Anda di halaman 1dari 19

SINDROM HELLP

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara dengan angka kematian ibu dan perinatal


tertinggi. Berdasarkan data dari WHO, pada tahun 2008 kasus kematian ibu
sebanyak 240 per 100.000 kelahiran. Menurut Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI), diketahui bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia
berada pada peringkat ke-12 dari 18 negara anggota ASEAN dan SEARO (South
East Asian Nation Regional Organization). Menurut WHO (2005), penyebab
kematian maternal termasuk perdarahan, infeksi, eklampsia, persalinan macet dan
aborsi tidak aman. Penyebab kematian ibu di Indonesia dikenal dengan trias klasik
yakni perdarahan, preeklampsia/eklampsia, dan infeksi. Dimana dari 536.000
kematian maternal di dunia, 25 % oleh karena perdarahan, 15% karena infeksi dan
12% karena preklampsia/eklamsia.1

Sindrom HELLP adalah komplikasi dalam kehamilan yang ditandai


dengan hemolisis, peningkatan enzim hati dan trombositopenia, merupakan
komplikasi dari preeklampsia berat yang sering tak terdeteksi dan progresif.
Istilah sindrom HELLP pertama kali dicetuskan oleh Weinstein pada tahun 1982.
Kasus ini sering ditemukan pada trimester kedua (15%), ketiga (50%), sebelum
persalinan, dan pascapersalinan hingga 48 jam setelahnya.2

Preeklampsia merupakan suatu gangguan kehamilan spesifik yang terjadi


pada sekitar 5% dari seluruh kehamilan dan merupakan penyakit glomerulus yang
paling umum di dunia. Penyebab awal gangguan ini masih belum diketahui,
namun perkembangan terbaru menjelaskan bahwa mekanisme molekuler yang
melatarbelakanginya, terutama perkembangan abnormal, hipoksia plasenta,
disfungsi endotel. Berkomplikasi pada ibu sebagai Sindrom HELLP, gagal ginjal,
kejang, gangguan hati, stroke, penyakit jantung hipertensi, dan kematian,
sedangkan pada fetus dapat mengakibatkan persalinan preterm, hipoksia
neurogenik, dan kematian.1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 1
SINDROM HELLP

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sindrom HELLP merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-


tanda: hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan
disfungsi endotel sistemik. Keadaan ini merupakan salah satu komplikasi dari
preeklamsia dengan faktor risiko partus preterm dan hambatan pertumbuhan janin
.2
H : Hemolysis
EL : Elevated Liver Enzyme
LP : Low Platelet Count
Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang
spesifik pada kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, preeklampsia juga
terjadi pada kelainan perkembangan plasenta (kehamilan mola komplit).
Meskipun patofisiologi preeklampsia kurang dimengerti, jelas bahwa tanda
perkembangan ini tampak pada awal kehamilan. Pada 10 % pasien dengan
preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan terjadinya HELLP syndrome yang
ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah
platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak jauh dengan waktu kelahiran
(sekitar 31 minggu kehamilan). Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali
ke normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa
menetap selama seminggu .3

2.2 Epidemiologi

Insidens Sindrom HELLP pada kehamilan berkisar antara 0,2-0,6%, 4-


12% pada preeklampsia berat, dan menyebabkan mortalitas maternal yang cukup
tinggi (24 %), serta mortalitas perinatal antara 7,7%-60%. Sindroma HELLP dapat
timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah
melahirkan .2,3

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 2
SINDROM HELLP

Sindrom HELLP terjadi pada 2-12% kehamilan. Sebagai perbandingan,


preeklampsi terjadi pada 5-7% kehamilan. Superimposed sindrom HELLP
berkembang dari 4-12% wanita preeklampsi atau eklampsi. Tanpa preeklampsi,
diagnosis sindrom ini sering terlambat. Faktor risiko sindrom HELLP berbeda
dengan preeklampsi .4

Dalam laporan Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara bermakna
lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi
tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih
tinggi pada populasi kulit putih dan multipara. Penulis lain juga mempunyai
observasi serupa. Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ketiga, walaupun
pada 11% pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu; di masa antepartum
pada sekitar 69% pasien dan di masa postpartum pada sekitar 31%. Pada masa
post partum, saat terjadinya dalam waktu 48 jam pertama post partum .4

2.3 Faktor Resiko


Preeklampsia sering mengenai perempuan muda dan nulipara. Faktor
risiko sindrom HELLP berbeda dengan preeklampsi. Pasien sindrom HELLP
secara bermakna lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien
preeklampsi-eklampsi tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden
sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit putih dan multipara .3

Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi


menyebabkan kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis
dan kelainan vaskular serta jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan
nefropati .3,4

Tabel 2.1 Faktor Risiko


Sindrom HELLP Preeklampsia
Multipara Nullipara
Usia ibu > 25 tahun Usia ibu < 20 tahun atau > 40 tahun
Ras kulit putih Riwayat keluarga eklampsia
Riwayat keluaran kehamilan yang jelek ANC yang buruk
Diabetes mellitus
Hipertensi kronis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 3
SINDROM HELLP

Kehamilan multipel
Berbagai faktor risiko antara lain :
Faktor yang berhubungan dengan kehamilan
Faktor spesifik maternal

Faktor spesifik paternal

1. Faktor risiko preeklamsia yang berhubungan dengan kehamilan .5 :


Kelainan kromosom
Mola hydatidosa
Hydrops fetalis
Kehamilan multifetus
Inseminasi donor atau donor oosit
Kelainan struktur kongenital
2. Faktor risiko preeklamsia yang khusus berhubungan dengan maternal .5 :
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida
tua. Primigravida tua risiko lebih tinggi untuk preeklampsia berat.
Ibu hamil berusia diatas 35 tahun. Ibu hamil berusia diatas 35 tahun
dapat terjadi hipertensi laten.
Ibu hamil usia remaja, yaitu usia dibawah 20 tahun. Ibu hamil berusia
dibawah 25 tahun insidens > 3 kali lipat.
Ibu hamil dengan kehamilan kembar.
Ibu hamil yang sebelum kehamilannya memiliki penyakit darah tinggi
atau penyakit ginjal.
Riwayat preeklamsia pada keluarga, yaitu ibunya atau saudara
perempuannya pernah mengalami preeklamsia. Jika ada riwayat
preeklamsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko meningkat sampai
25%.
Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya.

2.4 Etiologi
Sampai saat ini etiologinya yang pasti belum diketahui. Penyebab sindrom
HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan pada penyakit multisistem
ini adalah kelainan tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 4
SINDROM HELLP

sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya


merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel
mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler sehingga terjadi vasospasme,
aglutinasi, dan agregasi trombosit kemudian terjadi kerusakan endotel .2

Terdapat 4 hipotesis patogenesis preeklampsia:

1. Iskemia Plasenta.
Peningkatan deportasi sel tropoblast yang menyebabkan kegagalan invasi
ke arteri spiralis dan akan mengakibatkan iskemia pada plasenta.
2. Maladaptasi Imun.
Terjadinya maladaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel
tropoblast pada arteri spiralis dan memicu pembentukkan sitokin, enzim
proteolitik, dan radikal bebas yang menyebabkan terjadinya disfungsi
endotel.
3. Genetik Inpreting.
Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen
resesif tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna.
Penetrasi mungkin tergantung pada genotip janin.
4. Perbandingan VLDL (Very Low Density Lipoprotein) dan TxPA (Toxicity
Preventing Activity).
Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam
lemak non-esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar
albumin yang rendah, pengangkatan kelebihan asam lemak non-
esterifikasi dari jaringan lemak kedalam hepar akan menurunkan aktifitas
antitoksin albumin sampai pada titik dimana VLDL terekspresikan. Jika
kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL akan muncul.

2.5 Klasifikasi
Dua sistem klasifikasi digunakan pada sindrom HELLP. Klasifikasi
pertama berdasarkan jumlah kelainan yang ada. Dalam sistem ini, pasien
diklasifikasikan sebagai sindrom HELLP parsial (mempunyai satu atau dua
kelainan) atau sindrom HELLP total (mempunyai ketiga kelainan). Wanita dengan
ketiga kelainan lebih berisiko menderita komplikasi seperti DIC, dibandingkan
dengan wanita dengan sindrom HELLP parsial. Konsekuensinya pasien sindrom
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan
RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 5
SINDROM HELLP

HELLP total harus dipertimbangkan untuk bersalin dalam 48 jam, sebaliknya


yang parsial dapat diterapi konservatif .6

Klasifikasi kedua sindrom HELLP menurut Mississippi berdasarkan kadar


trombosit darah2,6:
Kelas Trombosit (/ml) LDH (IU/l) AST/ALT (IU/l)
I 50.000 600 40
II 50.001 - 100.000 600 40
III 100.001150.000 600 40
Tabel 2.2 Klasifikasi Sindrom HELLP

Klasifikasi ini telah digunakan dalam memprediksi kecepatan pemulihan


penyakit pada post partum, keluaran maternal dan perinatal, dan perlu tidaknya
plasmaferesis. Sindrom HELLP kelas I berisiko morbiditas dan mortalitas ibu
lebih tinggi dibandingkan pasien kelas II dan kelas III.

2.6 Patogenesis

Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang


ditemukan pada penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler,
vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor
pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang
menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit
intravaskuler sehingga terjadi vasospasme, aglutinasi, dan agregasi trombosit yang
kemudian terjadi kerusakan endotel. Hemolisis yang didefinisikan sebagai anemia
hemolitik mikroangiopati merupakan tanda khas. Sel darah merah terfragmentasi
saat melewati pembuluh darah kecil yang endotelnya rusak dengan deposit fibrin.
Pada sediaan hapusan darah tepi ditemukan spherocytes, schistocytes, triangular
cells, dan burr cells.
Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder akibat obstruksi aliran
darah hati oleh deposit fibrin di sinusoid. Obstruksi ini menyebabkan nekrosis
periportal dan pada kasus yang berat dapat terjadi perdarahan intrahepatik,
hematom subkapsular, dan ruptur hepar. Nekrosis periportal dan perdarahan
merupakan gambaran histopatologik yang paling sering ditemukan .4,5
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan
RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 6
SINDROM HELLP

Trombositopenia disebabkan oleh peningkatan pemakaian dan/atau


destruksi trombosit akibat kerusakan endotel pembuluh darah. Banyak penulis
tidak menganggap sindrom HELLP sebagai suatu variasi dari disseminated
intravascular coagulopathy (DIC), karena nilai parameter koagulasi seperti waktu
prothrombin (PT), waktu parsial thromboplastin (PTT), dan serum fibrinogen
normal.
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan
terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik,
peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak
jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan). Kebanyakan
abnormalitas hematologik kembali ke normal dalam dua hingga tiga hari setelah
kelahiran tetapi trombositopenia bisa menetap selama seminggu .6

2.7 Manifestasi Klinik

Pasien sindrom HELLP dapat mempunyai tanda dan gejala yang sangat
bervariasi, dari yang bernilai diagnostik sampai semua tanda dan gejala pada
pasien preeklampsi-eklampsi yang tidak menderita sindrom HELLP .1
Sibai (1990) menyatakan bahwa pasien biasanya muncul dengan keluhan
nyeri epigastrium atau nyeri perut kanan atas (90%), beberapa mengeluh mual dan
muntah (50%), yang lain bergejala seperti infeksi virus. Sebagian besar pasien
(90%) mempunyai riwayat malaise selama beberapa hari sebelum timbul tanda
lain .7
Dalam laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeri epigastrium
diperkirakan akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati oleh deposit fibrin
intravaskuler. Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan peningkatan berat
badan yang bermakna karena oedem menyeluruh. Hal yang penting adalah bahwa
hipertensi berat (sistolik 160 mmHg, diastolik 110 mmHg) tidak selalu ditemukan.
Walaupun 66% dari 112 pasien pada penelitian Sibai dkk (1986) mempunyai
tekanan darah diastolik 110 mmHg, 14,5% bertekanan darah diastolik 90 mmHg
.6

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 7
SINDROM HELLP

2.8 Diagnosis

Diagnosis Sindroma HELLP secara obyektif lebih berdasarkan hasil


laboratorium, sedangkan manifestasi klinis bersifat subyektif, kecuali jika keadaan
sindroma HELLP semakin berat. Berdasarkan hasil laboratorium dapat ditemukan
anemia hemolisis, disfungsi hepar, dan trombositopeni .5
Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala,
mual, muntah (semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus). Ada tanda dan
gejala preeklampsia. Sampai saat ini diagnosis Sindroma hellp lebih berdasarkan
parameter laboratorium, dan parameter yang digunakan selama ini lebih mengarah
pada keadaan sindrom HELLP lanjut, dimana morbiditas dan mortalitas ibu dan
janin cukup tinggi.
Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan adanya
kerusakan sel eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells. Hemolisis ini
mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin dan lactate dehydrogenase (LDH).
Disfungsi hepar direfleksikan dari peningkatan enzim hepar yaitu Aspartate
transaminase (AST/GOT), Alanin Transaminase (ALT/GPT), dan juga
peningkatan LDH. Semakin lanjut proses kerusakan yang terjadi, terdapat
gangguan koagulasi dan hemostasis darah dengan ketidak normalan protrombin
time, partial tromboplastin time, fibrinogen, bila keadaan semakin parah dimana
trombosit sampai dibawah 50.000 /ml biasanya akan didapatkan hasil-hasil
degradasi fibrin dan aktivasi antitrombin III yang mengarah terjadinya
Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Insidens DIC pada sindroma
hellp 4-38%.
Sindrom HELLP ditandai:
1. Hemolisis
Tanda hemolisis dapat dilihat dari ptekie, ekimosis, hematuria dan secara
laboratorik adanya Burr cells pada apusan darah tepi. Banyak penulis
mendukung nilai laktat dehidrogenase (LDH) dan bilirubin agar
diperhitungkan dalam mendiagnosis hemolisis .2,3
2. Elevated liver enzymes

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 8
SINDROM HELLP

Dengan meningkatnya SGOT, SGPT (> 70 iu) dan LDH (> 600 iu) maka
merupakan tanda degenerasi hati. LDH > 1400 iu, merupakan tanda
spesifik kelainan klinik .2,3
3. Low platelets
Jumlah trombosit < 100.000/mm3 merupakan tanda koagulasi
intravaskuler.
Hemolisis
-kelainan hapusan darah tepi
-total bilirubin >1,2 mg/dl
-laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
Peningkatan fungsi hati
-serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L
-laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
Jumlah trombosit yang rendah
-hitung trombosit < 100.000/mm

Tabel 2.3 Kriteria diagnosis sindrom HELLP (University of Tennessee, Memphis)

Temuan patologis .4
Eritrosit: Terjadi kerusakan eritrosit, mengalami fragmentasi yang dapat
dilihat pada darah tepi.
Trombosit
Umur trombosit normal adalah 8 10 hari. Pada preeklampasia umur
trombosit menjadi 5 8 hari.
Pada sindrom HELLP, umur trombosit makin pendek, disertai
peningkatan kerusakan trombosit, dan agregasi trombosit pada lapisan sel
endotel.
Kerusakan trombosit menghasilkan thromboxane yang merupakan
vasokonstriktor kuat dan agregator trombosit.
Gangguan ginjal :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 9
SINDROM HELLP

Sindrom HELLP dapat menimbulkan gangguan ginjal. Kerusakan ginjal


bervariasi dari sekedar kenaikan kreatinin serum sampai terjadi gagal
ginjal akut yang reversible (acute tubular necrosis) maupun yang
ireversibel (cortical necrosis) Perubahan ginjal pada Sindrom HELLP
adalah pembesaran glomerulus, melekatnya butir2 fibrin pada lapisan
epitel, dan pembengkakan sel endotel sehingga terjadi penyempitan
kapiler glomerulus.

2.9 Diagnosis Banding

Pasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan gejala yang sangat
bervariasi, yang tidak bernilai diagnostik pada preeklampsi berat. Akibatnya
sering terjadi salah diagnosis, diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan
pembedahan .8
Diagnosis banding pasien sindrom HELLP meliputi:
Perlemakan hati akut dalam kehamilan
Apendistis
Gastroenteritis
Kolesistitis
Batu ginjal
Pielonefritis
Ulkus peptikum
Glomerulonefritis trombositopeni idiopatik
Trombositipeni purpura tromboti
Sindrom hemolitik uremia
Ensefalopati dengan berbagai etiologi
Sistemik lupus eritematosus (SLE)

Perlemakan hati akut (AFLP) jarang terjadi tapi potensial menjadi


komplikasi yang fatal pada kehamilan trimester ketiga. Pada awalnya, perlemakan
hati akut dalam kehamilan sukar dibedakan dari sindrom HELLP. Pasien AFLP

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 10
SINDROM HELLP

mempunyai gejala khas berupa : mual, muntah, nyeri abdomen, dan ikterus.
Sindrom HELLP dan AFLP keduanya ditandai dengan peningkatan tes fungsi hati,
tapi pada sindrom HELLP peningkatannya cenderung lebih besar. PT dan PTT
biasanva memanjang pada AFLP tapi normal pada sindrom HELLP. Pemeriksaan
mikroskopik hati merupakan tes diagnosis untuk menentukan AFLP. Panlobular
microvesicular fatty change (steatosis) difus derajat rendah merupakan gambaran
patognomonik AFLP. Penanganan AFLP meliputi terminasi kehamilan segera dan
atasi hiperglikemi atau koagulopati yang timbul.

2.10 Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit


preeklampsia adalah4,5:
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan
janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
4. Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera
mungkin setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau
ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.

Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia yang


memburuk yang dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium, sementara
proses kerusakan endotel juga terjadi diseluruh sistem tubuh, oleh karena itu
diperlukan suatu parameter yang lebih dini dimana preeklampsia belum sampai
menjadi perburukan dan dapat ditatalaksana lebih awal sehingga menurunkan
morbiditas dan mortalitas ibu, serta mendapatkan janin se-viable mungkin.
Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan tersier
dan pada penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsi.
Prioritas pertama adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya
kelainan pembekuan darah.

Terapi Medikamentosa

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 11
SINDROM HELLP

Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan


melakukan monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit <50.000/ml
atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu
protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan fibrinogen.
Pemberian dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk
double strength dexamethasone (double dose) .7
Jika didapatkan kadar trombosit <100.000/ml atau trombosit 100.000-
150.000/ml dengan disertai tanda-tanda eklampsia, hipertensi berat, nyeri
epigastrium, maka diberikan dexamethasone 10 mg IV tiap 12 jam. Pada post
partum dexamethasone diberikan 10 mg IV tiap 12 jam 2 kali, kemudian diikuti 5
mg IV tiap 12 jam 2 kali. Terapi dexamethasone dihentikan, bila terjadi perbaikan
laboratorium, yaitu trombosit >100.000/ml dan penurunan LDH serta perbaikan
tanda dan gejala-gejala klinik preeklampsia-eklampsia. Dapat dipertimbangkan
pemberian transfusi trombosit dan antioksidan, bila kada trombosit <50.000/ml
.7

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 12
SINDROM HELLP

1) Menilai dan menstabilkan kondisi ibu


o Jika ada DIC, atasi koagulopati
o Profilaksis anti kejang dengan MgSO4
o Terapi hipertensi berat
o Rujuk ke pusat ksehatan tersier
o Computerized tomography (CT scan) atau ultrasonografi (USG)
abdomen bila diduga hematoma subkapsular hati
2) Evaluasi kesejahteraan janin
o Non stress test/tes tanpa kontraksi (NST)
o Profil biofisik
o USG
3) Evaluasi kematangan paru janin jika umur kehamilan <35 minggu
o Jika matur, segera akhiri kehamilan
o Jika immatur, beri kortikosteroid, lalu akhiri kehamilan

Tabel 2.4 Penatalaksanaan sindrom HELLP pada umur kehamilan < 35 minggu

Pemberian obat antikejang MgSO4


Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi
neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium
sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak
terjadi (terjadi kompetitif inhibisi antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar
kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat.
Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang
pada preeklampsia atau eklampsia .7
Cara pemberian MgSO4
- Loading dose: 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc) selama 15
menit

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 13
SINDROM HELLP

- Maintenance dose : 6 gram dalam larutan ringer laktat dalam 6 jam; atau
diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4
gram im tiap 4-6 jam
Syarat-syarat pemberian MgSO4
- Harus tersedia antidotum MgSO4 untuk mengatasi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit
- Refleks patella (+) kuat
- Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
- Dosis terapeutik: 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl
- Hilangnya reflex tendon: 10 mEq/liter atau 12 mg/dl
- Terhentinya pernafasan: 15 mEq/liter atau 18 mg/dl
- Terhentinya jantung: >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl
Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah 24
jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian magnesium
sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 % dari
pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas) .7

Diuretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru,
payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah furosemida.
Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat hipovolemia,
memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan hemokonsentrasi,
menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin .7

Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut
off) tekanan darah untuk mulai memberikan antihipertensi. Misalnya Belfort
mengusulkan cut off yang dipakai adalah 160/110 mmhg dan MAP 126
mmHg .7
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian
antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik 180 mmHg dan/atau tekanan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 14
SINDROM HELLP

diastolik 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu


penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai
< 160/105 atau MAP < 125. Jenis antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi.
Obat antihipertensi yang harus dihindari secara mutlak yakni pemberian
diazokside, ketanserin, dan nimodipin.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin
(apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada
arteriola yang menimbulkan refleks takikardia dan peningkatan cardiac output
sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah
labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat-obat
antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah clonidin
(catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan
dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.

Antihipertensi lini pertama


- Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg
dalam 24 jam
Antihipertensi lini kedua
- Sodium nitroprussida : 0,25g iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25g iv/kg/5
menit.
- Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi .7

Sikap terhadap kehamilannya


Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka sikap
terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.
2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian medikamentosa .7

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 15
SINDROM HELLP

2.11 Komplikasi

Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%; 1-25%


berkomplikasi serius seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory distress
syndrome, kegagalan hepatorenal, oedem paru, hematom subkapsular, dan ruptur
hepar. Komplikasi yang dapat terjadi pada janin yaitu kematian janin dalam rahim,
kematian neonatus, lahir prematur, dan nilai apgar yang rendah. Risiko untuk
terjadinya sindrom HELLP pada kehamilan berikutnya 14-27 % sedangkan
risiko untuk penderita PEB pada kehamilan berikutnya 43% .9
Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio plasenta,
hipoksi intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada janin berupa
pertumbuhan janin terhambat (IUGR) dan sindrom gangguan pernapasan (RDS).
Kematian ibu bersalin cukup tinggi yaitu 24 %. Penyebab kematian dapat berupa
kegagalan kardiopulmuner, gangguan pembuluh darah, perdarahan otak, rupture
hepar, kegagalan organ multiple. Kematian perinatal cukup tinggi, terutama
disebabkan oleh persalinan preterm .7,9
Angka kejadian DIC pada sindrom HELLP sekitar 15%. Hellegren, dkk.
menggunakan sistem skoring untuk mendiagnosis DIC:
1. Jumlah trombosit < 100 000
2. Pemanjangan waktu protrombin ( 14 det) dan tromboplastin
parsial ( 40 det)
3. Kadar fibrinogen 300 mg/dl
4. Fibrin split product + (>40 mg/L) atau D-Dimer ( 40 mg/L)
5. Aktivitas anti-trombin III < 80 %
Bila didapat 3 kelainan tersebut adalah merupakan diagnosis DIC manifest
dan jika ditemukan 2 kelainan dicurigai suatu dugaan DIC. Menurut Sibai
diagnosis DIC jika didapatkan trombositopeni, fibrinogen < 300, FDP > 40 ug/dl.
(Peningkatan trombin time) .10

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 16
SINDROM HELLP

2.12 Prognosis

Perempuan yang mengalami preeklampsia dengan komplikasi sindrom


HELLP memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan mereka yang tidak
mengalami komplikasi ini. Dalam ulasan mereka terhadap 693 perempuan dengan
sindrom HELLP, Keisser dkk (2009), melaporkan 10 persen diantaranya
mengalami eklampsia. Sep dkk,(2009) juga mengambarkan risiko komplikasi
yang meningkat secara bermakna pada perempuan dengan sindrom HELLP
dibandingkan dengan perempuan yang mengalami preeclampsia saja. Komplikasi-
komplikasi yang mereka laporkan melliputi eklampsia, persalinan kurang bulan,
dan angka kematian perinatal .7

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 17
SINDROM HELLP

BAB III
KESIMPULAN

1. Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang ditandai dengan hipertensi,


edema dan proteinuria. Pada penderita preeklampsia, Sindroma HELLP
merupakan salah satu komplikasi dengan gambaran Hemolisis (H),
Peningkatan enzim hati (Elevated Liver Enzym-EL), dan trombositopeni
(Low Platelets-LP). Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan
kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan. Keadaan
ini memiliki risiko partus preterm, hambatan pertumbuhan janin, serta partus
per abdominam.
2. Faktor resiko terjadinya preeklampsia antara lain: Usia, Paritas, Ras atau
golongan etnik, faktor keturunan, faktor gen, diet atau gizi, iklim atau musim,
tingkah laku, sosioekonomi, dan hiperplasentosis.
3. Diagnosis Sindrom HELLP lebih berdasarkan parameter laboratorium, dan
parameter yang digunakan selama ini lebih mengarah pada keadaan sindrom
HELLP lanjut, dimana morbiditas dan mortalitas ibu dan janin cukup tinggi.
4. Prioritas pertama penangan sindrom adalah menilai dan menstabilkan kondisi
ibu, khususnya kelainan pembekuan darah. Pasien sindrom HELLP harus
diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah kejang, baik dengan atau tanpa
hipertensi. Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi
dengan menggunakan tes tanpa tekanan, atau profil biofisik, biometri USG
untuk menilai pertumbuhan janin terhambat. Terakhir, harus diputuskan
apakah perlu segera mengakhiri kehamilan.

DAFTAR PUSTAKA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 18
SINDROM HELLP

1. Saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T., Winknjosastro, G.H., editors. Ilmu


Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke-4. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Hal. 532-535.
2. Habli, M., Sibai, B.M. 2008. Hypertensive Disorders of Pregnancy. In:
Danforths obstetrics and gynecology. 10th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2008: 258-266
3. T. Gupta, Gupta N, dkk. 2013.Maternal And Perinatal Outcome In Patients
With Severe Preeclampsia/ Eclampsia With And Without Hellp Syndrome.
Journal of Universal College of Medical Sciences Vol.1 No.04
4. Cunningham, Leveno,Bloom, Hauth, Hipertensi dalam kehamilan. Dalam
Obstetri Williams. Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran.2013 : 754-756.
5. Sibai, Baha. A practical plan to detect and manage HELLP syndrome. Journal
Obg Management.
6. Sibai. Diagnosis, Controversies, and Management of the Syndrome of
Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, and Low Platelet Count. The American
College of Obstetricians and Gynecologists. Journal. Vol. 103, No. 5, Part 1,
May 2004
7. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta ; PT Bina Pustaka;
2009. Hal. 530-50.
8. Roberts, J.M., Hubel, C.A. 2004. Oxidative Stress in Preeclampsia.
American Journal of Obstetrics and Gynecology, 190:1177 8.
9. Hemant S , Chabi S, Frey D. Hellp syndrome. J Obstet Gynecol India Vol. 59,
No. 1 : Januari 2009 pg 30-40.
10. Pre-eclampsie en het HELLP-syndroom Engels Pre-eclampsia and HELLP-
syndrome. www.isala.nl

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
06 Juni 2016 20 Agustus 2016 19

Anda mungkin juga menyukai