Anda di halaman 1dari 25

ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

1) TELINGA LUAR Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula) dan liang telinga (meatus akustikus eksternus) sampai membran timpani. Aurikula berfungsi untuk

memantulkan dan mengkonsentrasikan getaran yang datang dari luar dan meatus akustikus eksternus yang mengantar gelombang bunyi ke membrana timpanika. Aurikula mempunyai kerangka dari tulang rawan elastin yang dilapisi oleh kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan (pars kartilagenus) pada sepertiga bagian luar dan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang (pars osseus). Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm. Pada sepertiga bagian luar mengandung jaringan subkutan, folikel rambut, kelenjar lemak (glandula sebacea) dan kelenjar serumen (glandula ceruminosa). Sedangkan pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.

2) TELINGA TENGAH Telinga tengah berbentuk kubus dengan : Batas luar Batas dalam : membran timpani : berturut-turut dari atas ke bawah, kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, oval window, round window, dan promontorium. Batas depan Batas belakang Batas atas Batas bawah : tuba eustachius : additus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis. : tegmen timpani (meningens/otak) : vena jugularis (bulbus jugularis)

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat obliq terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas MT disebut pars flaksida atau membrana Shrapnelli, yang terdiri dari 2 lapisan, yaitu bagian luar yang berupa lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam yang dilapisi oleh sel kubus bersilia seperti epitel mukosa saluran napas. Sedangkan bagian bawah MT disebut pars tensa (membran propria), yang memiliki 3 lapisan dengan tambahan satu lapis
1

lagi di bagian tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo inilah bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah, yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Refleks cahaya (cone of light) ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, incus, stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada incus, dan incus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Additus ad antrum merupakan lubang yang menghubungkan antara telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius menghubungkan antara daerah nasofaring dengan telinga tengah. Fungsi tuba eustachius : Untuk ventilasi yang berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara luar. Drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah. Tuba eustachius terdiri atas tulang rawan pada 2/3 ke arah nasofaring dan 1/3 terdiri atas tulang. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm. Obstruksi tuba dapat terjadi oleh berbagai kondisi, seperti : Peradangan di nasofaring Peradangan adenoid Tumor nasofaring Tampon posterior hidung (Bellocq tampon) Jaringan sikatriks yang terjadi akibat trauma operasi (adenoidektomi)

3) TELINGA DALAM Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis, superior (anterior), inferior
2

(posterior), dan lateral (horizontal). Pada irisan melintang, koklea tampak skala vestibuli di sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah, dan skala media (duktus koklearis) di antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners membrane), sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada skala media terdapat bagian berbentuk seperti lidah yang disebut membran tektoria. Pada membran basal melekat sel rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.

FISIOLOGI PENDENGARAN Energi bunyi dalam bentuk gelombang ditangkap oleh daun telinga dialirkan melalui MAE menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran (maleus, incus, stapes) amplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong perilimfe pada skala vestibule bergerak getaran diteruskan melalui membran Reissner medorong endolimfe menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria proses rangsang mekanik menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut kanal ion terbuka terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel menimbulkan proses depolarisasi sel rambut pelepasan neurotransmitter ke dalam sinapsis menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius dilanjutkan ke nucleus auditoruis sampai ke korteks pendengarana (area 39-40) di lobus temporalis.

PEMERIKSAAN PENDENGARAN
TES PENALA (PEMERIKSAAN KUALITATIF) Tes Rinne : Untuk membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada telinga yang diperiksa. Penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan telinga dengan jarak kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), sedangkan bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (-). Tes Weber : Untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan. Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (verteks, dahi, pangkal hidung, tengah-tengah gigi seri, atau dagu). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga, disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Tes Schwabach : Untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus pasien sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengar disebut Schwabach memendek. Bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang, sedangkan bila pasien dan pemeriksa sama-sama mendengarnya disebut Schwabach sama dengan pemeriksa.

Diagnosis

Tes Rinne

Tes Weber

Tes Schwabach 4

Normal Tuli Konduktif Tuli Sensorineural

Positif Negatif Positif

Tidak ada lateralisasi Lateralisasi ke telinga yang sakit Lateralisasi ke telinga yang sehat

Sama dengan pemeriksa Memanjang Memendek

AUDIOMETRI (PEMERIKSAAN KUANTITATIF) Bunyi (suara) : frekuensi nada murni yang dapat didengar oleh telinga normal, yaitu antara 20-18.000 Hz. Nada murni (pure tone) : bunyi yang hanya memiliki satu frekuensi, dinyatakan dalm jumlah getaran per detik. Bising : bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari narrow band (spektrum terbatas) dan white nose (spektrum luas). Frekuensi : nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang sifatnya harmonis sederhana (simple harmonic motion). Jumlah getaran per detik dinyatakan dalam Hertz (Hz). Intensitas bunyi dinyatakan dalam decibell (dB). Nilai nol audiometrik : intensitas nada murni yang terkecil pada suatu frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga rata-rata orang dewasa muda yang normal. Ambang dengar : bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Dapat dihitung ambang dengar hantaran udara (AC) atau hantaran tulang (BC).

Derajat Ketulian menurut ISO : 0 25 dB > 25 40 dB > 40 55 db : normal : tuli ringan : tuli sedang > 55 70 dB > 70 90 dB > 90 dB : tuli sedang berat : tuli berat : tuli sangat berat

Audiogram Telinga

KELAINAN TELINGA LUAR


6

1) FISTULA PREAURIKULA Terjadi bila terdapat kegagalan penggabungan tuberkel I dan II. Sering ditemukan di depan tragus berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran seujung pensil. Dari muara fistel sering keluar cairan yang berasal dari kelenjar sebasea. Biasanya pasien datang karena terdapat obstruksi atau infeksi fistula sehingga terjadi pioderma atau selulitis fasial. Penanganan : Infeksi akut diatasi dengan pemberian antibiotik. Bila sudah terbentuk abses, dilakukan insisi untuk drainase abses. Bila cairan keluar berkepanjangan dan terjadi infeksi berulang sehingga mengganggu aktivitas, diperlukan tindakan operatif (fistulektomi).

2) MICROTIA DAN ATRESIA TELINGA Pada mikrotia, daun telinga bentuknya lebih kecil dan tidak sempurna. Seringkali disertai dengan tidak terbentuknya (atresia) liang telinga dan kelainan tulang pendengaran. Tindakan operasi dilakukan untuk memperbaiki pendengaran dan penampilan secara kosmetik.

3) TELINGA CAMPLANG (BATS EAR) Daun telinga tampak lebih lebar dan lebih menonjol. Fungsi pendengaran tidak terganggu. Namun, karena bentuknya yang tidak normal dan tidak enak dipandang, kadang kala menimbulkan masalah psikis sehingga perlu dilakukan tindakan operasi otoplasti.

4) HEMATOMA Biasanya disebabkan oleh trauma, di mana terdapat kumpulan darah di antara perikondrium dan tulang rawan. Kumpulan darah ini harus dikeluarkan secara steril guna mencegah terjadinya infeksi yang nantinya dapat menyebabkan terjadinya perikondritis. 5) PERIKONDRITIS
7

Merupakan peradangan pada tulang rawan yang menjadi kerangka daun telinga. Biasanya terjadi karena trauma akibat kecelakaan, operasi daun telinga yang terinfeksi, dan komplikasi pseudokista daun telinga. Bila pengobatan dengan antibiotik gagal, dapat timbul komplikasi berupa mengkerutnya daun telinga akibat hancurnya tulang rawan yang menjadi kerangka daun telinga (cauliflower ear).

6) PSEUDOKISTA (OTHAEMATOMA) Terdapat benjolan di daun telinga yang disebabkan oleh adanya kumpulan cairan kekuningan di antara lapisan perikondrium dan tulang rawan telinga. Biasanya pasien datang dengan keluhan ada benjolan di daun telinga yang tidak nyeri dan tidak diketahui penyebabnya. Kumpulan cairan ini harus dikeluarkan secara steril untuk mencegah timbulnya perikondritis. Kemudian dilakukan balut tekan dengan bantuan semen gips selama seminggu supaya perikondrium melekat pada tulang rawan kembali. Apabila perlekatan tidak sempurna dapat timbul kekambuhan.

7) OTITIS EKSTERNA Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis yang disebabkan oleh bakteri, jamur, ataupun virus. Faktor yang mempermudah radang telinga luar adalah : Perubahan pH di liang telinga, yang biasanya normal atau asam. Bila pH menjadi basa, proteksi terhadap infeksi menurun. Pada keadaan udara yang hangat dan lembab, bakteri dan jamur mudah tumbuh. Trauma ringan seringkali karena berenang atau membersihkan telinga secara berlebihan (mengorek-ngorek telinga).

Otitis Eksterna Sirkumskripta Mengenai kulit di bagian 1/3 luar liang telinga yg mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar serumen. Dapat terjadi infeksi pada pilosebaseus shg membentuk furunkel. Penyebab : Staphylococcus aureus atau Staphylococcus albus Gejala : Rasa nyeri yang hebat tidak sesuai dengan besar bisul, disebabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan longgar di bawahnya sehingga rasa nyeri dapat timbul pada penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat timbul spontan waktu membuka mulut. Ggn pendengaran bila furunkel besar & menyumbat liang telinga. Terapi :

Otitis Eksterna Difus Mengenai kulit liang telinga dua pertiga bagian dalam, di mana

terlihat kulit liang telinga hiperemis dan edema yang tidak jelas batasnya. Penyebab : Pseudomonas, Staphylococcus albus, atau Escherichia coli. Gejala : Nyeri tekan tragus Liang telinga sempit Kelenjar getah bening regional membesar dan nyeri tekan Terdapat sekret yang berbau, tetapi tidak mengandung musin seperti sekret yang keluar dari cavum tymphani pada otitis media.

Terapi : Bila sudah terjadi abses, diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya. Pemberian antibiotik lokal, seperti polymyxin B atau bacitracin. Pemberian antiseptik berupa asam asetat 2-5% dalam alkohol. Bila dinding furunkel menebal, dilakukan insisi, kemudian dipasang drainase untuk mengalirkan nanahnya. Tidak perlu diberikan antibiotik sistemik, hanya analgetik & obat penenang.

Membersihkan liang telinga Memasukkan tampon yang mengandung antibiotik ke dalam liang telinga agar terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit yang meradang. Jika perlu, berikan antibiotik sistemik.

KELAINAN TELINGA TENGAH


1) BAROTRAUMA Keadaan di mana terjadi perubahan tekanan secara tiba-tiba di luar telinga tengah, sewaktu di pesawat terbang atau menyelam, sehingga menyebabkan tuba gagal untuk membuka. Apabila tekanan melebihi 90 mmHg, maka otot yang normal aktivitasnya tidak mampu membuka tuba. Pada keadaan ini, terjadi tekanan negatif di rongga telinga tengah sehingga cairan keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang-kadang disertai dengan ruptur pembuluh darah, sehingga cairan di telinga tengah dan rongga mastoid tercampur darah. Keluhan pasien berupa kurang dengar, rasa nyeri dalam telinga, autofoni (gema suara sendiri terdegar lebih keras), perasaan ada air dalam telinga, serta kadangkadang tinitus dan vertigo. Pengobatan cukup dengan cara konservatif dengan memberikan decongestan lokal atau melakukan perasat Valsava selama tidak terdapat infeksi di jalan napas atas. Apabila cairan atau cairan yang bercampur darah menetap di telinga tengah sampai beberapa minggu, maka dianjurkan untuk melakukan tindakan miringitomi.

2) OTOSKLEROSIS Merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami spongiosis (tulang lunak) terutama di depan dan di dekat kaki stapes, sehingga stapes menjadi kaku (terfiksasi) dan tidak dapat menghantarkan getaran suara ke labirin dengan baik. Penyebab penyakit ini belum dapat dipastikan, diperkirakan faktor genetik dan gangguan perdarahan pada stapes. Manifestasi klinis baru timbul bila penyakit sudah cukup luas mengenai ligament annulus kaki stapes. Pada awal penyakit akan timbul tuli konduktif dan dapat menjadi tuli campuran atau tuli sensorineural, bila penyakit menyebar sampai ke koklea. Gejala dan tanda klinis : Penurunan pendengaran secara progresif Tinitus (paling sering)
10

Vertigo (kadang-kadang) Pasien merasa pendengarannya lebih baik dalam ruang bising (Paracusis Willisii) Biasanya bilateral, namun dapat pula unilateral Ketulian mencapai 30-40 dB Membran timpani utuh, normal atau dalam batas normal, namun kadangkadang berwarna kemerahan karena terdapat pelebaran pembuluh darah promontorium (Schwartes sign positif). Tuba biasanya paten dan tidak terdapat riwayat penyakit telinga serta trauma kepala atau telinga sebelumnya. Uji Rinne negatif, uji Webber positif pada telinga dengan otosklerosis unilateral atau pada telinga dengan tuli konduktif yang sangat berat. Diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan audiometri nada murni dan pemeriksaan impedance. Pengobatan penyakit ini adalah dengan operasi stapedektomi atau

stapedotomi, yaitu stapes diganti dengan bahan prostesis. Sedangkan pada kasus yang tidak dapat dilakukan operasi, alat bantu dengar (ABD) dapat sementara membantu pendengaran pasien.

3) OTITIS MEDIA AKUT (OMA) Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Penyebab gangguan fungsi tuba : Perubahan tekanan udara tiba-tiba Alergi Infeksi Sumbatan (sekret, tampon, tumor) Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke telingan tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibodi. Jika faktor pertahanan tubuh tersebut terganggu, maka terjadi otitis media. Sumbatan tuba Eusrachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah
11

juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Infeksi saluran nafas atas (ISPA) juga merupakan salah satu pencetus terjadinya OMA. Pada anak, makin sering anak terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan agak horizontal letaknya. Kuman penyebab utama pada OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus haemoliticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus. Selain itu kadangkadang juga ditemukan H. influenza, E. coli, Streptococcus anhaemoliticus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas aurugenosa. Gejala tergantung pada stadium penyakit serta umur pasen. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, selain itu juga suhu tubuhnya tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, di samping rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi yang dapat mencapai 39,5oC (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjad ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang teinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang. Ada 5 stadium OMA, yaitu : Stadium oklusi tuba eustachius Stadium hiperemis Stadium supurasi Stadium perforasi Stadium resolusi

12

Stadium OMA Oklusi Tuba Eustachius

Klinis - Retraksi membran timpani karena tekanan negatif di telinga tengah akibat absorpsi udara. - Kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. - Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa karena virus atau alergi.

Terapi - Bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius shg tekanan negatif di telinga tengah hilang. - Diberikan obat tetes hidung : HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (anak < 12 tahun) HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik (anak > 12 tahun) - Antibiotik diberikan apabila penyebab penyakit adalah bakteri. - Obat tetes hidung dan analgetika. - Pemberian antibiotik minimal selama 7 hari. Ampisilin 50-100 mg/kgbb/hari, dibagi dalam 4 dosis Amoksisilin 40 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis Eritromisin 40 mg/kgbb/hari

Hiperemis (PreSupurasi)

- Pelebaran pembuluh darah di membran timpani dan seluruh membran timpani tampak hiperemis dan edema. - Terbentuk sekret yang mungkin bersifat eksudat serosa sukar terlihat.

Stadium Supurasi

- Edema hebat pada mukosa telinga tengah, sel epitel superfisialis hancur, terbentuk eksudat purulen di cavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah telinga luar. - Pasien terlihat sangat sakit, peningkatan nadi dan suhu, nyeri telinga. - Jika tekanan di kavum tidak berkurang karena tekanan nanah terjadi iskemik karena tekanan pada kapiler,

- Diberikan antibiotik - Miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. - Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar.

13

tromboflebitis pada vena-vena kecil, nekrosis mukosa dan submukosa daerah ini tampak kekuningan dan lebih lembek akan terjadi ruptur. - Bila tidak dilakukan miringotomi (insisi membran

timpani), maka membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Stadium Perforasi - Terjadi karena terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi. - Ruptur membran timpani sekret mengalir ke liang telinga luar anak yang tadinya gelisah menjadi tenang dan dapat tidur nyenyak, suhu badan turun. Stadium Resolusi - Bila membran timpani tetap utuh akan kembali normal secara perlahan-lahan. - Bila perforasi menetap dan sekret keluar terus-menerus atau hilang timbul OMSK (> 2 bulan) dan otitis media supuratif subakut (> 3 minggu atau < 2 bulan). - Bila sekret menetap dalam cavum timpani dan tidak terjadi perforasi OM serosa. - Pemberian antibiotik dilanjutkan sampai 3 minggu - Terapi ini diberikan apabila tidak terjadi resolusi yang - Cuci telinga dengan H2O2 3% selama 3-5 hari - Pemberian antibiotik yang adekuat - Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.

menyebabkan sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani, keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah.

14

4) OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS (OMSK) OMSK merupakan infeksi kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah secara terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Beberapa faktor yang menyebabkab OMA manjadi OMSK ialah : Terapi yang terlambat diberikan Terapi yang tidak adekuat Virulensi kuman yang tinggi Daya tubuh pasien yang rendah (kurang gizi) Higiene yang buruk Ada tiga tipe perforasi membran timpani berdasarkan letaknya, yaitu : 1. Perforasi Sentral : letak perforasi di bagian pars tensa membran timpani, sedangkan seluruh tepi perforasi masih ada tersisa membran timpani. 2. Perforasi Marginal : sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan annulus atau sulkus timpanikum. 3. Perforasi Atik : perforasi yang terjadi di area pars flaksida ini sering menimbulkan komplikasi, seperti terbentuknya kolesteatoma.

OMSK dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu : 1. OMSK tipe aman (tipe mukosa = tipe benigna) 2. OMSK tipe bahaya (tipe tulang= tipe maligna)

15

Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar, OMSK terbagi atas : OMSK Aktif OMSK Tenang : OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif. : OMSK dengan keadaan kavum timpaninya yang terlihat basah atau kering. Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya perforasi, dari perforasi tersebut dapat dilihat keadaan mukosa telinga tengah. Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Gejala klinis : Telinga berair (otorrhoe) atau keluar darah dari telinga Gangguan pendengaran Otalgia (nyeri telinga) Vertigo Evaluasi audiometri perlu dilakukan pada penderita. Pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Pemeriksaan radiologi konvensional, foto rontgen mastoid, foto polos radiologi posisi Schuller berguna untuk menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT-scan dapat lebih efektif menunjukan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma. Pemeriksaan penunjang lain berupa kultur dan uji resistensi kuman dari sekret telinga. Tanda Klinis OMSK Tipe Bahaya : Perforasi pada bagian marginal atau atik membran timpani Abses atau fistel retroaurikuler Polip atau jaringan granulasi di MAE yang berasal dari dalam telinga tengah Terlihat kolesteatoma pada telinga tengah (sering terlihat di epitimpanum) Sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma) Terlihat bayangan kolesteatoma pada foto rontgen mastoid Penatalaksanaan OMSK didasarkan pada tipe klinik penyakit.

16

1. OMSK Tipe Tenang Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Obat tetes telinga jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat. Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah komplikasi dan kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. 2. OMSK Tipe Bahaya Prinsip terapinya adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Jika terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi.

Komplikasi OMSK dapat dibagi atas : a. Komplikasi di Telinga Tengah : Perforasi MT persisten Erosi tulang pendengaran Paralisis nervus fasialis c. Komplikasi Ektradural : Abses ekstradural Trombosis sinus lateralis Petrositis b. Komplikasi di Telinga Dalam : Fistula labirin Labirinitis supuratif Tuli sensorineural d. Komplikasi SSP : Meningitis Abses otak Hidrosefalus otitis

17

PROSES PENYEBARAN INFEKSI Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani yang seperti mukosa saluran napas, mampu melokalisasi infeksi. Sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena. Runtuhnya periosteum akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal. Apabila infeksi mengarah ke dalam, ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis nervus fasialis atau labirinitis. Bila ke arah kranial akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan abses otak. Dinding pertahanan ketiga, yaitu jaringan granulasi akan terbentuk bila sawar tulang terlampaui. Pada kasus akut penyebaran melalui hematogen (osteotromboflebitis), sedangkan pada kasus kronis penyebaran terjadi melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya ialah toksin masuk melalui jalan yang sudah ada, misalnya melalui fenestra rotundum, meaatus akustikus internus, duktus perilimfatik dan endolimfatik.

18

GANGGUAN PENDENGARAN
1) PRESBIKUSIS Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi (> 1000 Hz), umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, dan bersifat bilateral (simetris pada telinga kiri dan kanan). Penyakit ini terjadi karena suatu proses degenerasi, berkaitan erat pula dengan faktor herediter, pola makanan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup, atau bersifat multifaktor. Patologi : Proses degenerasi perubahan struktur koklea dan N.VIII atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ Corti. Degenerasi stria vaskularis Berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf, juga akson myelin saraf. Berdasarkan pada perubahan patologik yang terjadi, pada dasarnya presbikusis dibagi menjadi 4 golongan, yaitu : 1. Sensorik lesi terbatas pada koklea, atrofi organ Corti, jumlah sel-sel rambut dan sel-sel penunjang berkurang. 2. Neural sel-sel neuron pada koklea dan jaras auditorik berkurang. 3. Metabolik (Strial Presbycusis) atrofi stria vaskularis, potensial mikrofonik menurun, fungsi sel & keseimbangan biokimia/bioelektrik koklea berkurang. 4. Mekanik (Cochlear Presbycusis) terjadi perubahan gerakan mekanik duktus koklearis, atrofi ligamentum spiralis, membran basilaris lebih kaku. Gejala Klinis Berkurangnya pendengaran secara perlahan dan progresif, simetris pada kedua telinga. Telinga berdenging (tinitus nada tinggi) Pasien bisa mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya terutama bila diucapkan di tempat dengan latar belakang yang bising (cocktail party deafness).
19

Bila intensitas suara ditinggikan, akan timbul rasa nyeri di telinga akibat faktor kelelahan saraf (recruitment).

Diagnosis : Pada pemeriksaan otoskopi, tampak membran timpani suram dan mobilitasnya berkurang. Tes penala menunjukkan tuli sensorineural Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu tuli sensorineural nada tinggi, bilateral dan simetris.

2) TULI MENDADAK (SUDDEN DEAFNESS) Tuli terjadi secara tiba-tiba berupa tuli sensorineural ringan sampai berat, biasanya terjadi pada satu telinga. Penurunan pendengaran sensorineural 30 dB atau lebih, paling sedikit 3 frekuensi berturut-turut pada pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu kurang dari 3 hari. Kerusakan terutama di koklea dan biasanya bersifat permanen, termasuk dalam keadaan darurat neurotologi. Penyebab utama adalah iskemia koklea. Hal ini dapat disebabkan oleh karena spasme, trombosis, atau perdarahan arteri auditiva interna (end artery). Iskemia mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis dan ligamen spiralis, diikuti dengan pembentukan jaringan ikat dan penulangan. Tuli dapat unilateral atau bilateral, dapat disertai dengan tinitus dan vertigo. Beberapa jenis virus, seperti virus protis, virus campak, virus infuenza B dan mononukleosis menyebabkan kerusakan pada organ Corti, membran tektoria, dan selubung myelin saraf akustik. Ketulian yang terjadi biasanya berat, pada 1 telinga, terutama pada frekuensi sedang dan tinggi, dapat disertai dengan tinitus dan vertigo, ada kemungkinan gejala penyerta dari penyakit virus. Tatalaksana : Total bed rest 2 minggu Vasodilatansia Prednison, Vit. C, Neurotropik Diet rendah garam dan kolesterol
20

Inhalasi oksigen Bila tidak sembuh, gunakan hearing aid.

Dipengaruhi oleh : Pemakaian obat ototoksik lama Adanya penyakit DM Kadar lemak darah tinggi Viskositas darah tinggi

3) NIHL (NOISE INDUCED HEARING LOSS) NIHL ialah gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat ketuliannya adalah tuli sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga. Bising yang intensitasnya 85 dB atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di telinga dalam. Bising merupakan bunyi yang tidak diinginkan atau yang timbul akibat getaran-getaran yang tidak teratur & periodik. 80 dB 85 dB 91 dB : maksimal pajanan 24 jam/hari : maksimal pajanan 8 jam/hari : maksimal pajanan 2 jam/hari

100 dB : maksimal pajanan 15 menit/hari 115 dB : maksimal pajanan 28 detik/hari

Hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpajan bising antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising, mendapat pengobatan yang bersifat racun terhadap telinga (obat ototoksik) seperti streptomisin, kanamisin, garamisin, kina, dll. Gejala Klinis : Kurang pendengaran disertai tinnitus (berdenging di telinga) atau tidak. Bila sudah cukup berat disertai keluhan sukar menangkap percakapan dengan kekerasan biasa dan bila sudah lebih berat percakapan yang keras pun sukar dimengerti. Pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising, biasanya > 5 tahun.
21

Secara klinis pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan : Reaksi adaptasi Peningkatan ambang dengar sementara Peningkatan ambang dengar menetap

Pemeriksaan Penunjang : Pada pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan audiologi, tes penala didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Kesan jenis ketuliannya tuli sensorineural. Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi antara 3000-6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch) yang patagnomonik untuk jenis ketulian ini. Penatalaksanaan : Pindah tempat kerja Pakai ear plug atau ear muff Alat bantu mendengar (hearing aid) Auditory training, lip reading Rehabilitasi suara Cochlear implant

Recruitment adalah suatu fenomena pada tuli sensorineural koklea, dimana telinga yang tuli menjadi lebih sensitif terhadap kenaikan intensitas bunyi yang kecil pada frekuensi tertentu setelah terlampaui ambang dengarnya. Orang yang menderita sensorineural koklea sangat terganggu oleh bising latar belakang (background noise), sehingga bila orang tersebut berkomunikasi di tempat yang ramai akan mendapat kesulitan mendengar dan mengerti pembicaraan. Keadaan ini disebut cocktail party deafness.

22

4) OTOTOKSISITAS Agen-agen Ototoksik Antibiotik : aminoglikosida (streptomisin, dihidrostreptomisin, gentamisin, tobramisin, amikasin), antibiotik lain (eritromisin, vankomisin, kloramfenikol) Diuretik : furosemid, asam etakrinat, bumetanid, asetazolamid, manitol. Analgetik dan antipiretik : salisilat, kinin, klorokuin. Antineoplastik : bleomisin, nitrogen mustard, cis-platinum. Lain-lain : pentobarbital, heksadin, mandelamin, praktolol. Zat kimia : karbon monoksida, minyak chenopodium, nikotin, zat warna aniline, alcohol, kalium bromat. Logam berat : air raksa, emas, timbal, arsen.

Manifestasi klinis : tinitus nada tinggi (4000-6000 Hz), gangguan pendengaran, vertigo, tuli bersifat sensorineural, baik bilateral ataupun unilateral. Kerusakan yang ditimbulkan oleh preparat ototoksik adalah : Degenerasi stria vaskularis Degenerasi sel epitel sensorik Degenerasi sel ganglion

Tatalaksana : Obat tersebut harus segera dihentikan Rehabilitasi dengan alat bantu dengar, psikoterapi, auditory training, termasuk cara penggunaan sisa pendengaran dengan alat bantu dengar, belajar membeca bahasa isyarat. Pada tuli total bilateral mungkin dapat dipertimbangkan pemasangan implan koklea.

23

GANGGUAN KESEIMBANGAN
1) TINITUS Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi suara tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal mekanoakustik ataupun listrik. Keluhan dapat berupa bunyi mendenging, menderu, atau mendesis. Tinitus dapat dibagi atas : Tinitus Objektif bila suara tersebut dapat didengar oleh pemeriksa atau dengan auskultasi di sekitar telinga. Bersifat vibratorik, berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga. Dihubungkan dengan kelainan vaskular di mana tinitus berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinitus Subjektif bila suara tersebut hanya didengar oleh pasien sendiri. Bersifat non-vibratorik, disebabkan oleh proses iritatif atau perubahan degeneratif traktus auditorius mulai dari sel-sel rambut getar koklea sampai pusat saraf pendengaran. Tinitus Nada Tinggi : Bersifat degeneratif, tidak ada obstruksi/sumbatan. Contohnya pada otosklerosis stadium lanjut Umumnya disertai tuli sensorineural

Tinitus Nada Rendah : Terjadi pada sumbatan liang telinga karena tumor atau serumen, tuba katar, otitis media, otosklerosis stadium awal, dll. Umumnya terjadi gangguan konduksi (tuli konduksi)

2) VERTIGO Vertigo adalah perasaan berputar. Berdasarkan kejadiannya, vertigo ada 3 macam, yaitu : Vertigo Spontan bila vertigo timbul tanpa pemberian rangsangan. Vertigo Posisi timbul karena perubahan posisi kepala akibat adanya perangsangan pada kupula kanalis semisirkularis oleh debris atau pada kelainan servikal.
24

Vertigo Kalori yang dapat dipastikan dengan pemeriksaan kalori Berdasarkan asalnya, vertigo dibagi menjadi : Vertigo Perifer bila terjadi kerusakan pada vestibulum, kanalis semisirkularis, dan nervus VIII. Gangguan keseimbangan dan rasa ingin jatuh yang disertai rasa mual, mutah, rasa penuh di telinga, dan telinga berdenging. Vertigo Sentral bila terjadi kerusakan pada nukleus vestibularis, cerebellum, dan korteks. Bila vertigo disertai keluhan neurologis, seperti disartri atau gangguan penglihatan.

3) MENIERE DISEASE Sindrom Meniere merupakan kerusakan telinga bagian dalam yang berakibat pada pendengaran dan keseimbangan. Memiliki gejala khas berupa vertigo dan tinitus yang episodik dan penurunan pendengaran yang progresif, biasanya pada unilateral. Hal itu disebabkan peningkatan volume dan tekanan endolimfa di telinga dalam. Kemungkinan ini terjadi karena adanya gangguan biokomia cairan endolimfa dan gangguan klinis membran labirin. Patofisiologi terjadinya hidrops endolimfa pada koklea dan vestibulum diduga disebabkan oleh : Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler Meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat sehingga terjadi penimbunan cairan endolimfa. Trias Sindrom Meniere : Vertigo yang episodik Penurunan pendengaran (tuli sensorineural) Tinitus Rasa penuh atau tekanan pada satu atau kedua telinga

25

Anda mungkin juga menyukai