Anda di halaman 1dari 16

DIABETES MELLITUS DENGAN KOMPLIKASI

MAKROVASKULER (CVA)
I.

Pengertian.
Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya (ADA, 2005 dalam Soegondo dkk, 2009).
Sedangkan DM tipe 2 adalah DM yang secara klinis dinilai tidak mendesak
memerlukan insulin, karena jumlah insulinnya normal bahkan mungkin berlebih,
tetapi jumlah reseptor insulin pada permukaan sel berkurang. (Handayani, 2003)
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare,
2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat,
berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau
lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan sematamata disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang
disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli,
trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak
yang timbulnya secara mendadak.
Stroke diklasifikasikan menjadi dua :
1. Stroke Non Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan
yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau
hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia
(kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu
stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).

2. Stroke Hemoragik

Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya


perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi
adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa
hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).
Penyulit kronik DM pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di
seluruh tubuh (angiopati diabetik). Angiopati diabetik dibagi menjadi dua: a)
Mikroangiopati (mikrovaskular) ginjal, retina mata, b) Makroangiopati
(Makrovaskular) jantung koroner, pembuluh darah kaki, pembuluh darah otak.
Penyandang DM mempunyai resiko untuk terjadinya PJK dan penyakit pembuluh
darah Otak 2 kali lebih besar, dan 5 kali lebih mudah menderita ulkus kaki, dan 7
kali lebih mudah mengidap gagal ginjal terminal, dan 25 kali lebih mudah
mengalami kebutaan akibat kerusakan retina dari pada pasien non DM.
II.

Patofisiologi.
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang
terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total).
Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis
Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera
pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga
aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan
mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke
kejaringan (hemorrhage).
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan
otak.
4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial
jaringan otak.
Tingginya kadar glukosa dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
viskositas darah meningkat, glikasi pada sel endotel sampai terjadi arterosklerosis
pada dinding pembuluh darah sampai dengan terjadinya komplikasi kronik diabetes

meliputi beberapa jalur biokimiawi seperti jalur reduktase aldosa, jalur stres
oksidatif sitoplasmik, jalur pleitropik protein kinase C dan terbentuknya spesies
glikosilasi lanjut intraselular.

Defisiensi
Insulin

Penurunan pemakaian

Glukagon

glukosa oleh sel


Glukoneogenesis
Hiperglikemia
Lemak

Protein

Ketogenesis

BUN

Ketonemia

Glycosuria

Osmotik diuresis

Nitrogen urine

Mual ,

Hemokonsentrasi

PH

muntah

Trombosis

Asidosis

Resti nutrisi
kurang dari
kebutuhan

Kekurangan
volume cairan

Dehidrasi

Ateroseklerosis

Koma
Kematian
Makrovaskuler

Jantung

Miokard
infark

Cerebral

Stroke

Gangguan integritas
kulit

Mikrovaskuler

Ekstremitas

Retina

Gangren

Retinopati
diabetik

Gangguan
pengelihatan

Resiko injuri

Ginjal

Nefropati

Gagal ginjal

III.

Manifestasi Klinik
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala
penyakit stroke adalah:
Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
Penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata
Pusing dan pingsan
Nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas
Bicara tidak jelas (pelo)
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
Ketidakseimbangan dan terjatuh
Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

IV.

Diagnosis.
Diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya
diabetes adalah tujuh tahun sebelum diagnostik ditegakkan, dan seringkali pasien
terlebih dahulu datang dengan keluhan lain seperti nyeri dada, dan juga CVD,
ataupun komplikasi lainnya, setelah dilakukan pengecekan terhadap kadar glukosa
darah, baru pasien terdiagnosa dengan DM.
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada penyakit stroke adalah:
1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
2. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau
serangan iskemia otak

sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang

mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau


perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis
sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
thrombosis serebral.

V.

Penatalaksanaan.
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
1. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3
sampai 5 hari setelah infark serebral.
2. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari
tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
3. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam

VI.

pembentukan thrombus dan embolisasi.


Untuk strategi pengelolaan berbagai komplikasi kronik DM :
Pengendalian kadar glukosa.
Tekanan darah
Pengendalian lipid (LDL < 100 mg/dL)
Faktor lain (pola hidup sehat, perencanaan makan).

Konsep Asuhan Keperawatan.


Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam
melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan
data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan status kesehatan
dan pola pertahanan klien serta memudahkan menentukan status kesehatan dan
pola pertahanan klien serta memudahkan dalam perumusan diagnosa
keperawatan (Doenges dkk, 1999).

Adapun pengkajian pada klien dengan stroke (Doenges dkk, 1999)


adalah:
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah

untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).


Tanda: gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan

umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.


b. Sirkulasi
Gejala: adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/
malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.
c. Integritas Ego

Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa


Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan

gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.


d. Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih
Tanda: distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
e. Makanan/ Cairan
Gejala: nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan
sensasi pada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes,
peningkatan lemak dalam darah.
Tanda: kesulitan menelan, obesitas.
f. Neurosensori
Gejala: sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang sensorik
kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa

pengecapan dan penciuman.


Tanda: status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap
awal hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis,

afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.


g. Kenyamanan / Nyeri
Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
h. Pernapasan
Gejala: merokok
Tanda: ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas, timbulnya
pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.
i. Keamanan
Tanda: masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi terhadap
orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan berespons
terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam menelan, gangguan dalam
memutuskan.
j. Interaksi Sosial
Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
k. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala: adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian
kontrasepsi oral, kecanduan alkohol.
Diagnosa Keperawatan
Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan perumusan
diagnosa. Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan,

dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual
dan resiko tinggi (Doenges dkk, 1999). Untuk membuat diagnosis keperawatan
yang akurat, perawat harus mampu melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan
data yang valid dan berkaitan, mengelompokkan data, membedakan diagnosis
keperawatan dari masalah kolaboratif, merumuskan diagnosis keperawatan
dengan tepat, dan memilih diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007).
Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke (Doenges dkk, 1999) meliputi :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:
1) Interupsi aliran darah
2) Gangguan oklusif, hemora
3) Vasospasme serebral
4) Edema serebral
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuskuler
2) Kelemahan, parestesia
3) Paralisis spastis
4) Kerusakan perseptual/ kognitif
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
1) Kerusakan sirkulasi serebral
2) Kerusakan neuromuskuler
3) Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
4) Kelemahan/ kelelahan
d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:
1) Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau
defisit)
2) Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh
ansietas)
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuskuler, penurunan

kekuatan

dan

ketahanan,

kehilangan kontrol/ koordinasi otot


2) Kerusakan perseptual/ kognitif
3) Nyeri/ ketidaknyamanan
4) Depresi
f. Gangguan harga diri berhubungan dengan:
1) Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif
g. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuskuler/ perceptual
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan:
1) Kurang pemajanan
2) Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang
mengingat
3) Tidak mengenal sumber-sumber informasi

Perencanaan
Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang
berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi
keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry, 2005).
Perencanaan merupakan langkah awal dalam menentukan apa yang dilakukan
untuk membantu klien dalam memenuhi serta mengatasi masalah keperawatan
yang telah ditentukan. Tahap perencanaan keperawatan adalah menentukan
prioritas diagnosa keperawatan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan
intervensi keperawatan.
Tujuan yang ditetapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu spesific
(khusus), messeurable (dapat diukur), acceptable (dapat diterima), reality
(nyata) dan time (terdapat kriteria waktu). Kriteria hasil merupakan tujuan ke
arah mana perawatan kesehatan

diarahkan dan merupakan dasar untuk

memberikan asuhan keperawatan komponen pernyataan kriteria hasil.


Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke
( Doenges dkk, 1999) adalah sebagai berikut :
1. Diagnosa keperawatan pertama: perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan oedema serebral.
Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah
Kriteria hasil: tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak
ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi;
1) Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma
glascow
Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.
2) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang
konstan.
3) Pertahankan keadaan tirah baring.

Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan


Tekanan Intra Kranial (TIK).
4) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi
anatomis (netral).
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase
dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
5) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan
selanjutnya dapat mencegah pembekuan..
2. Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kelemahan.
Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
Kriteria hasil: mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan
kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan
perilaku yang memungkinkan aktivitas.
Intervensi;
1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi

kelemahan/

kekuatan

dan

dapat

memberikan informasi bagi pemulihan


2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.
3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur.
4) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak
menjadi lebih terganggu.
5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif,
dan ambulasi pasien.

Rasional: program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan


kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut
dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
3. Diagnosa keperawatan ketiga: kerusakan komunikasi verbal berhubungan
dengan kerusakan neuromuskuler.
Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat,
terjadi kesapahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga
Intervensi;
1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan
indikator dari derajat gangguan serebral
2) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
3) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
4) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi
pesan yang dimaksud
5) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.
4. Diagnosa keperawatan keempat: perubahan sensori persepsi berhubungan
dengan stress psikologis.
Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.
Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual,
mengakui perubahan dalam kemampuan.
Intervensi;
1) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/
tumpul, rasa persendian.
Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan
perasaan

kinetic

berpengaruh

buruk

terhadap

keseimbangan.
2) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
Rasional: adanya

agnosia

(kehilangan

pemahaman

pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain)

terhadap

3) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu


benda untuk menyentuh dan meraba.
Rasional: membantu

melatih

kembali

jaras

sensorik

untuk

mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.


4) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari
posisi bagian tubuh tertentu.
Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu
dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.
5) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat
yang pendek.
Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang
perhatian atau masalah pemahaman.
5. Diagnosa keperawatan kelima: kurang perawatan diri berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
kontrol/ koordinasi otot
Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal
hygiene secara minimal
Intervensi;
1) Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan
keluarga membantu dalam perawatan diri
2) Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman
pada klien
3) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien
setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
4) Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program
peningkatan aktivitas klien
5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi

Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan


rencana terapi dan
6. Diagnosa keperawatan keenam: gangguan harga diri berhubungan dengan
perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri
Kriteria hasil mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi
dan perubahan yang terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri
sendiri dalam situasi.
Intervensi;
1) Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat
ketidakmampuannya.
Rasional: penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam
mengembankan perencanaan asuhan/ pilihan intervensi.
2) Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
Rasional: membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas
salah satu bagian kehidupan.
3) Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan
minat/ partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi.
Rasional: mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah dan
memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan
selanjutnya.
4) Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan
sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
Rasional: membangun kembali rasa kemandirian dan menerima
kebanggan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.
5) Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai
kebutuhan.
Rasional: dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran
yang perlu untuk perasaan/ merasa menjadi orang yang
produktif.
7. Diagnosa

keperawatan

ketujuh:

resiko

tinggi

kerusakan

berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler/ perseptual.


Tujuan; kerusakan dalam menelan tidak terjadi.

menelan

Kriteria hasil mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi


individual dengan aspirasi tercegah, mempertahankan berat badan yang
diinginkan.
Intervensi;
1) Tinjau ulang patologi/ kemampuan menelan pasien secara individual.
Rasional: intervensi nutrisi/ pilihan rute makan ditentukan oleh
faktor-faktor ini.
2) Letakkan pasien pada posisi duduk/ tegak selama dan setelah makan
Rasional: menggunakan

gravitasi

untuk

memudahkan

proses

menelan dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi.


3) Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
Rasional: menguatkan otot fasiel dan otot menelan dan menurunkan
resiko terjadinya aspirasi.
4) Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/ kegiatan.
Rasional: meningkatkan pelepasan endorphin dalam otak yang
meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu
makan.
5) Berikan cairan melalui intra vena dan/ atau makanan melalui selang.
Rasional: memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika
pasien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu
melalui mulut.
8. Diagnosa keperawatan ketujuh: kurang pengetahuan tentang kondisi dan
pengobatan

berhubungan

dengan

Keterbatasan

kognitif,

kesalahan

interprestasi informasi, kurang mengingat


Tujuan; klien mengerti dan paham tentang penyakitnya
Kriteria hasil berpartisipasi dalam proses belajar
Intervensi;
1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien
Rasional: untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien
2) Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta
perawatan.
Rasional: untuk mendorong kepatuhan terhadap program teraupetik
dan meningkatkan pengetahuan keluarga klien

3) Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan halhal yang belum jelas.
Rasional: memberi kesempatan kepada orang tua dalam perawatan
anaknya
4) Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh
keluarga atau klien.
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman klien
atau keluarga
5) Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan
terutama selama kegiatan berfikir
Rasional: stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan
proses berfikir.

VII.

Daftar Pustaka.
Carpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 10. Jakarta:
EGC.
Doenges. M.E; Moorhouse. M.F; Geissler. A.C. (1999). Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta: EGC.
http://fakhrudin87.blogspot.com/2010/08/asuhan-keperawatan-stroke.html

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2009). Penatalaksanaan Diabetes


Melitus Terpadu. Panduan Penatalaksanaan Diabetes Melitus bagi Dokter dan
Edukator. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. (2006) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.

Malang,......................
Pembimbing Institusi

Malang,.......................
Pembimbing Ruangan
(R. IGD RSPN)

Anda mungkin juga menyukai