Anda di halaman 1dari 14

GEREJA

Arti dan Makna Gereja


Kata “Gereja”, berasal dari bahasa Portugis, igreja yang diambil dari kata bahasaYunani ekklesia , berarti
‘kumpulan’, ‘pertemuan’, ‘rapat’. Paus Fransiskus menjelaskan ekklesia sebagai “pertemuan akbar orang-
orang yang dipanggil”:Allah memanggil kita semua untuk menjadi keluarga-Nya.
Gereja, adalah kasih Allah yang diaktualisasikan dalam mencintai diri-Nya dan orang lain, semua orang,
tanpa membeda-bedakan.
Gereja adalah keluarga yang kita cintai dan mencintai kita.
Gereja menjadi nyata ketika karunia Roh Kudus memenuhi hati para Rasul dan membakar semangat mereka
untuk pergi ke luar dan memulai perjalanan mereka untuk mewartakan Injil, menyebarkan kasih Allah.
Ciri-ciri Gereja sebagai Umat Allah yang tampak dalam cerita tersebut adalah kesatuan dalam persaudaraan
sejati.
Makna Gereja sebagai Umat Allah menurut Ajaran Kitab Suci
Hidup mengUmat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat Gereja adalah
persaudaraan cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup Umat Perdana (lih. Kis 2: 41-47).
Dalam hidup mengUmat banyak karisma dan rupa-rupa karunia dapat dilihat, diterima, dan digunakan untuk
kekayaan seluruh Gereja. Hidup Gereja yang terlalu menampilkan segi organisatoris dan struktural dapat
mematikan banyak karisma dan karunia yang muncul dari bawah (1Kor 12: 7-10).
Dalam hidup mengUmat, semua orang yang merasa menghayati martabat yang sama akan bertanggung
jawab secara aktif dalam fungsinya masing-masing untuk membangun Gereja dan memberi kesaksian kepada
dunia (Ef 4: 11-13; 1Kor 12: 12-18; 26-27).
Katolik
• Kata “Katolik” tidak terdapat dalam Kitab Suci, tetapi sudah dipakai oleh
Ignatius dari Antiokhia untuk menunjukkan sifat universal (semesta) Gereja
yang tersebar di seluruh dunia. Sejak abad ke-2 kata “Katolik”, dalam arti
universal, mulai dilawankan dengan aneka sekte dan bidaah (ajaran salah)
yang bermunculan pada zaman itu. Kata “Katolik” tetap berarti “umum”,
universal, tetapi dipakai untuk menunjuk pada Gereja yang “benar”,
dilawankan dengan bidaah-bidaah itu. “Katolik” adalah kata yang baru dan
sebelum tahun 380 tidak dipakai dalam syahadat.
Perjanjian Baru
• Dalam Perjanjian Baru sudah jelas terungkap gagasan, bahwa “dalam satu
Roh kita semua, baik orang Yahudi maupun orang Yunani, baik budak
maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua
diberi minum dari satu Roh” (1Kor 12:13). “Semua adalah satu dalam
Kristus Yesus” (Gal 3:28). Bapa-bapa Gereja juga sering berbicara
mengenai kesatuan Gereja, yang berakar dalam kesatuan Allah Tritunggal
sendiri. Lumen Gentium mengutip St. Siprianus, “Gereja tampak sebagai
umat yang disatukan berdasarkan kesatuan Bapa dan Putra dan Roh
Kudus” (LG 4). Kesatuan malah dilihat sebagai sifat Gereja yang paling
penting, karena mewujudkan cinta persaudaraan. Karena itu, kesatuan juga
menjadi tanda Gereja yang benar, yang tidak terdapat pada sekte-sekte yang
memisahkan diri dari Gereja yang satu itu. Khususnya sesudah thn 381,
ketika rumus “Gereja yang satu, kudus Katolik dan apostolik” dimasukkan
dalam syahadat, kesatuan pun dilihat sebagai ciri pengenal Gereja. Aneka
segi kesatuan ditonjolkan oleh para Bapa Gereja guna menampilkan
keluhuran Gereja.
SAKRAMEN
Pengertian sakramen
Sakramen berasal dari kata ‘mysterion’ (Yunani), yang dijabarkan
dengan kata ‘mysterium’ dan ’sacramentum’ (Latin). Kata
‘sacramentum’ dipakai untuk menjelaskan tanda yang kelihatan dari
kenyataan keselamatan yang tak kelihatan yang disebut sebagai
‘mysterium‘. Kitab Suci menyampaikan dasar pengertian sakramen
sebagai misteri/ ‘mysterium‘ kasih Allah, yang diterjemahkan
sebagai “rahasia yang tersembunyi dari abad ke abad tetapi yang
sekarang dinyatakan kepada orang-orang kudus-Nya” (Kol 1: 26,
Rom 16:25). Rahasia/ ‘misteri’ keselamatan ini tak lain dan tak
bukan adalah Kristus (Kol 2:2; 4:3; Ef 3:3) yang hadir di tengah-
tengah kita (Kol 1:27). Jadi sakramen-sakramen Gereja merupakan
tanda yang kelihatan dari rahasia/ misteri Kristus yang tak kelihatan
dan yang bekerja di dalam Gereja-Nya oleh kuasa Roh Kudus.
Betapa nyatanya ‘rahasia’ ini diungkapkan di dalam sakramen-
sakramen Gereja, terutama di dalam Ekaristi.
A. Sakramen Baptis
• Pembaptisan adalah sakramen pertama dan
mendasar dalam inisiasi Kristiani. Sakramen ini
dilayani dengan cara menyelamkan si penerima
ke dalam air atau dengan mencurahkan (tidak
sekedar memercikkan) air ke atas kepala si
penerima "dalam nama Bapa dan Putra dan Roh
kudus" (Matius 28:19). Pelayan sakramen ini
biasanya seorang uskup atau imam, atau seorang
diakon dalam Gereja Latin. Dalam keadaan
darurat, siapa pun yang berniat untuk melakukan
apa yang dilakukan Gereja, bahkan jika orang itu
bukanlah seorang Kristiani, dapat membaptis.
B. Sakramen Penguatan
Sakramen Penguatan atau Krisma adalah sakramen ketiga
dalam inisiasi Kristiani. Sakramen ini diberikan dengan cara
mengurapi penerimanya dengan minyak Krisma, minyak
yang telah dicampur sejenis balsam, yang memberinya
aroma khas, disertai doa khusus yang menunjukkan bahwa,
baik dalam variasi Barat maupun Timurnya, karunia Roh
Kudus menandai si penerima seperti sebuah meterai.
Melalui sakramen ini, rahmat yang diberikan dalam
pembaptisan "diperkuat dan diperdalam" (KGK 1303).
Seperti pembaptisan, penguatan hanya diterima satu kali,
dan si penerima harus dalam keadaan layak (artinya bebas
dari dosa-maut apapun yang diketahui dan yang belum
diakui) agar dapat menerima efek sakramen tersebut.
C. Sakramen Ekaristi

• Ekaristi adalah sakramen (yang kedua dalam inisiasi Kristiani) yang


dengannya umat Katolik mengambil bagian dari Tubuh dan Darah
Yesus Kristus serta turut serta dalam pengorbanan diri-Nya. Aspek
pertama dari sakramen ini (yakni mengambil bagian dari Tubuh dan
Darah Yesus Kristus) disebut pula Komuni Suci. Roti (yang harus
terbuat dari gandum , dan yang tidak diberi ragi dalam ritus Latin,
Armenia dan Ethiopa, namun diberi ragi dalam kebanyakan Ritus
Timur) dan anggur (yang harus terbuat dari buah anggur) yang
digunakan dalam ritus Ekaristi, dalam iman Katolik, ditransformasi
dalam segala hal kecuali wujudnya yang kelihatan menjadi Tubuh
dan Darah Kristus, perubahan ini disebut transubstansiasi. Hanya
uskup atau imam yang dapat menjadi pelayan Sakramen Ekaristi,
dengan bertindak selaku pribadi Kristus sendiri. Diakon serta imam
biasanya adalah pelayan Komuni Suci, umat awam dapat diberi
wewenang dalam lingkup terbatas sebagai pelayan luar biasa
Komuni Suci.
D. Sakramen Penyembuhan
a. Sakramen Rekonsiliasi

Sakramen rekonsiliasi adalah yang pertama dari kedua sakramen


penyembuhan, dan juga disebut Sakramen Pengakuan Dosa,
Sakramen Tobat, dan Sakramen Pengampunan(KGK 1423–1424).
Sakramen ini adalah sakramen penyembuhan rohani dari seseorang
yang telah dibaptis yang terjauhkan dari Allah karena telah berbuat
dosa. Sakramen ini memiliki empat unsur: penyesalan si peniten (si
pengaku dosa) atas dosanya (tanpa hal ini ritus rekonsiliasi akan sia-
sia), pengakuan kepada seorang imam (boleh saja secara spirutual
akan bermanfaat bagi seseorang untuk mengaku dosa kepada yang
lain, akan tetapi hanya imam yang memiliki kuasa untuk
melayankan sakramen ini), absolusi (pengampunan) oleh imam, dan
penyilihan.
b. Sakramen Pengurapan Orang Sakit

Pengurapan Orang Sakit adalah sakramen penyembuhan yang


kedua. Dalam sakramen ini seorang imam mengurapi si sakit
dengan minyak yang khusus diberkati untuk upacara ini.
"Pengurapan orang sakit dapat dilayankan bagi setiap umat
beriman yang, karena telah mencapai penggunaan akal budi,
mulai berada dalam bahaya yang disebabkan sakit atau usia
lanjut" (kanon 1004; KGK 1514). Baru menderita sakit
ataupun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat
sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang.
• Pengurapan Orang Sakit adalah sakramen penyembuhan yang kedua. Dalam
sakramen ini seorang imam mengurapi si sakit dengan minyak yang khusus
diberkati untuk upacara ini. "Pengurapan orang sakit dapat dilayankan bagi setiap
umat beriman yang, karena telah mencapai penggunaan akal budi, mulai berada
dalam bahaya yang disebabkan sakit atau usia lanjut" (kanon 1004; KGK 1514).
Baru menderita sakit ataupun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat
sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang.
• Dalam tradisi Gereja Barat, sakramen ini diberikan hanya bagi orang-orang yang
berada dalam sakratul maut, sehingga dikenal pula sebagai "Pengurapan Terakhir",
yang dilayankan sebagai salah satu dari "Ritus-Ritus Terakhir". "Ritus-Ritus
Terakhir" yang lain adalah pengakuan dosa (jika orang yang sekarat tersebut secara
fisik tidak memungkinkan untuk mengakui dosanya, maka minimal diberikan
absolusi, yang tergantung pada ada atau tidaknya penyesalan si sakit atas dosa-
dosanya), dan [[Ekaristi[[, yang bilamana dilayankan kepada orang yang sekarat
dikenal dengan sebutan "Viaticum", sebuah kata yang arti aslinya dalam bahasa
Latin adalah "bekal perjalanan".
Sakramen Panggilan

A. Sakramen Imamat
• Imamat atau Pentahbisan adalah sakramen yang dengannya
seseorang dijadikan uskup, imam, atau diakon, sehingga penerima
sakramen ini dibaktikan sebagai citra Kristus. Hanya uskup yang
boleh melayankan sakramen ini.
• Pentahbisan seseorang menjadi uskup menganugerahkan kegenapan
sakramen Imamat baginya, menjadikannya anggota badan penerus
(pengganti) para rasul, dan memberi dia misi untuk mengajar,
menguduskan, dan menuntun, disertai kepedulian dari semua
Gereja.
• Pentahbisan seseorang menjadi imam mengkonfigurasinya menjadi
Kristus selaku Kepala Gereja dan Imam Agung, serta
menganugerahkan baginya kuasa, sebagai asisten uskup yang
bersangkutan, untuk merayakan sakramen-sakramen dan kegiatan-
kegiatan liturgis lainnya, teristimewa Ekaristi.
B. Sakramen Pernikahan

• Pernikahan atau perkawinan, seperti Imamat, adalah suatu sakramen yang


mengkonsekrasi penerimanya guna suatu misi khusus dalam pembangunan
Gereja, serta menganugerahkan rahmat demi perampungan misi tersebut.
Sakramen ini, yang dipandang sebagai suatu tanda cinta-kasih yang menyatukan
Kristus dengan Gereja, menetapkan di antara kedua pasangan suatu ikatan yang
bersifat permanen dan eksklusif, yang dimeteraikan oleh Allah. Dengan demikian,
suatu pernikahan antara seorang pria yang sudah dibaptis dan seorang wanita
yang sudah dibaptis, yang dimasuki secara sah dan telah disempurnakan dengan
persetubuhan, tidak dapat diceraikan sebab di dalam kitab suci tertulis Justru
karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu.
Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab
itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,
sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua,
melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh
diceraikan manusia. Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula
kepada Yesus tentang hal itu. Lalu kata-Nya kepada mereka: ”Barangsiapa
menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam
perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan
kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah." (mrk. 10:1–12)
Apa Pentingnya Sakramen Dalam
Kehidupan Kita?
• Banyak orang berpikir bahwa iman itu hanya menyangkut kerohanian, dan tidak ada sangkut
pautnya dengan hal jasmani. Namun sesungguhnya tidak demikian, karena manusia diciptakan
Allah terdiri dari jiwa dan tubuh. Jadi apa yang kita imani selayaknya memancar keluar melalui sikap
tubuh, dan sebaliknya apa yang terlihat dari luar mencerminkan apa yang kita imani di dalam hati.
Hal ini yang mendasari bahwa segala yang menyangkut manusia selalu menyangkut dua hal: tubuh
dan jiwa, jasmani dan rohani, dan kedua hal ini tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia.
• Prinsip kedua adalah kemurahan hati Allah yang mengangkat kita dari ketidakberdayaan kita
sebagai manusia, agar kita dapat memahami dan mengingini hal-hal ilahi, karena untuk itulah kita
diciptakan dan ke sanalah hidup kita akan berakhir. Rahmat Ilahi ini hanya datang dari Allah, dan
kita memperolehnya lewat sakramen -sakramen. Sakramen mengubah kita secara rohani: kita
diangkat menjadi ilahi, agar dapat dibentuk oleh Allah menjadi semakin serupa dengan DiriNya.
• Prinsip ‘jiwa dan tubuh’, ‘grace and nature’
Prinsip ‘tubuh dan jiwa’ ini yang mendasasri adanya sakramen di dalam Gereja. Gereja yang dijiwai
oleh Roh Kristus, juga terdiri dari ‘Tubuh’ yang kelihatan, yaitu umat yang dipimpin oleh para
pemimpin Gereja.
Mengapa Harus Ada Tujuh Sakaramen
Dalam Gereja Katolik?
• Alasannya adalah karena terdapat hubungan yang erat antara kehidupan rohani dan jasmani. Secara
jasmani ada tujuh tahap penting kehidupan: kita lahir, tumbuh menjadi dewasa karena makan. Jika
sakit kita berobat, dan di dalam hidup kita dapat memilih untuk tidak menikah atau menikah. Lalu
setelah selesai menjalani hidup, kita meninggal dunia. Nah, sekarang mari kita lihat bagaimana
sakramen menguduskan tahap-tahap tersebut di dalam kerohanian kita.
• Kelahiran kita secara rohani ditandai dengan sakramen Pembaptisan, di mana kita dilahirkan kembali
di dalam air dan Roh (Yoh 3:5), yaitu di dalam Kristus sendiri. Kita diteguhkan oleh Roh Kudus dan
menjadi dewasa dalam iman melalui sakramen Penguatan (Kis 1:5). Kita bertumbuh karena
mengambil bagian dalam sakramen Ekaristi yang menjadi santapan rohani (Yoh 6: 51-56). Jika
rohani kita sakit, atau kita berdosa, kita dapat disembuhkan melalui pengakuan dosa dalam sakramen
Tobat/ Pengakuan dosa, di mana melalui perantaraan iman-Nya Tuhan Yesus mengampuni kita (Yoh
20: 22-23). Lalu jika kita terpanggil untuk hidup selibat untuk Kerajaan Allah, Allah memberikan
kuasa untuk melakukan tugas-tugas suci melalui penerimaan sakramen Tahbisan Suci/ Imamat (Mat
19:12). Sedangkan jika kita terpanggil untuk hidup berkeluarga, kita menerima sakramen
Perkawinan (Mat 19:5-6). Akhirnya, pada saat kita sakit jasmani ataupun saat menjelang ajal, kita
dapat menerima sakramen Pengurapan orang sakit, yang dapat membawa rahmat kesembuhan
ataupun persiapan bagi kita untuk kembali ke pangkuan Allah Pencipta (Yak 5:14).
• Pengajaran tentang adanya tujuh sakramen ini kita terima dari Tradisi Suci, yang kita percayai
berasal dari Kristus. Ketujuh sakramen ini ditetapkan melalui Konsili di Trente (1564) untuk
menolak bahwa hanya ada dua sakramen Baptis dan Ekaristi menurut pandangan gereja Protestan.
Sebagai umat Katolik, kita mematuhi apa yang ditetapkan oleh Magisterium Gereja Katolik, sebab
mereka -lah penerus para rasul, yang meneruskan doktrin para rasul dengan kemurniannya.

Anda mungkin juga menyukai