Anda di halaman 1dari 12

1.

Definisi

Menurut Irman Sumantri (2009), Kor pulmonal adalah terjadinya pembesaran dari jantung
kanan (dengan atau tanpa gagal jantung kiri) sebagai akibat dari penyakit yang mempengaruhi
struktur atau fungsi dari paru-paru atau vaskularisasinya.
Pulmonary heart disease adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi) yang
terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernafasan. Tidak
termasuk di dalamnya kelainan jantung kanan yang
terjadi akibat kelainan jantung kiri atau penyakit jantung bawaan.

Pulmonary heart disease dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab pulmonary heart disease
akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan pulmonary heart disease kronik sering
disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada pulmonary heart disease kronik
umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada pulmonary heart disease akut terjadi
dilatasi ventrikel kanan.
Tidak semua pasien PPOK akan mengalami pulmonary heart disease, karena banyak usaha
pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kadar oksigen darah arteri mendekati normal
sehingga dapat mencegah terjadinya Hipertensi Pulmonal. Pada umumnya, makin berat
gangguan keseimbangan ventilasi perfusi, akan semakin mudah terjadi ganguan analisis gas
darah sehingga akan semakin besar terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease.
Penyakit yang hanya mengenai sebagian kecil paru tidak akan begitu mempengaruhi pertukaran
gas antara alveoli dan kapiler sehingga jarang menyebabkan terjadinya Hipertensi
Pulmonal dan pulmonary heart disease. Tuberculosis yang mengenai kedua lobus paru secara
luas akan menyebabkan terjadinya fibrosis disertai gangguan fungsi paru sehingga menyebabkan
terjadinya pulmonary heart disease. Hipoventilasi alveoli sekunder akibat sleep apnea syndrome
tidak jarang disertai dengan Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease Kronik.

2.      Anatomi Pernafasan
a.       Saluran pernafasan bagian atas terdiri atas :
1)      Lubang hidung (cavum nasalis)
Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung dibentuk oleh
sebagian tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat (connective tissue). Bagian
dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat
(septum).
Rongga hidung mengandung rambut (fimbrie) yang berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar
terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung terdapat epitel bersilia
yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lender sehingga dapat menangkap
benda asing yang masuk ke dalam saluran pernafasan. Kita dapat mencium aroma karena di
dalam lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau terletak pada cibriform plate, didalamnya
terdapat ujung dari saraf krania I (nervous olfactorium)
Hidung berfungsi sebagai jalan nafas, pengatur udara, pengatur kelembaban udara
(humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara, indra pencium, dan resonator
suara. Fungsi hidung sebagai pelindung dan penyaring dilakukan oleh vibrissa, lapisan lender,
dan enzim lozosim. Vibrissa adalah rambut vestibulum nasi yang bertugas sebagai penyaring
debu dan kotoran (partikel berukuran besar). Debu-debu kecil dan kotoran (partikel kecil) yang
masih dapat melewati vibrissa akan melekat pada lapisan lender dan selanjutnya dikeluarkan
oleh refleks bersin. Jika dalam udara masih terdapat bakteri (partikel sangat kecil), maka enzim
lizosim yang menghancurkannya.
2)      Sinus para nasal
Sinus para nasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Dinamakan sesuai
dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan
sinus maxilaris. Sinus berfungsi untuk :
a)      Membantu menghangatkan dan humidifikasi
b)      Meringankan berat tulang tengkorak
c)      Mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi
3)      Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (+ 13 cm) yang letaknya bermula dari dasar
tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan (kartilago)
krikoid. Faring digunakan pada saat digestion (menelan) seperti pada saat bernafas. Berdasarkan
letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu dibelakang hidung (nasi-faring), belakang mulut (oro-
faring), dan belakang (laringo-faring).
4)      Laring
Laring sering disebut dengan voice box dibentuk oleh struktur epitrlium lined yang
berhubungan dengan faring (di atas) dan trakea (di bawah). Lring terletak di anterior tulang
belakang (vertebra) ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esophagus berada di posterior laring.

Fungsi utama laring adalah untuk pembetukan suara, sebagai protek jalan nafas bawah dari
benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk. Laring terdiri atas :
a)      Epiglotis : katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan.
b)      Glotis : lubang antara pita suara dan laring.
c)      Kartilago tiroid : kartilago yang terbesar pada trachea, terdapat bagian yang membentuk
jakun (adams apple).
d)     Kartilago krikoid : cicin kartilago yang utuh di laring (terletak di bawah kartilago tiroid).
e)      Kartilago aritenoid : digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan kartilago
tiroid.
f)       Pita suara : sebuah ligament yang dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan
suara dan menempel pada lumen laring.
b.      Saluran pernafasan bagian bawah (tracheobronchial tree) terdiri atas :
1)      Trachea
Trachea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebrae torakal ke-7
yang bercabang menjadi dua bronkus. Ujung cabang trachea disebut carina. Trachea bersifat
sangat fleksibel, berotot dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C.
pada cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak yang mengandung banyak sel goblet yang
mensekresikan lender (mucus).
2)      Bronchus dan bronkhiolus
Cabang bronchus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan cenderung lebih vertical daripada cabang
yang kiri. Hal tersebut menyebabkan benda asing lebih mudah masuk ke dalam cabang sebelah
kanan daripada cabang bronchus sebelah kiri.

Segmen dan subsegmen bronchus bercabang lagi dan berbentuk seperti ranting masuk ke setiap
paru-paru. Bronchus disusun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkiolus yang berakhir di
alveoli tidak mengandung kartilago. Tidak adanya kartilago menyebabkan bronkhiolus mampu
menangkap udara, namun juga dapat mengalami kolaps. Agar tidak kolaps, alveoli dilengkapi
dengan porus/lubang kecil yang terletak antar alveoli (kohn pores) yang berfungsi untuk
mencegah kolaps alveoli.

Saluran pernafasan mulai dari trakea sampai bronkiolus terminal tidak mengalami pertukaran
dan merupakan area yang dinamakan anatomical dead space. Banyaknya udara yang berada
dalam area tersebut adalah sebesar 150 ml. awal dari proses pertukaran gas terjadi di bronkeolus
respiratorius.
3)      Alveoli
Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru. Parenkim
tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveolus merupakan kantong udara yang
berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorius sehingga
memungkinkan pertukaran O2  dan CO2. Seluruh dari unit alveoli terdiri dari bronkhiolus
respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs. Fungsi utama dari unit alveolus adalah
pertukaran O2 dan CO2 di antara kapiler pulmoner dan alveoli.
4)      Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga
pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan
paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap
paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekita sepuluh unit terkecil yang
disebut bronchopulmonary segments.
Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang sebut mediastinum. Jantung, aorta, vena
cava, pembuluh paru-paru, esophagus bagian dari trachea dan bronchus, serta kelenjar timus
terdapat pada mediastinum.
5)      Sirkulasi pulmoner
Suplai darah ke dalam paru-paru merupakan suatu yang unik. Paru-paru mempunyai dua
sumber suplai darah yaitu arteri bronkhialis dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronchial
menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi siatemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan
metabolism jaringan paru-paru. Arteri bronkhialis berasal dari aorta torakalis dan berjalan
sepanjang dinding posterior bronchus. Vena bronkhialis akan mengalirkan darah menuju vena
pulmonalis.
6)      Kendali pernafasan
Fungsi mekanik pergerakan udara masuk dan keluar dari paru-pau dinamakan ventilasi.
Mekanisme tersebut dilaksanakan oleh sejumlah komponen factor yang saling berinteraksi.
Factor tersebut mengendalikan proses masuknya udara ke dalam paru-paru agar pertukaran gas
dapat berlangsung. Factor yang dapat mengendalikan pernafasan adalah :
7)      Factor local
Kondisi paru itu sendiri dan dinding dada yang mengelilingi paru-paru, dimana keduanya
berperan dalam pompa resiprokatif (timbal balik) yang disebut hembusan nafas.
Control medulla oblongata
Sebagai pusat control pernafasan, terdapat daerah ritmik medulla oblongata yang terdiri dari
neuron inspirasi dan ekspirasi.
Control pons
Mengatur transisi dari fase inspirasi ke ekspirasi
Reflek hering – breur
Reseptor yang mengatur tingkat peregangan paru-paru sebagai pelindung agar tidak terjadi
pengembangan yang berlebihan.
8)      Kendali korteks
Kendali korteks terbatas yaitu hanya dapat mengubah ritmik sebagai proteksi terhadap paru-
paru.
Efek latihan jasmani
Olahraga berat menyebabkan penggunaan O2 lebih besar dan poduk CO2 lebih besar pula.
Efek altitude/ ketinggian
Tempat ketinggian akan menyebabkan penurunan tekanan oksigen atmosfer, akibatnya
seseorang yang berada pada tempat tinggi akan mengalami peningkatan ritme nafas, denyut
jangtung, dan kedalaman pernafasan yang lazim terlihat pada seseorang yang sedang melakukan
aktivitas.

3.      Fisiologi pernafasan
a.       Proses respirasi dapat dibagi menjadi tiga proses utama :
1)      ventilasi pulmonal adalah proses  keluar masuknya udara dan atmosfer dal alveoli paru-
paru
2)      difusi adalah proses pertukaran O2 dan Co2 antara alveoli dan darah
3)      transfortasi adalah proses beredarnya gas dalam darah dan cairan tubuh ked an dari sel-sel
b.      Proses fisiologi respirasi dibagi menjadi tiga stadium yaitu :
1)      difusi gas-gas antara alveolus dengan kapiler paru-paru dan darah sistemik dengan sel-sel
jaringan.
2)      Distribusi darah adalah sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya dengan distribusi udara
dalam alveolus-alveolus.
3)      Reaksi kimia dan fisik O2 dan CO2 dengan darah
c.       Proses repirasi eksternal
1)      Ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru dikarenakan adanya selisih tekanan udara di
atmosfer dan alveolus dan didukung oleh kerja mekanik otot-otot. Selama inspirasi, volume
rongga dada bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa
otot. Otot serratus, otot skaleneus, dan otot interkostalis eksternus berperan mengangkat iga,
sedangkan otot sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas.
2)      Difusi
Stadium kedua proses respirasi mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane antara
alveolus-kapiler yang tipis. Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan
parsial antara darah dan fase gas. Tekanan O2 dalam atmosfer sama dengan tekanan laut
yakni + 149 mmHg.
Pada waktu O2 diinspirasi dan sampai pada alveolus, tekanan parsial ini mengalami penurunan
sampai sekitar 103 mmHg sebagai akibat dari udara yang tercampur dengan ruang rugi anatomis
pada saluran udara dan dengan uap air.
3)      Transportasi
Transportasi gas antar paru-paru dan jaringan meliputi proses-proses berikut ini :
a)      Transport oksigen dalam darah
Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri atas paru-paru dan sistem kardiovaskuler.
a)      Transport karbonsioksida dalam darah
b)      Kurva disosiasi oksigen hemoglobin
Oksigen hemoglobin adalah struktur terikatnya oksigen pada hemoglobin.

4.      Etiologi
Banyak penyakit yang mempengaruhi paru dan hubungan dengan hipoksemia dapat
menyebabkan kor pulmonal disebabkan oleh hal-hal berikut ini.
a.       Penyakit paru-paru merata
b.      Terutama emfisema, bronchitis kronis (COPD), dan fibrosis akibat TB
c.       Penyakit pembuluh darah paru
Terutama thrombosis dan embolus paru dan fibrosis akibat penyinaran yang menyebabkan
penurunan elastisitas pembuluh darah paru.
1)      Hipoventilasi alveolar menahun, yaitu semua penyakit yang menghalangi pergerakan
dada normal, seperti :
a)      Penebalan pleura bilateral
b)      Kelainan neuromuskuler, misalnya poliomyelitis dan distrofi otot
c)      Kifoskoliosis yang mengakibatkan penurunan kapasistas rongga torak sehingga
pergerakan torak berkurang. Penyebab penyakit pulmonary heart disease antara lain :
  Penyakit paru menahun dengan hipoksia,
  Penyakit paru obstrutif kronik,
  Fibrosis paru,
  Penyakit fibrokistik,
  Cryptogenic fibrosing alveolitis,
  Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia
d)     Kelainan dinding dada : Kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura, penyakit
neuromuscular
2)      Gangguan mekanisme control pernafasan :
a)      Obesitas, hipoventilasi idopatik,
b)      Penyakit serebro vascular.
3)      Obstruksi saluran nafas atas pada anak :
a)      Hipertrofi tonsil dan adenoid.
4)      Kelainan primer pembuluh darah :
Hipertensi pulmonale primer emboli paru berulang dan vaskulitis pembuluh darah paru.
(nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id)
a)      Klasifikasi
Secara umum kor pulmonal di bagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut
  Kor pulmonal akut
Yaitu dilatasi mendadak dari ventrikel kanan dan dekompensasi.
Etiologi : embolus multiple pada paru-paru atau massif yang secara mendadak akan
menyumbat aliran darah dan ventrikel kanan.
Gejala : biasanya segera di susul oleh kematian, Terjadi dilatasi dari jantung kanan.
  Kor pulmonal kronik
Merupakan jenis kor pulmonal yang paling sering terjadi. Dinyatakan sebagai hipertropi
ventrikel kanan akibat penyakit paru atau pembuluh darah atau adanya kelainan pada torak, yang
akan menyebabkan hipertensi dan hipoksia sehingga terjadi hipertropi ventrikel kanan.
5)      Mekanisme terjadinya hipertensi pulmonale pada cor pulmunale dapat di bagi menjadi 4
kategori yaitu :
a)      Obstuksi
Terjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik. Chronic Thromboembolic
Pulmonary Hypertesion (CTEPH) merupakan salah satu penyebab hipertensi pulmonale yang
penting dan terjadi pada 0.1 – 0.5 % pasien dengan emboli paru. Pada saat terjadi emboli paru,
system fibrinolisis akan bekerja untuk melarutkan bekuan darah sehingga hemodinamik paru
dapat berjalan dengan baik. Pada sebagian kecil pasien system fibrinolitik ini tidak berjalan baik
sehingga terbentuk emboli yang terorganisasi disertai pembentukkan rekanalisasi dan akhirnya
menyebabkan penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah paru.
b)      Obliterasi
Penyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi pulmonale adalah lupus
eritematosus sistemik scleroderma, sarkoidosis, asbestosis, dan pneumonitis radiasi. Pada
penyakit-penyakit tersebut adanya fibrosis paru dan infiltrasi sel-sel yang prodgersif selain
menyebabkan penebalan atau perubahan jaringan interstisium, penggantian matriks
mukopolisakarida normal dengan jaringan ikat, juga menyebabkan terjadinya obliterasi
pembuluh paru.
c)      Vasokontriksi
Vasokontriksi pembuluh darah paru berperan penting dalam pathogenesis terjadinya hipertensi
pulmonale. Hipoksia sejauh ini merupakan vasokontrikstor yang paling penting. Penyakit paru
obstruktif kronik merupakan penyebab yang paling di jumpai. Selain itu tuberkolosis dan
sindrom hipoventilasi lainnya misalnya sleep apnea syndrome, sindrom hipoventilasi pada
obesitas, dapat juga menyebabkan kelainan ini. Asidosis juga dapat berperan sebagai
vasokonstriktor pembuluh darah paru tetapi dengan potensi lebih rendah. Hiperkapnea secara
tersendiri tidak mempunyai efek fasokonstriksi tetepi secara tidak langsung dapat meningkatkan
tekanan arteri pulmunalis melalui efek asidosisnya. Eritrositosis yang terjadi akibat hipoksia
kronik dapat meningkatkan vikositas darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan arteri
pumonalis.
d)     Idiopatik
Kelainan idiopatik ini di dapatkan pada apsien hipertensi pulmonale primer yang di tandai
dengan adanya lesi pada arteri pumonale yang kecil tanpa di dapatkan adanya penyakit dasar
lainnya baik pada paru maupun pada jantung. Secara histopatologis di dapatkan adanya
hipertrofitunikamedia, fibrosistunikaintima, lesi pleksiform serta pembentukan mikro thrombus.
Kelainan ini jarang di dapat dan etiologinya belum di ketahui Waupun sering di kaitkan dengan
adanya penyakit kolagen, hipertensi portal, penyakit autoimun lainnya serta infeksi HIV.

5.      Patofisiologi
Beratnya pembesaran ventrikel kanan pada kor pulmonal berbaring lurus dengan fungsi
pembesaran dari peningkatan afterload. Jika resistensi vaskuler paru meningkat dan relative
tetap, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paru, peningkatan curah jantung
sebagaimana terjadi pada pengerahan tenaga fisik, maka dapat meningkatkan tekanan arteri
pulmonalis secara bermakna. Afterload ventrikel kanan secara kronik meningkat jika volume
paru membesar, seperti pada penyakit COPD, pemanjangan pembuluh paru, dan kompresi
kapiler alveolar.
a.       Pathway.
b.      Manifestasi Klinik
Gejala klinis yang muncul pada klien dengan penyakit kor pulmonal adalah sebagai berikut.
1)      Sesuai dengan penyakit yang melatarbelakangi, misalnya COPD akan menimbulkan
gejala nafas pendek, dan batuk.
2)      Gagal ventrikel kanan akan muncul, distensi vena leher, liver palpable , efusi pleura,
asites, dan murmur jantung.
3)      Sakit kepala, confusion, dan somnolen terjadi akibat peningkatan PCO2.
Informasi yang di dapat bisa berbeda-beda antara satu  penderita yang satu dengan yang lain
tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan pulmonary heart disease.
1)      Kor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang
didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
2)      Kor-pulmonal dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak
sputum).
3)      Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan jika
beraktifitas (exertional syncope).
4)      Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki
serta cepat lelah.
Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi berkaitan dengan penyakit
parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan
dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala – gejala ini
lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.
Tanda- tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi,
ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium
prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen.Gejala- gejala tambahan ialah:
Sianosis, Kurang tanggap/ bingung, Mata menonjol
6.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan radiologi
Perluasan hilus dapat dinilai dari perbandingan jarak antara permulaan percabangan pertama
arteri pulmonalis utama kanan dan kiri dibagi dengan diameter transversal torak. Perbandingan >
0,36 menunjukkan hipertensi pulmonal.
1)      Batang pulmonal dan hilus membesar
b.      Ekokardiografi
Memungkinkan pengukuran ketebalan dinding ventrikel kanan, meskipun perubahan volume
tidak dapat diukur, teknik ini dapat memperlihatkan pembesaran kavitas ventrikel kanan dalam
yang menggambarkan adanya pembesaran ventrikel kiri. Septum interventrikel dapat bergeser ke
kiri.
c.       Magnetic resonance imaging (MRI)
Berguna untuk mengukur massa ventrikel kanan, ketebalan dinding, volume kavitas, dan fraksi
ejeksi.
d.      Biopsi paru
Dapat berguna untuk menunjukkan vaskulitis pada beberapa tipe penyakit vaskuler paru seperti
penyakit vaskuler kolagen, arthritis rheumatoid, dan Wegener granulomatosis.

7.      Penatalaksanaan Medis
Tujuan dari penatalaksanaan adalah peningkatan ventilasi klien dan mengobati penyakit yang
melatarbelakangi beserta manifestasi dari gagal jantungnya.
Secara umum penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
a.       Pada klien dengan penyakit asal COPD dapat diberikan O2 pemberian O2 sangat
dianjurkan untuk memperbaiki pertukaran gas dan menurunkan tekanan arteri pulmonal dan
tahanan vaskuler pulmonal.
b.      Bronchial hygiene, diberikan obat golongan bronkodilator.
1)      Jika terdapat gejala gagal jantung, maka harus memperbaiki kondisi hipoksemia dan
hiperkapnea.
2)      Bedrest, diet rendah sodium, dan pemberian diuretic
3)      Digitalis, bertujuan untuk meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan denyut jantung,
selain itu juga mempunyai efek digitalis ringan.

8.      Komplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya: 


a.       Sinkope
b.      Gagal jantung kanan
c.       Edema perifer
d.      Kematian
DAFTAR PUSTAKA
Gede, N., & Efenndi, C. (2004).  Keperawatan medikal bedah, klien dengan  gangguan sistem
pernafsan. Jakarta: Kedokteran EGC.
Harun S, Ika PW. Kor pulmonal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid II. Jakarta: FKUI;
2009.h. 1842-4. handz-superners. (2015).
Kor Pulmonal . Retrieved Oktober Jum'at, 2016, from DocSlide: http://www.dokumen.tips
Muttaqin, a. (2008).
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem  Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
Mubin AH. Kor pulmonale kronik. Dalam: Panduan praktis ilmu penyakit dalam diagnosis dan
terapi. Jakarta: EGC; 2001.h. 125-6. Somantri, i. (2012).
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem  Pernapasan. Jakarta: Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai