Anda di halaman 1dari 27

BAB 4

FISIOLOGI PERNAFASAN
R. Besthadi Sukmono, Amir S.Madjid

Catatan Penting :

' Sistem Respirasi terbagi atas saluran nafas atas, saluran nafas bawah dan alveoli

Fungsi utama sistem pernafasan ialah sebagai tempat pertukaran gas untuk tubuh

Respirasl terdiri atas proses ventilasi, difusi, dan perfusi

FRC merupakan kapasitas yang penting diketahui oleh dokter anestesiologi

PENDAHULUAN

Sistem pernafasan (respirasi) adalah suatu sistem yang sangat luas karena mencakup seluruh
seldalam tubuh. Sistem inidimulaidari masuknya oksigen (O, ) dari luartubuh, transportasinya,
digunakannya O, oleh sel-sel tubuh hingga diangkutnya sisa pernafasan kembali ke paru-
paru dan dikeluarkan ke udara luar. Proses masuknya O, hingga diambil oleh sirkulasi serta
ditukarnya O, dengan karbondioksida (COr) di paru-paru dikenal sebagai respirasi eksternal
atau ventilasi. Proses yang lebih jauh disebut respirasi internal.

Sistem pernafasan tidak dapat dipisahkan dengan sistem sirkulasi. Fungsi pernafasan
dijalankan oleh dua sistem organ utama, yaitu paru-paru dan kardiovaskular. Saluran nafas
hanya berfungsi utama dalam ventilasiatau respirasi eksternal. Meski demikian, tanpa patensi
saluran nafas yang baik, O, tidak dapat masuk dan digunakan secara optimal.

Organ-organ dalam sistem pernafasan berfungsi sebagai penyalur udara dan sebagaitempat
pertukaran gas. Organ-organ pernapasan juga berfungsi sebagai penyaring, penghangat dan
pelembab udara inspirasi. Paru-paru berfungsi untuk memfasilitasi pertukaran gas secara
terus menerus antara udara inspirasi dan darah yang berada dalam sirkulasi pulmonal,
menyediakan O, dan mengambil CO, yang dibuang melalui proses ekspirasi. Pertukaran gas
terjadi di alveoli dan kapiler paru. Darah yang meninggalkan paru-paru mengandung O, dalam
kadar yang tinggi, untuk kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh.

Sistem pernafasan berperan dalam keseimbangan asam basa. Peningkatan CO, akan
menyebabkan peningkatan konsentrasi ion hidrogen dan menurunkan pH darah. Jika pH darah
lebih rendah dari nilai normal, tubuh akan berusaha memperbaikinya dengan meningkatkan
eliminasi CO, melalui hiperventilasi. Satu-satunya jalan eliminasi CO, adalah melalui paru-
paru.

i:l.ii:l':iiliaia:aliia:l!:t'::ai

I &lK{/ "A J,4 &,4'{r,gs rF$r&,l S Gf


Sel-sel pada sistem pernafasan harus melakukan proses metabolisme substrat untuk
memperoleh energi dan nutrien . Selain itu, terdapat beberapa sel khusus di paru-paru yang
dapat memroduksi enzim yang penting dalam proses metabolisme substansi-substansi
vasoaktif. Terakhir, sistem pernafasan juga berperan dalam proses fonasi dan pertahanan
tubuh

ANATOMI ORGAN.ORGAN PERNAFASAN

Saluran nafas dibagi menjadi dua: saluran nafas atas dan bawah. Organ-organ pada saluran
napas atas terletak di luar rongga toraks, sedangkan saluran nafas bawah di dalam rongga
toraks. Setelah itu organ pernafasan adalah tempat pertukaran gas.

Saluran Nafas Atas

Saluran nafas atas dimulai dari hidung dan berakhir di pita suara. Termasuk di dalamnya
adalah sinus paranasalis dan laring. Fungsi utama dari saluran nafas atas adalah untuk
mengondisikan udara inspirasi sehingga ketika mencapai trakea, udara cukup lembab dan
hangat, sama dengan suhu tubuh. Mukosa pernapasan adalah membran yang melapisi hampir
seluruh sistem pernapasan. Komponen epitel yang membentuk mukosa pernapasan adalah
sel epitel silinder bertingkat semu bersilia dan sel mukus (goblet).

Mekanisme pemurnian udara menyaring hampir semua benda-benda yang mengkontaminasi


udara sebelum mencapai alveoli. Mukus yang dihasilkan oleh sel goblet berfungsi untuk
melindungi mukosa pernapasan dan merupakan bagian terpenting dari mekanisme pemurnian
udara. Mukus yang dihasilkan sekitar 125 mL setiap hari. Mukus ini membentuk lapisan yang
disebut selimut mukus. Gerakan silia-silia pada mukosa pernapasan mendorong mukus ke
arah faring.

Hidung

Hidung berfungsi untuk menyaring, menangkap, dan membersihkan udara inspirasi dari
partikel-parikel yang berukuran >10 pm. Permukaan rongga hidung bersifat lembab karena
mukus dan hangat karena aliran darah.

Volum hidung orang dewasa t


20 mL tetapi permukaanya diperluas oleh conchae nasa/is.
Pada manusia, volum udara yang melewati hidung berkisar antara 10.000 L- 15.000 L per
hari. Pada pernafasan normal, 50% dari resistensi total saluran nafas berasal dari resistensi
terhadap aliran udara dalam hidung. Resistensi tersebut meningkat pada infeksi viral atau
dengan peningkatan aliran udara, seperti pada saat olahraga. Bagian dalam hidung dilapisi oleh
sel-sel epitel pernafasan dan sel-sel sekretorik. Sel-sel sekretorik memroduksi imunoglobulin,

,:e::ri::ir!rrrr:*t:i:iii13: j::r::

B UK{J A J,4 R A f1'FS T€,5'6T AGf


mediator inflamasi dan interferon yang merupakan lini pertama dari sistem pertahanan tubuh.

Ujung saraf olfaktorius berada di mukosa hidung. Saraf inilah yang memberikan fungsi lain bagi
hidung, yaitu organ penghidu. Dukius lakrimalis juga bermuara di rongga hidung, mengalirkan
air mata ke rongga hidung.

Terdapat empat buah sinus paranasalis (sinus frontalis, maksilaris, etmoidalis dan sfenoidalis)
yang bermuara di rongga hidung. Fungsi dari sinus adalah untuk mengurangi berat tulang
tengkorak, memberikan resonansi pada suara dan memberikan perlindungan kepada otak
terhadap trauma frontal. Sinus-sinus paranasalis dilapisi oleh sel-sel epitel bersilia. Sel-
sel tersebut memfasilitasi pergerakan mukus dari saluran nafas atas dan membersihkan
saluran hidung utama setiap 15 menit. Ostia dari sinus maksilaris terletak pada tepi atas
yang memungkinkan terjadinya retensi mukus. Retensi mukus memudahkan terjadi infeksi
sekunder sehingga menyebabkan sinusitis.

Faring

Panjang faring sekitar 12,5 cm dan dibagi menjadi tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring dan
laringofaring. Faring dilewati oleh udara yang masuk melalui hidung ke laring dan makanan
yang masuk melalui mulut ke esofagus. Tuba Eustachius kiri dan kanan bermuara di nasofaring,
menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring. Tuba ini berfungsi untuk menyamakan
tekanan di telinga tengah dengan telinga luar.

Ada tiga kelenjar limfe yang berada di daerah faring, disebut tonsil. Dua tonsil palatina di
orofaring dan satu tonsil faringeal/adenoid di nasofaring.

Laring

Laring berada di bawah faring, di antara vertebra servikal 4-6. Laring tersusun atas beberapa
tulang rawan, yang terbesar adalah tulang rawan tiroid. Struktur-struktur utama pada laring
adalah epiglotis, aritenoid dan pita suara. Bila terinfeksi, struktur-struktur tersebut dapat
mengalami edema dan meningkatkan resistensijalan nafas secara signifikan.

Otot-otot yang menempel pada tulang - tulang rawan di laring dapat membuat pita suara
menjadi tegang atau kendur. Ketegangan pita suara akan memengaruhi tinggi rendah suara
yang keluar. Ruang di antara pita suara disebut glotis. Tulang rawan lainnya adalah epiglotis
yang menutupi sebagian dari pintu masuk sebelah atas laring. Epiglotis dan aritenoid berfungsi
untuk menutupi laring ketika menelan makanan sehingga makanan tidak masuk ke trakea.
Gerakan menelan adalah koordinasi sempurna antara otot-otot dan struktur di laring. Pasien
dengan penyakit neuromuskular dapat kehilangan koordinasi tersebut. Akibatnya, risiko
aspirasi meningkat dan meningkatkan pula risiko pneumonia.

g$KU AJAR AA{FST€S'OIOG'


Saluran Nafas Bawah

Organ-organ saluran napas bawah berada di dalam rongga toraks. Saluran nafas bawah
terdiri atas pohon trakeobronkial dan alveoli. Disebut pohon trakeobronkial (tracheobronchial
free) karena percabangan ini mirip sebuah pohon, hanya terbalik posisinya.

Trakea

Trakea adalah saluran berbentuk tabung dengan panjang sekitar 11 cm. Trakea tersusun atas
15-20 cincin tulang rawan yang berbentuk C yang tidak mudah tertutup (kolaps), letaknya
saling berdekatan dan diantaranya hanya terdapat jaringan lunak. Trakea dilapisi oleh mukosa
pernapasan. Selgoblet memroduksimukus yang secara kontinyu akan bergerak menuju faring.
Tertutupnya trakea dapat disebabkan oleh adanya tumor atau infeksi yang dapat menyebabkan
pembesaran kelenjar limfe sehingga trakea menjadi tertekan dan menutup. Sumbatan pada
trakea dapat juga disebabkan oleh benda-benda asing yang masuk ke dalam trakea.

Trakea bercabang menjadi 2 cabang utama bronkus. Cabang utama bronkus kemudian
bercabang menjadi bronkus lobaris, yang masing-masing bercabang menjadi bronkus
segmentalis dan bercabang lagi menjadi cabang-cabang yang lebih kecil (bronkiolus) sampai
mencapai alveolus. Perbedaan bronkus dan bronkiolus bukan hanya terletak pada ukuran
namun juga pada adanya jaringan kartilago, tipe epitel dan sumber pendarahan. Saluran
nafas terus membagi secara dikotomus atau asimetrik sampai mencapai bronkiolus terminalis
(saluran nafas terkeciltanpa alveoli). Setiap percabangan saluran nafas mengecilkan diameter
saluran nafas tetapi luas permukaan totalnya terus bertambah.

E (JAIJ AJAi< AIYE.: tr5'L'LUIJ'


'
&t R+:Fi**t*ry *s*nch*ci+*
fl
fr-i
h
*F
ru

qrt
4i

Gambar 1. Percabangan saluran pernapasan

Bronkus dan Bronkiolus

Paru-paru adalah organ berbentuk kerucut yang berada di dalam rongga toraks. Setiap paru
terdiri dari ribuan alveoli dan kapiler. Paru kanan lebih besar dari pada paru kiri. Paru kanan
dibagi menjadi tiga lobus yaitu superior, media, inferior. Sedangkan paru kiri dibagi menjadi
dua lobus yaitu superior dan inferior.

Bronkus primer dan sekunder mempunyai cincin tulang rawan yang dapat mencegah kolaps.
Bronkus akan bercabang-cabang membentuk saluran yang lebih kecilyang dindingnya hanya
terdiri dari lapisan otot-otot polos, cabang kecil ini disebut bronkiolus. Perbedaan bronkus dan
bronkiolus bukan hanya terletak pada ukuran namun juga pada adanya jaringan kartilago, tipe
epitel dan sumber pendarahan. Bronkiolus akan bercabang-cabang lagi dan berakhir sebagai
kantong alveolar yang disebut sebagai alveolus.

Alveolus

Alveoli berbentuk poligonal dan berdiameter 250 pm. Umumnya, orang dewasa memiliki 5 x
108 alveoli. Fungsi alveoli adalah untuk mendistribusikan udara cukup dekat dengan darah
sehingga bisa terjadi pertukaran gas secara pasif, yang lebih dikenal dengan istilah difusi
Terdapat dua karakteristik dari alveoli yang mendukung terjadinya proses difusi. Pertama,
dinding alveolus terdiri atas satu lapisan sel, begitu juga dengan jaring-jaring kapiler yang
mengelilinginya, sehingga antara udara dan darah hanya dipisahkan oleh lapisan yang
ketebalannya kurang dari 1 mikron. Lapisan ini disebut sebagai membran respirator. Kedua,
ada berjuta-juta alveoli, sehingga bila dijumlahkan maka luas permukaan alveoli sekitar 55-
100 m2. Hal ini memungkinkan terjadinya pertukaran gas dengan cepat.

Ada dua macam selyang membentuk dinding alveoli, yaitu seltipe 1 dan tipe 2. Pada keadaan
normal rasio perbandingan jumlah sel tipe 1 dan tipe 2 adalah 1 : 1. Sel tipe 1 mengisi 96%
- 98% permukaan alveoli, merupakan tempat pertukaran gas utama. Sel tipe 1 memiliki
sitoplasma yang tipis sehingga mendukung difusi gas secara optimal. Membran basal tipe
1 dan endotel kapiler bergabung sehingga jarak untuk difusi gas berkurang. Sel tipe 2 kecil
dan berbentuk kuboid, umumnya ditemukan di "sudut" alveolus. Sel tipe 2 menempati 2% -
luas permukaan alveolus. Sel tipe 2 mampu mensintesis surfaktan yang berguna untuk
4o/o
mengurangi tegangan permukaan alveolus dan meregenerasi struktur alveolar yang terluka.

ORGAN PENUNJANG PERNAFASAN

Di samping organ-organ utama pernafasan, beberapa organ lain juga berperan dalam suatu
proses pernafasan atau mempunyai pengaruh terhadap berfungsinya pernafasan dengan
baik.

Pleura

Pleura adalah selaput kedap udara yang melapisi permukaan luar paru (pleura viseral) dan
dinding dada (pleura parietal). Membran ini menghasilkan cairan serosa yang berfungsi untuk
mencegah terjadinya gesekan antara pleura viseral dan parietal.

Mediastinum

Mediastinum adalah bagian rongga toraks yang membatasi paru kanan dan kiri. Mediastinum
merupakan perluasan dari sternum sampai vertebra torakal dan dari fasia di leher sampai
ke diafragma. Organ-organ yang berada di rongga mediastinum adalah: jantung, pembuluh
darah besar, esofagus, sebagian trakea, timus, kelenjar limfe dan bronkus primer.

Diafragma

Diafragma adalah otot pernafasan utama, berupa otot yang berbentuk kubah dan memisahkan
rongga toraks dan rongga abdomen. Kontraksi otot diafragma akan menyebabkan kubah
menjadi rata dan rongga toraks bertambah luas.

illr:al:al:i:.ill.r.:rL:li::i:ilit;r:tlal l:a:a:l::i:ri:lri.i rillal:i.l::a.r:tilu::.1:,lla:il.::illLl:il

A UKU A-'AR Aru€S TCS'CIL 66'


Otot-otot lnterkostal

Otot-otot interkostal berada di antara tulang iga. Otot-otot ini mempertahankan bentuk toraks.
Otot-otot interkostalterdiri dari otot interkostal eksterna dan otot interkostal interna.

Otot interkostal eksterna berada di sebelah luar dari tulang iga. Otot ini melintang dari bagian
inferiortulang iga sampai sampai bagian superior iga di bawahnya. Bila otot- otot ini berkontraksi,
tulangtulang iga akan bergerak ke atas dan ke luar, sehingga terjadi peningkatan diameter
transversal rongga toraks. Otot interkostal interna berada di bagian dalam tulang iga. Bila otot
ini berkontraksi, ukuran rongga toraks akan berkurang.

Otot-otot Abdomen

Otot abdomen merupakan otot ekspirasi utama. Otot abdomen terbagi menjadi otot abdomen
transversal, abdomen oblik interna dan eksterna. Kontraksi otot-otot abdomen akan
meningkatkan tekanan intraabdomen dan organ-organ di dalam abdomen akan mendorong
diafragma ke atas, sehingga rongga toraks semakin sempit.

RESPIRASI

Respirasi adalah pertukaran gas antara organisme hidup dengan lingkungannya. Pertukaran
gas pada manusia sangat bergantung pada sistem kardiopulmonari sirkulatori, tempat O,
disuplai ke seluruh seltubuh dan CO, dieliminasi dari tubuh.

Pada manusia respirasi dibagi menjadi respirasi eksternal dan internal. Respirasi eksternal
adalah pertukaran gas antara darah dengan lingkungan sekitarnya, terdiri atas empat proses
yang berurutan:

1. Ventilasi: perpindahan udara dari luar ke alveoli


2. Pencampuran: distribusi molekul gas intra pulmonal.
3. Difusi: perjalanan gas melewati membran kapiler-alveoli (membran pernafasan).
4. Perfusi alveolar-sirkulasi kapiler: ambilan gas oleh aliran darah pulmonal.

Respirasi internal adalah pertukaran gas antara darah dengan jaringan. Prosesnya terdiri dari:

1. Efisiensi kardiosirkular dalam memindahkan darah yang kaya O'


2. Distribusi kapiler.
3. Difusi, aliran gas ke ruang interstisial dan kemudian melewati membran sel.

4. Metabolisme sel dengan melibatkan enzim-enzim respirasi.

a iJK{1,4, JA R,4 e{trS r"ASr0{* 0€t


Pada dasarnya proses ventilasi berbeda-beda setiap orang, bergantung kepada laju
metabolisme dan reaksi kimia darah. Empat hal yang membuat ventilasi menjadi efisien
adalah:

1. Struktur yang normal


2. Otot yang terkoordinasi
3. Gradien tekanan gas

4. I nteg rasi neuromuskular

MEKANISME PERNAFASAN

Ventilasi paru atau yang dikenal sebagai "bernafas" dibagi menjadi dua fase yaitu fase inspirasi
(udara masuk ke dalam paru) dan ekspirasi (udara keluar dari paru). Paru berada di dalam
rongga toraks. Perubahan bentuk dan ukuran rongga toraks akan memengaruhi tekanan
udara di dalam rongga toraks dan paru. Hal ini menyebabkan udara keluar dan masuk ke
dalam paru. Otot-otot pernafasan mempunyai peran dalam perubahan rongga toraks ini.

Gradien tekanan dibutuhkan agar udara dapat mengalir. Pada pernafasan spontan, aliran
inspirasi dicapai dengan menciptakan tekanan sub-atmosferik dalam alveoli (sekitar - 5 cmHrO
selama pernafasan biasa) dengan cara menambah volum rongga toraks sebagai melalui kerja
otototot inspirasi. Saat ekspirasi, tekanan intra-alveolar menjadi sedikit lebih tinggi daripada
tekanan atmosfer sehingga udara mengalir secara pasif ke arah mulut.

lnspirasi

lnspirasi terjadi ketika rongga toraks bertambah besar. Saat dinding toraks membesar, pleura
parietal yang melekat di dinding toraks akan bergerak bersama dan kubah diafragma yang
menurun membentuk suatu tekanan yang lebih negatif di dalam rongga pleura. Penurunan
tekanan ini akan menyebabkan paru mengembang dan mengisap udara melaluitrakea hingga
mencapai alveoli. Otot-otot yang berperan adalah otot diafragma dan otot-otot interkostal
eksterna. Rangsangan pada neryus frenikus menyebabkan otot diafragma berkontraksi.

Ekspirasi

Ekspirasi biasanya ter1adi secara pasif ketika otot-otot inspirasi berelaksasi sehingga rongga
toraks kembali mengecil. Elastisitas dari jaringan paru menyebabkan paru mempunyai daya
rekoil dan mengecilkan alveolus sehingga udara mengalir keluar dari paru. Pada saat berbicara,
menyanyi atau melakukan pekerjaan berat, diperlukan ekspirasi kuat. Selama ekspirasi kuat,
otototot ekspirasi berkontraksi.

l :'.!r:r:li:,it:ti-qili::alr:t:,ll:i;1li:.1:li::i::r;.ili|r:iil::a:,:.tj1r:r:i:1,:'a:i::

ts A KU AJAR gJ\'€STgS,'OLCI6'
Jalur Motorik

Otot utama pernafasan yang membangkitkan tekanan negatif intratorakal yang menghasilkan
inspirasi ialah diafragma. Persarafannya berasal dari nervus frenikus (C3-5) dan kontraksi
otot ini akan menggerakkan diafragma ke bawah sehingga isi rongga abdomen terdorong ke
bawah dan keluar. Otot-otot pernafasan tambahan ialah otot interkostalis eksterna (dipersarafi
oleh saraf f l12) dan otot aksesoris pernafasan (sternomastoid dan skalen).

Ekspirasi yang merupakan proses pasif bergantung pada recoil elastis paru dan dinding dada.
Ketika ventilasi meningkat (seperti saat berolahraga), ekspirasi berubah menjadi aktif, dengan
kontraksi otot dinding abdomen dan interkostalis interna.

FAAL PERNAFASAN

Kapasitas udara di paru-paru sekitar 5000 mL atau sekitar 70 mL/kgBB. Sebuah alat yang
disebut spirometri digunakan untuk mengukur jumlah udara yang keluar dan masuk saat
bernafas. Pada tahun 1950, diketuai oleh Pappenheimer, dibuat sebuah standar tentang
pengukuran menggunakan spirometri. Mereka menyimpulkan volum paru sebagai subdivisi
primer, yang terdiri dari empat buah definisi tentang volum tanpa tumpang tindih. Mereka juga
menyimpulkan tentang istilah kapasitas paru dan membagi menjadi empat macam kapasitas.
Setiap kapasitas terdiri dari dua atau lebih subdivisi primer.

Volum Paru

Volum Tidal (TV)

Jumlah udara saat inspirasi dan ekspirasi biasa, sekitar 500 mL pada manusia dewasa pada
saat istirahat. Volum tidal sekitar 6-7 ml/kgbb. Volum tidal pada neonatus cukup bulan sekitar
6 ml/kgbb, pada bayi 7 ml/kgbb, dan pada orang dewasa 7,5 ml/kgbb.

Volum tidal (500 mL)dikalikan dengan laju pernafasan (14 kali per menit) akan menghasilkan
volum semenit (Minute Volume sekitar 7000 ml/menit); TV x RR = MV. Tidak semua volum
tidal ikut serta dalam pertukaran gas respirasi, karena proses ini tidak dimulai sampai gas
atau udara mencapai bronkiolus respiratoris. Saluran nafas di atas struktur anatomi ini
hanya berfungsi untuk konduksi udara. Volum ini dikenal dengan nama ruang rugi anatomis
(deadspace). Volum ruang rugi anatomis ini sekitar 2 mLlkgbb atau 150 mL pada manusia
dewasa, kasarnya sekitar sepertiga volum tidal. Bagian dari volum tidal yang tidak turut serta
dalam pertukaran gas respirasi dikalikan dengan laju pernafasan dikenal sebagai ventilasi
alveolar (sekitar 5000 mL/menit).

e{.rKU AJAR ArVgS r€St0d- &G'


ln

-
g tRf
{3S&rat}

+
I rrc lL(
Jtsm-n {iogf
rHt}

Time

Gambar 2. Volum paru manusia dewasa muda diukur dengan spirometer selama
pernafasan biasa

Volum Cadangan Inspirasi (lRV)

Volum cadangan inspirasi adalah jumlah udara yang dapat di hirup setelah inspirasi biasa
dengan menggunakan otot-otot pernapasan tambahan. Jumlahnya sekitar 40-50% dari
kapasitas paru total (2000-3000 mL pd orang dewasa dengan berat badan 70 kg). Pada orang
dewasa muda, volum cadangan inspirasi sekitar 3000-3500 mL. Pada usia diatas 50 tahun,
volum cadangan inspirasi mencapai 2500 mL.

Volum Cadangan Ekspirasi (ERV)

Volum cadangan ekspirasi adalah volum maksimal udara yang dapat dikeluarkan pada saat
ekspirasi. Jumlah udara yang dikeluarkan adalah tambahan udara setelah ekspirasi biasa
dengan usaha ekspirasi maksimal menggunakan bantuan otot-otot pernapasan. Volum
cadangan ekspirasi sekitar 20% dari kapasitas paru total (1000- 2000 mL), tidak dipengaruhi
usia.

Volum Residual (RV)

Volum residualadalah volum udarayang tetap berada didalam paru setelah ekspirasi maksimal.
Jumlahnya sekitar 20% dari kapasitas paru total atau 1200 mL. Jumlahnya bervariasi sesuai
dengan usia, sekitar 1300 mL pada usia 20-30 tahun, 1500 mL pada usia 30-40 tahun, dan

E,U'1,U FIJAi< IIA'E} EDI(JLL'tJ'


'
2000 mL pada usia 40-60 tahun. Pada orang yang lebih tua, volum residual meningkat sampai
2400 mL.

Jumlah volum residual tidak dapat diukur dengan spirogram, tetapi dapat diukur secara tidak
langsung. Ada dua cara yang dapat digunakan untuk mengukur volum residual, tergantung
pada gas tak larut yang digunakan. Pada metode sirkuit terbuka, semua nitrogen di dalam paru
(80% dari volum paru) di keluarkan saat menghirup O, dan dikeluarkan ke dalam spirometri
yang berfungsi sebagai tempat pengumpul. Volum gas yang diekspirasikan dihitung dan
kandungan nitrogen bisa diukur.

Pada metode sirkuittertutup, digunakan gas helium dengan volum dan konsentrasigas diketahui
(10%) dan bernapas dengan gas dari dalam reservoar sampai tercapai keseimbangan dalam
alveolar. Perubahan dalam persen di dalam reservoar dapat digunakan untuk menghitung
volum paru.

Posisi akhir inspirasi adalah posisi dada pada akhir inspirasi biasa. Posisi akhir ekspirasi
adalah posisi dada pada akhir ekspirasi biasa. Posisi akhir ekspirasi adalah titik referensi pada
pengukuran kapasitas.

Kapasitas Paru

Ada 4 pembagian kapasitas paru:

Kaoasitas lnspirasi (lG)

Kapasitas inspirasi adalah volum udara maksimal yang dapat dihirup dari posisi akhir ekspirasi.
lni adalah kombinasi TV & lRV.

Kaoasitas vital (VC)

Kapasitas vital adalah jumlah total udara yang dapat dihirup setelah ekspirasi maksimal. lni
adalah kombinasi dari ERV+TV+IRV. Batas normal nilai kapasitas vital bergantung pada usia
dan habitus.

Kapasitas Residu Fungsional (FRC)

Kapasitas residu fungsional adalah jumlah udara di dalam paru setelah akhir ekspirasi biasa.
Titik akhir ini (volum FRC) ditentukan oleh keseimbangan antara gaya elastis paru ke dalam
dan gaya keluar dinding dada (terutama akibat tonus otot). lni adalah kombinasi dari ERV +
RV. Jumlahnya sekitar 2500 mL. FRC menurun pada keadaan berbaring terlentang, obesitas,
kehamilan, dan anestesia dan tidak dipengaruhi usia. FRC merupakan kapasitas yang penting

B UKU A JA R A J\NE'S TFS'O'. SG'


dalam anestesia karena:

- Selama periode apnoea, FRC ialah reservoir untuk mencukupi O, ke darah

- Seiring dengan penurunan jumlahnya, distribusi ventialsi dalam paru-paru berubah dan
berakibat terjadinya mismatch aliran darah pulmoner

Apabila nilainya turun di bawah volum tertentu (closing capacity), penutupan jalan nafas
akan berujung pada terjadinya pirau (shunt)

Kaoasitas Total Paru (TLG)

Kapasitas total paru adalah jumlah total udara yang dapat ditampung oleh paru pada saat
mengembang maksimal. Kapasitas total paru adalah kombinasi dariVC+RV.

Resistensi dan Komplians

Pada periode tanpa adanya usaha pernafasan, paru-paru akan bergerak ke titik akhir dalam
keadaan FRC. Untuk bergerak dari posisi ini dan membangkitkan gerakan pernafasan, ada
dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu resistensi jalan nafas dan komplians paru dan
dinding dada. Kedua hal ini melawan pengembangan paru dan aliran udara sehingga harus
diatasi oleh aktivitas otot pernafasan.

Resistensi jalan nafas ialah obstruksi aliran udara akibat saluran nafas penghantar yang
dihasilkan terutama darijalan nafas besarditambah resistensijaringan yang terjadioleh gesekan
antar jaringan pada pergeseran antara lobus paru. Peningkatan resistensi akibat penyempitan
jalan nafas, seperti bronkospasme, akan menyebabkan penyakit paru-paru obstruktif. Pada
kelainan ini aliran udara diharapkan akan meningkat dengan cara meningkatkan usaha
pernafasan (peningkatan gradien tekanan) untuk mengalahkan peningkatan tekanan resistensi
jalan nafas. Umumnya ini terjadi saat inspirasi tetapi hal sebaliknya dapat terjadi saat ekspirasi.
Pada ekspirasi dengan bantuan otot ekspirasi akan terjadi peningkatan tekanan intrapleural
untuk mengosongkan alveolijuga akan menekan jalan napas yang lebih proksimal sehingga
teryadi obstruksi lebih lanjut tanpa adanya peningkatan aliran ekspirasi serta terperangkapnya
udara di distal (airtrapping).

Resistesi aliran udara normalnya sebesar 1 cm HrO/L/detik. Pada pasien dengan penyakit
paru obstruktif meningkat sampai sekitar 5 cm HrO/L/detik pada asma ringan sampai sedang
dan bronkhitis dan dapat meningkat lebih dari 10 pada kasus yang lebih berat. Pemakaian
selang endotrakheal ukuran 8 dapat menyebabkan resistensi menjadi 5 cm HrOilldetik pada
aliran 1 L/detik dan ukuran nomor 7 meningkatkannya menjadi 8 cm HrOilldetik (sebanding
pada asma moderat)

guKg A JAR,q fvgs ?-gsroe *&,


Komplians merujuk pada distensibiltas (kelenturan) dan kombinasi baik paru dan dinding
dada. Definisinya ialah perubahan volum per unit perubahan tekanan (V/P). Saat komplians
rendah, paru-paru menjadi lebih kaku dan lebih banyak usaha yang dibutuhkan untuk
mengembangkan alveoli. Kondisi yang memperburuk komplians, di antaranya fibrosis
pulmoner, dikenal dengan penyakit paru restriktif. Komplians juga bervariasi di dalam paru-
paru seusai derajat pengembangan. Komplians yang buruk terlihat pada volum rendah (karena
kesulitan mengembangkan paru di awal)dan pada volum tinggi (karena batas pengembangan
dinding dada), sementara komplians terbaik berada di volum menengah.

o
E
ai
f

Pressure

Gambar 3. Kurva komplians menunjukkan komplians paru pada tingkat


pengembangan Yang berbeda-beda

KERJA PERNAFASAN (t4lORK OF BREATHING)

Dari kedua penghalang respirasi, resistensi jalan nafas dan komplians paru, usaha
sesungguhnya hanya terjadi di awal untuk mengatasi keduanya. Resistensijalan nafas kepada
aliran terjadi saat inspirasi dan ekspirasi dan tenaga yang dibutuhkan untuk mengatasinya,
kita mengenalnya sebagai kerja pernafasan (Work of Breathing), dilepaskan sebagai panas.

Walaupun kita membutuhkan energi untuk mengatasi komplians saat mengembangkan paru,
energi tersebut tidak termasuk dalam kerja pernafasan yang sesungguhnya, karena tidak
dilepaskan, melainkan diubah bentuknya menjadi energi potensial dalam jaringan elastis
yang teregang. Sebagian energi yang tersimpan ini digunakan untuk kerja pernafasan yang

::.:a:i::lil:li.l:iai:lir:rat:t'::i:t:taua:t:lar:ir:i.:rr:i.r:r:r1.ririt;l,l:lal:il:lr::l:i::i:il:lilal:i:l:i::lll:i::

a {JK{,',4 JA R A r\{€$ 7'g$r0& 0 Gf


dihasilkan oleh resistensi jalan nafas selama ekspirasi. Kerja pernafasan dapat lebih jelas
dimengerti bila melihat kurva tekanan-volum satu siklus respirasi yang menunjukkan jalur-jalur
berbeda untuk inspirasi dan ekspirasi. Kurva ini dikenal sebagai histeresis. Kerja pernafasan
total siklus tergambar dalam area yang berada di daram ringkaran.

Pada saat laju pernafasan tinggi, aliran udara juga akan mengikuti, sehingga gaya gesek akan
meningkat. Proses ini akan lebih berat terjadi pada pasien dengan penyakit paru obstruktid
sehingga umumnya mereka akan meminimalisir kerja pernafasan dengan melambatkan
laju pernafasan dan volum tidal yang besar. Sebaliknya pada pasien dengan penyakti paru
restriktif (komplians buruk) tidak mampu mencapai bagian atas kurva complians lebih cepat
untuk meningkatkan volum tidal. Pola pernafasan pada pasien ini biasanya menyesuaikan
menjadivolum tidal kecil dan laju nafas cepat.

I Workof lnspiration

I Workof Expiration
tu
E
-J
E

lnrreasing negative intrapleura I prersure

Gambar 4.Kerja pernafasan pada kurva tekanan-volum paru (komplians)

Surfaktan

Setiap permukaan cairan akan mengeluarkan tegangan permukaan, yaitu kecenderungan


setiap molekul-molekul di permukaan untuk tarik menarik. lni kenapa apabila air diletakkan
di permukaan akan membentuk tetesan embun (droptets). Apabila tegangan permukaannya
berkurang, misalnya dengan menambahkan setetes sabun, tetesan embun ini akan kolaps
dan air akan berubah menjadi lapisan film tipis.

Apabila permukaan cairan berbentuk bulat, ia akan menghasilkan tekanan dalam bola sesuai
dengan hukum Laplace:

:i.l:al:al:l.ilali::i:iiliilll!:iarlllr:rliltiiiiialilrra.ilrt:1i:;l.rririiiir:.r:.:rrri::,r::uiitir:1r:

B A KA AJ A R A ru€S T€S'CI'. 06'


Tekanan = 2 x teqangan Permukaan
jari-jari bola
Lapisan cairan tipis yang melapisi alveoli menghasilkan tegangan permukaan tertentu untuk
meningkatkan tekanan dalam alveoli. Peningkatan tekanan akan lebih besar pada aleveoliyang
lebih kecil dibandingkan dengan yang besar. Surfaktan merupakan bahan yang disekresikan
oleh sel epitel alveolar tipe ll dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan permukaan
cairan respirasi ini secara bermakna. Keuntungan fisiologis surfaktan ialah:

Penurunan kebocoran cairan dari kapiler pulmoner ke dalam alveoli, disebabkan gaya
tegangan permukaan bertindak meningkatkan gradien tekanan hidrostatik dari kapiler
ke alveolus.

- Peningkatan (perbaikan) komplians paru keseluruhan

- Penurunan kecenderungan alveoli kecil untuk mengosongkan isinya ke alveoli besar,


mengurangi kencenderungan paru-paru untuk kolaps.

Difusi Oksigen

Alveoli merupakan daerah permukaan yang luas untuk pertukaran gas dengan darah pulmoner
(antara 50-100m2), dilengkapi dengan membran tipis sebagai tempat difusi gas. Kelarutan
O, diatur sedemikian rupa sehingga proses difusinya melewati membran kapiler-alveolar
menjadi efisien dan cepat. Pada kondisi istirahat, darah kapiler pulmoner berkontak dengan
alveolus selama total 0,75 detik dan kadar O, kapiler sudah terjadi keseimbangan dengan
O, alveolar hanya setelah sepertiga jalan. Apabila terjadi penyakti paru yang mengganggu
difusi, masih terdapat waktu yang cukup untuk terjadi difusi dan keseimbangan O, alveolar-
kapiler pada periode istirahat. Sayangnya selama olahraga, aliran darah pulmoner menjadi
lebih cepat sehingga waktu untuk pertukaran gas menjadi lebih singkat. Oleh karena itu pada
pasien dengan penyakit paru tidak mampu mengoksigenasi seluruh darah pulmoner sehingga
memiliki kemampuan terbatas untuk berolahraga.

Karbon dioksida berdifusi melewati membran kapiler-alveolar 20 kali lebih cepat daripada
Or. Faktor-faktor di atas tidak berpengaruh besar untuk mengganggu perpindahan darah ke
alveoli.

Ventilasi, Perfusi, dan Pirau

Pada keadaan normal, ventilasi(V) dan perfusi(Q) tidak terdistribusi merata di seluruh lapangan
paru. Bagian basal menerima baik ventilasi dan perfusi lebih banyak daripada daerah apeks.

Distribusi perfusi ke serluruh daerah paru dipengaruhi besar oleh efek gravitasi. Oleh karena
itu, pada posisi tegak, tekanan perfusi di basal paru sebesar tekanan rerata arteri pulmoner

la::rt,:liLlaiil:i*;a3:t:alli:lill:li:;::ilia:L.rti:ii:iaii5:tia:ili:nsi:li.:ii!{
a {.rKU A./A R .A'V,rS rEsrCI{- 06t
(1SmmHg atau 2OcmHrO) ditambah tekanan hidrostatik antara arteri pulmoner utama dan
basal paru (sekitar lScmHrO). Daerah apeks, perbedaan tekanan hidrostatik dikurangi dari
tekanan arteri pulmoner sehingga tekanan perfusi sangat rendah dan pada waktu tertentu
jatuh di bawah tekanan alveoli. Hal ini mengakibatkan terjadi penekanan pembuluh darah dan
berhentinya aliran darah intermiten.

QorV

Lunglcn*

Gambar 5. Distribusi ventilasi dan perfusi dalam paru

Distribusi ventilasi di daerah paru berhubungan dengan posisi setiap daerah pada kurva
komplians di awal inspirasi tidal (titik FRC). Basal paru merupakan daerah dengan komplians
yang lebih tinggi dibandingkan apeks. Daerah ini mendapatkan perubahan volum yang lebih
besar dibandingkan jumlah tekanan yang diberikan dengan demikian mendapatkan ventilasi
lebih besar. Walaupun ketidaksesuaian antara basal dan apeks tidak terlalu signifikan untuk
ventilasi dibandingkan perfusi, secara keseluruhan masih terjadi kesesuaian V/Q yang baik
dan oksigenasi efisien.

Gangguan pada distribusi ini disebut sebagai ketidaksesuaian V/O (V/O mismatch). Daerah
dengan rasio V/Q rendah, darah yang mengalir melaluinya tidak akan teroksigenasi
sama sekali, sehingga terjadi penurunan kadar O, di darah arterial (hipoksemia). Dengan
menganggap ventilasitejadididaerah dengan V/Q rendah, hipoksemia dapat dikoreksidengan
meningkatkan FiO, mengembalikan penghantaran O, alveolar ke tingkat yang mencukupi
untuk mengoksigenasi seluruh aliran darah.

Ketidaksesuaian V/Q sering terjadi saat anestesia karena penurunan FRC yang berakibat
perubahan posisi paru pada kurva komplians. Apeks pindah ke daerah yang lebih komplians
pada kurva dan basal terletak di bagian bawah kurva yang kurang komplians.

Pada kejadian terjadinya ketidaksesuaian V/Q, daerah paru yang tidak mendapatkan perfusi
akan memiliki rasio V/Q yang tidak terhingga dan disebut sebagai ruang rugi alveolar.
Gabungan antara ruang rugi alveolar dan ruang rugi anatomis disebut sebagai ruang rugi
fisiologis. Melakukan ventilasi pada ruang rugi akan terbuang percuma tetapi hal ini tidak bisa
dihindari.

Sebaliknya, pada daerah paru yang tidak menerima ventilasi, akibat dari penutupan jalan
nafas atau blokade, rasio V/Q berubah menjadi nol dan daerah tersebut dinamakan pirau
(shunt). Darah yang keluar dari derah pirau akan memiliki nilai pO, tidak berubah dari kadar
vena dan berakibat hipoksemia arterial yang bermakna. Hipoksemia ini tidak dapat diperbaiki
hanya dengan meningkatkan FiO, bahkan sampai 100% karena daerah initidak mendapatkan
ventilasi sama sekali. Daerah paru yang diventilasi dengan baik tidak dapat mengkompensasi
daerah pirau karena hemoglobin sudah teraturasi penuh pada nilai pO, normal. Meningkatkan
kadar pO, darah tidak akan meningkatkan kandungan Or.

Apabila terjadi pirau, oksigenasiyang mencukupi dapat dimulai kembali dengan mengembalikan
ventilasi ke area tersebut menggunakan fisioterapi, PEEP (Poitive End Expiratory Pressure),
atau CPAP (Continuous Posifive Airway Pressure), yang akan membersihkan jalan napas
yang tersumbat dan mengembangkan kembali daerah paru yang kolaps. Karena kapasitas
penutupan (Closing CapacitylCC) meningkat progresif sesuai usia, dan lebih tinggi pada
neonatus, pasien-pasien ini akan berisiko lebih tinggi selama anestesia karena FRC dapat
turun di bawah CC sehingga terjadi penutupan jalan nafas.

Mekanisme fisiologis untuk mengurangi hipoksemia akibat daerah dengan rasio V/Q rendah
ialah dengan vasokonstriksi lokal dalam daerah tersebut sehingga mengalihkan darah ke
daerah paru lain yang diventilasi lebih baik. Efek ini dikenal sebagai vasokonstriksi pulmoner
hipoksia (HPV), diperantarai oleh faktor lokal yang tidak diketahui. Tindakan protektif HPV ini
sayangnya dihambat oleh beberapa obat, termasuk di antaranya agen anestesia inhalasi.

Difusi Gas

Difusi gas terjadi apabila terdapat pergerakan molekul dari suatu area ke area lain yang
bergantung pada perbedaan tekanan parsial antara kedua area tersebut. Pada kondisi
statis, difusi akan terus berlangsung sampai tidak terdapat perbedaan tekanan parsial gas,
baik O, maupun COr. Di dalam paru-paru, O, dapat dengan mudah bergerak melewati barier
alveolar-kapiler, terlarut di dalam plasma dan sebagian akan masuk ke dalam eritorosit untuk
berikatan dengan hemoglobin. lkatan O, dengan hemoglobin ini berlangsung cepat, sehingga
gradien tekanan parsial antara alveolus dan kapiler dapat dipertahankan dan transfer O, dapat
berlangsung terus sampai hemoglobin tersaturasioleh Or. Demikian pula pada difusiCO, pada
individu normal, tekanan parsial CO, di dalam darah vena lebih tinggi dibandingkan tekanan
parsial CO, di alveolus, sehingga CO, dapat berdifusi melewati barier kapiler-alveoli dengan

& UK{I A*'AK A iVF. TCS'SL CIG'


kecepatan 20x lebih cepat dibandingkan Or. Pada individu dengan barier alveoli-kapiler yang
abnormal, seperti pada fibrosis atau edema interstitial akan membatasi kemampuan difusi O,
maupun COr.

TRANSPORT OKSIGEN DAN KARBONDIOKSIDA DI DALAM DARAH

Transport Oksigen dalam Darah

O, ditransportasikan di dalam darah baik secara fisis (terlarut di dalam darah) maupun secara
kimiawi (terikat pada hemoglobin di eritrosit). Secara normal, jumlah O, yang terikat pada
hemoglobin lebih besar dibandingkan O, yang terlarut di dalam darah. Pada suhu 37'C, 1
mL plasma mengandung 0.00003 mL OrlmmHg POr. Dengan demikian, darah arteri normal
dengan PO2100 mmHg mengandung hanya 0.003 mL Orlml darah, atau 0.3 mLOrl100 mL
darah. Jumlah O, Vang terlarut di dalam darah ini sangat sedikit dan tidak dapat memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh.

Hemoglobin dapat berikatan dengan O, melalui reaksi:

Hb + 02.- HbO,

Reaksi inibersifat reversibel, sehingga memungkinkan penglepasan O, ke jaringan. Kapasitas


pengangkutan O, oleh hemoglobin diperkirakan 1.34 mL Orlg Hb. Dengan kata lain, setiap
gram hemoglobin apabila tersaturasi penuh oleh O, dapat mengikat 1 .34 mL O, Keseimbangan
reaksi hemoglobin dan O, ini bergantung pada jumlah O, yang terpapar dengan hemoglobin di
dalam darah. Dengan demikian PO, plasma menunjukkan jumlah 02 yang berikatan dengan
hemoglobin di dalam darah. Salah satu cara untuk menunjukkan proprosi hemoglobin yang
berikatan dengan O, ialah dengan persentasi saturasi hemoglobin. Saturasi ini diperoleh
dengan perhitungan:

% saturasi Hb = O, yang berikatan dengan Hb/kapasitas pengikatan O, oleh


Hb x100%

Jadi, kapasitas pengangkutan O, tiaptiap individu bergantung pada jumlah hemoglobin


individu tersebut.

Hubungan antara PO, plasma dan persentasi saturasi hemoglobin dapat ditunjukkan melalui
kurva disosiasi oksihemoglobin.

Lro o A^IF' rFsrot o.r"''''


mffi
70

.p

o
6
:
,ji 5r'+b
3o t,ti
lt
DT I
6 I
I
I
t! I
I I
I

t:t
o zol 40 60 80 loo 120 160

Pso
Fartial pressureof oxygen {mrn Hg}

Gambar 6. Kurva disosiasi oksihemoglobin pada individu dewasa normal

Kurva disosiasi oksihemoglobin menggambarkan peningkatan persentasi hemoglobin yang


terikat dengan O, (tersaturasi) seiring peningkatan PO, darah (persentasi hemoglobin
tersaturasi). Pada keadaan normal, 50% hemoglobin tersaturasi pada PO, berkisar 27 mmHg
(P50), 75% tersaturasi pada PO, berkisar 45 mmHg, 90% tersaturasi pada PO, berkiar 60
mmHg, 95% tersaturasi pada POr 80 mmHg, dangToh tersaturasi pada POr 97 mmHg. Dari
sini dapat dilihat bahwa hubungan antara PO, dan HbO, tidak linear, namun berbentuk huruf
S. Meningkat dengan tajam pada PO, rendah dan mendatar pada PO, di atas 70 mmHg.

Kurva disosiasi oksihemoglobin dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain suhu, pH.
PCO2 dan 2,3-diphosphoglycerate (2,3-DPG). Suhu yang tingi, pH rendah, PCO2 tinggi dan
peningkatan kadar 2,3-DPG dapat menyebabkan pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin
ke kanan. Pada kondisi-kondisitersebut, untuk PO2 yang sama lebih sedikit O, Yang berikatan
dengan hemoglobin.

Kurva disosiasi oksihemoglobin dan faktor-faktor yang memengaruhinya ini penting dalam
fisiologi pengikatan dan penglepasan O, di jaringan. Saat darah yang berasal dari paru-
paru dan kaya akan O, memasuki jaringan yang aktif secara metabolik, darah tersebut akan
terpapar pada lingkungan dengan suhu lebih tinggi, PCO2 yang lebih tinggi dan pH lebih rendah
dibandingkan kondisi di dalam darah. Pada kondisi tersebut, kurva disosiasi oksihemoglobin
akan bergeser ke kanan, menyebabkan penglepasan O, dari hemoglobin ke dalam jaringan
tubuh. Di sisi lain, pada saat darah vena kembali ke paru dan CO, dikeluarkan dari darah
sehingga pH darah naik, afinitas hemoglobin terhadap O, akan meningkat dan kurva disosiasi
oksihemoglobin kembali ke kiri.

a uK{"r A*fA,R AwES rEsro{- 0G'


Transport Karbondioksida dalam Darah

Karbondioksida (COr) ditransportasikan dalam darah melalui tiga cara, yaitu dalam bentuk
fisik (terurai dalam darah), secara kimiawi (berikatan dengan asam amino dalam bentuk
karbaminohemoglobin) dan sebagai ion bikarbonat. CO, lebih mudah larut di dalam darah
dibandingkan dengan Or. Sekitar 5-10% dari total CO, diangkut dalam bentuk terlarut dalam
darah. CO, juga dapat berikatan dengan kelompok amino terminal pada protein darah
membentuk komponen karbamino. Reaksi ini terjadi secara cepat dan tidak memerlukan
enzim.

Karena protein yang banyak ditemukan di darah ialah komponen globin dari hemoglobin,
maka CO, ditransportasikan dalam ikatan dengan asam amino dari globin, membentuk
karbaminohemoglobin. Deoksihemoglobin dapat mengikat CO, lebih banyak dibandingkan
oksihemoglobin. Oleh karena itu pada saat hemoglobin pada pembuluh darah vena memasuki
paru dan berikatan dengan O, hemoglobin ini melepas COrdari kelompok amino terminalnya.
Sekitar 5-10% dari total COrditransportasikan dalam bentuk karbaminohemoglobin.

Sebanyak 80-90% dari total CO, ditransportasikan dalam bentuik ion bikarbonat, melalui
reaksi berikut:

Anhidrase karbonat

COr+gr9 H2CO3 <--> H.+ HCO3

Kurva disosiasiCO, menunjukkan bahwa pada kisaran fisiologik PCO2 normal, kurva berbentuk
hampir seperti garis lurus. Jika kurva ini diplot ke dalam kurva disosiasi oksihemoglobin
dengan aksis yang sama, kurva disosiasi CO, berbentuk lebih tajam. Dengan kata lain, terjadi
perubahan kadar CO, Vang lebih besar setiap mmHg perubahan PCO2 dibandingkan kadar O,
setiap mmHg perubahan PO'

Bur<u AraR aNEsrEs,oLoGt


f
+r
|,
o
!,7
oo
!o
.$!
?E
OX
*E
g]
EU
of
!h
g
o
F
10 t0 40 60 70 80
F*or {mm }lg}

Gambar 7. Kurva disosasi karbondioksida

Kurva disosiasi CO, bergeser ke kanan pada kadar oksihemoglobin yang lebih besar dan
bergeser ke kiri pada kadar deoksihemoglobin yang lebih kecil. Hal ini dikenal dengan
efek Haldane, yang memungkinkan darah mengangkut CO2 lebih banyak di jaringan yang
mengandung deoksihemoglobin lebih banyak dan melepaskan CO, di paru-paru yang
mengandung oksihemoglobin lebih sedikit.

Efek Haldane dan Bohr

Efek Haldane dan Bohr dapat dijelaskan berdasarkan fakta deoksihemoglobin yang bersifat
asam lemah dibandingkan oksihemoglobin. Oleh karena itu deoksihemoglobin dapat
menerima ion hidrogen yang dilepaskan oleh asam karbonat, sehingga lebih banyak CO,
yang ditransport dalam bentuk ion bikarbonat. Sebaliknya, ikatan ion hidrogen dengan asam
amino dari hemoglobin akan menurunkan afinitas hemoglobin terhadap O' menggeser kurva
disosiasi oksihemoglobin ke kanan akibat penurunan pH dan peningkatan PCOr.

Di dalam jaringan tubuh, kadar PO, rendah dan PCO, tinggi. CO, sebagian terurai di dalam
darah, dan sebagian berdifusi ke dalam eritrosit. Di sini sebagian akan membentuk komponen
karbamino dengan hemoglobin dan sebagian ditransport dalam bentuk ion bikarbonat.
Pada PO, yang rendah, terdapat deoksihemoglobin dalam jumlah besar di eritrosit dan
deoksihemoglobin inidapat menerima ion hidrogen yang dilepaskan dari reaksi disosiasi asam
karbonat dan pembentukan komponen karbaminohemoglobin. Penglepasan ion H. dari reaksi

1a:i.l:.lal'ial:la:lirli:i:llil:iiil:lt:liii:l.ltalit:atitt:;rliti:;::rl:lal:!:llll:a:i::t:i:ilt1i:llll aiil:lai

g L,K[/ AJAR AniSS rgSrOLOG'


disosiasi asam karbonat dan pembentukan komponen karbaminohemoglobin ini memfasilitasi
penglepasan O, dari hemoglobin (efek Bohr).

Di dalam paru-paru, kadar PO, tinggi dan PCO, rendah. Bersamaan dengan pengikatan
O, pada hemoglobin, ion H* yang sebelumnya terikat pada deoksihemoglobin dilepaskan.
lon hidrogen ini kemudian berikatan dengan ion bikarbonat membentuk asam karbonat,
lalu dipecah menjadi HrO dan COr. Pada saat yang bersamaan, CO, juga dilepaskan dari
komponen karbaminohemoglobin. CO, kemudian berdifusi keluar dari sel darah merah dan
plasma ke dalam alveoli.

KESEIMBANGAN VENTILASI DAN PERFUSI

Untuk dapat mengantarkan O, dengan adekuat ke seluruh jaringan tubuh, diperlukan


kerjasama antara sistem pernafasan dan sistem kardiovaskular. Keseimbangan ini diperlukan
sejak awal proses pernafasan, yaitu di tingkat paru. Tidak akan terjadi oksigenasi tanpa
asupan O, dari paru. Oksigenasijuga tidak akan terjadi tanpa aliran darah (perfusi) ke alveoli.
Ketidakseimbangan kedua faktor ini disebut ventilation/perfusion mismatch.

Dalam keadaan normal besar ventilasi alveolar (Vo) adalah 4 L/menit dan besar perfusi kapiler
paru (Q) adalah 5 L/min. Maka, rasio V/Q adalah 0,8. Untuk setiap unit paru individual (setiap
alveolus dan kapilernya), rasio V/Q dapat bernilai nol (pada keadaan tidak ada ventilasi atau
pada pirau intrapulmonal) atau tanpa batas (pada keadaan tidak ada perfusi atau pada ruang
mati alveolar). Kisaran normal rasio V/Q adalah 0,3 sampai 3,0. Pada mayoritas area paru,
nilainya mendekati 1,0. Area non dependenf cenderung untuk memiliki rasio V/Q yang lebih
tinggi dibandingkan area basal dikarenakan laju peningkatan perfusi lebih besar dibandingkan
laju peningkatan ventilasi.

V/Q=0,8

.: rJ<<d:
.w. ,l =<*,S a SF{Ult{T
rt .@1
lc{
l
iryt@lFafryryr

.V'.
%
.

*
= 0,8 hingga _ NEAD sFAf,E
KONTROL PERNAFASAN

Mekanisme kontrol pernafasan bersifat kompleks. Aktivitas pernafasan merupakan suatu


proses involunter yang bersifat otomatis. Akan tetapi proses ini juga dapat dipengaruhi oleh
kontrol volunter dari korteks serebri. Secara sederhana pengaturan pernafasan pada sistem
saraf pusat terdiri atas dua bagian, yaitu:

. Korteks serebri, yang mengatur pernapasan secara volunter


. Batang otak, yang mengatur pernapasan secara involunter

Terdapat beberapa pusat pernafasan di batang otak yang berfungsi mengatur aktivitas respirasi
secara otomatis. Akan tetapi aktivitas pernafasan spontan secara ritmis yang diatur oleh pusat
nafas ini dapat berubah, dipengaruhi oleh input dari kemoreseptor.

Pusat pernafasan utama berada di formasio retikularis, di dasar ventrikel ke-4. Pusat
pernafasan ini dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu pusat medula, pusat apneustik dan pusat
pneumotaksik. Pusat pernafasan medula (medullary respiratory center) terdiri atas kelompok-
kelompok saraf inspirasi (dorsal) yang berperan dalam transmisi sinyal ke otot-otot inspirasi
dan inisiasi inspirasi dan kelompok saraf ekspirasi (ventral) yang berperan dalam inisiasi
ekspirasi. Dua pusat pernafasan lainnya adalah pusat apneustik (yang berfungsi dalam
terminasi inspirasi) dan pusat pneumotaksik (yang berfungsi dalam modulasi aktivitas pusat
apneustik serta sinkronisasi perubahan inspirasi-ekspirasi).

Traktus respiratorius volunter dalam perjalanannya terpisah daritraktur respiratorius involunter.


Traktur respiratorius volunter berjalan dari korteks serebri ke motor neuron - motor neuron
respirasi medula spinalis melaluitraktus kortikospinalis, menyebrangi neuron-neuron respirasi
medula. Traktus respiratorius involunter berjalan dari medula ke motor neuron respirasi medula
spinalis, pada lapisan putih antara bagian lateral dan ventral traktus kortikospinalis.

Kemoreseptoryang mengatur respirasiterdapatdi sentral maupun perifer. Pada kondisi normal,


kontrol pernafasan diatur oleh kemoreseptor pusat yang terdapat di medula dan berespon
terhadap konsentrasi ion H. di cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal dengan pH rendah
(bersifat asam), akan memicu hiperventilasi. Sebaliknya, cairan serebrospinal dengan pH
tinggi (bersifat basa) akan menginhibisi pusat nafas. pH cairan serebrospinal ini ditentukan
oleh kadar CO, yang berdifusi secara bebas melewati sawar darah otak. Jika kadar CO, pada
darah meningkat, maka kadar CO, ion H* dan ion bikarbonat di dalam cairan serebrospinal
juga meningkat. Penurunan pH cairan serebrospinal ini akan menyebabkan hiperventilasi
untuk menurunkan kadar CO, di dalam darah.

Terdapat juga kemoreseptor perifer yang terdapat di badan karotis dan aorta, yang berespon
terhadap penurunan kadar O, dan peningkatan kadar CO, dalam darah arteri. Badan karotis
terletak di percabangan arteri karotis menjadi arteri karotis interna dan eksterna, sedangkan
badan aorta terletak pada arkus aorta. lnformasi dari badan karotis ditransmisikan melalui
nervus glossofaringeus, sedangkan informasi dari badan aorta ditransmisikan melalui neryus
vagus ke pusat pernafasan. Pada individu normal, jika darah arteri yang mencapai badan

E U KU AJAR A'VEST€S'OTO6'
karotis memiliki tekanan parsial 0210 kPa (80 mmHg), atau tekanan parsial CO, lebih dari 5
kPa (40 mmHg), maka akan terjadi peningkatan pola nafas. Batas aktivitas kemoreseptor ini
dapat berubah karena usia maupun kondisi medis tertentu seperti PPOK.

Disamping reseptor di atas, terdapat beberapa reseptor lain di paru-paru yang dapat
memengaruhi kontrol pernafasan. Misalnyai reseptor pada dinding bronkus yang berespon
terhadap substansi iritan dan menyebabkan refleks batuk atau bersin, reseptor pada jaringan
elas{ik paru dan dinding dada yang berespon terhadap regangan dan reseptor pada pembuluh
darah di paru-paru. lnformasi dari reseptor-reseptor ini ditransmisikan melalui nervus vagus.

Serabut saraf eferen dari pusat pernafasan turun melalui saraf spinal ke diafragma, otot-otot
interkostal dan otototot bantu napas lainnya di leher. Diafragma diinervasi oleh nervus frenikus
yang berasal dari C3-C5. Otot-otot interkostal diinervasi oleh nervus interkostal segmental
yang berasal dari serat saraf T1-F2, sedangkan otot-otot bantu napas di leher diinervasi oleh
pleksus servikalis.

EFEK ANESTESIA PADA SISTEM PERNAFASAN

Anestesia menyebabkan gangguan pada fungsi paru, baik pada pasien yang bernafas spontan
maupun dengan ventilasi mekanik. Gangguan oksigenasi darah terjadi pada sebagian besar
orang yang menjalani anestesia, oleh karena itu pemberian O, rutin dilakukan dengan fraksi
O, terjaga sekitar 0,3 sampai 0,4.

Hipoksemia ringan sampai sedang (saturasi O, antara 85 sampai 90%) tetap dapat terjadi
pada hampir setengah pasien yang menjalani pembedahan berencana dan menetap mulai
dari beberapa detik sampai 30 menit walaupun sudah dilakukan penambahan FiOr. Sekitar
20% pasien mengalami hipoksemia berat (saturasi O, di bawah 81%) lebih dari 5 menit. Fungsi
paru tetap dapat terganggu selama periode pascabedah. Komplikasi serius terjadi dalam
1 sampai 2oh pasien setelah pembedahan minor dan lebih dari 20% setelah pembedahan
abdomen atas dan toraks.

Akibat pertama karena pengaruh anestesia ialah hilangnya tonus otot yang menyebabkan
perubahan keseimbangan antara gaya keluar (otot-otot pernafasan) dan gaya ke dalam
fiaringan elastis paru), sehingga FRC akan turun. Peristiwa ini menyebabkan penurunan
komplians dan peningkatan resistensi pernafasan. Penurunan FRC memengaruhi patensi
jaringan paru dengan pembentukan atelektasis (dapat diperburuk juga dengan penggunaan
FiO, tinggi) dan penutupan jalan nafas. Hal ini mengubah distribusi ventilasi dan kesesuaian
(matching) ventilasi dan perfusi sehingga oksigenasi dan pembuangan CO, terhalangi.

Pemberian opioid seperti morfin atau fentanyl dapat mendepresi respon pusat napas terhadap
hiperkarbia. Efek ini dapat dinetralisasi dengan pemberian antagonis opioid, yaitu nalokson.
Obat anestetik inhalasijuga dapat mendepresi pusat pernafasan dan menyebabkan perubahan
pada aliran darah di paru, sehingga menyebabkan mismatch ventilasi/perfusi dan penurunan
oksigenasi.
Volum Paru

FRC berkurang 0,8 sampai 1 L pada perubahan posisi dari tegak menjadi berbaring terlentang
dan berkurang 0,4 sampai 0,5 L lagi setelah induksi anestesia. Dengan demikian volum paru
di akhir ekspirasi berkurang menjadi sekitar 3,5 sampai 2 L, hampir sebesar volum residual.
Anestesia umum (inhalasi maupun intravena) menyebabkan penurunan FRC walaupun pasien
tetap bernafas spontan. Pelumpuh otot dan ventilasi mekanik tidak menurunkan FRC lebih
lanjut.

Penurunan FRC akibat anestesia diperkirakan hingga sebesar 20oh. Penurunan ini disebabkan
hilangnya tonus otot-otot pernafasan. Pada anestesia dengan ketamin yang menjaga tonus
otot, FRC tidak turun. Posisi tubuh juga berpengaruh terhadap penurunan ini. FRC juga dapat
turun disebabkan oleh pergeseran diafragma ke kranial.

Komplians, Resistensi dan Atelektasis

Komplians statis sistem respirasi (paru dan dinding dada) berkurang selama anestesia, dari
sekitar 95 menjadi 60 ml/cm HrO. Resistensi seluruh sistem respirasi dan paru-paru selama
anestesia meningkat bermakna selama pernafasan spontan dan ventilasi mekanik.

Atelektasis terjadi hampir pada 90% pasien teranestesi, baik bernafas spontan maupun dalam
pengaruh pelumpuh otot, baik dalam anestesia inhalasi ataupun intravena. Dari hasil CT,
daerah atelektasis dekat diafragma adalah sekitar 5 - 6 % dari luas paru keseluruhan, bahkan
dapat juga melebihi 15 -20%. Daerah yang kolaps tersebut biasanya terletak di basal paru.
Jumlah daerah yang atelektasis berkurang menuju apeks. Daerah inilah yang biasanya masih
terisi udara.

Beberapa cara digunakan untuk mencegah terjadinya atelektasis selama anestesia, di


antaranya penggunaan PEEP, menjaga tonus otot, manuver rekrutmen paru, meminimalkan
penggunaan O, fraksi tinggi dan pemberian oksigenasi yang baik pascaanestesia.

Selain atelektasis. penutupan jalan nafas secara intermiten dapat terjadi sebagai mekanisme
untuk mengurangiventilasi pada daerah paru dependen. Daerah paru tersebutdapat mengalami
pirau bila ventilasi tidak mampu mengimbanig perfusi di daerah tersebut. Penutupan jalan
nafas meningkat sesuai dengan usia.

Efek Anestesia pada Dorongan Nafas

Ventilasi spontan berkurang selama anestesia. Anestesia inhalasi maupun intravena


mengurangi sensitivitas terhadap CO' Semakin dalam anestesia, semakin berkurang ventilasi.
Anestesia juga mengurangi respon terhadap hipoksia. Hal ini tdiperkirakan merupakan efek
pada kemoreseptor badan karotis.

e {,rK{t,4 J,AR Ai\{€S r€SrSL & Gt


Efek anestesia terhadap otot-otot pernafasan tidak seragam. Pergerakan tulang rusuk
menghilang pada anestesia dalam, sehingga dapat disimpulkan tanggapan ventilasi terhadap
CO, berkurang selama anestesia akibat gangguan fungsi otot-otot interkostalis.

PENUTUP

Fungsi utama pernafasan ialah menyediakan O, bagi tubuh dan mengeluarkan CO, dari
tubuh. Agar fungsi ini dapat berjalan adekuat ketiga bagian utama fungsi sistem respirasi
harus berjalan berkesinambungan. Fungsi ventilasi, difusi dan perfusi sama pentingnya dalam
pernafasan. Setiap masalah dengan oksigenasi sebaiknya ditatalaksana dengan meninjau
kembali ketiga fungsi tersebut.

Anestesia umum mengganggu sistem pernafasan bahkan dalam kondisi yang tidak terlihat
secara klinis. Gangguan komplians, ventilasi perfusi, atelektasis merupakan ancaman yang
serius dan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap sistem respirasi pascabedah.

ANJURAN BACAAN

Pulmonary Physiology. Levitzky MG. 7th edition. McGrawHill, 2007

MilierAnesthesia. Mi ller RD. 71h edition. Ch urchill Livin gstone. 201 0

E
BUKUAJARA,vssT€srotoG{
m

Anda mungkin juga menyukai