Disusun Oleh:
112021179
Pembimbing:
Pendahuluan
Tumor telinga dalam yang paling sering menyebabkan ketulian adalah suatu neuroma
akustik. Neuroma akustik adalah tumor sel jinak Schwann yang membungkus saraf
kedelapan. Schwannoma ini paling sering terjadi pada bagian keseimbangan dari saraf
kedelapan. Penyebab lain ketulian akibat tumor dalam saluran telinga dalam adalah neuroma
saraf ketujuh, meningioma, hemangioma pembuluh darah aberans. Tumor pada penderita
yang lebih muda atau adanya riwayat keluarga dengan neuroma akustik dapat merupakan
suatu manifestasi awal dari sindrom von Recklinghausen. Penyakit von Recklinghausen
menyebabkan semua kasus neuroma akustik bilateral. Perjalanan penyakit yang lazim pada
neuroma akustik adalah pasien mengalami ketulian sensorineural unilateral. Mula-mula
ringan, namun dengan perkembangannya, tumor akan perlahan-lahan menghancurkan saraf-
saraf saluran telinga dalam. Jarang sekali, pasien mengeluhkan gejala-gejala vestibular.
Gangguan pendengaran umumya berkembang lambat. Meskipun demikian, neuroma akustik
dapat pula menyebabkan ketulian mendadak atau suatu sindrom mirip-Meniere. Suatu
ketulian unilateral atau asimetris adalah suatu neuroma akustik hingga dapat dibuktikan
ketidakbenarannya.
Temuan neuroma akustik yang kecil dapat dibuat berdasarkan kecurigaan yang tinggi
yang mengarahkan pada uji pemeriksaan ABR (respons pendengaran batang otak) dan
konfirmasi radiologi. Tumor akutik hanya dapat dilihat dengan CT scan mutakhir dengan
irisan resolusi tinggi dan tipis. MRI dapat juga memberikan gambaran yang baik dari tumor-
tumor ini dan mungkin lebih peka dibandingkan CT scan.
Tumor akustik dapat diangkat secara bedah melalui tiga jalur utama. Tumor dapat
direseksi dari fosa media, fosa posterior, atau menyilang labirin. Pemilihan prosedur tertentu
atau gabungan prosedur berdasarkan ukuran tumor, kemungkinan mempertahankan
pendengaran, dan pengalaman bedah.
BAB II
Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk
keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu bagian telinga luar,
telinga tengah, dan telinga dalam.(Haris,2009)
a. Telinga Luar
Telinga luar dibentuk oleh aurikula dan meatus akustikus eksternus. Aurikula
dibentuk oleh kartilago yang bersatu dengan pars kartilagineus meatus akustikus
eksternus. Fungsi aurikula mengarahkan getaran masuk ke dalam meatus akustikus
eksternus. Sedangkan meatus akustikus eksternus merupakan suatu saluran, terbuka
di bagian luar dan di bagian inferior dibatasi oleh membran timpani, ukuran panjang
2,5 cm, terdiri dari pars kartilagineus (⅓ bagian lateral) dan pars osseus di bagian
medial (⅔ bagian medial). Batas antara pars kartilagineus dan pars osseus
menyempit, dinamakan isthmus. Pars kartilagineus berbentuk konkaf ke anterior.
Di dalam lapisan submukosa terdapat glandula seruminosa yang memproduksi
serumen.(Bauman,1996)
b. Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri dari membran timpani, tuba Eustachius, ossikula auditiva,
antrum dan cellulae mastoidea. Memiliki empat dinding, atap, dan dasar. Oleh
karena itu bisa disederhanakan dalam diagram sebagai kotak terbuka, dengan:
- batas luar : membran timpani
- batas depan : tuba eustachius
- batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- batas dalam berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium.
((Faiz,2004 dan Soepardi,2007)
Membran timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai
batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna
kelabu mutiara dan translusen.(Nursecerdas,2009)
Tuba auditorius atau tuba Eustachius mempunyai ukuran panjang kira-kira 36 mm,
letak melengkung membentuk sudut 45 derajat dengan bidang sagital dan sudut 30-40
derajat dengan bidang horizontal. Tuba ini terdiri dari pars ossea dan pars
kartilaginis. Pars osseus merupakan ⅓ bagian dengan panjang 13 mm, berada di
bagian lateral (pars lateralis) dan terletak di dalam pars petrosa tulang temporalis.
Pars kartilagineus merupakan ⅔ bagian dengan panjang 24 mm, terletak di bagian
medial (pars medialis), bermuara ke dalam nasofaring, membentuk torus tubarius di
sebelah dorsal orificium pharingium tuba auditiva. Tuba eustachii yang lebarnya
sekitar 1 mm, panjangnya sekitar 35 mm, menghubungkan telinga ke nasofaring.
Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot
palatum ketika melakukan
manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk
sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.
(Haris,2009 dan Bauman,1996)
Gambar 2.Membran timpani (Netter,2010)
Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi ossikula
(tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan
dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal. Bagian ini
merupakan rongga yang berisi udara untuk menjaga tekanan udara agar seimbang.
(Nursecerdas,2009 dan Haris,2009)
Gambar 3. Cavum Tympani.(Netter,2010)
Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti rantai yang
menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga tulang tersebut adalah
tulang martil (maleus) menempel pada gendang telinga dan tulang landasan (inkus).
Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum sehingga mereka bergerak sebagai satu
tulang. Tulang yang ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes) yang berhubungan
dengan jendela oval. Antara tulang landasan dan tulang sanggurdi terdapat sendi yang
memungkinkan gerakan bebas. Ossikula dipertahankan pada tempatnya oleh sendian,
otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara.(Nursecerdas,2009)
Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor
timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke
arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi
rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang
maleus. Tangkai maleus terus menerus tertarik ke dalam oleh ligamentum dan oleh M.
tensor timpani, yang mempertahankan membran timpani berada dalam tegangan. Hal
ini memungkinkan getaran suara pada bagian membran timpani manapun dihantarkan
ke maleus yang tidak akan terjadi bila membran lemas. Tendo otot stapedius berjalan
dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior
untuk berinsersi ke dalam leher stapes, dan menstabilkan hubungan antara stapedius
dengan jendela oval.(Guyton, 2006 dan Pitnariah, 2010)
Ketika bunyi yang bising ditransmisikan melalui sistem ossikular dan dari sana
ke dalam sistem saraf pusat, suatu refleks terjadi setelah periode laten selama hanya
40 sampai 80 millidetik untuk menyebabkan kontraksi dari otot stapedius dan,
berkurangnya luas otot tensor timpani. Otot tensor timpani menarik tangkai malleus
ke dalam sementara otot stapedius menarik stapes ke luar. Kedua gaya ini saling
berlawanan satu sama lain dan dengan demikian menyebabkan seluruh sistem
ossikuler mengembangkan rigiditas yang meningkat, demikian besar mengurangi
konduksi ossikuler dari bunyi frekuensi rendah, utamanya frekuensi di bawah 1000
cycle per detik(Guyton,2006). Respon ini disebut refleks akustik, yang membantu
melindungi telinga dalam yang rapuh dari kerusakan karena suara. Kedua otot ini
mengurangi proses mekanik telinga tengah. Pengertiannya adalah sebagai berikut, jika
telinga kita menerima suara sangat keras (intensitas > 80 dB) maka kemungkinan
gerakan mekanik osicular chain akan sangat progresif yang dapat merusak struktur
oval window telinga dalam. Sehingga saat intensitas suara mencapai nilai di atas, otot
stapedius secara refleks akan berkontraksi untuk membatasi gerakan stapes. Meskipun
fungsi utama refleks akustik ini adalah proteksi, ia juga meningkatkan mekanisme
kontrol yang mempertahankan input suara ke telinga dalam (koklea) lebih konstan,
dan memperluas rentang dinamik sistem telinga tengah, sebagai contoh: otot stapedius
tercatat juga berkontraksi saat seseorang mengunyah dan bersuara (vokalisasi),
sehingga dapat mereduksi bising yang timbul akibat gerakan-gerakan yang berasal
dari dalam tubuh sendiri.Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam
getaran-getaran berfrekuensi tinggi.(Ayon,2010 dan Jusuf,2003)
Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang
memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada
jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan
ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki
stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. Anulus jendela
bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari
dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah, kondisi ini dinamakan fistula
perilimfe.(Nursecerdas,2009)
c. Telinga Dalam
Telinga dalam mengandung labyrinthus dan terdiri dari tiga buah kanalis
semisirkularis di posterior, vestibulum di tengah dan koklea di anterior. Pada telinga
tengah terdapat meatus akustikus internus dan porus akustikus internus. Labyrinthus
memiliki bagian vestibuler (pars superior) yang berhubungan dengan keseimbangan
dan bagian koklear (pars inferior) yang merupakan organ pendengaran. Pada irisan
melintang koklea tampak skala vestibuli di bagian atas, skala timpani di bagian
bawah, dan skala media di antaranya. Pada skala media terdapat bagian berbentuk
lidah yang disebut membran tektoria. Bagian atas adalah skala vestibuli yang berisi
perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh membran Reissner yang tipis.
Bagian bawah adalah skala timpani yang juga mengandung perilimfe dan dipisahkan
dari duktus koklearis oleh lamina spiralis osseus dan membran basillaris.
(Bauman,1996)
FISIOLOGI PENDENGARAN
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.
Fisiologi fungsional jendela oval dan bulat memegang peran yang penting. Jendela oval
dibatasi oleh anulare fieksibel dari stapes dan membran yang sangat lentur,
memungkinkan gerakan penting, dan berlawanan selama stimulasi bunyi, getaran stapes
menerima impuls dari membran timpani bulat yang membuka pada sisi berlawanan
duktus koklearis dilindungi dari gelombang bunyi oleh membran timpani yang utuh, jadi
memungkinkan gerakan cairan telinga dalam oleh stimulasi gelombang suara. Getaran
diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini
merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel
rambut sebagai transduser mekanis, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan
ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.(Soepardi,2001 dan
Berne, 2004)
Berbeda dengan sistem hantaran telinga luar yang berupa pipa penyalur bunyi ke
membran tympani, sistem hantaran telinga tengah di samping merambatkan, juga
memperkuat daya dorong getaran bunyi(Haris,2009). Perkuatan daya dorong getaran
bunyi oleh sistem hantaran atau sistem konduksi dihasilkan oleh 2 mekanisme, yaitu:
1. Rasio antara membran timpani dibanding luas fenestra ovalis sebesar 17:1, yang
memberikan perkuatan sebesar 17 kali dari bunyi aslinya di udara.
2. Efek pengungkit dari maleus dan inkus yang menyumbangkan momentum perkuatan
daya sebesar 1,3 kali.(Soepardi,2001 dan Grimes,1997)
Pada membran timpani utuh yang normal, suara merangsang jendela oval dulu, dan
terjadi jeda sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela bulat. Namun waktu jeda
akan berubah bila ada perforasi pada membran timpani yang cukup besar yang
memungkinkan gelombang bunyi merangsang kedua jendela oval dan bulat bersamaan.
Ini mengakibatkan hilangnya jeda dan menghambat gerakan maksimal motilitas cairan
telinga dalam dan rangsangan terhadap sel-sel rambut pada organ Corti. Akibatnya
terjadi penurunan kemampuan pendengaran.(Haris,2009)
Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui telinga
luar dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara yang
dihantarkan melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara konduksi
tulang. Normalnya, konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien; namun adanya
defek pada membrana timpani atau terputusnya rantai osikulus akan memutuskan
konduksi udara normal dan mengakibatkan hilangnya rasio tekanan-suara dan kehilangan
pendengaran konduktif.(Haris,2009)
BAB III
NEUROMA AKUSTIK
Sudut cerebello pontin merupakan suatu area runcing diantara dinding sisi dari tulang
dasar tengkorak, batang otak dan serebellum. Atap dari sudut ini terdiri dari tentorium, suatu
membrane kuat yang memisahkan fossa cranium posterior dan media. Sudut cerebello pontin
ini terisi liquor serebro spinal dan terdapat saraf sensorik dan motoric melaluinya dalam
perjalanan masuk dan keluar dari otak.
Cabang utama dari arteri basilaris, yaitu arteri cerebellum anterior inferior, melewati
sudut cerebello pontin ini dan bercabang ke pons dan labirin yang akhirnya memperdarahi
sebagian dari cerebellum.
N.XIII melewati sudut cerebello pontin ini dari bagian telinga dalam lalu mengarah ke
batang otak. N.VII turut melewati sudut ini. Tebel di bawah memberikan gambaran secara
umum tentang saraf yang melalui sudut cerebello pontin serta fungsinya :
Table 1. Simple description of the nerves of the cerebello pontine angle and their major
functions.
Tumor ini merupakan tumor dari sel Schwann yang membentukselaput meilin pada
saraf. Oleh karena itu, beberapa ahli berpendapat istilah yang lebih tepat adalah Scwannoma
vestibuler.
Seperti yang telah disinggung pada diskusi sebelumnya, etiologi tumor neuroma
akustik merpakan defek pada kromosom 22 dan jarang sekali akan berubah menjadi maligna,
akan tetapi jika tumor berkembang menjadi cukup besar sehingga dapat menekan batang otak
yag akan membawa kematian.
Insiden tumor neuroma akustik ini adalah sekitar 1 dalam 100,000 per tahun. Dengan
kemajuan teknologi masa kini, insiden tumor neuroma akustik ini sedikit meningkat
dikarenakan sarana imaging yang lebih canggih. Prevalensi postmortem masih tinggi yang
menimbulkan kecurigaan masih banyak pasien dengan tumor neuroma akustik yang
tidakterdiagnosis tetapi jarang menjadi sebab punca kematian (underdiagnosed).
Selain dari neuroma akustik, tumor kedua tersering pada sudut cerebelo pontin ini
adalah meningioma yang merupakan sebuah tumor dari selaput meningen yang membungkus
otak. Meningioma biasanya berkembang lambat dan mempunyai low-grade malignancy.
Berikut merupakan lesi-lesi lain yang dapat ditemukan pada sudut cerebello pontin :
Table 1 . Lesions in the cerebello pontine angel and their frequency of occurrence.
Type Percentage
Acoustic neuromas 75 minimum
Meningiomas 6
Cholesteatomas 6
Gliomas 3
Others (metastatictumors, osteomas, 10 maximum
osteogenic sarcomas, neuromas of V, VII,or
IX, angiomas, papillomas of choroid plexus,
teratomas, lipomas)
Terdapat satu bentuk lain dari neuroma akustik yang merupakan sebagian dari
sindrom yang disebut neurofibromatosis tipe 2 (NF2). Kondisi ini merupakan defekgenetik
yang bersifat autosom dominan, biasanya bermanifestasi pada usia muda, dengan tumor
neuroma akustik bilateral, neuroma lain (terutama spinal), meningiomas dan gliomas. Akan
tetapi, insiden sindrom ini sangat jarang yaitu 1 dalam 2,355,000 orang.
Beberapa tahun yang lalu, para ahli berpendapat bahwa semua tumor neuroma akustik
akan berkembang dari tumor yang kecil menjadi tumor yang cukup besar sehingga dapat
menekan batang otak yang akan mengakibatkan ataxia disebabkan disfungsi cerebellum.
Apabila penekanan pada batang otak terus terjadi, terjadi gangguan pada sirkulasi liquor
cerebro spinal yang berdampak pada peningkatan tekanan otak yang akan diakhiri dengan
kematian. Dengan pemahaman seperti ini pada waktu itu, setiap pasien dengan tumor
neuroma akustik akan dilakukan intervensi bedah tanpa mempertimbangkan resiko lain.
Seperti tumor jinak yanglain, neuroma akustik mempunyai life span tersendiri. Fase
perkembangannya tidak teratur dan sangat bervariasi yang akhirnya akan berhenti
berkembang. Fase pertumbuhan yang tidak teratur ini mungkin disebabkan oleh kurangnya
pasokan darah ke daerah ke liquor cerebro spinal dan faktor intrinsic yang lain. Beberapa
tumor akan berkembang terus dan pasien akan menunjukkan gejala klinis yang progresif
memburuk, sedangkan tumor lain tidak berkembang sama sekali.
Kebanyakan individu dengan neuromaakustik tidak ada keluhan sama sekali. Individu
dengan keluhan dapat dibagi kedalam 2 kelompok yaitu – yang datang dengan keluhan minor
dari pendengaran dan yang datang dengan manifestasi neurologis secunder terhadap
penekanan batang otak atau iritasi pada N.V, IX, X dan XI.Dari keluhan tersebut, seorang
dokter umum perlu membedakan individu yang perlu dirujuk ke spesialis THT dan spesialis
bedah saraf.
Durasi keluhan tidak memberi gambaran ukuran tumor. Yang perlu diperhatikan
adalah keluhan unilateral pasien dan melakukan investigasi teliti. Semua pasien dengan
keluhan sensorineural unilateral perlu dicurigai menderita neuroma akustik.
Table 3. Symptoms that can arise from compression of nearby structures (should be
referred to Neuro surgeon).
Symptom Structure
Atypical trigeminalneuralgia V
Tic douloureux V
Progressive painless facial weakness VII
Hearing loss and tinnitus on non-tumour side Brain stem
Hoarse weak voice/dysphagia X
Figure 1. Symptoms arising from raised intracranial pressure.
v
g
n
h
lc
a fi
isu
rob
fp
td
e
m,
ti
DIAGNOSIS TUMOR NEUROMA AKUSTIK
Pada resolusi tinggi CT scan, dapat lihat anatomy tulang pada bone
window. Ujung kortikal Internal Auditory Canal (IAC) dapat dilihat secara detail
dengan bone window. Bone Window terbatas untuk melihat jaringan lunak.
Terjadinya Neurinoma akustik tergantung pada struktur internal pada tumor, dan
tempat ia berasal sejajar dengan neural pathway, serta ukuran lesi yang spesifik
untuk prosedur imaging dilaksanakan. Tumor bisa memiliki internal architecture
yang variable.18,19,20
B. MRI
Pada MRI, neurinoma akustik sering padat dan enhanced. Biasanya pada protocol
MRI umumnya T1 dengan kontras (gadolinium) atau IAC ,yang digunakan pada
MRI tertutup dengan resolusi yang tinggi untuk memperlihatkan gambaran
tumor dengan pewarna. “fast pin echo” varian T2 pada MRI sangat sensitive
kepada neurinoma akusitk dan dalam beberapa kasus dapat dilakukan dengan
murah. Kontras gadolinium sangat penting karena pada tumor yang berukuran
kecil sulit dilihat pada MRI tanpa kontras.20,21
Scan MRI pada otak (aksial dengan contrast) menunjukan intrakanalikular
neurinoma yang besar pada bagian kanan otak ( kiri pada scaning).
Pada scan MRI (coronal) menunjukkan satu neurinoma akustik ( yang
berwarna putih pada sebelah kanan gambar)
Satu neurinoma akustik yang besar. ( coronal view, tumor tampak putih).
Secara garis besar, pasien dengan neuroma akustik akan diberikan beberapa pilihan yaitu:
Medical management dilakukan sekitar 25% dari semua kasus neuroma akustik. Medical
management terdiri dari beebrapa komponen yaitu monitoring secara periodic status neurologis
pasien, penggunaan alat bantu pendengaran jika diperlukan pasien dan melalukan imaging
21
seperti MRI secara periodic. Menurut penelitian (Hoistad et al, 2001), medical management
seperti ini merupakan pilihan manejemen yang tepat buat sekelompok pederita neuroma akustik.
Sehingga ke hari ini, masih belum ditemukan obat yang mampu menghambat
perkembangan tumor neuroma akustik secara substansial. Tumor ini akan berkembang secara
perlahan, sekitar 1,5 mm per tahun. Seorang dokter perlu mempertimbangkan usia serta kondisi
fisik pasien sebelum merencanakan pilihan terapi yang sesuai. Setelah penemuan tumor neuroma
akustik pada pasie buat pertama kalinya, MRI akan diulang 6 bulan kemudian dan selanjutnya
dilakukan setahun sekali (Perry et al, 2001).
Memilih terapi konservatif memiliki resikonya tersendiri. Walaupun pada MRI tumor
tidak tampak bertambah besar, pasien masih beresiko hilang pendengaran fungsional, dan jika
kondisi ini terjadi pasien tidak mungkin menjadi kandidat buat pembedahan konservasi
pendengaran. Sekitar 10 hingga 43% dari pasien yang telah diteliti selama 2 tahun hilang
pendengaran fungsional (Warrick et al, 1999; Shin et al, 2000; Lin et al,2005).
Prosedur gamma-knife dapat dilakukan pada pasien yang beresiko tinggi untuk
menjalani pembedahan reseksi tumor akibat kondisi medis atau atas keinginan pasien sendiri.
Prosedur ini dicipta oleh Lars Leksell pada tahun 1971. Prosedur ini menghindari pembedahan
serta resiko pasca operasi. Kekurangan memilih prosedur gamma-knife ini adalah resiko
komplikasi akibat radiasi beberapa tahun setelah operasi serta melakukan monitoring hasil terapi
dengan MRI secara periodic. Dulu, prosedur ini direkomendasikan dengan menggunakan radiasi
gamma dosis tinggi, tetapi pasien menderita efek samping akibat radiasi dalam masa 2 tahun
pasca operasi. Sekarang direkomendasikan radiasi gamma dosis rendah dengan resiko kecil
mendapatkan kelemahan wajah dan parestesi (Wackym et al,2004).
Hampir 50% dari kasus neuroma akustik ditangani dengan pembedahan reseksi tumor.
Dengan perkembangan ilmu dan teknologi penggunaan metode ini akan semakin berkurang
karena terdapat pilihan terapi non-invasif yang lain. Berikut merupakan beberapa komplikasi
yang bisa terjadi pasca operasi reseksi tumor neuroma akustik :
Stoke
22
Cedera pada cerebellum, pons atau lobus temporalis
Kematian
Kebocoran dari liquor cerebro spinal
Meningitis
Paresis facialis
Resiko hilang fungsi pendengaran
Nyeri kepala
Hilang keseimbangan dan vertigo
23
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Levine SC, BOIES Buku Ajar Penyakit THT, Penyakit Telinga Dalam, Edisi 6, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 1997, 130-131
2. Wright A, ABC of Ear, Nose andThroat, Acoustic Neuromas and other Cerebello Pontine
Angle Tumours, 5th Edition, Blackwell Publishing, 2007, 25-30.
3. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher, Edisi 6, Badan Penerbit FKUI Jakarta,
2011.
4. Angus JAS, Howard DM, Acoustics and Phycoacoustics, Fourth Edition, Focal Press,
2009, 21-25.
5. Rutka J, Zarandy MM, Diseases of the Inner Ear A Clinical, Radiologic and Pathologic
Atlas, Springer, 2005, 35.
6. Mc Combe AW, Mc Rae RDR, Roland NJ, Key Topics in Otolaryngology, Second
Edition, BIOS Publishers, 2001, 44-48
10. http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/tumors/acoustic/neuroma.htm.
Accessed on 2nd June 2012.
11. www.medlineplus.com/encyclopedia/acoustic+neuromas . Accessed on 2nd June 2012.
24