Anda di halaman 1dari 15

EKSPLORASI ETNOMATEMATIS TENTANG KUCIKA PADA

MASYARAKAT KULISUSU BARAT KABUPATEN BUTON UTARA


Oleh

Muhammad Sudia1) dan Lambertus2)

1) & 2)
Dosen Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Halu Oleo Kendari, Indonesia
e-mail: muhammad_matematika@yahoo.co.id

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui pemahaman budaya kucika
masyarakat Kulisusu Barat ; (2) untuk mengetahui konsep matematika yang digunakan
dalam budaya kucika masyarakat Kulisusu Barat; (3) untuk mengetahui nilai-nilai yang
terkandung dalam budaya kucika yang berlaku pada masyarakat Kulisusu Barat.
Penelitian ini adalah penelitian eksploratif yang menggunakan pendekatan etnografi..
Hasil penelitian ini adalah: Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan sebegi berikut: (1) budaya kucika yang berlaku pada masyarakat Kulisusu
Barat dianggap sebagai sesuatu yang sakral, karena kalau melakukan perjalanan jauh
untuk mencari nafkah, menuntut ilmu atau melakukan kegiatan tertentu di hari baik yang
telah ditetapkan akan mendapatkan keberuntungan, kesuksean atau keberhasil dan
kedamaian, dan sebalinya jika dilakukan pada hari tidak baik maka kegagalan atau
bahkan mibah yang diperoleh; (2) konsep-konsep matematika yang digunakan dalam
menerapkan budaya kucika adalah konsep rotasi dalam transformasi, konsep peluang dan
konsep barisan bilangan; (3) nilai-nilai budaya yang terkandung dalam budaya kucika
yang berlaku pada masyarakat Kulisusu Barat adalah nilai historis, nilai ekonomis, nilai
moral, nilai sosial dan nilai estetika yang kelima nilai ini masih tetap dipertahankan
sampai dengan sekarang.

Kata Kunci: Budaya Kucika, kalender hijriah, keberuntungan, keberhasilan,


kesuksesan dan kedamaian

____________________________________________
Disampaikan Pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNPMAT) 1 Tahun 2018

1
PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia memiliki beraneka ragam budaya dan suku yang
tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Setiap suku yang ada disetiap daerah
memiliki peradaban atau budaya masing-masing. Keragaman budaya merupakan
warisan dari leluhur bangsa Indonesia sejak dahulukala. Ada budaya yang sudah
hilang dan ada budaya yang masih tetap dipertahankan sampai sekarang ini.
Hilangnya berbagai budaya di Indonesia diakibatkan oleh arus globalisasi yang
makin melanda negeri kita, sehingga ada kebiasaan-kebiasaan dari masyarakat
yang meruapakan kearifan lokal menjadi hilang ditelan waktu.
Budaya adalah pola utuh perilaku manusia dan produk yang
dihasilkannya yang membawa pola pikir, pola lisan, pola aksi dan artifak dan
sangat tergantung pada kemampuan seseorang untuk belajar, untuk
menyampaikan pengetahuannya kepada generasi berikutnya melalui beragam alat,
bahasa, dan pola nalar (Ratna, 2005).
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996) dijelaskan bahwa
budaya adalah pikiran, akal budi dan adat istiadat, sedangkan kebudayaan adalah
hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan,
kesenian dan adat istiadat. Ahli sosiologi mengartikan budaya sebagai
keseluruhan kecakapan (adat, akhlak, kesenian dan sebagainya), sedangkan ahli
sejarah mengartikan kebudayaan sebagai warisan atau tradisi, bahkan ahli
antropologi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life dan kelakuan.
Koentjaraningrat (1990) mendefinisikan budaya sebagai seluruh sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat,
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Adapun hal menarik yang menjadi topik di era teknologi dan informasi
adalah mulai terkikisnya nilai budaya bangsa. Perubahan gaya hidup dan budaya
secara kontinu mempengaruhi kemajuan matematika. Selain itu, matematika juga
membantu dalam pemeliharaan dan penerusan tradisi budaya. Berbagai produk
budaya warisan leluhur kita menampakkan kreativitas seni yang mengandung
unsur matematika. Misalnya pada motif batik Solo dan sarung adat Buton ada
yang mengandung bentukan geometri dua dimensi, ornamen ukiran maupun
bentuk arsitektur pada rumah adat yang mengandung bentukan geometri tiga
dimensi.
Berdasarkan contoh di atas mengisyaratkan bahwa siswa dapat belajar
mengkontruksikan pemahaman meraka tentang bangun datar dan bangun ruang,
siswa dapat mengkreasikan bentuknya berdasarkan kreativitas siswa untuk
menggambarkan bangun datar dan bangun ruang pada contoh di atas, sehingga
diharapkan pembelajaran matematika yang dibahas dari segi terapan dalam
kehidupan sehari-hari dapat menggeser imange bahwa matematika adalah

2
pelajaran yang serius dan sulit menjadi pelajaran yang menyenangkan dan penuh
dengan seni keindahan geometri dan yang lainnya.
Pendidikan di Indonesia juga masih mengkaji berbagai budaya yang
masih berkembang sampai saat ini. Pendidikan dan budaya adalah suatu yang
tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari, karena budaya merupakan
kesatuan yang utuh dan menyeluruh, berlaku dalam suatu masyarakat dan
pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap individu dalam
masyarakat. Salah satu yang dapat mengaitkan antara budaya dan pendidikan
matematika adalah etnomatematika (Wahyuni, 2013).
Pendidikan memiliki peranan yang besar dalam proses pembudayaan.
Tilaar (2002) menegaskan bahwa tanpa proses pendidikan tidak mungkin
kebudayaan itu berlangsung dan berkembang bahkan memperoleh dinamikanya.
Hal ini berarti bahwa pendidikan memiliki peran penting dalam pengembangan
budaya, namun pengenalan potensi daerah kepada peserta didik dirasa belum
cukup untuk mengenalkan nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa Indonesia
sehingga diperlukan cara lain untuk mengenalkan nilai-nilai luhur yang dimiliki
bangsa Indonesia, antara lain dengan cara mengeksplorasi etnomatematika.
Dalam pergaulan masyarakat modern, diakui bahwa matematika
merupakan salah satu mata pelajaran yang dipandang penting di sekolah, tetapi
mengajar matematika dengan baik merupakan pekerjaan yang sulit. Pemberlakuan
Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013, mendorong reformasi dalam pendidikan
matematika, konsep-konsep matematika perlu dibelajarkan dengan
mempertimbangkan aspek-aspek lokal yang berkembang dalam masyarakat di
sekitar lingkungan siswa.
Salah satu tujuan belajar matematika adalah membentuk skemata baru
dalam struktur kognitif siswa, dengan mempertimbangkan skemata siswa, akan
terjadi asimilasi (Hartoyo, 2015). Selanjutnya Hartoyo (2015) menegaskan bahwa
mengaitkan antara pengetahuan awal siswa dengan pemahaman konteks di
lingkungannya dapat dipertimbangkan dalam pembelajaran. Kecenderungan yang
berlangsung dalam pembelajaran matematika mengawali dengan eksplorasi
pengetahuan informal yang diperoleh siswa dari lingkungan sekitar tempat
tinggalnya.
Pada hakekatnya matematika tumbuh dari keterampilan atau aktivitas
lingkungan budaya, sehingga matematika seseorang dipengaruhi oleh latar
belakang budayanya dan matematika yang berkembang dalam lingkungan
masyarakat yang dipengaruhi latar belakang budayanya disebut etnomatematika
(Bishop, 1994). .
D’Ambrosio (1990) defined ethnomathematics in the following way:
The prefix ethno is today accepted as a very broad term that refers to the
socialcultural context and therefore includes language, jargon, and codes of

3
behavior, myths, and symbols. The derivation of mathema is difficult, but tends to
mean to explain, to know, to understand, and to do activities such as measuring,
classifying, inferring, and modeling. The suffix tics is derived from techno, and
has the same root as technique.
“Ethnomathematics in the elementary classroom is where the teacher
and the students value cultures, and cultures are linked to curriculum” (Barta &
Shockey, 2006). Etnomatematika merupakan representasi kompleks dan dinamis
yang menggambarkan pengaruh kultural penggunaan matematika dalam
aplikasinya.
Ethnomathematics is used to express the relationship between culture and
mathematics (Barta, . & Shockey, 2006). The term ‘ethnomathematics’ has been
used to mean “the mathematical practices of identifiable cultural groups and may
be regarded as the study of mathematical ideas found in any culture”. (Rosa &
Orey, 2013) .
Ethnommathematics involves a mathematical formula that are developed
and used in everyday life by members of the community group. (Rosa and Orey:
2013). Furthermore, Barton (1996) asserts that ethnomathematics is a field of
study which examines the way from other cultures understand, articulate and use
concepts and practices which are from their culture and which the researchers
describes as mathematical.
Etnomatematika adalah matematika yang diterapkan oleh kelompok
budaya tertentu, misalnya kelompok buruh/petani, anak-anak dari masyarakat
kelas tertentu, kelas-kelas profesional, dan lain sebagainya (Gerdes, 1994). Dari
definisi seperti ini, etnomatematika memiliki pengertian yang lebih luas dari
hanya sekedar etno (etnis) atau suku. Jika ditinjau dari sudut pandang riset maka
etnomatematika didefinisikan sebagai antropologi budaya (cultural anropology of
mathematics) dari matematika dan pendidikan matematika.
Secara singkat, pengertian etnomatematika adalah bentuk matematika
yang dipengaruhi oleh budaya. Rachmawati (2012) mendefinisikan
etnomatematika sebagai cara-cara khusus yang dipakai oleh suatu kelompok
budaya atau masyarakat tertentu dalam aktivitas matematika. Dalam kehidupan
berbudaya, tanpa disadari masyarakat telah melakukan berbagai aktivitas-aktivitas
yang menggunakan konsep dasar matematika. Misalnya pada aktivitas jual beli,
masyarakat menggunakan konsep matematika yaitu berhitung untuk menghitung
uang kembalian, menghitung laba atau rugi, dan lain-lain. Indonesia merupakan
salah satu negara yang memiliki berbagai macam kebudayaan.
Etnomatematika merupakan suatu studi tentang perbedaan cara
masyarakat memecahkan masalah matematika dan algoritma praktis berdasarkan
perspektif matematika mereka sendiri yang mengacu pada bentuk matematika
yang bervariasi sebagai konsekuensi yang tertanam dalam kegiatan budaya.

4
Berdasarkan pandangan ini, Orey (2000) menegaskan bahwa ethnomathematics
ditandai sebagai alat untuk bertindak di dunia sehingga etnomatematika
memberikan wawasan peran sosial matematika dalam bidang akademik. Konsep-
konsep matematika yang tertanam dalam praktek-praktek budaya dan mengakui
bahwa semua budaya dan semua orang mengembangkan metode unik untuk
memahami dan mengubah realitas mereka sendiri, kemudian disebut
etnomatematika (Orey, 2000).
Langkah awal yang perlu dilakukan dan yang menjadi fokus dalam
penelitian ini adalah melakukan eksplorasi investigasi unsur-unsur budaya
masyarakat yang memuat konsep-konsep matematika. Hasil eksplorasi tersebut
dapat dijadikan dasar dalam pengembangan bahan ajar matematika berbasis
budaya lokal yang memperhatikan lingkungan sosial budaya dan kearifan lokal
masyarakat. Shirley (2001), berpendapat bahwa sekarang ini bidang
etnomathematika, yaitu matematika yang timbul dan berkembang dalam
masyarakat dan sesuai dengan kebudayaan setempat, merupakan pusat proses
pembelajaran dan metode pengajaran. Hal ini membuka potensi pedagogis yang
mempertimbangkan pengetahuan para siswa yang diperoleh dari belajar di luar
kelas.
Penerapan matematika yang dilakukan masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari dapat dijumpai dari aktivitas yang sering mereka lakukan, misalnya
membangun rumah, mengukur atau menimbang, menuntun pola-pola geometri
yang sesuai, kegiatan adat, membuat kain tenun dan sebagainya. Kebiasaan
masyarakat yang ada di Kecamatan Kulisusu Barat Kabupaten Buton Utara saat
melakukan perjalanan jauh, misalnya mencari nafkah di segeri orang, menuntut
ilmu di negeri orang, atau melakukan kegiatan tertentu misalnya mau mendirikan
rumah baru, menenmpati rumah baru, melakukan pernikahan, menanam padi atau
tanaman lain selalu mencari hari-hari baik, agar memperoleh keberuntungan,
kesuksesan, keselamatan dan kedamaian.. Penentuan hari-hari baik ketika hendak
bepergian atau melakukan sesuatu kegiatan, masyarakat Kulisusu Barat
menggunakan kucika (ilmu falak). Perhitungan kucika berdasarkan kalender
Hijriah. Penggunaan kucika dalam perhitungan kalender Hijriah menggunakan
media, yaitu telapak tangan dan jari-jari tangan. Penggunaan kucika pada
Kulisusu Barat mengandung konsep matematika yang dapat dipelajari di sekolah,
penggunaan kucika juga mengandung nilai-nilai penting dalam kehidupan.
Penulis mengaitkan matematika dan kebudayaan, objek yang berada di
dalamnya adalah masyarakat adat. Masyarakat adat menjadi sosok yang terbuka
terhadap realitas kehidupan modernisasi masa kini. Dalam proses perencanaan
dan pelaksanaan konservasi budaya masyarakat adat, ada keperluan untuk
menghargai dan menggabungkan pengetahuan tradisional dan praktek-praktek
pengelolaan mereka. Karena tidak ada pengetahuan yang sempurnah, maka

5
penggunaan yang saling melengkapi antara ilmu pengetahuan tradisional dan ilmu
pengetahuan ilmiah secara seimbang merupakan satu cara yang bernilai untuk
memenuhi keperluan masyarakat adat yang sedang berubah serta menghadapi
persoalan-persoalan konservasi budaya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian tentang
Eksplorasi Etnomatematika tentang Budaya Kucika pada Masyarakat Kulisusu
Barat di Kabupaten Buton Utara. Penelitian ini mwrupakan kajian khusus
tentang matematika yang dimiliki dan dipraktekan secara turun temurun
masyarakat Kecamatan Kulisusu Barat.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui pemahaman budaya
kucika masyarakat Kulisusu Barat ; (2) untuk mengetahui konsep matematika
yang digunakan dalam budaya kucika masyarakat Kulisusu Barat; (3) untuk
mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam budaya kucika yang berlaku pada
masyarakat Kulisusu Barat.

METODE
Penelitian ini adalah penelitian eksploratif, yaitu penelitian untuk
menemukan dan mengetahui gejala atau peristiwa (konsep atau masalah) dengan
melakukan penjajakan terhadap gejala tersebut (Gulo, 2000). Hal yang
dieksplorasi dalam penelitian ini adalah budaya kucika yang berlaku pada
masyarakat Kulisusu Barat di Kabupaten Buton Utara. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan etnografi. Menurut Moleong
(2012), usaha untuk menguraikan kebudayaan atau aspek-aspek kebudayaan
dinamakan etnografi.
Nara sumber dalam penelitian ini adalah 3 (tiga) orang dengan
pertimbagan bahwa nara sumber yang digunakan mengetahui persis budaya
kucika yang digunakan masyarakat Kulisusu Barat di Kabupaten Buton Utara.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Nopember 2016
bertempat di Kecamatan Kulisusu Barat Kabupaten Buton Utara.
Instrumen dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara yang isinya
berkaitan dengan bagaimana budaya kucika digunakan, kapan budaya kucika
diguanakan dan pola-pola matematika apa dan nilai-nilai apa yang terdapat dalam
budaya kucika pada masyarakat Kulisusu Barat Kabupaten Buton Utara. .
Analisis data dalam penelitian ini mengikuti model analisis Miles dan
Huberman (Sugiono, 2008), yang mengikuti langkah: (1) reduksi data, (2)
penyajian data dan (3) penafsiran data dan penarikan kesimpulan..

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian

6
Pada bagian pendahuluan disebutkan bahwa penggunaan kucika
berdasarkan kalender Hijriah dan menggunakan telapak tangan dan jari-jari tangan
sebagai media untuk menghitung tanggal Hijriah tersebut. Data hasil penelitian
adalah data yang telah direduksi dan setelah dilakukan triangulasi menunjukkan
bahwa data yang diperoleh dari ketiga nara sumber adalah relatif sama.
Berlakunya kucika adalah sama untuk setiap bulan dalam tahun Hijriah, yaitu
mulai bulan Muharram s/d bulan Zulhijah. Kucika berlaku bagi seseorang atau
kelompok orang yang ingin bepergian jauh dalam rangka mencari nafkah,
menuntut ilmu atau bagi seseorang atau kelompok orang yang akan melakukan
suatu kegiatan atau pekerjaan tertentu, misalnya membuat rumah baru, menempati
rumah baru, melakukan pernikahan, menanam padi atau tanaman lain. Bagi orang
yang menganut paham kucika akan selalu mencari tanggal atau hari baik ketika
akan bepergian jauh atau melakukan kegiatan tertentu. Tanggal atau hari baik
artinya, kalau bepergian jauh dengan tujuan mencari nafkah atau saat melakukan
kegiatan tertentu, akan memberikan keberuntungan, keselamatan, kesuksesan,
kedamaian atau memberikan hasil yang baik. Sebaliknya jika bepergian jauh atau
melakukan kegiatan tertentu pada tanggal atau hari yang tidak baik akan
mengalami ketidakberuntungan atau mengalami nasib sial.
Tanggal 1, dihitung mulai dari tengah telapak tanggan
(Seperti gambar di samping). Jika kita melakukan
perjalanan jauh atau melakukan kegiatan tertentu pada
tanggal 1 merupakan hari baik, yaitu mulai dari jam 06.00
sampai dengan jam 12.00 kita akan mendapatkan
keberuntungan, keberhasilan, kesuksesan dan kedamaian.
Tanggal 2, pada jari kelingking (seperti gambar di
samping). Jika melakukan perjalanan jauh atau
melakukan kegiatan tertentu pada tanggal 2 merupakan
hari yang tidak baik (hari naas atau hari sial), akibatnya
kita memperoleh ketidakberuntungan, ketidaksuksesan.
Atau memperoleh nasib sial.
Tanggal 3, 4 dan 5, dihitung mulai pada jari manis, jari tengan dan jari
telunjuk (seperti gambar di bawah ini):

7
Jika kita melakukan perjalanan jauh atau melakukan kegiatan tertentu pada
tanggal 3, 4 dan 5 merupakan hari baik, karena besar kemungkinannya kita akan
memperoleh, keberuntungan, kesuksesan, keberhasilan dan kedamaian.
Pada tanggal 6 dihitung pada ibu jari (seperti gambar di
samping). Jika kita melakukan perjalanan jauh atau
melakukan kegiatan tertentu pada tanggal 6, merupakan
hari tidak baik, karena besar kemungkinannya kita akan
jauh dari keberuntungan, akan jauh dari kesuksesan, akan
jauh dari kedamaian, akan jauh dari keselamatan dan
kedamaian.
Tanggal 7 sama seperti tanggal 1. Jika kita melakukan perjalanan jauh
atau melakukan kegiatan tertentu pada tanggal 7, kita akan memperoleh
keberuntungan, keberhasilan, kesuksesan dan kedamaian.
Tanggal 8 sama seperti tanggal 2, yaitu merupakan hari naas. Jika kita
melakuan perjalanan jauh atau melakukan kegiatan tertentu kita akan mengalami
nasib sial, akan jauh dari keberuntungan, jauh dari kesuksesan, jauh dari
kedamaian. Oleh sebab itu, sebaiknya jangan melakukan perjalanan jauh atau
melakukan kegiatan tertentu pada tanggal 8.
Tanggal 9, 10, 11 sama seperti tanggal 3, 4, 5 merupakan hari baik untuk
melakukan perjalanan jauh atau melakukan kegiatan tertentu, sehingga besar
kemungkinannya kita akan memperoleh keberuntungan, keberhasilan, kesuksesan
dan kedamaian.
Tanggal 12 sama seperti tanggal 6, yaitu merupakan hari yang tidak baik
untuk melakukan perjalanan jauh atau melakukan kegiatan tertentu kita akan jauh
dari keberuntungan, jauh dari keberhasilan, jauh dari kesuksesan dan dan jauh dari
kedamaian. Oleh sebab itu, sebaiknya jangan melakukan perjalanan jauh dan
melakukan kegiatan tertentu pada tanggal 12.
Tanggal 13 sama seperti tanggal 1 dan tanggal 7. Jika kita melakukan
perjalanan jauh atau melakukan kegiatan tertentu pada tanggal 13 kita akan
memperoleh keberuntungan, keberhasilan, kesuksesan dan kedamaian.
Tanggal 14 sama seperti tanggal 2 dan tanggal 8, yaitu merupakan hari
tidak baik jika kita melakukan perjalanan jauh atau melakukan kegiatan tertentu
kecil kemungkinan untuk mendapatkan keberuntungan, keberhasilan, kesuksesan
dan kedamaian. Oleh sebab itu sebaiknya jangan melakukan perjalanan jauh dan
melakukan kegiatan tertentu pada tanggal 14.
Tanggal 15, 16, 17 sama seperti tanggal 3, 4, 5 dan tanggal 9, 10, 11;
merupakan hari baik untuk melakukan perjalanan jauh atau melakukan kegiatan
tertentu, karena besar kemungkinannya untuk mendapatkan keberuntungan,
keberhasilan atau kedamaian.

8
Tanggal 18 sama seperti tanggal 6 dan tanggal 12 merupakan hari yang
tidak baik untuk melakukan perjalanan jauh atau melakukan kegiatan tertentu, kita
akan jauh dari keberuntungan, jauh dari keberhasilan, jauh dari kesuksesan dan
akan jauh dari kedamaian. Oleh sebab itu jangan melakukan perjalanan jauh atau
melakukan kegiatan tertentu pada tanggal 18.
Tanggal 19 sama seperti tanggal 1, 7, 13, merupakan hari baik untuk
melakukan perjalanan jauh atau melakukan kegiatan tertentu, kita akan
mendapatkan keberuntungan, keberhasilan, kesuksesan dan kedamaian.
Tanggal 20, sama seperti tanggal 2, 8, dan 14 merupakan hari tidak baik
untuk kita melakukan perjalanan jauh atau melakukan kegiatan tertentu karena
kecil kemungkinannya untuk mendapatkan keberuntungan, keberhasilan,
kesuksesan atau kedamaian. Oleh sebab itu, sebaiknya jangan melakukan
perjalanan jauh atau melakukan kegiatan tertentu pada tanggal 20. .
Tanggal 21, 22 dan 23, sama seperti tanggal 3, 4,5; tanggal 9, 10, 11 dan
tanggal 15, 16, 17, merupakan hari baik untuk kita melakukan perjalanan jauh
atau melakukan kegiatan tertentu, karena besar kemungkinannya kita
mendapatkan keberuntungan, keberhasilan dan kedamaian.
Tanggal 24, sama seperti tanggal 6, 12, 18, merupakan hari tidak baik
jika kita akan melakukan perjalanan jauh atau melakukan kegiatan tertentu, karena
kita akan dijauhkan dari keberuntungan, keberhasilan, kesukseksrsan dan
kedamaian .
Tanggal 25, sama seperti tanggal 1, 7, 13, 19 merupakan hari baik
sampai dengan siang hari. Jika kita akan melakukan perjalanan jauh atau
melakukan kegiatan tertentu, kita akan memperoleh keberuntungan, kesuksesan,
keberhasilan dan kedamaian.
Tanggal 26, sama seperti tanggal 2, 8, 14, 20 merupakan hari tidak baik,
karena jika kita melakukan perjalanan jauh atau melakukan kegiatan tertentu,
kecil kemungkinannya kita akan memperoleh keberuntungan, keberhasilan,
kesuksesan dan kedamaian. Oleh sebab itu, jangan melakukan perjalanan jauh
atau melakukan kegiatan tertentu pada tanggal 26.
Tanggal 27, 28,dan 29, kembali lagi seperti tanggal 3, 4, 5; ,tanggal 9,
10, 11; tanggal 15, 16, 17 dan tanggal 21, 22, 23, meruapakn hari baik untuk
melakukan perjalanan jauh atau melakukan kegiatan tertentu karena besar
kemungkinannya kita memperoleh keberuntungan, keberhasilan dan kedamaian.
Tanggal 30, kembali lagi seperti tanggal 6, 12, 18, 24, merupakan hari
yang tidak baik untuk melakukan perjalanan jauh, karena kita jauh dari
keberuntungan, keberhasilan dan kedamaian. Oleh sebab itu sebaiknya pada
tanggal 30 jangan melakukan perjalanan jauh atau melakukan kegiatan tertentu.

9
Kucika yang dijelaskan di atas juga berlaku sama untuk setiap bulan
dalam tahun Hijriah dan budaya kucika ini sudah berlaku dan dipercaya sejak
zaman dahulu sampai sekarang ini.

Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan di atas, telah disebutkan
bahwa dalam kalender tahun hijriah setiap bulan ada tanggal-tanggal tertentu yang
merupakan hari baik dan hari tidak baik ketika kita akan melakukan perjalanan
jauh atau melakukan kegiatan tertentu. Hari baik maksudnya, kalau kita akan
melakukan perjalanan jauh atau melakukan kegiatan tertentu, besar
kemungkinannya kita mendapatkan keberuntungan, keberhasilan, kesuksesan
dan kedamaian, sedangkan hari tidak baik, maksudnya ketika kita melakukan
perjalanan jauh atau melakukan kegiatan tertentu, kita akan dijauhkan atau kecil
kemungkinannya kita akan mendapatkan keberuntungan, keberhasilan,
kesuksesan dan kedamaian. Hari tidak baik ini, oleh masyarakat Kecamatan
Kulisusu Barat disebut hari naas atau hari ketidakberuntungan.
Melakukan perjalanan jauh atau bepergian jauh dalam tulisan ini
mahsudnya melakukan perjalanan jauh ke negeri orang untuk mencari nafka atau
menuntut ilmu, sedangkan melakukan kegiatan tertentu misalnya: (a) mendirikan
rumah baru, menenmpati rumah baru diharapkan rumah tersebut membawa rejeki,
nyaman ditempati, aman, damai; (b) melakukan pernikahan, diharapkan dapat
memperoleh keturunan yang baik, mendapatkan rejeki serta tercipta kedamaian
dalam rumah tangga; (c) menanam padi atau tanaman lain, diharapkan buahnya
banyak dan tidak diserang hama tikus atau hama yang lain.
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa salah satu konsep
matematika yang terkandung dalam budaya kucika adalah konsep peluang, yaitu
melibatkan kemungkinan-kemungkinan atau peluang-peluang tentang
keberuntungan, keberhasilan, kesuksesan, kedamaian atau ketidakberuntungan,
ketidaksuksesan, ketidakdamaian seseorang. Tuhan (Allah) telah menentuka nasib
seseorang, tetapi percayalah dengan ungkapan bahwa Tuhan (Allah) tidak akan
mengubah nasib seseorang, kecuali orang itu sendiri yang mengubahnya. Oleh
sebab itu, maka sebaiknya seseorang harus berusaha untuk mencari penghidupan
yang layak, dengan cara melakukan kegiatan pada tanggal atau hari-hari baik,
supaya mendapatkan keberuntungan, keberhasilan dan kedamaian dalam
menjalani kehidupan.
Berdasarkan hasil penelitian, juga terlihat bahwa dalam budaya kucika
yang menggunakan tanggal Hijriah dan telapak tangan serta jari-jari sebagai
media, ada pola-pola keteraturan tanggal yang sifatnya berulang sebagai hari-hari
yang baik dan hari-hari yang tidak baik untuk melakukan perjalanan jauh atau
melakukan kegiatan tertentu. Uraian ini menunjukkan bahwa ada konsep rotasi

10
dalam topik transfomasi matematika. Selain itu juga ada konsep pola bilangan
atau barisan aritmetika dan konsep aritmetika bertingkat. Penjelasan tentang pola
bilangan diberikan berikut ini.
Misalnya tanggal 1, 7, 13, 19, 25, dalam perhitungan
tanngal Hijriah yang menggunakan telapak tangan dan
jari-jari tanggan sebagai media jatuh pada tengah telapak
tangan (seperti gambar di samping) dan merupakan hari
baik untuk melakukan perjalanan jauh atau melakukan
kegiatan tertentu. Tanggal 1,7, 13, 19, 25 merupakan lima
barisan aritmetika dengan suku pertama (U1) = 1 dan beda
(b) = 6.

Misalnya tanggal 2, 8, 14, 20, 26, dalam perhitungan


tanngal Hijriah yang menggunakan telapak tangan dan
jari-jari tanggan sebagai media jatuh pada jari kelingking
(seperti gambar di samping) dan merpakan hari tidak baik
untuk melakukan perjalanan jauh atau melakukan kegiatan
tertentu. Tanggal 2, 8, 14, 20, 26 merpakan lima barisan
aritmetika dengan suku pertama (U1) = 2 dan beda (b) = 6.

Misalnya tanggal 6, 12, 18, 24, 30, dalam perhitungan


tanngal Hijriah yang menggunakan telapak tangan dan
jari-jari tanggan sebagai media jatuh pada ibu jari
(seperti gambar di samping) dan merpakan hari tidak baik
untuk melakukan perjalanan jauh atau melakukan kegiatan
tertentu. Tanggal 6, 12,, 18, 24, 30 merpakan lima barisan
aritmetika dengan suku pertama (U1) = 6 dan beda (b) =
6.
Misalnya tanggal: 3, 4, 5; tanggal: 9, 10, 11 dan tanggal: 21, 22,23 dalam
perhitungan tanngal Hijriah yang menggunakan telapak tangan dan jari-jari
tanggan sebagai media jatuh pada jari manis, jari tengah dan jari telunjuk
(seperti gambar di berikut):
:

11
dan merpakan hari baik untuk melakukan perjalanan jauh atau melakukan
kegiatan tertentu. Tanggal 3, 4, 5; 9, 10, 11; 15, 16, 17; 21, 22, 23 masing-
masing merupakan barisan aritmetika dengan suku pertama U1 = 3; U1 = 9;
U1 = 15 dan U1 = 21 dan masing-masing bedanya (b) = 1. Akan tetapi jika
diperhatikan keseluruhan barisan . 3, 4, 5; 9, 10, 11; 15, 16, 17; 21, 22, 23
merupakan barisan aritmetika bertingkat. Jadi barisan ini memiliki pola
keteraturan tertentu, yaitu membentuk barisan aritmetika bertingkat.
Dari hasil penelitian budaya kucika yang menngunakan kalender
Hijriah dan telapak tangan dan jari-jari tangan sebagai media juga terlihat bahwa
ada siklus yang terjadi. Hal ini berarti ada konsep rotasi dalam transformasi.
Menurut masyarakat Kulissu Barat, filosofi budaya kucika yang
menggunakan kalender Hijriah, dan menggunakan telapak tangan dan jari-jari
tangan sebagai media adalah: Tengah telapak tangan, artinya keberuntungan,
keberhasilan, kesuksesan dan kedamaian sudah dalam genggaman tangan artinya
sudah pasti dicapai (seperti gambar berikut).

Jari kelingking (seperti gambar di samping) adalah


jari yang paling kecil, artinya kecil
kemungkinannya kita memperoleh keberuntungan,
kesberhasilan, kesuksesan dan kedamaian jika kita
melakukan perjalanan jauh atau melakukan kegiatan
tertentu. .

Jari manis, jari tengan dan jari telunjuk adalah jari


yang besar dan paling panjang, artinya besar
kemungkinannya untuk memperoleh keberuntungan,
keberhasilan, kesuksesan dan kedamaian. .

Ibu Jari, jauh jaraknya dari jari-jari yang lain,


(seperti gambat di samping) artinya jika kita
melakukan perjalanan jauh atau melakukan kegiatan
ttertentu, kemungkinannya kita akan dijauhkan dari

12
keberuntungan, keberhasilan, kesuksesan dan
kedamaian.
Gagasan etnomatematika akan dapat memperkaya pengetauan
matematika yang telah ada. Oleh sebab itu, jika perkembangan etnomatematika
telah banyak dikaji maka bukan tidak mungkin matematika diajarkan secara
bersahaja dengan mengambil budaya setempat.
Masyarakat Kulisusu Barat belum menyadari bahwa budaya kucika
yang mereka terapkan selama ini memiliki keterkaitan dengan beberapa konsep
matematika yang dipelajari di sekolah. Bishop (1994) menyatakan bahwa
matematika sebagai bentuk budaya, sesungguhnya telah terintegrasi pada seluruh
aspek kehidupan masyarakat dimanapun berada.
Pinxten (1994) menyatakan bahwa pada hakekatnya matematika
merupakan teknologi simbolis yang tumbuh pada ketrampilan atau aktivitas
lingkungan yang bersifat budaya. Dengan demikian matematika seseorang
dipengaruhi oleh latar budayanya, karena yang mereka lakukan berdasarkan apa
yang mereka lihat dan mereka rasakan. Budaya akan mempengaruhi perilaku
individu dan mempunyai peran yang besar pada perkembangan pemahaman
individual, termasuk pembelajaran matematika (Bishop, 1994).
Pengajaran matematika bagi setiap orang seharusnya disesuaikan dengan
budayanya (D’ Ambrosio, 1985). Untuk itu diperlukan suatu penghubung antara
matematika di luar sekolah dengan matematika yang dipelajari di sekolah. Salah
satu caranya dengan memanfaatkan stnomatematika sebagai awal dari
pembelajaran matematika formal yang disesuaikan dengan perkembangan peserta
didik.
Budaya kucika yang berlaku pada masyarakat Kulisusu Barat memiliki
nilai-nilai yang mereka rasakan selama ini. Miisalnya nilai historis, karena
buadaya kucika sudah berlaku turun temurun dari zaman dahulu sampai sekarang
ini masih tetap dipercaya dan dilestarikan.
Budaya kucika yang berlaku pada masyarakat Kulisusu Barat juga
memiliki nilai ekonomi, karena jika melakukan perjalanan jauh untuk mencari
nafka di negeri orang dan berhasil mendapatkan rejeki akan meningkatkan nilai
ekonomi. Jika menempati rumah baru yang rejekinya banyak atau mendapatkan
hasil panen yang banyak juga akan meningkatkan nilai ekonomi.
Budaya kucika yang berlaku pada masyarakat Kulisusu barat juga
memiliki nilai moral, misalnya mencari nafka di negeri orang dengan cara halal,
menempati rumah baru yang penghininya senantiasa damai, keluarga yang
menikah hidupnya rukun dan damai, orang yang yang memperoleh hasil yang
banyak hidupnya menjadi sejahtera, semuanya mengandung nilai moral.
Budaya kucika yang berlaku pada masyarakat Kulisusu barat juga
memiliki nilai sosial, misalnya mendirikan rumah baru atau menenmpati rumah

13
baru dilakukan secara gotong royong untuk memindahkan barang-barang,
melakukan acara pernikahan dilakukan saling membantu, saat menanam padi juga
dilakukan secara gotong royong. Hal yang dijelaskan ini semuanya mengandung
nilai soaial.
Budaya kucika yang berlaku pada masyarakat Kulisusu Barat juga
memiliki nilai estetika, misalnya saat mendirikan rumah baru dibuat sedemikian
rupa sehingga ada unsur-unsur keindahan atau estetika.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
sebegi berikut: (1) budaya kucika yang berlaku pada masyarakat Kulisusu Barat
dianggap sebagai sesuatu yang sakral, karena kalau melakukan perjalanan jauh
untuk mencari nafkah, menuntut ilmu atau melakukan kegiatan tertentu di hari
baik yang telah ditetapkan akan mendapatkan keberuntungan, kesuksesan atau
keberhasil dan kedamaian, dan sebalinya jika dilakukan pada hari tidak baik maka
kegagalan atau bahkan mibah yang diperoleh; (2) konsep-konsep matematika
yang digunakan dalam menerapkan budaya kucika adalah konsep rotasi dalam
transformasi, konsep peluang dan konsep barisan bilangan; (3) nilai-nilai yang
terkandung dalam budaya kucika yang berlaku pada masyarakat Kulisusu Barat
adalah nilai historis, nilai ekonomis, nilai moral, nilai sosial dan nilai estetika,
yang kelima nilai ini masih tetap dipertahankan sampai sekarang. .

DAFTAR PUSTAKA
Barta, J. & Shockey, T. (2006). The mathematical ways of an aboriginal people: The
Northern Ute. Journal of Mathematics and Culture, 1(1), 79-89.

Barton, W.D (1996). Ethnomathematics : Exploring Cultural Diversity in


Mathematics. A thesis for Doctor of Philosophy in Mathematics
Education University of Auckland: Unpublished.

Bishop, A. J. (1994). Cultural conflicts in mathematics education: developing a research


agenda. For the Learning of Mathematics Journal, v14 n2 p15-18.

D’Ambrosio, U. (1990). Etnomatemática [Ethnomathematics]. São Paulo, SP,


Brazil: Editora Ática.

---------------------, (1985), Ethnomathematics and its place in the History and


Pedagogy of Mathrmatics,.For the Learning of Mathematics, 5(1), 44-
48.

Gerdes, P.(1994). Reflection on Ethnomatematics. For the Learning of


Mathematiccs, 14(2), 19-21.

14
Gulo, W., 2000, Metodologi Penelitian, Jakarta,: Grasindo.

Hartoyo, Agung. 2012. Eksplorasi Etnomatematika Pada Budaya Indonesia-


Malaysia Kabupaten Sanggau Kalbar. Jurnal Penelitian Pendidikan.
13(1): 14-23. (http://jurnal.upi.edu).

Kuntjaraningrat, 1990, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta, Rineka Cipta

Moleong, Lexy J., 2012, Meodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja


Rosdakarya.

Orey, D. C., (2000), The Ethnomatematics of the Sioux tipi and cone. In H. Selin
(Ed), Mathematics across culture: History of non-Western
mathematics (pp.239-252). Dordrecht, Netderrlands: Kulwer
Academic Publisher.

Pinxten, R. (1994). Ethnomathematics and Its Practice. For the Learning of


Mathematics Vol. 14 No. 2.

Rachmawati. Indah, (2012). Eksplorasi Etnomatematika Masyarakat Sidoarjo,


Surabaya, Unipres Univesitas Negeri Surabaya.

Ratna , Nyoman Kutha, 2005, Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan
Fakta, Pustaka Pelajar, Yagyakarta.

Rosa, M., & Orey, D.C. (2013). Ethnomodeling as a Research Theoretical


Framework on Ethnomathematics and Mathematical Modeling.
Journal of Urban Mathematics Education December 2013, Vol. 6, No.
2, pp. 62–80

Shirley, L. (2001). Using Ethnomathematics to Find Multicultural Mathematics


Conections. In P.A. House & A.F. Coxford (ed) Connecting
Mathematics Across the Curriculum. Reston, VA : NCTM.

Sugiono, 2008, Metodologi Penelitian Kuantitatif/Kualitatif, R & D, Bandung, Alfabeta.

Tilaar, H. A. R. (2002). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani


Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Wahyuni, Astri: dkk. 2013. Peran Etnomatematika dalam Membangun Karakter


Bangsa. Jurnal.Jogjakarta. Pendidikan Matematika UNY pp. 876–880.
Available:http://www.halcyon.com/pub/journals/21ps03-vidmar
(Diakses tanggal 2 Oktober 2016)

15

Anda mungkin juga menyukai