2 di bawah 25 mmHg dianggap
sebagai batas atas dari nilai normal.2,16
Nilai AaDO2 bervariasi menurut usia dan konsentrasi oksigen inspirasi.
Pertambahan usia akan meningkatan AaDO2 dikarenakan PaO2 menurun secara
progesif tanpa perubahan PAO2 seperti terlihat pada gambar 4. Pada usia 20-70
tahun AaDO2 meningkat sekitar 20 mm Hg.9,16,19

Gambar 4. Penurunan PaO2 dan peningkatan AaDO2 sesuai dengan pertambahan


usia
Dikutip dari (9)
Tabel 3 menunjukkan batas atas nilai normal AaDO2 berdasarkan usia.
Nilai AaDO2 meningkat 15 sampai 60 mm Hg saat FiO2 meningkat dari 21% pada
oksigen ruangan hingga 100%. Pengaruh oksigen inspirasi pada AaDO2
ditunjukkan pada gambar 5. Nilai AaDO2 normal meningkat 5 sampai 7 mm Hg
untuk setiap kenaikan 10% FiO2.19

12
Tabel 3. Batas atas nilai normal AaDO2 berdasarkan usia
Usia (tahun) Batas atas normal
20 17
30 21
40 24
50 27
60 31
70 34
80 38
Dikutip dari( 9)

60

1,0
50 A/a PO2

40 0,8

A/a PO2
A-a PO2
(mm Hg)

30 0,6

20 A-a PO2 0,4

10 0,2

20 40 60 100
FiO2 (%)

Gambar 5. Pengaruh FiO2 terhadap alveolar-arterial PO2 gradien (A-a PO2) dan
rasio PO2 arterial-alveolar (a/A PO2) pada subyek normal
Dikutip dari (19)
Alveolar-arterial oxygen difference dapat ditemukan bahkan pada individu
normal karena dua alasan. Pertama terdapat hubungan anatomis yang
menyebabkan masuknya sejumlah kecil darah vena sistemik dari vena Thebesian
ventrikel kiri dan vena bronkialis ke dalam darah vena pulmonal. Darah yang
sudah terdesaturasi dari berbagai sumber ini akan menurunkan tegangan O2 pada
darah arteri. Alasan kedua karena gradien ventilasi-perfusi dari atas sampai dasar
paru menghasilkan darah yang kurang memperoleh oksigenasi pada bagian basal

13
paru dikombinasikan dengan darah yang memperoleh oksigenasi lebih baik pada
apek paru. Efek gravitasi pada sirkulasi pulmonal dengan tekanan rendah
merupakan salah satu mekanisme penting yang menyebabkan ketidaksesuaian
V/Q pada manusia normal.20,25

Penghitungan AaDO2
Penilaian efisiensi oksigenasi membutuhkan pengetahuan mengenai
konsentrasi O2 yang dihirup, PaO2 dan PaCO2 dalam darah arteri. Alveolar-
arterial oxygen difference dapat dihitung jika fraksi oksigen udara yang dihirup
(FiO2), PB dan PH2O diketahui.13
Alveolar-arterial oxygen difference dapat dihitung dengan mengukur PaO2
dan PaCO2 dalam gas darah arteri, menghitung PAO2 menggunakan persamaan 3
kemudian mengurangi PaO2 terukur dari PAO2.11 Nilai AaDO2 dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 26

AaDO2 = [FiO2 (PB PH2O) - PaCO2] PaO2


R

Alveolar-arterial oxygen difference orang sehat yang bernapas pada udara ruang
setinggi permukaan laut, FiO2 = 0.21, PB = 760 mm Hg, PH2O = 47 mmHg, PaO2
= 95 mm Hg, PaCO2 = 40 mm Hg dan R = 0.8 adalah sebagai berikut:26

AaDO2 = [0.21 (760 47) 40 ] 95 = 5 mm Hg


0.8

Nilai AaDO2 yang diharapkan berdasarkan usia dapat dihitung menggunakan


rumus sebagai berikut:13

AaDO2 = 3 + (0,21 x usia )

Interpretasi Hasil AaDO2


Nilai normal AaDO2 kurang dari 15 mm Hg namun dapat meningkat
sesuai dengan usia. Peningkatan AaDO2 merupakan salah satu penanda pertukaran
O2 yang abnormal.2 Peningkatan AaDO2 saat sakit dapat disebabkan karena tiga
faktor. Faktor pirai anatomis menyebabkan beberapa darah yang sudah mengalami

14
desaturasi akan bercampur darah dengan saturasi penuh dan menurunkan PO2
pada darah arteri. Penyebab umum pirai adalah sebagai berikut:25
1. Lesi intrakardiak dengan adanya pirai kanan ke kiri di atrium atau ventrikel,
misal pada defek septum atrium atau ventrikel. Pirai kiri ke kanan dapat
menghasilkan efek jangka panjang pada jantung namun hal ini tidak
mempengaruhi AaDO2 atau PO2 arteri karena efek dasarnya adalah mengolah
kembali darah yang sudah mengalami oksigenasi melalui pembuluh darah paru
dan bukan mengencerkan darah yang sudah mengalami oksigenasi
menggunakan darah yang sudah mengalami desaturasi.
2. Abnormalitas struktural pembuluh darah paru yang menyebabkan terjadinya
hubungan langsung antara sistem arteri dan vena pulmonal, misalnya
malformasi arteriovenosa pulmonal.
3. Penyakit pulmonal yang menyebabkan ruang alveolar terisi cairan misal edema
pulmonal atau kolaps alveolar total. Kedua proses ini dapat menyebabkan
hilangnya proses ventilasi di alveoli yang mengalami kelainan walaupun
sejumlah proses perfusi melalui kapiler di sekelilingnya mungkin masih
berlanjut.
Faktor kedua adalah ketidaksesuaian V/Q dapat menjadi lebih besar secara
kuantitatif dibandingkan individu normal. Prakteknya, pirai yang sesungguhnya
(V/Q = 0) dan ketidaksesuaian V/Q (dengan adanya area V/Q yang rendah namun
tidak mencapai 0) dapat dibedakan dengan meminta pasien menghirup 100% O2.
Meningkatkan PO2 inspirasi tidak menyebabkan O2 pada darah yang masuk lebih
banyak dan kandungan O2 tidak mengalami peningkatan secara bermakna pada
pirai. Tekanan parsial oksigen alveolar dan kapiler mengalami peningkatan cukup
besar dengan penambahan O2 pada kasus ketidaksesuaian V/Q. Darah dengan
saturasi penuh akan diperoleh bahkan dari daerah dengan rasio V/Q rendah dan
PO2 arteri akan mengalami peningkatan cukup besar pada kasus ketidaksesuaian
V/Q.25 Faktor ketiga adalah keterbatasan difusi dari pengangkutan oksigen
melewati barier alveolar-kapiler yang menyebabkan PO2 dalam kapiler darah paru
tidak mencapai keseimbangan dengan gas alveolar dapat menjadi faktor yang
bermakna.20,25

15
Nilai AaDO2 juga meningkat selama latihan akibat sejumlah faktor
termasuk keterbatasan difusi transfer gas, penurunan PO2 vena campuran (PVO2),
peningkatan PAO2, dan penggeseran aksis di kurva disosiasi oksihemoglobin.
Nilai AaDO2 lebih besar dari 15 mmHg pada subyek yang bernapas dengan O2
ruangan menunjukkan adanya ketidaksesuaian V/Q pada penyakit saluran napas,
parenkim paru, atau pembuluh darah paru.13
Nilai AaDO2 mendekati nol atau negatif menunjukkan adanya kesalahan
laboratorium.20 Nilai AaDO2 negatif bisa disebabkan karena pasien baru saja
menghirup suplementasi oksigen sebelum pengambilan sampel darah arteri,
adanya gelembung udara didalam suntikan sampel arteri, kontrol kualitas, atau
pelaporan kesalahan dari laboratorium.27

PENATALAKSANAAN UMUM

Alveolar-arterial oxygen difference merupakan dasar untuk memahami


hipoksemia arterial. Penatalaksanaan hipoksemia yang sesuai akibat kegagalan
paru mengambil oksigen tergantung oleh penyakit dasar.11,28

Oksigen Tambahan
Mekanisme yang menyebabkan hipoksemia (PaO2 < 60 mmHg) pada
pasien dengan penyakit kritis mungkin tidak akan nampak jelas. Pemberian
oksigen tambahan dianggap sangat penting. Sedikit peningkatan PaO2 dapat
menghasilkan peningkatan saturasi dan pengiriman oksigen ke jaringan yang
cukup bermakna karena kurva disosiasi oksigen bergeser ke kanan. Semakin
banyak kejadian hiperkapnia dan asidosis respiratorik yang ditemui pada pasien
dengan penyakit kritis tidak disebabkan oleh terapi oksigen namun oleh
perkembangan masalah pernapasan yang mendasari dan ketidakmampuan pasien
untuk mempertahankan usaha pernapasan. Berkurangnya oksigen akan
meningkatkan hipoksemia dan risiko henti kardiorespirasi kecuali pada penyakit
paru obstruktif kronik yang memerlukan oksigen terkontrol untuk menghindari
retensi karbondioksida.28

16
Hipoksia yang disebabkan oleh gangguan difusi membran alveolus, terapi
oksigen dapat meningkatkan PO2 dalam paru dari nilai normal sekitar 100 mmHg
sampai 600 mmHg. Hal ini meningkatkan gradien difusi oksigen antara alveoli
dan darah dari nilai normal 60 mmHg menjadi 560 mmHg.29 Manfaat yang besar
dari terapi oksigen pada hipoksia difusi dilukiskan pada gambar 6.

Gambar 6. Absorpsi oksigen ke dalam darah kapiler paru pada edema paru
dengan dan tanpa terapi oksigen
Dikutip dari (29)

Oksigen harus diberikan dengan cara sederhana dan FiO2 serendah


mungkin untuk dapat mempertahankan oksigenasi yang adekuat. Pemilihan
metode pemberian oksigen tergantung dari FiO2 yang dibutuhkan, kenyamanan
pasien, kadar kelembaban yang diperlukan dan kebutuhan terapi nebulisasi.30
Konsentrasi oksigen bervariasi tergantung dari alat dan kecepatan aliran oksigen
yang digunakan seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.

17
Tabel 4. Konsentrasi oksigen berdasarkan alat yang digunakan
Alat yang digunakan O2 (l/menit) FiO2
Kanula hidung 2 0,21-0,24
2 0,23-0,28
3 0,27-0,34
4 0,31-0,38
5-6 0,32-0,44

Venturi 4-6 0,24-0,28


8-10 0,35-0,40
8-12 0,5

Simpel 5-6 0,30-0,45


7-8 0,40-0,60

Rebreathing 7 0,35-0,75
10 0,65-1,00

Non rebreathing 4-10 0,40-1,00


Dikutip dari (30)

Fisioterapi
Tujuan fisioterapi adalah untuk memperbaiki hubungan ventilasi dan
perfusi sehingga mengurangi risiko kolaps alveolar dan infeksi paru.31 Kolaps
alveolar dan hipoventilasi dapat meningkatkan ketidaksesuaian V/Q dan dapat
dikoreksi dengan melakukan mobilisasi, meningkatkan pembersihan sekret.
Meningkatkan pernapasan tidal dengan menempatkan pasien dalam posisi duduk
guna memperbaiki penurunan diafragma dan menggunakan bantuan pernapasan
seperti spirometer insentif juga dapat memperbaiki hubungan ventilasi dan perfusi
pada kolaps alveolar.28

Bantuan Napas Non-Invasif


Teknik non-invasif merupakan perkembangan cukup besar untuk terapi
pasien dengan kegagalan pompa pernapasan atau kolaps alveolar. Teknik ini dapat
menurunkan kebutuhan ventilasi mekanik invasif dan memungkinkan
dilakukannya ekstubasi lebih dini pada pasien yang diberikan bantuan
pernapasan.28
Continuous positive airway pressure (CPAP) dapat bermanfaat untuk
pasien dengan volume paru yang rendah (kolaps alveolar, edema pulmonal,
pneumonia) namun sebaiknya dihindari pada pasien dengan bronkospasme dan

18
berisiko mengalami gas trapping. Continuous positive airway pressure adalah
positive end expiratory pressure (PEEP) tanpa adanya dorongan udara oleh mesin
sehingga inspirasi dicapai seluruhnya oleh usaha otot pasien sendiri.28, 32
Non-invasine positive pressure ventilation (NIPPV) diberikan melalui
ventilator portabel dengan kompresor yang memasukkan udara ruangan untuk
menghasilkan tekanan lebih dari 20 cm H2 O selama inspirasi. Hal ini
meningkatkan volume tidal dan volume menit serta mengurangi beban kerja
pernapasan pasien. Teknik ini cocok untuk pasien dengan kegagalan pompa
pernapasan dan penyakit paru obstruktif kronik. Masker hidung sering digunakan
namun perlu digunakan pengikat dagu untuk mencegah terjadinya aliran berlebih
melalui mulut. Pasien memerlukan penyesuaian secara tepat antara waktu dan
tekanan ventilasi dengan pola pernapasan mereka. 28
Biphasic positive airway pressure (BiPAP) mengkombinasikan manfaat
dari kedua teknik di atas. Teknik ini memberikan dua tingkat tekanan dengan fase
sesuai pernapasan. Tekanan yang lebih tinggi akan memberikan bantuan tekanan
pernapasan inspirasi dan tekanan yang lebih rendah dapat dipertahankan selama
ekspirasi, dengan meningkatkan kapasitas residual fungsional. Terapi ini
diindikasikan untuk pasien yang memerlukan bantuan dengan usaha pernapasan
dan meningkatkan kesesuaian V/Q.28

Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik diindikasikan untuk pasien dengan penurunan ventilasi
alveolar dan/atau oksigenasi yang mengancam jiwa. Metode non-invasif tidak
akan dapat mencapai PaO2 yang adekuat pada lebih dari 60% pasien yang dirawat
di unit perawatan intensif sehingga diperlukan bantuan ventilasi mekanik.
Gangguan pertukaran gas sering kali disebabkan oleh ketidaksesuaian V/Q dan
hipoventilasi alveolar.28, 32

19
Kriteria untuk dilakukan ventilasi mekanik adalah sebagai berikut:32
1. Apnea
2. Gangguan ventilasi alveolar sebagaimana dinilai oleh PaCO2 jika disertai oleh
satu atau lebih hal berikut:
a. perubahan status mental,
b. kelelahan meningkat,
c. PaO2 berkurang dan tidak dapat dikoreksi,
d. pH letal yang tidak dapat dikoreksi,
e. saluran napas atas yang rentan misalnya oleh sekret.
3. PaO2 rendah (misalnya kurang dari 60 mm Hg) yang tidak dapat diperbaiki
dengan FiO2 kurang dari 0,50 dan menyebabkan gejala atau kecacatan serius
fungsi tubuh.
Ventilasi mekanis dapat menyebabkan fungsi jantung, ginjal, atau otak
menjadi lebih baik tetapi tujuan dasar penggunaan ventilasi mekanik adalah untuk
meperbaiki PaO2 dan/atau PaCO2 atau untuk mengurangi FiO2. Waktu, tekanan,
dan karakteristik aliran siklus pernapasan dapat dikendalikan untuk merekrut
alveoli, meminimalkan ketidaksesuaian V/Q, dan memperbaiki oksigenasi arteri.
FiO2 seharusnya kurang dari 0.8 untuk menghindari kolaps unit paru dengan
ventilasi perfusi rendah dan untuk mengurangi risiko toksisitas oksigen dan
fibrosis paru.28, 32

Teknik Khusus Untuk Memperbaiki Oksigenasi Arteri


Beberapa teknik terbaru untuk memperbaiki oksigenasi arteri apabila
teknik konvensional gagal mencapai oksigenasi arteri yang adekuat adalah sebagai
berikut:28, 33, 34
a. Nitrit oksida (NO) yang ditambahkan pada gas inspirasi dalam konsentrasi
rendah (1-20 ppm) akan menyebabkan vasodilatasi rangkaian pembuluh
darah pulmonal di sekitar alveoli yang mengalami ventilasi, sehingga akan
meningkatkan kesesuaian V/Q. Nitrit oksida akan segera dihancurkan oleh
hemoglobin sehingga tidak menyebabkan vasodilatasi sistemik. Oksigenasi
arteri dapat sangat meningkat akan tetapi respons yang diperoleh tidak dapat

20
diprediksi dan dapat terjadi hipoksemia berulang saat terapi dihentikan.
Manfaat terapi ini belum terbukti secara klinis, dan potensi risiko toksisitas
paru belum dapat dipastikan
b. Posisi telungkup. Hipoksemia dapat terjadi pada pasien yang memperoleh
bantuan pernapasan dalam posisi terlentang yang mengalami severe
dependent consolidation dengan fraksi pirai yang besar. Membalik pasien
dari posisi terlentang menjadi telungkup akan memperbaiki pertukaran gas
pada sekitar separuh pasien melalui redistribusi ventilasi. Posisi ini juga dapat
memperbaiki pembuangan sekret dari daerah paru. Respons biasanya
diperoleh dalam 15 menit.
c. Oksigenasi membran ekstrakorporeal (ECMO) merupakan pilihan terakhir
pada pasien dengan hipoksemia arteri. Oksigenasi membran ekstrakorporeal
adalah salah satu dari beberapa istilah yang digunakan untuk
sirkuit ekstraporeal yang mengoksigenasi dan membuang karbondioksida dari
darah secara langsung seperti yang terlihat pada gambar 7.

Gambar 7. Oksigenator pada ECMO venovenous


Dikutip dari (34)

21
Darah vena dilewatkan melalui membran oksigenator sampai sebanyak 4
l/menit dan dikembalikan setelah memperoleh saturasi oksigen 100% dan
menjalani pembuangan dari 50% CO2. Teknik ini dapat memberikan 50%
total kebutuhan O2 dan memungkinkan untuk mengurangi FiO2, tekanan
jalan napas dan volume tidal, mengistirahatkan paru, dan mengurangi
risiko cedera paru akibat ventilator. Manfaatnya sudah terbukti pada
neonatus tetapi pada pasien dewasa masih belum jelas.

22
SIMPULAN

1. Pertukaran gas antara alveoli dan peredaran darah paru terjadi melalui
membran pernapasan.
2. Alveolar-arterial oxygen difference merupakan dasar untuk memahami
suatu hipoksemia arterial sehingga nilai AaDO2 harus diukur sebagai bagian
dari setiap analisis gas darah.
3. Pengukuran AaDO2 berguna untuk memprediksi mortalitas jangka pendek,
mengevaluasi penyakit paru, serta menunjukkan progresifitas penyakit paru
sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk untuk memberikan bantuan
pernapasan dan memulai penyapihan ventilator.
4. Nilai AaDO2 dapat meningkat sesuai dengan usia, saat kondisi sakit,
maupun selama latihan.
5. Nilai AaDO2 mendekati nol atau negatif dapat disebabkan pasien baru saja
menghirup suplementasi oksigen sebelum pengambilan sampel darah arteri,
adanya gelembung udara didalam suntikan sampel arteri, kontrol kualitas,
atau pelaporan kesalahan dari laboratorium.
6. Penatalaksanaan hipoksemia yang sesuai akibat kegagalan pengambilan
oksigen oleh paru tergantung oleh penyakit dasar.

23

Anda mungkin juga menyukai