BAB I
PENDAHULUAN
Paralisis plika vokalis merupakan gangguan suara ketika salah satu ataupun
kedua pita suara tidak dapat membuka maupun menutup dengan semestinya.
Paralisis plika vokalis adalah suatu gangguan yang sering terjadi dengan gejala klinis
yang bervariasi, dari ringan samapai mengancam nyawa penderita. Paralisis plika
vokalis dapat mengakibatkan masalah dalam mengeluarkan suara dan mungkin
dalam bernapas serta menelan.1
Paralisis plika vokalis atau yang sering kita sebut dengan kelumpuhan pita
suara ini dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa. Kelumpuhan ini dapat
dikategorikan dalam kelumpuhan kongenital dan kelumpuhan yang didapat. Satu
atau kedua pita suara dapat terlibat, namun kelumpuhan bilateral atau dua sisi lebih
sering terjadi.2
Perkiraan frekuensi terjadinya kelumpuhan pita suara berkisar antara 1,5 23% kejadian. Menurut beberapa penulis, paralisis pita suara menempati urutan
kedua dalam kelompok lesi congenital pada laring. Menurut Holinger dan rekan lesi
congenital lebih banyak terjadi daripada lesi yang didapat.3
Paralisis plika vokalis hingga kini masih menjadi masalah yang serius dalam
bidangTHT. Hal ini dikarenakan kerusakan yang terjadi terhadap sarafnya bersifat
permanen.
Berbagai
tindakan
intervensi
pun
mulai
dikembangkan
untuk
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1. Anatomi Laring
2.1.1 Struktur Penyangga Laring
Laring adalah suatu struktur berbentuk tabung yang terbentuk dari suatu sistem
yang kompleks yang terdiri dari otot, kartilago, jaringan ikat. Laring menggantung dari
tulang hyoid, yang merupakan satu-satunya tulang di dalam tubuh yang tidak
berartikulasi dengan tulang lain. Kerangka dari laring tersusun atas 3 kartilago yang
berpasangan dan 3 kartilago yang tidak berpasangan. Kartilago tiroid merupakan
kartilago tidak berpasangan yang terbesar, terletak dibawah os hioideum dan
menggantung pada ligamentum tirohioideum adalah dua alae atau sayap kartilago tiroidea
yang berbentuk seperti perisai. Bagian paling anterior dari kartilago ini sering menonjol
pada beberapa pria, dan biasa disebut sebagai Adams apple.
Pada tepi posterior masing-masing alae, terdapat kornu superior dan inferior.
Artikulatio kornu inferior dengan kartilago krikoidea, memungkinkan sedikit pergeseran
atau gerakan antarakartilago tiroidea dan krikoidea. Kartilago tidak berpasangan yang
kedua adalah kartilago krikoid, yang juga mudah teraba di bawah kulit, melekat pada
kartilago tiroidea lewat ligamentum krikotiroideum. Kartilago ketiga yang tidak
berpasangan adalah kartilago epiglotika, yang berbentuk seperti sebuah bat pingpong.
Pegangan atau petioles melekat melalui suatu ligamentum pendek pada kartilago tiroidea
tepat diatas korda vokalis, sementara bagia racquent meluas ke atas di belakang korpus
hioideum ke dalam lumen faring, memisahkan pangkal lidah dan laring.
Gambar.1 AnatomiLaring
2
Otot Ekstrinsik
Otot ekstrinsik melekat pada pemukaan laring dan permukaan luar laring. Otot
ekstrinsik berfungsi menggerakkan laring. Karena os hyoideum dihubungkan
dengan laring oleh membrana hyoithyroidea dan oleh epiglottis maka otot-otot yang
menggerakkan os. Hyoideum juga akan menggerakkan laring. Ada 8 otot ekstrinsik
laring, terbagi menjadi:2
1. Otot Suprahioid.
Berfungsi mengangkat laring ke arah atas. Terdiri atas M.Stylohyoid,
M.Mylohyoid, M.Geniohyoid, dan M.Digastric.2
2. Otot Infrahioid.
Berfungsi menarik laring ke arah bawah. Terdiri atas M.Sternotyroid,
M.Sternohyoid, M.Thyrohyoid, dan M.Omohyoid.2
Otot Intrinsik
Kontraksi otot intrinsik berhubungan dengan gerak pita suara. Otot
instrinsik laring berfungsi mempertahankan dan mengontrol jalan udara
pernafasan melalui laring, mengontrol tahanan terhadap udara ekspirasi selama
fonasi dan membantu fungsi sfingter dalam mencegah aspirasi benda asing
Suplai arteri dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai sarafnya.
Arteri dan vena laringea superior merupakan cabang-cabang arteri dan vena tiroidea
superior, dan keduanya bergabung dengan cabang interna saraf laringeus superior untuk
membentuk pedikulus neurovaskular superior. Arteri dan vena laringea inferior berasal
dari pembuluh tiroidea inferior dan masuk ke laring bersama saraf laringeus rekurens.
2.1.4 Fisiologi Laring
Laring berfungsi sebagai katup untuk melindungi jalan udara dan menjaga agar
jalan udara selalu terbuka. Laring juga berfungsi sebagai mekanisme fonasi yang
dirancang untuk pembentukan suara. Selain itu, laring juga berfungsi untuk refleks batuk,
dan emosi. Namun pada tulisan ini hanya akan dibahas tentang fungsi laring untuk fonasi.
Fungsi fonasi terjadi akibat aduksi pita suara yang menghasilkan daerah yang
berkonstriksi di mana tekanan udara berkurang saat berjalan dari paru ke arah faring
(fenomena Bernouilli). Akibatnya mukosa pita suara terhisap dan menyebabkan
peningkatan tekanan subglotik yang memaksa pita suara terpisah kembali (abduksi).
Siklus ini terus terjadi untuk menghasilkan vibrasi/getaran dan suara. Perubahan volume
suara diakibatkan oleh perubahan tekanan subglotik, sedangkan perubahan nada (pitch)
terjadi dengan merubah panjang dan ketegangan pita suara. Kualitas baku dari suara yang
dihasilkan laring diubah lebih lanjut oleh kavitas resonansi dari faring, mulut dan hidung.
Pada akhirnya, suara merupakan hasil dari interaksi artikulator-artikulator; gigi, lidah dan
mulut. 2
Etiologi
Kelumpuhan pita suara dapat terjadi pada anak-anak ataupun orang dewasa.
Kelumpuhan ini pun dapat dikategorikan dalam kelumpuhan kongenital dan kelumpuhan
yang didapat. Satu atau kedua pita suara dapat terlibat, namun kelumpuhan bilateral atau
dua sisi lebih sering terjadi. 3
Kelumpuhan pita suara pada anak-anak yang berasal dari lesi kongenital
berhubungan erat dengan lesi pada sistem saraf pusat, termasuk hidrochepalus,
meningomyolocele, Arnold-chiari malformation, meningocele, encephalocele, gangguan
neuro muscular dan mistenia gravis. Namun penyebab pasti kelumpuhan pita suara
kongenital belum diketahui secara pasti.7
Sedangkan kelainan yang didapat paling sering disebabkan oleh trauma, infeksi
dan neoplasma. Lesi traumatik lebih sering terjadi sekunder akibat trauma operasi pada
kista bronkogenik, fistula trakheoeshophagus dan paten duktus arteriosus. Infeksi juga
dapat menyebabkan kelumpuan pita suara, penyakit-penyakit menular seperti batuk rejan,
ensefalitis, poliomyelitis, difteri, rabies, tetanus, sifilis walaupun sekarang jarang terjadi
namun dapat menyebabkan kelumpuhan pita suara.3 Pada banyak kasus penyebab tidak
diketahui (idiopatik).7
Ada beberapa macam tipe kelumpuhan pita suara pada orang dewasa menurut saraf yang
terkena, seperti :
A. Paralisis plika vokalis Unilateral
1. Unilateral Reccurent Laryngeal Paralysis.
Pada orang dewasa paralisis nervus laryngeus rekurens yang unilateral dapat
terjadi akibat trauma bedah iatrogenic (misalnya pembedahan pada kepala, leher
khususnya tirodektomi dan pembedahan pada dada). Hal ini juga bisa disebabkan oleh
karsinoma paru primer ataupun sekunder atu tumor ganas yang terdapat pada
7
kerongkongan ataupun tiroid. Aneurisme aorta atau dilatasi atrium kiri (Ortner syndrome)
dan trauma dapat mempengaruhi kelumpuhan ini. Etiologi juga dapat bersifat idiopatik.
2. Unilateral Complete Vagal Paralysis
Penyebab Paralisis komplit vagal unilateral adalah iatrogenic (seperti operasi
tulang tengkorak), penyebab neurologic (seperti multiple sclerosis, syringomyelia dan
ensefalitis), Dapat pula disebabkan oleh infark batang otak(wellenberg syndrome),
pertumbuhan tumor ganas baik yang bersifat primer maupun sekunder dan juga dapat
disebabkan karena inflamasi (osteomyelitis tulang tengkorak)
B. Paralisis plika vokalis Bilateral
1. Bilateral Reccurent Laryngeal Paralysis
Kelumpuhan bilateral nervus recurrent laringeus dapat pula disebabkan oleh pasca
pembedahan tyroid dan keganasan tiroid.
2. Bilateral Complete Vagal Paralysis
Penyebab neurologic pada kelumpuhan bilateral komplit nerve vagal adalah yang
tersering, Dapat pula disebabkan oleh Infark batang otak, multiple sklerosis dan penyakit
saraf motorik (amyotropik lateral sklerosis).9
2.2.3
Patofisiologi
Pada daerah laring, secara anatomis terdapat nervus vagus dan cabangnya yaitu
nervus laringeus superior dan nervus laringeus inferior atau rekurens yang mempersarafi
pita suara. Jika terjadi penekanan maupun kerusakan terhadap nervus ini maka akan
terjadi Paralisis plika vokalis, di mana pita suara tidak dapat beradduksi. Secara normal,
ketika berfonasi, kedua pita suara beradduksi, tetapi karena terjadi paralisis salah satu
atau kedua pita suara, maka vibrasi yang dihasilkan oleh pita suara tidak maksimal.
Secara umum terdapat lima posisi dari korda vokalis sesuai derajat ostium
laringeus : median, paramedian, intermedia, sedikit abduksi dan adduksi penuh. Jika
paralisis terjadi bilateral, posisi posisi ini ditandai dengan mengamati ukuran celah glotis.
Jika paralisis terjadi unilateral maka pengamatan pertama tama harus memperkirakan
posisi garis tengah sebenarnya kemudian menghubungkan dengan posisi korda vokalis.
Tiap lesi sepanjang perjalanan nervus laringeus rekurens dapat menimbulkan
paralisis laring. Lesi intrakranial biasanya disertai gejala-gejala lain dan lebih
bermanifestasi sebagai gangguan neurologis dan bukan gangguan suara atau artikulasi.
Lesi batang otak terutama menimbulkan gangguan suara, namun dapat pula disertai
tanda-tanda neurologis lain.
2.2.4 Posisi pita suara yang lumpuh
Posisi pita suara merupakan faktor tunggal yang paling penting, dan gejala klinik
kelumpuhan bervariasi tergantung pada posisi pita suara. Pada pemeriksaan klinik
terdapat lima macam posisi pita suara, yaitu :
1.
median
2.
paramedian
3.
intermedian
4.
abduksi sedikit
5.
abduksi penuh
memerlukan perubahan tinggi nada yang luas, seperti pada waktu bernyanyi, akan
terganggu. Pada latihan jasmani yang berat, akan terdapat sesak nafas dan stridor
Kelumpuhan
terjadi pada kelumpuhan nervus rekurens yang baru. Derajat disfungsi sangat dipengaruhi
oleh derajat kompensasi yang dicapai. Pada pemeriksaan laring tampak kelumpuhan pita
suara pada posisi paramedian. Pita suara bagian membran biasanya agak melengkung dan
letaknya lebih rendah daripada pita suara yang normal. Pita suara yang lumpuh tampak
menggelembung ke atas pada fonasi dan bentuk glotis tetap agak lonjong. Aritenoid
tampak melewati garis tengah dan bergerak dibelakang atau didepan aritenoid yang
lumpuh, bila paralisis telah beberapa hari. Gejala pada kasus yang tidak mengalami
kompensasi pada paralisis paramedian antara lain suara mendesah, parau, waktu fonasi
memendek, volume suara dan tingkat nada berkurang, serta diplofonia. Bila terjadi
kompensasi, maka gejalanya berkurang, dan beberapa kasus, suara akan menjadi normal
kembali. Biasanya terdapat sedikit disfonia, dan pada beberapa kasus tinggi nada
meninggi abnormal (falsetto), oleh karena usaha kompensasi untuk glotis yang lonjong
itu. Biasanya pada orang tua tidak terjadi kompensasi pada posisi pita suara ini.
Kelumpuhan bilateral pada posisi paramedian merupakan akibat yang biasa
ditemukan pada paralisis nervus rekurens bilateral yang baru saja terjadi. Gejalanya
sangat bervariasi pada tiap individu dan berupa dispnea dan stridor. Disfonia berbanding
terbalik dengan dispnea dan stridor. Disfonia ditandai oleh suara mendesah yang lemah,
agak parau, disertai gangguan volume suara dan perubahan nada. Sebaiknya, dispnea
tidak jelas pada waktu istirahat, tetapi bekerja fisik biasanya menyebabkan sedikit stridor
inspirasi dan sukar bernafas. Dengan memeriksa laring keadaan ini dapat terungkap.
Biasanya
lebar glotis dikomisura posterior 3-4 mm. Pita suara biasanya agak
10
tiba-tiba pada inspirasi disebabkan oleh adduksi pita suara, karena efek aerodinamik
hembusan udara yang menerpa permukaan superior pita suara dan mendorongnya ke
medial. Oleh karena bahaya ini, maka pasien biasanya bernafas dangkal dan perlahan,
serta menghindari kerja fisik atau rangsangan. Suara tetap bagus, dan kebanyakan pasien
menyangkal bahwa ada perubahan suara. Akan tetapi, fungsi suara yang halus, seperti
bernyanyi, terganggu. Bila diperiksa ketika fonasi, laring tampaknya normal, tetapi pita
suara tidak dapat berabduksi dari posisi digaris tengah pada waktu inspirasi, sehingga
saluran nafas hanya berupa celah tipis berbentuk lonjong. Pada beberapa kasus saluran
nafas secara subjektif adekuat, oleh karena perbedaan tinggi pita suara.
Paralisis plika vokalis pada posisi intermedian, biasanya disebabkan oleh paralisis
nervus rekurens dan nervus laringeus superior pada satu sisi, yang disebut paralisis
gabungan. Mungkin disebabkan oleh paralisis bulbar atau vagus atas, tetapi yang paling
sering menyebabkan kerusakan saraf ganda ini adalah cedera ketika melakukan
tiroidektomi. Paralisis yang hanya mengenai nervus rekurens dapat menyebabkan posisi
ini. Hal ini sangat mungkin pada kerusakan nervus rekurens di thorax. Paralisis nervus
rekurens akut yang disebabkan oleh apapun dapat menyebabkan kelumpuhan pita suara
yang awalnya pada posisi intermedian. Posisi intermedian ini biasanya untuk sementara,
dan pita suara akan berpindah kearah garis tengah setelah beberapa hari, atau pada
beberapa kasus, setelah beberapa bulan atau tahun. Gejalanya berupa ketidakmampuan
glotis, suara lemah, mendesah, parau, waktu fonasi pendek, dan nafas pendek karena
udara nafas banyak pada waktu berbicara. Pada mulanya kebanyakan pasien mengalami
disfagi dan aspirasi pada waktu menelan, tetapi pada kebanyakan kasus terjadi
kompensasi. Beberapa pasien, teruatama orang tua, gejalanya menetap karena
kompensasi tidak adekuat. Pada pemeriksaan laring tampak letak pita suara yang lumpuh
kira-kira 3,5 sampai 4 mm dari garis tengah. Pita suara melengkung kelateral dan masih
terdapat celah glotik seluas 1 sampai 2 mm pada fonasi. Pada beberapa kasus paralisis
gabungan, aritenoid prolaps ke aterior tidak sejelas yang terjadi pada posisi median dan
paramedian. Kompensasi terjadi dalam dua bentuk:
-
Pita suara yang normal melampaui garis tengah untuk mendekati pita suara
yang lain.
11
Pita suara palsu mengambila alih fungsi fonasi dan fungsi sfingter, dan terjadilah
disfonia plika ventrikularis.
Jarang terjadi kelumpuhan bilateral diposisi intermedian yang menetap, karena hal ini
biasanya disebabkan oleh lesi bulbar bilateral dan lesi vagus atas, yang tidak
memungkinkan untuk terus hidup.
Paralisis plika vokalis dalam abduksi jarang sekali ditemukan. Hal ini dapat terjadi
oleh karena lesi korteks difus yang disebabkan oleh truma, tetapi tidak terjadi
kelumpuhan flaksid, hanya kelumpuhan spastik. Kelumpuhan itu cenderung bilateral dan
gejalanya sama dengan kelumpuhan pada posisi intermedian, tetapi lebih jelas.
Kelumpuhan yang menyebabkan hilangnya ketegangan pita suara (abduksi penuh)
dan celah glotik miring serta aritenoid agak prolaps dan sedikit berputar ke medial,
disebabkan oleh paralisis cabang eksternal nervus laringeus superior. Pada keadaan ini
terdapat kesukaran mempertahankan, menaikkan dan mengatur tinggi nada. Kelumpuhan
ini umumnya unilateral dan tidak jarang terjadi.
2.2.5 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis
A. Paralisis plika vokalis Unilateral
Pasien dengan Paralisis plika vokalis unilateral biasanya bermanifestasi klinis
dengan adanya disfonia low-pitched, suara terasa berat dan lemah, yang terjadi secara
tiba-tiba. Dalam beberapa kasus, disfonia dapat high-pitched karena adanya kompensasi
falsetto. Seringkali, paralisis ini berhubungan dengan disfagia, khususnya dengan cairan,
karena adanya ketidakmampuan glotis dapat menyebabkan aspirasi. Hal ini terjadi jika
paralisis pada n.laringeal superior dan kedua n.laringeal rekuren. Kadang-kadang,
perubahan suara akan disertai dengan batuk saat proses menelan, terutama ketika
meminum cairan. Manifestasi lanjut menyebabkan anestesia pada faring, sehingga pasien
mengalami disfagia dan meningkatnya resiko terhadap aspirasi.
Pasien dengan Paralisis plika vokalis unilateral seringkali memiliki gejala napas
pendek atau perasaan kekurangan udara. Pengaruh fisiologikal negatif pada fungsi
pulmoner sangat jarang terjadi pada pasien dengan Paralisis plika vokalis.
Bagaimanapun, karena ketidakmampuan glotis, pasien akan mengalami kekurangan
12
udara yang signifikan dan akan mengalami sensasi napas menjadi pendek dan keluarnya
udara selama berbicara. Sebagai tambahan, penutupan glotis diperlukan oleh individu
untuk menciptakan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP). Dengan demikian, beberapa
pasien postoperatif dengan segera akan mengalami penurunan fungsi pulmoner karena
hilangnya PEEP alami yang terjadi saat penutupan glotis.3
B. Paralisis plika vokalis Bilateral
Pada Paralisis plika vokalis bilateral keluhan khas yang sering timbul adalah
hilangnya suara secara tiba-tiba biasanya setelah operasi tiroidektomi total atau
paratiroidektomi. Suara menjadi lemah untuk beberapa bulan pada awalnya. Lalu suara
menjadi seperti Mickey Mouse untuk beberapa minggu. Kemudian suara pun membaik
hingga hampir normal atau suara mungkin menjadi sedikit tidak dapat diprediksi dengan
adanya suara yang tidak biasanya pada waktu yang tidak terduga. Lalu pernapasan
menjadi berat dengan adanya latihan. Terdapat episode dimana pasien tidak dapat
bernapas, sering akibat spasme laring, suara dengan nada tinggi terdengar ketika sedang
berusaha untuk bernapas. Seringkali terdapat suara yang sangat berisik pada malam
hari.3,6,7
2.2.6
Diagnosis
Untuk menunjang diagnosis Paralisis plika vokalis, maka dilakukan beberapa tahapan
pemeriksaan di antaranya adalah:
Pemeriksaan penunjang
Endoskopi
Dilakukan untuk melihat pita suara yang ditampilkan pada monitor agar bisa terlihat
salah satu atau kedua pita suara yang terkena.
Pencitraan
Karena gangguan ini disebabkan oleh kerusakan saraf, maka diperlukan tambahan
tes untuk mencari penyebab paralisis. Untuk itu maka dapat digunakan X-ray, MRI
maupun CT-scan.
Laringeal elektromiografi
13
Dalam pemeriksaan ini dilakukan pemasukkan jarum kecil ke dalam otot pita suara
dan digunakan untuk menemukan kelainan yang terjadi serta langkah terapi
selanjutnya.
2.2.7
Penatalaksanaan
sebaiknya
dilakukan
pada
pasien
ini.
Karena
merupakan
2.
Asam Hialuronik
3.
Cymetra
4.
Gelfoam
5.
Zyplast/Zyderm
b. Permanen
Dapat dibagi menjadi injeksi permanen dan laryngeal framework surgery.
Pada teknik injeksi permanen, teknik-tekniknya sama dengan yang injeksi
temporary, hanya materialnya yang berbeda, untuk injeksi permanen ini
digunakan material yang lebih permanen, seperti lemak, fascia, CaHA, Teflon.
Walaupun peningkatan popularitas dan ketersediaan material untuk injeksi
permanen, laryngeal framework surgery masih menjadi kriteria standar untuk
terapi jangka panjang pada Paralisis plika vokalis.Untuk terapi pembedahannya,
medialisasi thyroplasty/laringoplasty adalah medialisasi pita suara yang paralisis
dari approach eksternal dan dikerjakan melalui kartilago tiroid. Dibuat jendela
insisi kecil dan pisahkan kartilago tiroidnya dan implan dipasang melalui jendela
insisi kearah medial sehingga dapat memedialisasi pita suara yang paralisis.
Implan yang biasa dipakai adalah silastic block, Gore-Tex. Untuk Gore-Tex
penggunaannya sangat meningkat pada tahun-tahun belakangan ini karena
kemampuannya untuk dapat disesuaikan dengan mudah pada saat prosedur
pembedahan dan Gore-Tex aman dan dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh
Ada teknik terbaru untuk terapi pembedahan dengan laryngeal framework
surgery dan mencakup manipulasi dari kartilago arytenoids, disebut arytenoid
adduction, dengan melakukan jahitan melalui otot untuk mecapai kartilago
arytenoids dan menjahitnya kearah anterior laring (arytenoid adduction). Terapi
pembedahan dengan kartilago arytenoid dapat mengembalikan panjang dan
ketegangan dari pita suara yang paralisis dan untuk memedialkan glottis posterior.
Sekarang digunakan kombinasi dari kedua teknik pembedahan ini, dengan
arytenoid
adduction
dan
medialisasi
15
laringoplasty
disebut
dapat
memaksimalkan rehabilitasi vokal. Dan ini terbukti karena fungsi dari medialisasi
laringoplasty adalah mengembalikan posisi dan menebalkan pita suara yang
paralisis dan arytenoid adduction untuk mengembalikan ketegangan dan panjang
dari pita suara yang paralisis.3
2.2.8
Prognosis
Hasil dari terapi pada Paralisis plika vokalis adalah sangat baik. Kebanyakan
pasien dapat kembali berbicara hampir normal dan bahkan normal dan dengan minimal
atau tanpa limitasi dari fungsi berbicara untuk kebutuhan berbicara sehari-hari. Tetapi
untuk bernyanyi, kemungkinan tidak akan bisa dengan sempurna, karena kemampuan
pita suara sudah terbatas.12
16
BAB III
KESIMPULAN
Paralisis plika vokalis
kedua pita suara tidak dapat membuka maupun menutup dengan semestinya. 1
Kelumpuhan pita suara dapat dikategorikan dalam kelumpuhan kongenital dan
kelumpuhan yang didapat.3
Ada pun gejala klinis dari paralisis plika vokalis klinis yang bervariasi, dari
ringan hingga mengancam nyawa penderita. Paralisis pita suara dapat juga
mengakibatkan masalah dalam mengeluarkan suara dan mungkin dalam bernapas serta
menelan.2 Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laringoskopi
tyang berfungsi untuk menilai atau menentukan pita suara sisi mana yang lumpuh serta
gerakan aduksi dan abduksinya. Selain itu pemeriksaan laryngeal electromyography
(LEMG) untuk mengukur arus listrik pada otot laring. Pemeriksaan lain seperti foto
toraks,tomografi komputer atau MRI dilakukan tergantung pada dugaan penyebabnya.
Pengobatan pada paralisis plika vokalis adalah terapi suara (voice therapy) dan
bedah pita suara (phonosurgery). Pada umumnya terapi suara dilakukan terlebih dahulu,
setelah terapi suara, tindakan bedah pita suara dapat dilakukan tergantung beratnya
gejala, kebutuhan suara pada pasien, kelumpuhan pita suara dan penyebab kelumpuhan
tersebut.7
17
DAFTAR PUSTAKA
1. George L. Adams, Lawrence R. Boeis, Peter A. Highler. Dalam BOEIS Buku Ajar
Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 1997. Hal 369-396
J. Dance Jr, Milton. Anatomy and Physiology of the Voice. [online]. Available from:
http://www.gbmc.org/voice/anatomyphysiologyofthelarynx.cfm.
2. James B. Snow, John Jacob Ballenger. In Ballengers Otorhinolaryngology Head and
Neck Surgery. 16th Edition. Spain: BC Decker Inc; 2003. Page 1090-1236
3. John T. Hansen, David R. Lambert. In Netters Clinical Anatomy. 1
st
Edition. USA:
L.Carrol.
In
Vocal
Cord
Paralysis.
http://emedicine.medscape.com/article/863779-overview.
18
[Online]
Available
from:
12. Mayo Foundation for Medical Education and Research.In Vocal Cord Paralysis.
Available from: http://www.entnet.org/HealthInformation/vocalChordParalysis.cfm.
13.
19