Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan
Persalinan distosia adalah proses persalinan eutosia yang disebabkan oleh
ketidakserasian antara tiga komponen penting, yaitu power, passege, dan
passenger sehingga menimbulkan kesulitan jalannya persalinan.1Presentase
bokong adalah ketika bayi berada pada posisi logitudinal dan bokong bayi terletak
pada segmen bawah uterus ibu.2 Presentasi Sungsang terjadi pada 3% sampai 4%
dari kehamilan merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong dibagian bawah kavum uteri. Letak sungsang
terjadi dalam 3-4% dari persalinan yang ada.Terjadinya letak sungsang berkurang
dengan bertambahnya umur kehamilan. Letak sungsang terjadi pada 25% dari
persalinan yang terjadi sebelum umur kehamilan 28 minggu, terjadi pada 7%
persalinan yang terjadi pada minggu ke-32 dan terjadi pada 1 3% persalinan
yang terjadi pada kehamilan aterm.Sebagai contoh, 3,5% dari 136.256 persalinan
tunggal dari tahun 1990 sampai 1999 di Parkland Hospital merupakan letak
sungsang.3,4
Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum
lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Biasanya setelah janin lahir, beberapa
menit kemudian mulailah proses pelepasan plasenta disertai sedikit perdarahan.
Bila plasenta sudah lepas dan turun kebagian bawah rahim, maka uterus akan
berkontraksi (his pengeluaran plasenta) untuk mengeluarkan plasenta.4
Inersia uteri merupakan kelainan yang terletak dalam hal kontraksi uterus
yaitu lebih singkat, dan jarang daripada biasanya. Keadaan umum penderita
biasanya baik, dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh
umumnya tidak banyak bahaya, baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali jika
persalinan berlangsung terlalu lama. Faktor utama dalam memulai inersia uteri
sekunder adalah mal presentasi, posisi mal janin, janinlebih ukuran, malformasi
janin dan jalan lahir yang sempit adalah penyebab inersia uteri sekunder.5,6

1
1. Persalinan Sungsang
A. Definisi Persalinan Sungsang
Persalinan sungsang adalah persalinan untuk melahirkan janin yang
membujur dalam uterus dengan bokong atau kaki pada bagian bawah dimana
bokong atau kaki akan dilahirkan terlebih dahulu daripada anggota badan lainnya.
Terdapat tiga tipe letak sungsang yaitu: Frank breech (50 70%) yaitu kedua
tungkai fleksi ; Complete breech (5 10%) yaitu tungkai atas lurus keatas, tungkai
bawah ekstensi ; Footling (10 30%) yaitu satu atau kedua tungkai atas ekstensi,
presentasi kaki.7,8

Gambar 1 : Klasifikasi letak sungsang

B. Insiden dan Faktor Risiko


Insiden presentasi sungsang menurun dari sekitar 20% pada 28 minggu
kehamilan, karena kebanyakan bayi berubah secara spontan dengan presentasi
kepala. Hal ini tampaknya menjadi proses aktif dimana bayi biasanya terbentuk
dan aktif untuk mencari posisi 'paling cocok' dalam ruang intrauterin normal.
Presentasi sungsang persisten mungkin berhubungan dengan kelainan bayi,
volume cairan ketuban, lokalisasi plasenta atau rahim.7Sungsang 2-4% dari
seluruh persalinan dianggap sebagai kehamilan berisiko tinggi karena 2-5%
peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas perinatal dalam hal komplikasi.9
2
C. Etiologi
Ada beberapa penyebab yang memegang peranan dalam terjadinya letak
sungsang diantaranya adalah:

Plasenta previa
Keadaan air ketuban : Hidramnion, oligohidramnion
Keadaan kehamilan : Gemeli (kehamilan ganda)
Keadaan janin : hidrocephalus, anencephalus, makrosemia
Keadaan uterus : uterus arkuatus, plasenta dengan implantasi pada kornu
Keadaan dinding abdomen : rileks akibat grandemultipara
Keadaan tali pusat : pendek, terdapat lilitan tali pusat pada leher
Idiopatik

Faktor lain yang menjadi predisposisi terjadinya letak sungsang selain


umur kehamilan termasuk diantaranya relaksasi uterus berkaitan dengan
multiparitas, multi fetus, persalinan sungsang sebelumnya, kelainan uterus dan
tumor pelvis. Plasenta yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula
menyebabkan letak sungsang, karena plasenta mengurangi luas ruangan di daerah
fundus. Fianu dan Vaclavinkova (1978) menemukan prevalensi lebih tinggi pada
implantasi plasenta di daerah kornual-fundal pada letak lintang (7%) dari
presentasi vertex (5%) dengan sonografi. Frekuensi terjadinya letak sungsang juga
meningkat dengan adanya plesenta previa, tetapi hanya sejumlah kecil letak
sungsang yang berhubungan dengan plasenta previa. Tidak ada hubungan yang
kuat antara letak sungsang dengan pelvis yang menyempit (panggul sempit). 1,7,8

D. Patofisologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air
ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan
leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala,
letak sungsang atau letak lintang.Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh
dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan
3
kedua tungkai terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk
menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada
diruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat
dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang
lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar
ditemukan dalam presentasi kepala.9
E. Mekanisme Persalinan
Kepala adalah bagian janin yang terbesar dan kurang elastis. Pada
presentasi kepala, apabila kepala dapat dilahirkan maka bagian janin lainnya
relatif mudah dilahirkan. Tidak demikian halnya pada presentase bokong. Hal
inilah yang menjadikan persalinan vaginal pada presentase bokong lebih berisiko.
Pemahaman tentang mekanisme persalinannya akan membantu dalam
memberikan upaya pertolongan persalinan yang berhasil. Bokong akan memasuki
panggul (engangement dan descent) dengan diameter bitrokanter dalam posisi
oblig. Pinggul janin bagian depan (anterior) mengalami penurunan lebih cepat
dibanding pinggul belakang (posterior) dengan demikian, pinggul depan akan
mencapai pintu tengah panggul terlebih dahulu. Kombinasi antara tahanan dinding
panggul dengan kekuatan yang mendorong kebawah (kaudal) akan menhasilkan
putaran paksi dalam yang membawa sakrum kearah transversal (pukul 3 atau 9),
sehingga posisi bitrokanter dipintu bawah panggul menjadi anteroposterior.5

4
Penurunan bokong berlangsung setelah terjadinya putaran paksi dalam,,
perineum akan meregang, vulva membuka, dan pinggul depan akan lahir terlebih
dahulu. Pada saat itu, tubuh janin mengalami putaran paksi dalam dan penurunan,
sehingga mendorong pinggul bawah menekan perineum. Dengan demikian,
lahirlah bokong dengan posisi diameter bitrokanter anteroposterior, diikuti putran
paksi luar. Putaran paksi luar akan membuat posisi diameter bitrokanter dan
anteroposterior menjadi transversal. Kelahiran bagian tubuh lain akan terjadi
kemudaian baik secara spontan atau dengan bantuan (manual aid).5

F. Diagnosis
1. Anamnesis1
Anamnesis paling sering ditemukan adalah terasa sesak pada abdomen bagian
atas akibat sering didorongnya kepala karena gerakan kaki janin.Biasanya ibu
merasa adanya gerakan terasa lebih banyak di bagian bawah.
2. Pemeriksaan fisik1
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah :
a. Leopold
Leopold I difundus akan teraba bagian bulat dan keras yakni
kepala
Leopold II teraba punggung dan bagian kecil pada sisi samping
perut ibu
5
Leopold III-IV teraba bokong di segmen bawah rahim.

Gambar 2 : Pemeriksaan leopold


Bunyi jantung terdengar pada punggung janin setinggi pusat. Bokong
harus dibedakan dengan muka jika caput succedenum besar, muka
dapat disangka bokong karena kedua tulang pipi dapat menyerupai
tuberossis ischia, dagu menyerupai ujung os sacrum, sedangkan mulut
disangka anus. Yang menentukan adalah os sacrum yang mempunyai
deretan prosesus spinosus yang disebut krista sakralis media.10
b. Pemeriksaan Dalam
Dari pemeriksaan dalam akan teraba bokong atau dengan kaki
disampingnya, akan teraba os sakrum, kedua tuberosis iskii dan anus,
kadang kadang kaki (pada letak kaki).
Bedakan antara :
Anus : lubang kecil, tulang (-), isap (-), mekonium (+)
Kaki : tumit, sudut 90, rata jari jari, popliteal, patella
Mulut : menghisap, rahang, lidah
Tangan siku : jari panjang, tidak rata, patella (-)
3. Pemeriksaan penunjang11
a. Ultrasonografi
Peranan utrasonografi penting dalam diagnosis dan penilaian risiko pada
presentasi bokong. Jenis presentasi bokong, taksiran berat janin, penilaian

6
volume air ketuban, konfirmasi letak plasenta, jenis presentase bokong,
keadaan hiperekstensi kepala, kelainan kongenital, dan pekrkembangan
janin dapat diperiksa.
b. Foto Rongen
Terdapat bayangan kepala di fundus.
G. Penatalaksanaan10,11

1. Dalam kehamilan
Mengingat bahayanya, sebaiknya persalinan dalam letak sungsang
dihindari. Pada waktu pemeriksaan antenatal dijumpai letak sungsang,
terutama pada primigravida, hendaknya diusahakan melakukan versi luar
menjadi presentasi kepala. Bila syarat syarat versi luar terpenuhi dan tidak
ada indikasi kontra versi luar. Syarat versi luar yaitu :
Janin dapat lahir per vaginam atau tidak ada kontraindikasi lahir
per vaginam
Bagian terendah janin masih dapat dikeluarkan dari PAP
Dinding perut ibu cukup tipis dan lentur sehingga bagian bagian
tubuh janin dapat dikenali (terutama kepala) dan dapat dirasakan
dari luar dengan baik
Selaput ketuban masih utuh
Pada pasien belum inpartu kehamilan primigravida usia kehamilan
34 36 minggu dan multigravida usia kehamilan lebih 38 minggu.
Umunya versi luar sudah di coba pada minggu ke 28, pada nulipara versi
luar dilakukan pada umur kehamilan 34 36 minggu, sedangkan pada
multipara dilakukan pada umur kehamilan 36 38 minggu. Versi luar masih
dapat di usahakan pada penderita inpartu dengan syarat :
pembukaan kurang 3 4 cm
ketuban masih utuh
bokong anak masih dapat dibebaskan
Kontraindikasi dilakukan versi luar :
panggul sempit
7
perdarahan antepartum
hipertensi
hamil kembar
plasenta previa.
Pada panggul sempit tidak ada gunanya melakukan versi luar, karena
meskipun berhasil menjadi presentasi kepala, akhirnya perlu dilakukan seksio
sesarea. Tetapi bila kesempitan panggul hanya ringan, versi luar harus
diusahakan karena kalau berhasil akan memungkinkan dilakukan partus
percobaan. Versi luar pada perdarahan antepartum tidak boleh dilakukan,
karena dapat menambah perdarahan akibat lepasnya plasenta. Pada penderita
hipertensi, usaha versi luar dapat menyebabkan solusio plasenta; sedangkan
pada kehamilan kembar, selain janin yang lain dapat menghalangi usaha versi
luar tersebut, yang lebih berbahaya ialah bila janin berada dalam satu kantong
amnion kemungkinan tali pusat kedua janin akan saling melilit. Kalau versi
luar gagal karena penderita menegangkan otot-otot dinding perut, penggunaan
narkosis dapat dipertimbangkan. Kerugian penggunaan narkosis untuk versi
luar antara lain: narkosis harus dalam, sebab dengan narkosis ringan versi laur
jauh lebih sulit dibandingkan bila penderita tetap dalam keadaan sadar.
Disamping itu, karena penderita tidak merasakan sakit ada bahaya
kemungkinan digunakan tenaga berlebihan dan dapat mengakibatkan
lepasnya plasenta. Mengingat bahayanya, sebaiknya tidak melakukan versi
luar dengan menggunakan narkosis.
Versi luar dilakukan dengan cara hati hati tanpa anastesi. Setelah versi
luar dilakukan pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan Fetal Heart
monitoring. Persiapan teknik versi luar, yaitu :
kandung kemih kosong
pasien tidur terlentang
bunyi jantung janin diperiksa dahulu (jika BJJ buruk versi
dibatalkan)
kaki dibengkokkan pada lutut dan pangkal paha supaya dinding
perut kendor
8
Langkah langkah melakukan versi luar adalah :
Mobilisasi = bokong dibebaskan terlebih dahulu
Sentralisasi = kepala dan bokong janin dipegang dan didekatkan
satu sama lain hingga badan janin membulat sehingga lebih mudah
diputar
Versi = janin diputar sehingga kepala janin terdapat
dibawah.
Arah pemutaran hendaknya kea rah yang mudah yang paling sedikit
tahananya. Jika ada pilihan, diputar ke arah perut janin supaya tidak terjadi
defleksi dan tidak menunggangi tali pusat.

Gambar 3 : Versi luar


Keberhasilan versi luar 35 86 % (rata-rata 58 %). Peningkatan
keberhasilan terjadi pada multiparitas, usia kehamilan, frank breech, letak
lintang. Newman membuat prediksi keberhasilan versi luar berdasarkan
penilaian seperti Bhisop skor (Bhisop-like score).

Tabel 1 : Bishop Like Score

Skor 0 1 2 3
Pembukaan serviks 0 1-2 3-4 5+
Panjang serviks (cm) 3 2 1 0
Station -3 -2 -1 +1,+2
Konsistensi Kaku Sedang Lunak
Position Posterior Mild Anterior
Interpretasi : Keberhasilan 0% jika nilai <2 dan 100% jika nilai >9

9
2. Dalam Persalinan
a. Jenis persalinan
Untuk memilih jenis persalinan pada letak sungsang Zachtuchni dan
Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai apakah
persalinan dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominan. Jika nilai
kurang atau sama dengan 3 dilakukan persalinan perabdominan, jika nilai 4
dilakukan evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin; bila
nilai tetap dapat dilahirkan pervaginam, dan jika nilai lebih dari 5 dilahirkan
pervaginam.
ALARM (Advanced in Labour and Risk Management) International
memberikan kriteria seleksi untuk partus pervaginam yaitu jenis letak
sungsang adalah frank atau bokong komplit, kepala fetus tidak hiperekstensi
dan taksiran berat janin 25003600 gram serta tindakan augmentasi dan
induksi persalinan diperbolehkan pada janin letak sungsang.
Tabel 2 : Skor Zachtuchni Andros
Skor Zachtuchni Andros
Parameter Nilai
0 1 2
Paritis Primi Multi -
Pernah letak sungsang Tidak 1 kali 2 kali
TBJ > 3650 gr 3649-3176 gr < 3176 gr
Usia kehamilan > 39 minggu 38 minggu < 37 minggu
Station <-3 -2 -1 atau >
Pembukaan serviks 2 cm 3 cm 4 cm

b. Prinsip dasar persalinan sungsang


1) Persalinan pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam,
persalinan pervaginam dibagi menjadi 3 yaitu :
Persalinan spontan; janin dilahirkan dengan kekuatan dan
tenaga ibu sendiri. Cara ini disebut Bracht.

Tahapan persalinan spontan sebagai berikut :


10
a) Tahap pertama = fase lambat, yaitu mulai lahirnya bokong
sampai pusat (skapula depan ) disebut fase lambat karena fase
ini hanya untuk melahirkan bokong, yaitu bagian yang tidak
begitu berbahaya.
b) Tahap kedua = fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusar
sampai lahirnya mulut. Disebut fase cepat karena pada fase ini
kepala janin mulai masuk pintu atas panggul, sehingga
kemungkinan tali pusat terjepit. Oleh karena itu fase ini harus
segera diselesaikan dan tali pusat segera dilonggarkan. Bila
mulut sudah lahir, janin dapat bernafas lewat mulut.

c) Tahap ketiga = fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai


seluruh kepala lahir. Disebut fase lambat karena kepala akan
keluar dari ruangan yang bertekanan tinggi (uterus), ke dunia
luar yang tekanannya lebih rendah, sehingga kepala harus
dilahirkan secara perlahan-lahan untuk menghindari terjadinya
perdarahan intra kranial (adanya ruptur tentorium serebelli).

Teknik persalinan spontan :

a) Sebelum melakukan persalinan, penolong harus memperhatikan


sekali lagi persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada
persiapan kelahiran janin harus selalu disediakan cunam Piper.
b) Ibutidurdalamposisilitotomi,sedangpenolongberdirididepanvulva
. Ketika timbul his ibu disuruh mengejan dengan merangkul
kedua pangkal paha. Pada waktu bokong mulai membuka vulva
(crowning) disuntikkan 2-5 unit oksitosin intra muskulus.
Pemberian oksitosin ini adalah untuk merangsang kontraksi
rahim sehingga fase cepat dapat diselesaikan dalam 2 his
berikutnya.
c) Episiotomi dikerjakan pada saat bokong membuka vulva. Segera
setelah bokong lahir, bokong dicengkram secara Bracht, yaitu
kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan
11
jari-jari lain memegang panggul.
d) Pada setiap his ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir
dan tampak sangat tegang,tali pusat dikendorkan lebih dahulu.
e) Kemudian penolong melakukan hiperlordosis pada badan janin
guna mengikuti gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin
didekatkan ke perut ibu. Penolong hanya mengikuti gerakan ini
tanpa melakukan tarikan sehingga gerakan tersebut hanya
disesuaikan dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan
dimulainya gerakan hiperlordosis ini, seorang asisten melakukan
ekspresi Kristeller pada fundus uterus, sesuai dengan sumbu
panggul. Maksud ekspresi Kristeller ini adalah: a.Agar tenaga
mengejan lebih kuat, sehingga fase cepat dapat segera
diselesaikan. b. Menjaga agar posisi kepala janin tetap dalam
posisi fleksi. c. Menghindari terjadinya ruang kosong antara
fundus uterus dengan kepala janin sehingga tidak terjadi
lengan menjungkit.
f) Dengan melakukan gerakan hiperlordosis ini berturut-turut lahir
tali pusat, perut, bahu dan lengan, dagu, mulut dan akhirnya
seluruh kepala.
g) Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu. Seorang asisten
segera menghisap lendir dan bersamaan dengan itu penolong
memotong tali pusat.
h) Keuntungan = Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan
lahir, sehingga mengurangi bahaya infeksi. Cara ini adalah
cara yang paling mendekati persalinan fisiologik, sehingga
mengurangi trauma pada janin.
i) Kerugian = 5 10% persalinan secara Bracht mengalami
kegagalan, sehingga tidak semua persalinan letak sungsang
dapat dipimpin dengan cara Bracht. Persalinan secara Bracht
mengalami kegagalan terutama dalam keadaan panggul sempit,
janin besar, jalan lahir kaku misalnya pada primigravida,
12
adanyalengan menjungkit atau menunjuk.
Manual aid (partial breech extraction); janin dilahirkan
sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi
dengan tenaga penolong.
Prosedur manual aid :
Indikasi :
a) Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, misalnya bila
terjadi kemacetan baik pada waktu melahirkan bahu atau kepala.
b) Dari semula memang hendak melakukan pertolongan secara
manual aid. Negara Amerika sebagian besar ahli kebidanan
cenderung untuk melahirkan letak sungsang secara manual aid,
karena mereka menganggap bahwa sejak pusar lahir adalah fase
yang sangat berbahaya bagi janin, karena pada saat itulah kepala
masuk ke dalam pintu atas panggul, dan kemungkinan besar tali
pusat terjepit diantara kepala janin dan pintu atas panggul.
Tahapan manual aid :
a) Tahap pertama, lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan
dengan tenaga ibu sendiri.
b) Tahap kedua, lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga
penolong. Cara atau teknik untuk melahirkan bahu dan lengan
adalah secara:
Cara Klasik ( Deventer )
Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini
melahirkan lengan belakang lebih dulu karena lengan belakang
berada di ruang yang luas (sacrum), kemudian melahirkan
lengan depan yang berada di bawah simpisis. Kedua kaki janin
dipegang dengan tangan kanan penolong pada pergelangan
kakinya dan dielevasi ke atas sejauh mungkin sehingga perut
janin mendekati perut ibu. Bersamaan dengan itu tangan kiri
penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan jari
tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai pada fossa
13
kubiti kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan
seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin.

Gambar 4 : melahirkan bahu dan lengan dengan cara


Klasik/Deventer

Untuk melahirkan lengan depan, pergelangan kaki janin


diganti dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke
bawah sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.
Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan. Keuntungan
cara klasik adalah pada umumnya dapat dilakukan pada semua
persalinan letak sungsang tetapi kerugiannya lengan janin
relative tinggi didalam panggul sehingga jari penolong harus
masuk ke dalam jalan lahir yang dapat manimbulkan infeksi.

Cara Mueller
14
Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara Mueller ialah
melahirkan bahu dan lengan depan lebih dulu dengan
ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan lengan
belakang. Bokong janin dipegang dengan femuro-pelvik yaitu
kedua ibu jari penolong diletakkan sejajar spina sakralis media
dan jari telunjuk pada Krista iliaka dan jari-jari lain
mencengkram bagian depan. Kemudian badan ditarik ke curam
ke bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak di
bawah simpisis dan lengan depan dilahirkan dengan mengait
lengan bawahnya. Setelah bahu depan dan lengan lahir, tarik
badan janin ke atas sampai bahu belakang lahir. Tangan
penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir sehingga
mengurangi infeksi.

Gambar 5 : melahirkan bahu dan lengan dengan cara


Mueller
Cara Louvset
Prinsip melahirkan persalinan secara Lovset ialah memutar
badan janin dalam setengah lingkaran bolak-balik sambil
dilakukan traksi curam ke bawah sehingga bahu yang
sebelumnya berada di belakang akhirnya lahir dibawah
simpisis dan lengan dapat dilahirkan. Keuntungannya yaitu

15
sederhana dan jarang gagal, dapat dilakukan pada semua letak
sungsang, minimal bahaya infeksi. Cara lovset tidak
dianjurkan dilakukan pada sungsang dengan primigravida,
janin besar, panggul sempit.
Gambar 6 : melahirkan bahu dan lengan dengan cara

Lovset
Cara Bickhenbach
Prinsip melahirkan ini merupakan kombinasi antara cara
Mueller dengan cara klasik.
c) Tahap ketiga, lahirnya kepala. Kepala dapat dilahirkan dengan
cara:
Cara Mauriceau
Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan
ke dalam jalan lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut
dan jari telunjuk dan jari keempat mencengkeram fossa kanina,
sedang jari lain mencengkeram leher. Badan anak diletakkan
diatas lengan bawah penolong seolah-olah janin menunggang

16
kuda. Jari telunjuk dan jari ketiga penolong yang lain
mencengkeram leher janin dari punggung.
Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah
sambil seorang asisten melakukan ekspresi kristeller. Tenaga
tarikan terutama dilakukan oleh penolong yang mencengkeram
leher janin dari arah punggung. Bila suboksiput tampak
dibawah simpisis, kepala dielevasi keatas dengan suboksiput
sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut,
hidung, mata dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya lahirnya
seluruh kepala janin.

Gambar 7 : melahirkan kepala dengan cara Mauriceau

Cara Najouks
Teknik ini dilakukan apabila kepala masih tinggi sehingga jari
penolong tidak dimasukkan ke dalam mulut janin. Kedua
tangan penolong yang mencengkeram leher janin menarik
bahu curam kebawah dan bersamaan dengan itu seorang
asisten mendorong kepala janin kearah bawah. Cara ini tidak
dianjurkan lagi karena menimbulkan trauma yang berat.
Cara Pragueterbalik
Teknik ini dipakai bila oksiput dengan ubun-ubun kecil berada
di belakang dekat sacrum dan muka janin menghadap simpisis.
Satu tangan penolong mencengkeram leher dari bawah dan
punggung janin diletakkan pada telapak tangan penolong.

17
Tangan penolong yang lain memegang kedua pergelangan
kaki, kemudian ditarik keatas bersamaan dengan tarikan pada
bahu janin sehingga perut janin mendekati perut ibu. Dengan
laring sebagai hipomoklion, kepala janin dapat dilahirkan.

Gambar 8 : melahirkan kepala dengan cara Prague terbalik

Cara Cunam Piper


Seorang asisten memegang badan janin pada kedua kaki dan
kedua lengan janin diletakkan dipunggung janin. Kemudian
badan janin dielevasi ke atas sehingga punggung janin
mendekati punggung ibu. Pemasangan cunam piper sama
prinsipnya dengan pemasangan pada letak belakang kepala.
Hanya saja cunam dimasukkan dari arah bawah sejajar dengan
pelipatan paha belakang. Setelah oksiput tampak dibawah
simpisis, cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput
sebagai hipomoklion berturut-turut lahir dagu, mulut, muka,
dahi dan akhirnya seluruh kepala lahir.

Gambar 9 : melahirkan kepala dengan cara Cunam Piper

18
Ektraksi sungsang (total breech extraction); janin dilahirkan
seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.
Teknik ekstraksi kaki
Tangan dimasukkan ke dalam jalan lahir mencari kaki depan
dengan menelusuri bokong, pangkal paha sampai lutut,
kemudian melakukan abduksi dan fleksi pada paha janin
sehingga kaki bawah menjadi fleksi. Tangan yang dikuar
mendorong fundus uterus ke bawah. Setelah kaki bawah fleksi
pergelangan kaki dipegang oleh jari kedua dan jari ketiga dan
dituntun keluar dari vagina sampai batas lutut. Kedua tangan
memegang betis janin, kaki ditarik curam kebawah sampai
pangkal paha lahir. Pangkal paha dipegang kemudian tarik
curam ke bawah trokhanter depan lahir. Kemudian pangkal
paha dengan pegangan yang sama dielevasi keatas sehingga
trokhanter belakang lahir dan bokong pun lahir. Setelah
bokong lahir maka untuk melahirkan janin selanjutnya dipakai
teknik pegangan femuro-pelviks, badan janin ditarik curam
kebawah sampai pusat lahir. Selanjutnya untuk melahirkan
badan janin yang lainnya dilakukan cara persalinan yang sama
seperti pada manual aid.

Gambar 10 : Teknik ekstraksi kaki

19
Teknik ekstraksi bokong
Dilakukan pada letak bokong murni (frank breech) dan bokong
sudah berada di dasar panggul sehingga sukar menurunkan
kaki. Jari telunjuk tangan penolong yang searah bagian kecil
janin dimasukkan ke dalam jalan lahir dan diletakkan di
pelipatan paha depan. Dengan jari telunjuk ini pelipatan paha
dikait dan ditarik curam kebawah, sehingga trokhanter tampak
dibawah simpisis, maka jari telunjuk penolong yang lain
segera mengait pelipatan paha ditarik curam kebawah sampai
bokong lahir. Setelah bokong lahir, bokong dipegang secara
femuro-pelviks kemudian janin dapat dilahirkan dengan cara
manual aid.

Gambar 11 : Teknik ekstraksi bokong


2) Persalinan perabdominan (Sectio caesaria)
Persalinan letak sungsang dengan seksio sesaria sudah tentu merupakan
yang terbaik ditinjau dari janin. Banyak ahli melaporkan bahwa
persalinan letak sungsang pervaginam memberi trauma yang sangat
berarti bagi janin. Namun hal ini tidak berarti bahwa semua letak
sungsang harus dilahirkan perabdominam. Persalinan diakhiri dengan
seksio sesaria bila :

20
Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan berbahaya
(disproporsi feto pelvic atau skor Zachtuchni Andros 3).
Tali pusat menumbung pada primi/multigravida.
Didapatkan distosia
Umur kehamilan : Prematur (EFBW=2000 gram) dan Post date
(umur kehamilan 42 minggu)
Nilai anak (hanya sebagai pertimbangan) Riwayat persalinan yang
lalu: riwayat persalinan buruk, milai sosial janin tinggi.
Komplikasi kehamilan dan persalinan : Hipertensi dalam persalinan
dan Ketuban pecah dini
3. Penyulit Persalinan Pervaginan
a. Sufokasi
Bila sebagian besar badan janin telah lahir, terjadilah pengecilan rahim,
sehingga terjadi gangguan sirkulasi plasenta dan menimbulkan anoksia
janin. Keadaan ini merangsang janin untuk bernapas. Akibatnya darah,
mukus, cairan amnion dan mekonium akan diaspirasi, yang dapat
menimbulkan sufokasi. Badan janin yang sebagian sudah berada diluar
rahim, juga merupakan rangsangan yang kuat untuk janin bernapas.
b. Asfiksia Fetalis
Selain akibat mengecilnya uterus pada waktu badan janin lahir, yang
menimbulkan anoksia, maka anoksia ini diperberat lagi, dengan bahaya
terjepitnya tali pusat pada waktu kepala masuk panggul (fase cepat).
c. Kerusakan Jaringan Otak
Trauma pada otak janin dapat terjadi, khususnya pada panggul sempit atau
adanya diproporsi sefalo-pelvik, serviks yang belum terbuka lengkap, atau
kepala janin yang dilahirkan secara mendadak, sehingga timbul dekompresi.
d. Fraktur pada Tulang Janin
Kerusakkan pada tulang janin dapat berupa:
Fraktur tulang-tulang kepala.
Fraktur humerus ketika hendak melahirkan lengan yang menjungkit
(extended).
21
Fraktur klavikula ketika melahirkan bahu yang lebar.
Paralisis brakialis
Fraktur femur.
Dislokasi bahu.
Dislokasi panggul terutama pada waktu melahirkan tungkai yang
sangat ekstensi (fleksi maksimal).
Hematoma otot-otot.
H. Komplikasi

Persalinan sungsang dengan tarikan sampai pada lahirnya umbilikus dan tali
pusat menyentuh pelvis akan menekan tali pusat. Oleh karena itu, sekali letak
sungsang melewati introitus vagina, abdomen, thoraks, lengan dan kepala harus
lahir secara tepat. Ini melibatkan persalinan yang sedikit cepat dapat menekan
bagian-bagian janin. Pada kehamilan aterm, beberapa pergerakan kepala mungkin
sukses melewati jalan lahir. Pada keadaan yang tidak menguntungkan ini, pilihan
persalinan pervaginam keduanya tidak memuaskan:

Persalinan mungkin tertunda beberapa menit ketika melahirkan kepala


yang menyusul melewati pelvis ibu, tetapi hipoksia dan asidemia
bertambah berat; atau
Persalinan mungkin dipaksakan, menyebabkan trauma dari penekanan,
tarikan atau keduanya.

Pada fetus preterm, perbedaan antara ukuran kepala dan bokong biasanya
lebih besar daripada fetus yang lebih tua. Saat itu, bokong dan ekstremitas
bawah fetus preterm akan melewati serviks dan dilahirkan, dan serviks belum
berdilatasi cukup untuk melahirkan kepala tanpa trauma. Pada keadaan ini, insisi
Duhrssen pada serviks mugkin dapat dilakukan. Walaupun demikian, trauma pada
fetus dan ibu mungkin dapat dinilai, dan fetal hipoksia mungkin berbahaya..
Masalah lain pada mekanisme letak sungsang adalah terperangkapnya lengan di
belakang leher. Komplikasi lengan menunjuk (nuchal arm) sampai 6 persen dari

22
persalinan sungsang pervaginam dan dihubungkan dengan peningkatan mortalitas
neonatal.

Frekuensi prolaps tali pusat meningkat apabila fetus berukuran kecil atau bila
sungsang tidak dalam posisi bokong murni. Dalam laporan Collea dan kawan-
kawan (1978), insiden pada posisi frank breech sekitar 0,5%, yang sesuai dengan
0,4% pada presentasi kepala (Barrett,1991). Sedangkan, insiden prolaps tali pusat
pada presentasi kaki adalah 15%, dan 5% pada letak bokong murni.Panjang tali
pusat umbilikus lebih pendek pada letak sungsang dari keterliban letak kepala
secara signifikan dan tali pusat yang melingkar-lingkar pada fetus lebih umum
pada letak sungsang. Abnormalitas tali pusat ini sepertinya memainkan peran
dalam perkembangan janin letak sungsang seperti insiden yang relatif tinggi pola
denyut jantung janin yang mencemaskan pada persalinan.

I. Prognosis

Baik ibu maupun janin dengan letak sungsang memiliki risiko yang lebih
besar dibandingkan dengan letak kepala. Pada persalinan sungsang yang sulit
terdapat peningkatan risiko maternal. Manipulasi secara manual dalam jalan lahir
akan memperbesar risiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra uteri, khususnya
dengan segmen bawah uterus yang sudah tipis, atau persalinan after coming head
lewat serviks yang belum berdilatasi lengkap, dapat mengakibatkan ruptura uteri,
laserasi serviks ataupun keduanya. Tindakan manipulasi tersebut dapat pula
menyebabkan pelebaran luka episiotomi dan robekan perineum yang dalam.
Anestesi yang memadai untuk menimbulkan relaksasi uterus yang nyata dapat
pula mengakibatkan atonia uteri yang selanjutnya diikuti oleh perdarahan
postpartum dari tempat implantasi plasenta.

Meskipun demikian, secara umum prognosis bagi ibu yang bayinya


dilahirkan dengan ekstraksi bokong bagaimanapun juga lebih baik bila
dibandingkan pada tindakan seksio sesarea. Bagi janin, prognosisnya kurang
menguntungkan dan akan semakin serius dengan semakin tingginya bagian
presentasi pada awal dilakukannya ekstraksi bokong. Di samping peningkatan
23
risiko terjadinya ruptura tentorium dan perdarahan intraserebral, yang menyertai
persalinan sungsang, angka mortalitas perinatal juga meningkat akibat semakin
besarnya kemungkinan terjadinya trauma lain pada saat dilakukan ekstraksi. Lebih
lanjut, prolapsus funikuli pada presentasi bokong tak lengkap jauh lebih sering
dijumpai bila dibandingkan pada presentasi verteks, dan komplikasi ini
selanjutnya akan memperburuk prognosis bagi bayi.

Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan letak kepala. Di RS Karjadi Semarang, RS Umum Dr.
Pringadi Medan dan RS Hasan Sadikin Bandung didapatkan angka kematian
perinatal masing-masing 38,5%, 29,4% dan 16,8%. Eastmen melaporkan angka
kematian perinatal antara 12 14%. Sebab kematian perinatal yang terpenting
akibat terjepitnya tali pusat antara kepala dan panggul pada waktu kepala
memasuki rongga panggul serta akibat retraksi uterus yang dapat menyebabkan
lepasnya plasenta sebelum kepala lahir. Kelahiran kepala janin yang lebih lama
dari 8 menit umbilikus dilahirkan akan membahayakan kehidupan janin. Selain itu
bila janin bernafas sebelum hidung dan mulut lahir dapat membahayakan karena
mucus yang terhisap dapat menyumbat jalan nafas. Bahaya asfiksia janin juga
terjadi akibat tali pusat menumbung, hal ini sering dijumpai pada presentasi
bokong kaki sempurna atau bokong kaki tidak sempurna, tetapi jarang dijumpai
pada presentasi bokong.

2. Retensio Plasenta
A. DefinisiRetensio Plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta tidak lahir spontan maksimal 30 menit.
Retensio plasenta adalah lepas plasenta tidak bersamaan sehingga sebagian masih
melekat pada tempat implantasi, menyebabkan terganggunya retraksi dan
kontraksi otot uterus, sehingga sebagian pembuluh darah tetapi terbuka serta
menimbulkan perdarahan. Retensio plasenta yaitu plasenta dianggap retensi bila
belum dilahirkan dalam batas waktutertentu setelah bayi lahir (dalam waktu 30
menit setelah penatalasanaan aktif). Retensio plasenta adalah tertahan atau belum
lahirnya palsenta hingga melebihi 30 menit setelah bayi lahir.4
24
B. Klasifikasi
1. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehinggamenyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagianlapisan miometrium.
3. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai/memasukimiometrium.
4. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan otothingga mencapai lapisan serosa dinding uterus .
5. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan olehkonstruksi ostium uteri.
C. Etiologi
1. Faktor Maternasl = Gravida berusia lanjut atau terlalu muda, Multiparitas
2. Faktor Uterus = Bekas sectio caesaria (sering plasenta tertanam pada jaringan
cicatrix uterus), Bekas pembedahan uterus, Uterus terlalu regang dan
besar,Kelainan pada uterus,Atonia uteri, Bekas curetage uterus yang terutama
dilakukan setelah abortus, Bekas pengeluaran plasenta secara manual, Bekas
endometritis
3. Faktor Plasenta = Plasenta previa, Implantasi cornual, Plasenta akreta,
Kelainan bentuk plasenta
D. Fisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan
retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah
berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan
lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal
secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.
Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan
plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak
dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang
ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi
25
jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat
di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan.
Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini
mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.

Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan


ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme
kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:

1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat
plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta
melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan
pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang
terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta
disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus
yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan
tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta
bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil
darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa
perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan
sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya
fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89%
plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.

Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang


mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus
meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke
vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.

26
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang
diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian
bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi
ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam
posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan.
Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala
tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi
uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :

1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks;
kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik
dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta
previa; implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus
yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan
kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat
waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan
plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi
uterus.
E. Gambaran Klinis
Waktu hamil
1) Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal
2) Insiden perdarahan antepartum meningkat, tetapi keadaan ini biasanya
menyertai plasenta previa
3) Terjadi persalinan prematur, tetapi kalau hanya ditimbulkan oleh
perdarahan
4) Kadang terjadi ruptur uteri
Persalinan kala I dan II = Hampir pada semua kasus proses ini berjalan
normal
27
Persalinan kala III
1) Retensio plasenta menjadi ciri utama
2) Perdarahan post partum, jumlahnya perdarahan tergantung pada derajat
perlekatan plasenta, seringkali perdarahan ditimbulkan oleh Dokter
kebidanan ketika ia mencoba untuk mengeluarkan plasenta secara manual
3) Komplikasi yang serius tetapi jarang dijumpai yaitu invertio uteri, keadaan
ini dapat tejadi spontan, tapi biasanya diakibatkan oleh usaha-usaha untuk
mengeluarkan plasenta
4) Ruptura uteri, biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan plasenta
Untuk mengetahu gejala:
a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta
informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya,
paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat
pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau
timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam
kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di
dalam uterus.
F. Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:

a. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter


yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat
atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.

28
d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih
400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:

1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.


2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan
penurunan perfusi organ.
3. Sepsis
4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki
anak selanjutnya.
H. Prognosis
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan
sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat
sangat penting.

3. Inersia Uteri
A. Definisi Inersia Uteri

29
Distosia kelainan tenaga/his adalah his tidak normal dalam kekuatan /
sifatnya menyebabkan rintangan pada jalan lahir, dan tidak dapat diatasi sehingga
menyebabkan persalinan macet.
Menurut Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba (1998) dalam persalinan diperlukan
his normal yang mempunyai sifat :

Kontraksi otot rahim mulai dari salah satu tanduk rahim.


Fundal dominan, menjalar ke seluruh otot rahim
Kekuatannya seperti memeras isi rahim
Otot rahim yang telah berkontraksi tidak kembali ke panjang semula sehingga
terjadi retraksi dan pembentukan segmen bawah rahim.

Jenis-jenis kelainan his menurut Prof. dr. Sarwono Prawirohardjo (1993) :

a. His Hipotonik = His hipotonik disebut juga inersia uteri yaitu his yang
tidak normal, fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dulu daripada
bagian lain. Kelainan terletak pada kontraksinya yang singkat dan jarang.
Selama ketuban utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu dan janin. Hisnya
bersifat lemah, pendek, dan jarang dari his normal.
Inersia uteriadalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Inersia dibagi
menjadi 2, yaitu :
Inersia uteri primer = Bila sejak awal kekuatannya sudah lemah dan
persalinan berlangsung lama dan terjadi pada kala I fase laten.
Inersia uteri sekunder = Timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu
yang lama dan terjadi pada kala I fase aktif. His pernah cukup kuat tetapi
kemudian melemah. Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada
pembukaan. Pada bagian terendah terdapat kaput, dan mungkin ketuban
telah pecah. Dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung sedemikian
lama sehingga dapat menimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia
uteri sekunder ini jarang ditemukan. Kecuali pada wanita yang tidak diberi
pengawasan baik waktu persalinan.

30
b. His Hipertonik = His hipertonik disebut juga tetania uteri yaitu his yang
terlalu kuat. Sifat hisnya normal, tonus otot diluar his yang biasa,
kelainannya terletak pada kekuatan his. His yang terlalu kuat dan terlalu
efisien menyebabkan persalinan berlangsung cepat (<3 jam disebut partus
presipitatus).
Partus presipitatus dapat mengakibatkan kemungkinan :
Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam persalinan.
Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan dan
inversio uteri.

Tetania uteri juga menyebabkan asfeksia intra uterine sampai kematian


janin dalam rahim. Bahaya bagi ibu adalah terjadinya perlukan yang luas pada
jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina dan perineum. Bahaya bagi bayi
adalah terjadi perdarahan dalam tengkorak karena mengalami tekanan kuat
dalam waktu singkat.

c. His Yang Tidak Terkordinasi = Adalah his yang berubah-ubah. His jenis
ini disebut Ancoordinat Hypertonic Urine Contraction. Tonus otot
meningkat diluar his dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa
karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi. Tidak adanya kordinasi
antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak
efisien dalam mengadakan pembukaan.
B. Etiologi
Multigravida.
Bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus
misalnya kelainan letak janin, atau disproporsi sefalopelvik.
Peregangan rahim yang berlebihan ; pada kehamilan ganda dan hidramnion
Gangguan pembentukan uterus pada masa embrional misalnya uterus bikornis
Pada sebagian kasus penyebab inersia uteri tidak diketahui
C. Diagnosis

31
Menurut Prof. dr. Sarwono Prawirohardjo (1992) diagnosis inersia uteri
paling sulit dalam masa laten sehingga diperlukan pengalaman. Kontraksi uterus
yang disertai rasa nyeri, tidak cukup untuk membuat diagnosis bawah persalinan
sudah mulai. Untuk pada kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai
akibat kontraksi itu terjadi perubahan pada serviks, yaitu pendataran atau
pembukaan. Kesalahan yang sering terjadi pada inersia uteri adalah mengobati
pasien tetapi persalinan belum dimulai (False Labour).

D. Penatalaksanaan
Menurut Prf. Dr. Sarwono Prawirohardjo penanganan atau penatalaksanaan
inersia uteri adalah :
a. Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian
terbawah janin dan keadaan janin.
b. Bila kepala sudah masuk PAP, anjurkan pasien untuk jalan-jalan.
c. Pada inersia primer, setelah dipastikan penderita masuk dalam persalinan,
evaluasi kemajuan persalinan 12 jam, kemudian dengan periksa dalam. Jika
pembukaan kurang dari 3 cm. porsio tebal lebih dari 1 cm, penderita
diistirahatkan, berikan sedativa sehingga pasien dapat tidur, mungkin masih
dalam false labour. Jika setelah 12 jam berikutnya tetap ada his tanpa ada
kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his tanpa ada kemajuan
persalinan, ketuban dipecahkan dan his diperbaiki dengan infus pitosin, perlu
diingat bahwa persalinan harus diselesaikan dalam waktu 24 jam setelah
ketuban pecah agar prognosis janin tetap baik.
d. Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera dilakukan :
Penilaian cermat apakah ada disproporsi sevalopelvik dengan
pelvimentri klinik atau radiologi. Bila CPD maka persalinan segera
diakhiri dengan sectio cesarea
Bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi pitocin infus
Bila kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah his baik. Bila tidak
ada kemajuan, persalinan diakhiri dengan sectio cesarea

32
Pada akhir kala I atau pada kala II bila syarat ekstraksi vakum atau
cunam dipenuhi, maka persalinan dapat segera diakhiri dengan
bantuan alat tersebut.
e. Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan
misalnya pada letak kepala :
Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dextrose 5%,
dimulai dengan 12 tetes permenit, dinaikkan 10-15 menit sampai 40-
50 tetes permenit. Tujuan pemberian oksitosin adalah supaya serviks
dapat membuka.
Pemberian okstisosin tidak terus menerus. Bila tidak memperkuat his
setelah pemberian oksitosin beberapa lama hentikan dulu dan
anjurkan ibu untuk istirahat. Pada malam hari berikan obat penenang
misalnya valium 10 mg dan esoknya diulang lagi pemberian oksitosin
drips.
Bila inersia uteri diserati disproporsi sefalopelvis maka sebaiknya
dilakukan seksio sesaria.
Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia uteri sekunder, ibu
lemah, dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan
18 jam pada multi tidak ada gunanya memberikan oksitosin drips.
Sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan
dan indikasi obstetrik lainnya (Ekstrasi vakum, forcep dan seksio
sesaria).
E. Komplikasi
Inersia uteri dapat menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan
akibat terhadap ibu dan janin yaitu infeksi, kehabisan tenaga dan dehidrasi.

33
PEMBAHASAN

Perempuan 39 tahun dengan keluhan keluar air air dai jalan lahir sejak 2
jam SMRS. Keluhan ini disertai dengan nyeri perut tembus belakang dan keluar
lendir serta darah. Riw. Kehamilan ibu selalu merasakan gerakan di daerah pusat
kebawah dan merasa sesak. Riw. USG di dokter praktek Tanggal 22/2/2017 (usia
kehamilan 24 minggu) letak sungsang + plasenta previa. Riw. USG di dokter
Tanggal 23/3/2017 (usia kehamilan 28 minggu) oligohidramion. Riwayat
pendarahan selama hamil (+) saat usia kehamilan 12 minggu.Berdasarkan
teori,anamnesis yang paling sering ditemukan adalah terasa sesak pada abdomen
bagian atas akibat sering didorongnya kepala karena gerakan kaki janin.Biasanya
ibu merasa adanya gerakan terasa lebih banyak di bagian bawah. Faktor risiko
presentasi sungsang persisten berhubungan dengan kelainan bayi, volume cairan
ketuban, lokalisasi plasenta atau rahim.Peranan utrasonografi penting dalam
diagnosis dan penilaian risiko pada presentasi bokong. Jenis presentasi bokong,
taksiran berat janin, penilaian volume air ketuban, konfirmasi letak plasenta,
keadaan hiperekstensi kepala, kelainan kongenital, dan perkembangan janin dapat
diperiksa.
Riwayat obstetrik G8P5A2, riwayat SC (-) dan riwayat kuretase 1
kali.Berdasarkan teori, multigravida dan multiparitas merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya presentasi bokong disebabkan multigravida, wanita

34
dengan paritas tinggi mempunyai kemungkinan 10 kali lebih besar mengalami
persalinan dengan letak sungsang.
Pada pemfis ditemukan pernafasan 24 x/menit.Pemeriksaan luar, L1 = TFU
3 Jari dibawah procesus xypoideus, kepala, L2 = punggung kiri, L3 = bagian
terendah bokong, L4 = perlimaan 0/5, His 4x10 (40-45), DJJ 161 x/menit,
gerakan janin (+) dirasakan ibu, anak kesan tunggal, TBJ 2350 gr. Berdasarkan
teori, keluhan sesak sering dijumpai pada kehamilan etak sungsang. Pada
pemeriksaan luar ditemukan Leopold I di fundus akan teraba bagian bulat dan
keras yakni kepala, Leopold II teraba punggung dan bagian kecil pada sisi
samping perut ibu, Leopold III dan IV teraba bokong di segmen bawah rahim.
Gerakan janin dan DJJ sering ditemukan di daerah perut bagian bawah.
Setelah melahirkan pasien di diagnosis Perdarahan post partum ec Retensio
Plasenta hal ini disebabkan karena plasenta belum lahir setelah 30 menit bayi
lahir. Berdasarkan teori, Retensio plasenta yaitu plasenta dianggap retensi bila
belum dilahirkan dalam batas waktutertentu setelah bayi lahir (dalam waktu 30
menit setelah penatalasanaan aktif). Plasenta adalah tertahan atau belum lahir
hingga melebihi 30 menit setelah bayi lahir.
Selain itu pasien juga di diagnosis Inersia Uteri dikarenakan his yang
dimiliki ibu tidak adekuat. Berdasarkan teori, Inersia uteri adalah kelainan his
yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau
mendorong janin keluar.

35
DAFTAR PUSTAKA
1. Manuaba, Manuaba C, Manuaba F.Persalinan Distosia. Dalam Pengantar
Kuliah Obstetri. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. 2007. Page. 736
757
2. Chapman V, Charles C. Kelahiran Sungsang. Dalam Persalinan dan
kelahiran. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. 2013. Page 213 223
3. Edward K. Breech Presentation. Obstetrics & Midwifery. Australia :
Goverment of Western Australia North Metropolitan Health Service Women
and Newborn Health Service. 2017 : Page. 1 6
4. Hofmeyr. The Management of Breech Presentation. Royal College of
Obstetricians and Gynaecologists. RCOG Guideline No. 20b. London :
Oxford. 2006 : Page. 1 13
5. Leveno J, et al. Pelahiran bokong. Dalam Obstetri Williams. Jakarta :
Penerbit buku kedoktern EGC. 2012. Page 229 245
6. Putri MR, Serudji J, Efrida. Gambaran Kejadian Persalinan Disfungsional
pada Pasien Anemia dalam Kehamilan di RSUP Dr. M. Djamil Periode 2010
2012. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015 : 540 544
7. Mochtar R. Perdarahan Postpartum. Dalam sinopsis Obstetri. Jakarta :
Penerbit Buku EGC. 2013. Page 206 242, 243 250
8. Sari NK. Hubungan Tingkat Paritas dengan Kejadian Letak Sungsang Pada
Ibu Bersalin di RSUD dr. R. Koesma Tuban Tahun 2008. Jurnal Stikes NU
Tuban. 2008 : 1 - 3
36
9. Fischer R. Breech Presentations. 2016 (diunduh 31 Mei 2017). Tersedia dari
URL: http://emedicine.medscape.com/article/262159-overview.
10. Nez S. Vaginal Breech Delivery; Still a safe mode of delivery to reduce the
rate of caesarean section. The Professional Medical Journal. Karachi,
Pakistan. 2015 : Page. 1024 1028 Tersedia dari URL:
www.theprofesional.com
11. Ranzcog. Management of breech presentation at term. The Royal Australian
and New Zealand College of Obstetricions and Gynecologists. 2016 : Page. 1
13

37

Anda mungkin juga menyukai