Anda di halaman 1dari 55

ASMA

FARMAKOTERAPI TERAPAN
Oleh : Kelompok IV

Almunadia
Citra Mayang Sari
Dwi Alfiani
Grace Anastasia Br Ginting
Juli Pahrianisa
M. Luthfi Muharuli
Mona asiah
Nura Ramadhani
Rina Juwita Siregar
Vatra Marlingga
Zia Urrahmi
Pendahuluan

 Penyakit Asma berasal dari kata “Ashtma”


yang diambil dari bahasa yunani yang berarti
“sukar bernapas”
 Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan)
kronik saluran napas yang ditandai adanya
mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang
berulang dan timbul terutama pada malam
atau menjelang pagi akibat penyumbatan
saluran pernapasan.
Epidemiologi Asma
 Penyakit asma dapat menyerang semua peringkat
umur, tapi paling sering terjadi pada anak-anak dan
dewasa muda merupakan golongan yang paling sering
mendapat penyakit ini.
 Prevalensi asma di Indonesia sekitar 5 % dan
cenderung akan meningkat
 Berdasarkan data WHO (2006), sebanyak 300 juta
orang menderita asma diseluruh dunia.
 Berdasarkan hasil penelitian oleh ahli asma di Asia
Pasfik dalam studi Asthma Insight & Reality in Asia
Pasific (AIRIAP 2) tahun 2007, ada 64 % dari 400
orang penyandang asma di Indonesia tidak terkontrol.
Mekanisme dasar kelainan asma
Faktor-faktor resiko lingkungan
(penyebab)

INFLAMASI

Hiperesponsif jalan Obstruksi jalan


napas napas

Pencetus

Gejala
Etiologi dan Patogenesis

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai


sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel
limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel.

Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai


penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada
penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat
asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten.
Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma
seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma
yang dicetuskan aspirin
Patogenesis Asma, secara sederhana
:
Hubungan Asma dg IgE
Asma
Dalam imunologi klasik disebutkan, Asma
diperantarai oleh Immunoglobulin reaginik
(IgE). Bahan asing yang memicu IgE dsb
Alergen (umunya protein dari tungau debu
rumah, kecoa, lumut, dan serbuk sari.
Kejadian Asma berbeda padda tiap
keluarga karena produksi IgE dipengaruhi
genetic.
Antibodi IgE akan berikatan dg sel Mast dalam
mukosa saluran pernafasan.
Pada pemajanan ulang terhadap antigen
spesifik, interaksi antigen-antibodi pada sel
mast memicu pelepasan mediator lain.
(histamine, triptase, leukotrien, C4, dan D4
serta prostaglandin D2)

berdifusi melewati mukosa


sal.nafas, memicu kontraksi otot
dan kebocoran vascular sehingga
menyebabkan bronkokonstriksi
akut pada “respon asma cepat”.
 Dalam 4-6 jam respon ini sering diikuti
oleh fase bronkokonstriksi kedua yang
bertahan lebih lama, yakni “respon asma
lambat”, yang disertai adanya influks sel
inflamasi ke mukosa bronkus dan
peningkatan respon bronkus yang
bertahan beberapa minggu setelah
terhirup alergen tunggal.
Mediator pada “respon lambat” adalah
Sitokin , yang khas diproduksi oleh
limfosit TH2 terutama Interleukin 5,9 dan
13.

 mengaktifkan Eosinofil,
EOSINOF
 merangsang produksi IgE oleh Limfosit
IL B,
merangsang produksi mucus oleh sel
epitel bronkus.
INFLAMASI AKUT
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh
sejumlah faktor antara lain alergen, virus, iritan yang dapat
menginduksi respons inflamasi
akut yang terdiri atas :
 reaksi asma tipe cepat :
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast
dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut
mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease dan
newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF
yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus
dan vasodilatasi
 reaksi asma tipe lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan
melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil
dan makrofag
INFLAMASI KRONIK

 Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada


inflamasi kronik.
 Sel tersebut ialah limfosit T, eosinofil,
makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast
dan otot polos bronkus
Apa yang terjadi ketika Asma datang
menyerang?
Asma biasanya menyerang
bahagian alveoli dan bronkus.
Ketika asma menyerang, cabang-
cabang bronkus boleh menjadi
sensitif dan mempunyai respon
yang berlebihan menyebabkan
terjadi:

 Penyempitan/menguncup otot
disekitar saluran pernafasan.
 Pembengkakkan otot pada saluran
pernafasan menyebabkan saluran
pernafasan menjadi lebih sempit.
 Penghasilan lendir yang
berlebihan oleh saluran
pernafasan.
Faktor Resiko Asma
Faktor resiko asma dibagi atas 2 kelompok :
A. faktor pejamu (host)
B. faktor lingkungan

A. Faktor pejamu
1. predisposisi genetik asma
2. alergi
3. hipereaktifitas bronkus
4. jenis kelamin
5. ras/etnik

B. Faktor lingkungan dibagi 2, yaitu :


a. Yang mempengaruhi individu dengan kecenderungan /predisposisi asma untuk
berkembang menjadi asma, meliputi :
- alergen di dalam maupun di luar ruangan, seperti mite domestik, alergen’
binatang, alergen kecoa, jamur, tepung, sari bunga
- sensitisasi (bahan) lingkungan kerja
- asap rokok
- polusi udara di luar maupun di dalam ruangan
- Infeksi pernapasan (virus)
- diet
- status sosioekonomi
- besarnya keluarga
b.Yang menyebabkan eksaserbasi (serangan) dan/atau
menyebabkan gejala asma menetap , meliputi :
 alergen di dalam maupun di luar ruangan
 polusi udara di luar maupun di dalam ruangan
 infeksi pernapasan
 olah raga dan hiperventilasi
 perubahan cuaca
 makanan, additif (pengawet, penyedap, pewarna makanan)
 obat-obatan, seperti asetil salisilat
 ekspresi emosi yang berlebihan
 asap rokok
 iritan antara lain parfum, bau-bauan yang merangsang
Gejala
Adapun Klasifikasi gejala asma secara umum sebagai berikut :

• batuk terutama pada malam atau dini hari


• sesak napas
• napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien
Gejala Awal menghembuskan napasnya
• rasa berat di dada
• dahak sulit keluar

• Serangan batuk yang hebat


• Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
• Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
Gejala Berat • Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam
keadaan duduk
• Kesadaran menurun
Berdasarkan GINA(Global Initiative for Asthma)
Gejala Tipikal Asma :
 Lebih dari satu gejala berikut: mengi, sesak nafas,
batuk, dada terasa berat, terutama pada orang
dewasa dan pernafasan menjadi pendek.
 Gejala sering memburuk malam hari atau
menjelang pagi.
 Gejala bervariasi dari waktu ke waktu dan
intensitasnya
 Adanya faktor pencetus
Pada asma yang berat :
 Dapat terjadi sianosis ( kebiruan terutama pada
sekitar mulut)
Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dari :


 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksan Laboratorium
 Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis
Dokter akan bertanyakan beberapa soalan berkaitan
dengan sejarah keluarga dan penyakit, pertanyaan tersebut
termasuk:

 Lamanya batuk, sama ada batuk bertambah parah pada waktu malam atau
di awal pagi?
 Adakah keluhan seperti sesak dada dan nafas berbunyi hanya berlaku pada
waktu dan musim tertentu saja?
 Adakah mengalami batuk setelah melakukan senaman atau melakukan
aktivitas yang berat?
 Adakah batuk setelah flu atau pilek memerlukan waktu lebih dari 10 hari
untuk sembuh?
 Jenis obat-obatan yang diguna untuk melegakan pernafasan.
 Adakah mempunyai saudara yang mempunyai sejarah asma atau alergi?
 Bahan-bahan yang dapat menyebabkan terjadinya tanda-tanda serangan
asma.
Pemeriksaan Fisik
Pasien yang mengalami serangan asma, pada pemeriksaan
fisik dapat ditemukan (sesuai derajat serangan)
a. Inspeksi: pasien terlihat gelisah, sesak (napas cuping
hidung, napas cepat), sianosis.
b. Palpasi: Biasanya tidak ada kelainan yang nyata.
c. Perkusi: biasanya tidak ada kelainan
d. Auskultasi: ekspirasi memanjang, wheezing, suara
lendir.
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
 terutama eosinofil, Ig E
 sputum (eosinofil, spiral Cursshman, Kristal
Charcot Leyden)
Pemeriksaan penunjang (Diagnosis Test)
Terdapat 6 ujian diagnosis untuk
menentukan seseorang itumenghidap
asma:
 Spirometry test.
 Methacholine Challenge Test.
 Exercise Challenge Test.
 Pemeriksaan arus puncak ekspresi dengan Peak
Expirometry Flow Rate (PEFR).
 Foto Thorax (untuk menyingkirkan penyakit selain
asma)
 Uji Alergi (untuk menilai adanya alergi)
Spirometri

Spirometri adalah alat yang dipergunakan


untuk mengukur faal, ventilasi paru

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :


 Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP <
75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
 Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 ≥ 15% secara spontan,
atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau
setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau
setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu.
Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma
 Menilai derajat berat asma
Cara melakukan ujian pernafasan
(spirometry):
 Berdiri tegak dan sedut nafas sedalam mungkin.
 Masukkan corong spirometer ke dalam mulut.
 Hembuskan nafas sekuat yang boleh.
 Lakukan ujian ini sebanyak 3 kali dan catatkan nilai
tertinggi.
Methacholine Challenge Test
 Ujian ini hanya akan dilakukan jika ujian pernafasan
menggunakan spirometer memberikan hasil yang normal tapi
pesakit masih menunjukkan tanda-tanda asma. Dalam ujian ini
pesakit akan diberikan sedikit dosis metakolina, pesakit asma
akan mengalami sesak nafas dengan dosis metakolina yang
kecil.
Cara melakukan ujian ini:
 Lakukan ujian spirometer terlebih dahulu.
 Hidu sedikit dosis metakolina.
 Setelah di berikan dosis metakolina pesakit akan mengadu
sesak nafas.
 Doktor akan memberikan rawatan ubat pengendur bronkus
seperti salbutamol untuk membantu melegakan nafas.
Exercise Challenge Test

Ujian ini dilakukan jika pesakit hanya mempunyai


tanda-tanda asma ketika melakukan senaman atau
kerja berat.
Cara melakukan ujian ini:
 Lakukan ujian spirometer terlebih dahulu.
 Lakukan larian tredmil atau mengayuh basikal
selama 6-8 menit.
 Ulang ujian spirometer sekali lagi selepas
melakukan senaman.
 Jika pesakit mempunyai asma yang disebabkan
oleh senaman, hasil ujian spirometer akan
menurun ke bawah batas normal selepas
melakukan senaman.
Peak Expiratory Flow Meter
(PEF meter)
 Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) ialah
kadar hembusan puncak selepas
menyedut nafas yang dalam.
 Alat ini adalah alat yang paling sederhana
untuk memeriksa gangguan sumbatan jalan
napas, yang relatif sangat murah, mudah
dibawa
Manfaat APE dalam diagnosis
asma
 Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE ≥ 15% setelah inhalasi bronkodilator
(uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi
kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu)
 Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE
harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat
berat penyakit (lihat klasifikasi)

Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal


paru lain, di samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan
derajat berat obstruksi. Oleh karenanya pengukuran nilai APE
sebaiknya dibandingkan dengan nilai terbaik sebelumnya, bukan nilai
prediksi normal; kecuali tidak diketahui nilai terbaik penderita yang
bersangkutan.
Peak Expirometry Flow Rate (PEFR)
Cara menggunakan alat Peak
Flow Meter yang betul:
 Pastikan penunjuk meter berada pada nilai kosong.
 Pasang corong mulut pada peak flow meter.
 Pastikan pesakit berdiri tegak dan memegang peak
flow meter secara mendatar. Tarik nafas sedalam-
dalamnya dengan keadaan mulut terbuka.
 Letakkan corong pada mulut dan tutup bibir,
pastikan lidah tidak menutup lubang corong.
 Hembuskan udara dari mulut sekuat dan secepat
mungkin dengan sekali hembusan melalui peak
flow meter.
 Catatkan hasil ujian. Ulang ujian sebanyak dua kali,
dan nilai tertinggi dikira sebagai keputusan ujian.
Cara pemeriksaan variabiliti APE harian
Diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari untuk
mendapatkan nilai tertinggi. Rata-rata APE harian dapat diperoleh melalui 2
cara :

 Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/ perbedaan nilai APE pagi hari sebelum bronkodilator dan
nilai APE malam hari sebelumnya sesudah bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum bronkodilator dan malam
sebelumnya sesudah bronkodilator menunjukkan persentase rata-rata nilai APE harian. Nilai > 20%
dipertimbangkan sebagai asma.
APE malam - APE pagi
Variabiliti harian = -------------------------------------------- x 100 %
½ (APE malam + APE pagi)
 Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah APE pagi sebelum bronkodilator selama
pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari)

Contoh :
Selama 1 minggu setiap hari diukur APE pagi dan malam , misalkan didapatkan APE pagi terendah
300, dan APE malam tertinggi 400; maka persentase dari nilai terbaik (% of the recent best)
adalah 300/ 400 = 75%. Metode tersebut paling mudah dan mungkin dilakukan untuk menilai
variability
Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan
penyakit lain yang memberikan gejala penyakit lain yang
memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri,
obstruksi saluran napas, pneumothoraks,
pneimomediastinum. Pada serangan asma yang ringan,
gambaran radiologic paru biasanya tidak
memperlihatkan adanya kelainan
Klasifikasi Asma
 Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan
etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara.
 Klasifikasi asma berdasarkan berat
penyakit penting bagi pengobatan dan
perencanaan penatalaksanaan jangka
panjang, semakin berat asma semakin
tinggi tingkat pengobatan.
Klasifikasi Asma
Derajat Asma Gejala Fungsi Paru
I. Intermitten Siang hari < 2 kali per minggu Variabilitas APE < 20%
Malam hari < 2 kali per bulan FEV1 > 80% nilai prediksi
Serangan singkat APE > 80% nilai terbaik
Tidak ada gejala antar serangan
Intensitas serangan bervariasi

II. Persisten Ringan Siang hari > 2 kali per minggu, tetapi < 1 kali per Variabilitas APE 20 - 30%
hari FEV1 > 80% nilai prediksi
Malam hari > 2 kali per bulan APE > 80% nilai terbaik
Serangan dapat mempengaruhi aktifitas

III. Persisten Sedang Siang hari ada gejala Variabilitas APE > 30%
Malam hari > 1 kali per minggu FEV1 60-80% nilai prediksi
Serangan mempengaruhi aktifitas APE 60-80% nilai terbaik
Serangan > 2 kali per minggu
Serangan berlangsung berhari-hari
Sehari-hari menggunakan inhalasi β2-agonis short
acting

IV. Persisten Berat Siang hari terus menerus ada gejala Variabilitas APE > 30%
Setiap malam hari sering timbul gejala FEV1 < 60% nilai prediksi
Aktifitas fisik terbatas APE < 60% nilai terbaik
Sering timbul serangan
Penatalaksanaan Asma
Tujuan Utama : meningkatkan dan mempertahankan
kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari hari.

Tujuan penatalaksanaan asma :


 Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
 Mencegah eksaserbasi akut
 Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
 Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
 Menghindari efek samping obat
 Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
 Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan Asma
Kegunaan penatalaksanaan asma adalah untuk mengontrol
penyakit.

Asma dikatakan terkontrol bila :


 Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
 Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise
 Kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal
(idealnya tidak diperlukan)
 Variasi harian APE kurang dari 20 %
 Nilai APE normal atau mendekati normal
 Efek samping obat minimal (tidak ada)
 Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
Penatalaksanaan asma kronik
A. Edukasi Penderita Untuk Mengembangkan
Kebersamaan Dalam Penata laksanaan Asma.
 Tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan pengertian
pasien tentang penyakit dan penanganannya, dan hal ini
diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan terhadap
pengobatan yang diberikan.
 Tujuan lain adalah agar pasien dapat mempraktekkan
penanganan secara pribadi, terutama dalam mengidentifikasi
dan menghindari pencetus dari asma , juga mengenal dan
mengatasi eksaserbasi pada stadium paling dini.
 Pertama-tama, pasien harus tahu tentang penyakitnya, bahwa
gejalanya adalah obstruksi saluran nafas, dan pengobatan
ditujukan baik untuk pencegahan maupun menghilangkan
obstruksi ini. Yang penting lagi adalah menjelaskan bahwa
asma adalah penyekit kronis yang tidak bisa sembuh total.
Pasien harus tahu bahwa gejala akan sering muncul dan
adanya eksaserbasi harus sudah dipikirkan. Harus diyakinkan
juga bahwa dengan penanganan yang baik, hal diatas dapat
diminimalkan.
 Rencana pengobatan individu juga harus ditetapkan, termasuk
manfaat bermacam obat asma, juga efek sampingnya.
Pengenalan tentang obat pengontrol dan pelega juga harus
diberikan. Yang terpenting adalah untuk mengenali dan
menangani eksaserbasi sedini mungkin sehingga menghindari
morbiditas yang lebih serius, bahkan kematian.
B. Menilai dan Memonitor Derajat Asma
dengan Pengukuran Gejala dan Pengukuran
Fungsi Paru.
 Untuk mengukur gejala, diajukan pertanyaan mengenai seberapa
seringkah penderita memakai obat-obat reliever dan seberapa
seringkah penderita mengalami gejala malam hari seperti batuk,
mengi dan sesak. Juga penting ditanyakan seberapa sering penderita
membatasi aktivitas normalnya.

 Sedangkan pengukuran fungsi paru bisa memakai spirometri


ataupun peak expiratory flow (PEF). Adalah penting untuk menilai
derajat penyakit, menilai besarnya variasi diurnal dari fungsi paru,
monitor respon terapi selama eksaserbasi akut, mendeteksi
perburukan faal paru yang asimtomatis dan mencegahnya untuk
menjadi lebih berat, memonitor respon terhadap pengobatan kronis
dan identifikasi triger.
C. Menghindari Atau Mengontrol Pencetus Asma.
 Dengan cara menghindari segala bentuk alergen seperti alergen indoor (
kutu, alergen binatang, kecoa, jamur), menghindari alergen diluar rumah,
menghindari polusi udara di dalam dan di luar rumah, menghindari pajanan
di tempat kerja, menghindari alergen makanan dan obat, vaksinasi dan
imunoterapi spesifik.

 Hal diatas dapat mencegah eksaserbasi, mengurangi kebutuhan obat.


Kebanyakan pasien dengan asma kronis mempunyai bermacam pencetus,
sehinga dengan menghindari satu macam pencetus saja, manfaatnya sangat
berbeda pada satu pasien dengan pasien lain.

 Vaksinasi influenza dapat menyebabkan pengurangan insiden infeksi saluran


nafas atas, sehingga menurunkan kejadian eksaserbasi, walaupun hal ini
masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Pengobatan Asma Kronik
D. Penggunaan obat-obatan
Derajat Asma Pengobatan
I. Intermitten -Tidak di butuhkan pengobatan harian
-Eksaserbasi akan terjadi dalam waktu lama dengan fungsi paru normal dan tidak ada
gejala. Ketika terjadi eksaserbasi cukup diberi Short acting β agonis
II. Persisten Ringan Pengobatan utama
Dosis rendah inhalasi kortikosteroid
Alternatif pengobatan
Kromolin, Leukotrien, nedocromil atau Teofilin SR dengan konsentrasi serum 5-15
mcg/ml
III. Persisten Sedang Pengobatan Utama
Dosis rendah-menengah inhalasi kortikosteroid dan inhalasi long –acting β agonis
Alternatif Pengobatan
-Meningkatkan inhalasi kortikosteroid dengan range dosis sedang atau
- Dosis rendah sampai tinggi inhalasi kortikosteroid dan salah satu modifikasi leukotrien
atau teofilin

IV. Persisten Berat Pengobatan Utama


-Dosis tinggi inhalasi kortikosteroid dan
- Inhalasi Long-acting β agonis dan jika dibutuhkan
- Kortikosteroid tablet atau sirup (2 mg/kg/hari, tidak boleh melebihi 60 mg/hari)
(Pemakaian berulang dapat mereduksi kortikosteroid sistemik dan untuk pemeliharaan
guna kortikosteroid dosis tinggi)
Penatalaksanaan Asma Parah
Akut
 Asma yang tidak terkontrol dapat berlanjut menjadi
akut dimana inflamasi, edema jalan udara, akumulasi
mukus berlebihan, dan bronkospasmus parah
menyebabkan penyempitan jalan udara yang serius
yang tidak responsif terhadap terapi bronkodilator
biasa
 Pasien mungkin mengalami kecemasan dan mengeluh
dispnea parah, nafas pendek, sempit dada dan rasa
terbakar. Gejala tidak responsif terhadap penanganan
biasa.
 Terdengar bunyi ketika dilakukan auskultasi saat
inspirasi dan ekspirasi, batuk kering yang berulang,
takhipnea, kulit pucat atau kebiruan dan dada yang
mengembang.
Perkiraan Keparahan
Penentuan APE: Nilai < 50 % kemampuan terbaik atau
prediksi normal menandakan keparahan tertinggi

Penanganan Awal
Inheler Short acting β2 agonis: Dgn MDI 2-4 puff 3 kali
dengan interval 20 menit atau sekali menggunakan
nebulizer

Respon Baik Respon Sedang


Respon Buruk
Keparahan Ringan Keparahan Sedang
APE 50 % prediksi atau Keparahan Tinggi
APE>80 % prediksi atau kemampuan
kemampuan terbaik APE <50 % prediksi atau
terbaik
Nafas terengah-engah atau nafas kemampuan terbaik
Tidak terengah-engah atau nafas
pendek persisten Nafas terengah-engah atau nafas
pendek
Tambah kortikosteroid oral pendek yang sangat terlihat.
Respon terhadap β2 agonis
Lanjutkan β2 agonis Tambah kortikosteroid oral
bertahan hingga 4 jam Ulangi β2 agonis secepatnya
β2 agonis dilanjutkan setiap 3-4 jam
Jika pesakit tidak responsif,
selama 24-48 jam Kontak dokter untuk instruksi masukkan ke unit gawat darurat
Untuk pasien dengan kortikosteroid
inhaler, dosis digandakan untuk 7 – selanjutnya
10 hari

Bawa ke IGD
Kontak dokter untuk tindakan lanjut
Terapi Non Farmakologi

1. Edukasi pasien
bertujuan untuk :
• Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit
sendiri)
• Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma mandiri)
2. Pengukuran peak flow meter
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Pemberian oksigen
5. Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama
pada anak-anak
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat
Dapat dilakukan dengan :
 Penghentian merokok
 Menghindari kegemukan
 Kegiatan fisik misalnya senam asma
Terapi Farmakologi

Ada 2 jenis obat-obatan asma yaitu :

1. Obat-obatan yang digunakan untuk


mengontrol penyakit asma
(Controller)
2. Obat-obatan yang digunakan untuk
melegakan pernafasan (Reliever)
Controller
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan
setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada
asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :

 Kortikosteroid inhalasi
 Kortikosteroid sistemik
 Sodium kromoglikat
 Nedokromil sodium
 Metilsantin
 Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
 Agonis beta-2 kerja lama, oral
 Leukotrien modifiers
 Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)
 Lain-lain
Reliever
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan
dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak
memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif
jalan napas.

Termasuk pelega (Reliever) adalah :


 Agonis beta2 kerja singkat
 Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega
bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum
tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).
 Antikolinergik
 Aminofillin
 Adrenalin
Pengobatan Asma

Pengobatan Asma dapat dibagi atas :


1. Terapi serangan akut
2. Terapi pemeliharaan (untuk mencegah
serangan atau memburuknya penyakit)
1.Terapi Serangan Asma Akut
 Biasanya dapat dihentikan dengan suatu spasmolitikum untuk
melepaskan kejang bronchi. Pilihan utama adalah β2-
mimetikum per inhalasi, misalnya salbutamol atau
terbutalin dengan efek cepat (sesudah 3-5 menit). Bila perlu
dibantu dengan suppositoria aminofilin. Obat yang tak selektif
seperti efedrin dan isoprenalin dapat pula diberikan dalam
bentuk tablet, tetapi efeknya baru nampak sesudah lebih
kurang 1 jam.
 Bila sesudah 15 menit belum menghasilkan efek, inhalasi dapat
diulang sekali lagi. Jika tidak juga memberikan efek, pasien
perlu diberi obat secara injeksi intravena : Aminofilin
dan/atau Salbutamol. Pada serangan hebat, seringkali
ditambahkan Hidrokortison i.v atau Prednison i.v Sebagai
tindakan terakhir dapat diinjeksikan Adrenalin yang dapat
diulang 2 kali pemakaian dalam waktu 1 jam
2.Terapi Pemeliharaan
Dalam garis besar seringkali diikuti skema sebagai berikut :
 Asma ringan, (serangan < 1× sebulan) dan bila perlu diobati dengan suatu obat β2-adrenergikum yang bekerja singkat sebagai
monoterapi, misalnya salbutamol atau terbutalin (1-2 inhalasi per minggu)
 Asma sedang (serangan 1-4× sebulan) perlu diobati dengan obat yang menekan peradangan di saluran napas, yakni kortikosteroida
inhalasi seperti beklometason, flutikason atau budesonida dalam dosis rendah (200-800 mcg/hari)
Bila perlu, obat ini dapat dikombinasi dengan salbutamol atau terbutalin sampai 3-4 inhalasi/hari atau dengan obat pencegah kromoglikat
dan nedokromil per inhalasi juga. Untuk anak-anak dengan asma yang bercirikan alergi dapat diberikan per oral antihistaminika ketotifen
atau oksatomida yang juga berkhasiat mencegah degranulasi mast cells.
 Asma agak serius (serangan >1-2× seminggu) dapat ditanggulangi oleh kortikosteroida dengan dosis lebih tinggi (800-1200 mcg/hari)
dan dikombinasi dengan β2-adrenergika atau antikolinergika (ipratropium) sebagai bronchodilator untuk mengurangi obstruksi bronchi.
 Asma serius (serangan >3× seminggu) walaupun penggunaan kortikosteroida dalam dosis cukup tinggi, tetapi pada malam hari masih
timbul sesak napas (dypsnea), dapat diberikan fl2-adrenergikum kerja panjang sebagai inhalasi (salmeterol). Bila perlu obat ini dapat
dikombinasi dengan teofilin dalam bentuk slow-release.
 Inhalasi adalah suatu cara penggunaan adrenergika dan kortikosteroida yang memberikan beberapa keuntungan dibandingkan
pengobatan oral. Efeknya lebih cepatm dosisnya jauh lebih rendah dan tidak diresorpsi ke dalam darah sehingga resiko efek sampingnya
ringan sekali. Dalam sediaan inhalasi, obat dihirup dalam bentuk aerosol (nebuhaler) atau dalam bentuk serbuk halus (terbuhaler)
*inhalasi dilakukan 3-4 kali sehari 2 semprotan (puffs), sebaiknya pada saat-saat tertentu, seperti sebelum atau sesudah mengeluarkan
tenaga, setelah bersentuhan dengan zat-zat yang merangsang (asap rokok, kabut, alergen) dan pada saat sesak napas di tengah malam
dan pagi hari (“morning dip”)
Obat-obat ASMA :
1. Golongan Beta-Adrenergika

ADRENALIN
 Zat adrenergika ini dengan efek alfa + beta adalah bronchodilator terkuat dengan kerja
cepat tetapi singkat dan digunakan untuk serangan asma yang hebat. Sering kali senyawa ini
dikombinasi dengan transquilizer peroral guna melawan rasa takut dan cemas yang
menyertai serangan. Secara oral, adrenalin tidak aktif.
 Efek samping berupa efek sentral (gelisah, tremor, nyeri kepala) dan terhadap jantung
(palpitasi,
aritmia), terutama pada dosis lebih tinggi. Dosis : pada serangan asma i.v 0,3 ml dari larutan
1 : 1.000 yang dapat diulang 2 kali setiap 20 menit.

ISOPRENALIN
 Derivat ini mempunyai efek β1 + β2 adrenergis dan memiliki daya bronchodilatasi baik,
tetapi resorpsinya di usus buruk dan tidak teratur. Resorpsinya dari mulut (oromukosal)
dalam bentuk tablet atau larutan sedikit lebih baik dan cepat, dan efeknya sudah timbul
setelah beberapa menit dan bertahan sampai 1 jam.
 Penggunaannya sebagai obat asma sudah terdesak oleh adrenergika dengan khasiat spesifik
terhadap reseptor β2 (bronchi) dan praktis tanpa efek β1 (jantung), sehingga lebih jarang
menimbulkan efek samping.
2. Golongan Beta-Mimetika
SALBUTAMOL
 Derivat isoprenalin ini merupakan adrenergikum pertama (1968) yang pada dosis biasa memiliki daya kerja yang lebih kurang spesifik
terhadap reseptor β2. Selain berdaya bronchodilatasi baik, salbutamol juga memiliki efek lemah terhadap stabilisasi mastcell, maka
sangat efektif mencegah atau meniadakan serangan asma.
 Efek samping jarang terjadi dan biasanya berupa nyeri kepala, pusing-pusing, mual dan tremor tangan. Pada overdose, dapat terjadi
stimulasi reeptor β1 dengan efek kardiovaskular : tachycardia, palpitasi, aritmiadan hipotensi.

TERBUTALIN
Derivat metildari orsiprenalin (1970) ini jga berkhasiat β2 selektif. Secara oral, mulai kerjanya sesudah 1-2 jam
sedangkan lama kerjanya 6 jam. Lebih sering mengakibatkan tachycardia.

TEOFILIN
Alkaloid ini (1908) terdapat bersama kofein dan memiliki sejumlah khasiat antara lain berdaya spasmolitik terhadap
otot polos, khususnya otot bronchi, menstimulasi jantung (efek inotrop positif) dan mendilatasinya. Teofilin juga
menstimulasi SSP dan pernapasan. Kini obat ini banyak digunakan sebagai obat prevensi dan terapi serangan asma.

AMINOFILIN
Adalah garam yang dalam darah membebaskan teofilin kembali. Garam ini bersifat basa dan sangat merangsang
selaput lendir, sehingga scara oral sering mengakibatkan gangguan lambung (mual, muntah). Pada serangan asma, obat
ini digunakan dalam bentuk injeksi secara i.v
3. Golongan Antikolinergika
IPRATOPIUM
 Derivat N-propil dari atropin ini (1974) berkhasiat bronchodilatasi, karena
melawan pembentukan cGMP yang menimbulkan konstriksi. Ipratropium
berdaya mengurangi hipersekresi di bronchi, yakni “efek mengeringkan”
dari obat antikolinergika, maka amat efektif pada pasien yang mengeluarkan
banyak dahak. Khususnya digunakan sebagai inhalasi, efeknya dimulai lebih
lambat (15 menit) daripada β2 mimetika. Efek maksimalnya dicapai setelah
1-2 jam dan bertahan rata-rata 6 jam.
 Sangat efektif sebagai obat pencegah dan pemeliharaan, terutama pada
bronchitis kronis. Kini zat ini tidak digunakan (lagi) sebagai monoterapi
(pemeliharaan), melainkan selalu bersama kortikosteroid-inhalasi.
Kombinasinya dengan β2 mimetika memperkuat efeknya (adisi)
 Resorpsinya secara oral buruk. Secara tracheal hanya bekerja setempat dan
praktis tidak diserap. Keuntungannya ialah zat ini dapat digunakan oleh
pasien jantung yang tidak tahan terhadap adrenergika. Efek sampingnya
jarang terjadi dan biasanya berupa mulut kering, mual, nyeri kepala dan
pusing.
4.Golongan Kortikosteroid-
inhalasi
BEKLOMETASON
 Derivat betametason ini (1967) dimana atom fluor-nya digantikan oleh klor, mempunyai
daya larut buruk dan hanya sedikit diresorpsi oleh mukosa bronchi. Karena sebagian besar
obat ini suatu inhalasi (80%) terendap di mulut dan tenggorokan, resiko resorpsi meningkat
pada dosis tinggi dan bagi beklometason pada dosis diatas 1.000 mcg sehari.
 Glukortikoid ini dapat digunakan secara lokal dalam bentuk dosis-aerosol (nebuhaler),
serbuk inhalasi (turbuhaler) atau cairan inhalasi. Dengan cara pemberian ini, efeksamping
sistemis dari penggunaan oral dapat dihindari.

FLUTIKASON
 Derivat-difluor (dalam inti steroid) pada penggunaan tracheal tidak diinaktifkan dalam
paru-paru. Efeknya menjadi nyata setelah 1 minggu, daya kerjanya bertahan lebih panjang
dari kedua obat lainnya (plasma t1/2 nya 3 jam). Bagian dosis yang diminum hanya diserap
untuk sebagian kecil, kemudian dirombak dalam hati menjadi metabolit inaktif.
 Efek samping : pada dosis tinggi (diatas 500 mcg/hari) ternyata menimbulkan efek sistemis;
pada anak-anak dihambat pertumbuhannya. Penyebabnya mungkin karena bersifat sangat
lipofil dengan volume pembagian lebih besar dan ikatan reseptornya yang lebih erat dari
obat lain
Kromolin Sodium dan Nedokromil
 Kromolin merupakan obat antiinflamasi. Obat-obat ini
menghambat pelepasan mediator, histamin dan SRS-A (Slow
Reacting Substance Anaphylaxis, leukotrien) dari sel mast.
Kromolin bekerja lokal pada paru-paru tempat obat
diberikan.
 Nedokromil merupakan anti-inflamasi inhalasi untuk
pencegahan asma. Obat ini akan menghambat aktivasi secara
in vitro dan pembebasan mediator dari berbagai tipe sel
berhubungan dengan asma termasuk eosinofil, neutrofil,
makrofag, sel mast, monosit dan platelet. Nedokromil
menghambat perkembangan respon bronko konstriksi baik
awal dan maupun lanjut terhadap antigen terinhalasi.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai